Share

MENDATANGI HOTEL

Penulis: Jenar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

[Hotel Mulia Senayan. Lantai 6 kamar no 666.]

Pesan dari Rudi baru saja kuterima beberapa menit yang lalu. Dia yang kutugaskan mengikuti Mas Bima ternyata bisa diandalkan. Aku melirik jam dinding, sudah pukul sepuluh malam. Walaupun sudah hampir larut tidak membuat tekatku surut untuk mendatangi tempat Mas Bima berada sekarang.

Buru-buru kuraih kunci mobil. Akan kudatangi hotel itu dan melihat langsung apa yang Mas Bima lakukan di sana. Mungkin hari ini bisa kubuktikan dengan mata kepala sendiri perselingkuhan mereka.

“Bik, titip anak-anak, ya! Saya mau keluar sebentar,” pamitku pada Bik Marni yang baru saja keluar dari kamar anak-anak.

“Mau ke mana, Bu malam-malam begini?”

“Ada urusan peting. Enggak lama.”

“Biar saya panggilkan Mang Udin ….”

“Eh, enggak usah. Saya nyetir sendiri saja, Bik. Enggak jauh, kok.”

Tanpa menunggu jawaban Bik Marni aku segera berlari menuju mobilku. Aku menjalankan kendaraan dengan kecepatan sedang. Walaupun di buru rasa ingin tahu dan penasaran, tetapi ak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   TIDAK CINTA

    Ketika aku baru saja sampai di rumah, terlihat mobil Mas Bima sudah terparkir di tempat biasanya. Cepat juga geraknya, sekarang sudah berada di rumah. Aku turun dari mobil, terlihat Mas Bima membuka pintu rumah dan kini berdiri di teras menatap tajam padaku. Dengan langkah mantap aku berjalan melewati Mas Bima begitu saja, tidak kupedulikan ke beradaannya. Aku melenggang masuk ke dalam rumah.“Ke mana dulu, kenapa lambat sampai rumah?” Muak sekali aku mendengar pertanyaannya yang terkesan perhatian itu.Kuhiraukan begitu saja. Aku meneruskan langkah ke kamar, rumah sudah sepi pasti semua penghuninya sudah terlelap. Terdengar decakan marah dari Mas Bima, sebelum aku membuka pintu kamar dia tiba-tiba mencengkeram lenganku dengan kuat dan menahan langkahku yang hendak masuk ke kamar.“Aku bertanya! Kenapa enggak jawab, punya kuping, kan!” tanyanya dengan mata melotot dan rahang mengeras.Sorot mata Mas Bima itu terlihat mengerikan seolah ingin menelanku hidup-hidup. Aku yang sedang kaca

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   SEBUAH GAMBAR USANG

    "Kita bercerai dan aku akan bawa anak-anak!" tegasku."Kamu sadarkan kamu itu cuma ibu rumah tangga. Kamu mau cerai dari aku lalu kembali ke rumah orang tuamu? Enggak malu jadi beban mereka? Atau kamu mau jadi gelandangan? Cih, suram masa depan anak-anakku kalau ikut bersamamu!" "Sombong sekali kamu, Mas!""Memang kenyatanya sekarang begitu. Okelah dulu jabatanmu lebih tinggi, tapi sekarang? Aku manager dan sebentar lagi akan duduk di jajaran direksi. Jadi kuharap kamu cukup sadar diri, Meswa."Pandanganku menangkap seulas senyum meremehkan tersungging di bibir Mas Bima. Kukepalkan tangan di samping tubuh sambil melihatnya dengan rasa benci yang tidak kusembunyikan. Mas Bima yang kini tengah berada di posisi atas dalam pekerjaan merasa sudah paling hebat dan berjaya. Seolah melayang di atas angin, sombong sekali. Tidak ingat asal usulnya yang dari bawah. Dia begitu yakin dengan jabatannya saat ini, padahal banyak hal dan kenyataan yang belum diketahui. Seandainya kamu tahu, Mas apak

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   AMARAH MESWA

    Aku bangun agak terlambat pagi ini. Semalam aku baru bisa tidur selepas solat subuh. Aku ke luar dari kamar kerja, langsung ke dapur. Di meja makan sudah tertata menu sarapan dan bekal anak-anak. Semua ini yang menyiapkan tentu saja Bik Marni.“Ibu sudah bangun? Mau langsung sarapan, Bu?” tanya Bik Marni yang baru muncul dari arah depan.“Saya dari kamar anak-anak menyiapkan untuk berangkat sekolah. Tadi Ibu belum bangun,” lanjutnya yang membuatku lega.Selama ini untuk urusan anak-anak aku selalu turun tangan langsung. Mulai dari membangunkan tidur di pagi hari, memandikan, membuatkan sarapan sampai mereka di antar oleh Mang Udin ke sekolah aku yang menyiapkan segala keperluan mereka.“Terima kasih, Bik. Saya agak kurang enak badan jadi kesiangan. Sekarang anak-anak mana?”“Morning, Mama,” seru dua putriku yang baru saja muncul di dapur. Bella dan Raya sudah rapi mengenakan seragam sekolah. “Morning, Sayang. Yuk, sarapan dulu!” kataku dengan mengulas senyum.Aku menggiring keduanya

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   KEJUTAN (POV BIMA)

    Pagi ini sebelum ke kantor aku terlebih dahulu mendatangi rumah Erina. Semalam aku langsung pergi dari hotel meninggalkan dia seorang diri. Aku mengejar Meswa yang entah bagaimana bisa tiba-tiba mengetahui keberadaanku dan menyusul ke hotel padahal aku sudah katakan pergi ke Surabaya.Mobilku baru saja berhenti di depan bangunan mewah, saat itu juga muncullah wajah cantik Erina yang tersenyum dari balik pintu. Aku turun dari mobil dan langsung disambut dengan Erina yang melingkarkan sepasang lengan dengan kulitnya yang halus dan lembut pada. Aroma jasmine menguar memanjakan indera penciumanku.“Kelihatannya kamu murung, Sayang? Apa yang terjadi tadi malam dengan istrimu? Kamu menyesal karena dia sudah mengetahui hubungan kita? Harusnya kamu senang, karena dengan begitu kalian bisa segera berpisah lalu kita menikah,” bisik Erina manja.“Dia marah dan kami bertengkar sampai pagi ini.”“Bagus! Jadi kapan kalian akan bercerai?” Erina kelihatan sangat bersemangat mendengar aku ribut dengan

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   KEJUTAN 2 (POV BIMA)

    “Jadi untuk itu kamu berbohong pergi ke Surabaya, Mas?” Meswa menunjuk layar proyektor yang kini di sana terpampang foto aku sedang berlutut di hadapan Erina saat acara kemarin malam. Ini semua benar-benar tidak pernah kuduga sebelumnya. Dari mana mereka mendapat foto dan video itu? Padahal untuk acara kemarin Erina sudah memesan aula khusus dan acaranya di seting privat. Tidak sembarang orang bisa masuk dan menyaksikan pertunangan kami. Sial! Siapa yang membocorkan? “Acaranya mewah ya, Mas. Kamu kelihatan sangat romantis saat memasang cincin di jari perempuan itu.” Aku melihat Meswa menyunggikan senyum samar.“Sayang kalau momen bahagia seperti itu tidak diabadikan. Aku sengaja minta orang untuk merekamnya agar nanti kalian punya kenang-kenangan,” lanjutnya dengan senyum yang lebih lebar. “Jadi semua ini ulahmu Meswa?”“Lho, kok jadi nuduh aku? Bukankah tadi kamu yang mau presentasi?”“Kamu sengaja ingin mempermalukan aku? Istri macam apa kamu ini? Harusnya kamu membantu dan mendu

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   NEGOSIASI (POV BIMA)

    “Meswa hentikan semua permainan ini!” hardikku begitu Meswa keluar dari ruangan Pak Fauzan. Pertemuan di lantai dua beberapa saat lalu berakhir dengan kekacauan. Tadi aku dipaksa keluar dari ruang pertemuan, mereka sama sekali tidak memberiku kesempatan membela diri. Sengaja kutunggu Meswa di sini agar bisa leluasa bicara. Sekarang ini nyawaku berada di ujung tanduk. Bagaimana tidak, selain terbongkarnya perselingkuhanku dengan Erina ternyata Pak Fauzan pun sudah tahu tentang uang perusahaan yang kupinjam. Ya, aku pinjam bukan aku gelapkan. Nantinya pasti akan aku kembalikan, mereka saja yang tidak sabar sampai harus mengundang tim audit segala macam. Bukankah itu terlalu berlebihan? Mata bulat Meswa melebar, terkejut mendapati aku berdiri di tengah lorong menghalangi langkahnya.“Minggir, Mas! Aku mau lewat!” kata Meswa sambil berusaha melewatiku.“Hentikan semua permainan ini!” Aku ulang perintah tadi dengan nada mengancam. “Kamu lihat, gara-gara kamu semuanya jadi berantakan. H

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   RAYUAN MAUT

    Aku baru saja hendak menuang air panas ke dalam cangkir, untuk menyeduh teh saat kudengar suara seseorang memanggil namaku dengan berteriak dari arah depan rumah.“Masih ingat pulang ternyata,” desisiku lirih. “Meswa! Ternyata kamu di sini, kok tumben enggak menyambut Mas pulang?”Hampir saja aku melempar teko air panas yang kupegang ke wajah laki-laki tidak tahu malu itu. Bicaranya di manis-maniskan seperti sedang tidak terjadi apa-apa di antara kami. Mungkin maksudnya agar aku memaafkan dia atau dia malah sudah melupakan kejadian di kantor tadi. Kurasa otak Mas Bima mulai konslet, di fikir setelah semua yang aku terima bisa dengan mudah menghapus semua kesalahannya dalam ingatan. “Dek kamu buat teh untuk, Mas kan? Kamu memang istri yang pengertian,” lanjutnya sambil mendekat padaku yang masih berdiri di depan meja kompor. Aku meletakkan teko yang semua isinya sudah berpindah ke dalam cangkir, lalu berjalan ke meja makan. Kutarik salah satu kursinya lalu duduk di sana.Menghiraukan

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   RASA APA INI (POV BIMA)

    Kepalaku rasanya sakit dan panas mendengar mulut Meswa terus saja menjawab dan menolak untuk bersama-sama mengurus perusahaan. Mana terima aku diturunkan jabatan menjadi OB, mau di taruh mana muka ini. Bikin malu saja. Selama ini orang-orang di kantor hormat dan segan padaku, kalau tiba-tiba turun pangkat apa kata mereka?Gara-gara Meswa semua rencanaku jadi berantakan. Kedudukan yang selama ini kuincar tidak berhasil kuraih, malah harus menerima kenyataan menyedihkan seperti ini. Kenapa aku bisa tertipu oleh mereka?Siapa yang menyangka kalau Papa adalah pemilik perusahaan sebesar prameswari mandiri, selama ini orang tua itu kelihatan biasa saja. Sebentar, kalau Papa pemilik perusahaan harusnya ayahku tahu tentang hal ini. Mereka 'kan bersahabat, tetapi kenapa ayah tidak pernah bilang padaku? Waktu menjodohkan kami, ayah hanya mengatakan ingin menikahkan aku dengan anak sahabatnya. Sebab orang tua gadis yang dijodohkan denganku banyak membantu keluarga kami. Hanya itu, tidak ada men

Bab terbaru

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   MEMAAFKAN (ENDING)

    Dalam hati aku tidak henti-hentinya mengucap syukur kepada Allah atas segala nikmat kebahagiaan mala mini. Setelah badai dan ombak besar menguji kehidupan, dengan begitu murah hatinya Dia ganti semua sakit dan kekecewaan dengan pelangi kebahagiaan yang lebih indah. Pukul sembilan malam keluarga Fauzan pamit undur diri. Aku, Mama dan Papa mengantarkan mereka hingga ke depan rumah. Om Anwar dan Papa berpelukan begitu juga dengan Tante Santi yang bergantian memeluk aku dan Mama. Fauzan menyalami kedua orang tuaku lalu mencium punggung tangannya. Setelah menegakkan tubuh lelaki itu memandangku lembut lalu menganggukkan kepala. “Aku pulang dulu,” katanya lembut.“Hati-hati, Zan.”Dia mengangguk, “Terima kasih, Meswa,” katanya lalu dia pemit masuk ke dalam mobil.Aku melambaikan tangan pada mobil Fauzan yang perlahan mulai bergerak dan meninggalkan pekarangan rumah Papa. Papa dan Mama sekarang sudah masuk ke dalam rumah. Aku sudah hendak masuk saat pintu mulai di tutu oleh satpam, tetapi

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   LAMARAN

    Hari ini aku pulang lebih awal, week end saatnya meluangkan waktu untuk bersama anak-anak. Belum genap pukul tiga saat aku masuk ke rumah. Tidak kudapati anak-anak, hanya pengasuh mereka yang kutemui tengah berada di dapur. “Anak-anak mana, Bik?” tanyaku sambil meletakkan paper bag dan tas di atas meja makan. “Anak-anak sedang dibawa Pak Santoso, Bu. Katanya tadi mau jalan-jalan.”“Sudah lama perginya?” tanyaku lagi. Aku mencuci tangan sebelum mengambil gelas dan mengisinya dengan jus jeruk dari kulkas.“Sekitar satu jam yang lalu. Enggak tahu kalau Ibu pulang lebih cepat, mungkin kalau tadi bilang bisa di tunggu.” “Enggak apa-apa, Bik. Nanti saya bisa nyusul mereka. Anak-anak enggak resel, kan?” “Enggak, Bu. Semakin kesini mereka semakin pinter, ngerti kalau dibilangin.” Jawaban Bik Marni cukup membuatku lega. Setiap hari aku selalu memantau perkembangan anak-anak lewat Bik Marni. Menjadi hal wajib menanyakan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Bella dan Raya seharian selama t

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   SEGUMPAL KERTAS

    Aku mengalihkan sebentar pandangan dari layar computer pada arah pintu ketika terdengar suara ketukan. Sedetik kemudian pintu terkuak dan yang terlihat sosok mantan suami berdiri di sana. Dia masuk lalu meletakkan secangkir minuman dengan aroma melati yang khas di mejaku.“Terima kasih.” Setelah itu aku hendak kembali fokus pada pekerjaan. “Meswa, bisa bicara sebentar?”Aku sengaja ingin mengabaikan pertanyaan atau lebih tepatnya permintaan Bima dengan menyibukkan diri menatap computer. Mungkin ada lima menit aku diamkan laki-laki itu masih berdiri di tempatnya. Lagi-lagi aku memalingkan pandangan dari lembaran pekerjaan dan melihat pada wajah Bima. “Sebentar saja,” katanya lagi terdengar memohon.Aku mengangguk, “Duduk lah!” Seulas senyum terlihat di wajahnya ketika kupersilahkan dia duduk.Sekarang dia sudah duduk di kursi depan meja kerjaku. Rasanya kami lama tidak berjumpa, beberapa hari ini aku memang tidak melihatnya ada di kantor. Di sini aku bisa melihat tulang pipinya nampa

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   MAAF DARI IBU

    “Kalau ayah masih ada pasti beliau sangat kecewa mengetahui anak kesayangannya yang dibangga-banggakan melakukan hal seperti ini.” Bicaranya ibu terjeda-jeda sebab sesekali terisak. “Kamu salah kalau merasa dibedakan dalam hal kasih sayang dan perhatian, Bim. Bahkan perjodohan itu bukan bertujuan untuk membatasi kebebasanmu dalam memilih pasangan. Ayahmu sudah memikirkan semuanya, dia tidak ingin kamu kembali pada alur kehidupan yang terlunta-lunta. Ayah memilihkan Meswa sebagai istri sebab dia perempuan yang baik, lembut dan penurut. Seperti Meswa lah yang bisa mengimbangi dirimu yang penuh ambisi.Bahkan untuk kesejahteraanmu di masa yang akan datang sudah ayah rancang sedemikian rupa. Sayangnya kamu sendiri yang menghancurkannya. Kepemilikan perusahaan sengaja di rahasiakan sebab ayah yang meminta. Ayah ingin kamu juga merasakan perjuangan untuk mencapai posisi tertinggi. Namun, malah kesalah pahaman yang terjadi. Ibu malu pada Meswa, juga segan pada kedua orang tuanya. Dulu kami

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   BAYI ADOKSI (POV BIMA)

    “Anak adopsi ….” Tanganku bergetar hebat ketika membaca isi surat di hadapan. Perasaan bersalah yang teramat membuatku tergugu di hadapan Ibu dan Kak Sinta. Air mataku mengalir deras mengetahui kenyataan bahwa aku bukan anak yang lahir dari rahim perempuan yang selama ini kutahu merawat dan menyayangiku sepenuh hatinya. “Ibu … astagfirullah, Bu.” Tubuh ibu terhuyung, perempuan berusia setengah abad lebih itu menekan dadanya dengan kedua tangan. Kak Sinta sigap menopang tubuh perempuan di sampingnya lalu membimbing beliau untuk duduk. Ibu nampak kesulitan bernafas, membuat Kak Sinta panik dan segera mengambil obat asma milik ibu di kamar. Tidak hanya Kak Sinta, kepanikan pun menyergap aku. Kak Sinta kembali dan membantu ibu agar duduk tegak. Kemudian ibu memasukkan inhaller ke mulut dan menyemprotkan obat itu. Butuh beberapa detik untuk obat hirup tersebut sampai di paru-paru dan bekerja dengan baik. Ibu terlihat menarik napas panjang beberapa kali.“Ibu rileks, ya.” Kak Sinta meng

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   MENGAKHIRI KISAH YANG SALAH

    Aku menatap gedung kantor Prameswari Mandiri yang gagah menantang kegelapan. Jam tujuh malam, aku masih betah berada di café yang terletak tepat di seberang kantor—tempat favoritku dan Meswa—dulu. Entah kenapa aku merasa enggan untuk pulang dan menemui Erina yang tentu saja sedang menunggu di rumah. Kenapa aku menikahi Erina kalau akhirnya mencintai Meswa? Ah, Bima memang bod*oh. Sejak lama sudah menyadari bahwa perasaanku pada Erina tidak kuat dan kokoh. Aku hanya terpesona sesaat dan dibutakan oleh nafsu pada Erina. Perempuan yang benar-benar menawan hatiku hanya Meswa. Namun, rayuan dan kata-kata manis Erina berhasil membuatku candu dan meninggalkan cinta sejati. Terdengar suara notifikasi pesan dari ponsel. Aku mendengkus, pasti Erina yang mengirimiku pesan. Tidak hanya sekali, bunyi notifikasi terdengar beberapa kali. Semakin membuatku geram pada perempuan itu. Terpaksa meraih ponsel yang sejak tadi kusimpan di meja. Di layar utama nampak balon chat dari salah satu aplikasi be

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   POV ERINA

    “Bima, kamu tidak boleh meninggalkan aku. Kamu tidak boleh kembali dengan perempuan itu!” Setelah belasan bahkan mungkin puluhan kali mengabaikan telepon dariku, akhirnya Bima menjawabnya dan kini perasan takut akan ditinggalkan semakin kuat menerorku. Perasaan di dalam hatiku berkecamuk. Kecewa, sedih, marah dan takut bercampur menjadi satu seperti pusaran tornado yang akan meluluh lantakkan mimpi indahku. Aku hanya ingin dicintai oleh orang yang juga kucintai. Kenapa hal sekecil itu sulit untuk seorang perempuan bernama Erina? Papi, Alex, Bima dan yang lain, kenapa kalian para lelaki tidak bisa mengerti?“Apa istimewanya Meswa. Kenapa Bima begitu memuja dan ingin kembali?” Aku bertanya entah pada siapa, sebab hanya sendirian di kamar ini. Kuusap air mata yang terus mengalir tanpa diminta. Erina bukan perempuan lemah. Erina bisa mendapatkan apa yang dia ingin. Erina tidak ada yang bisa menyaingi. Aku tertawa kini. Seperti orang kehilangan akal sehat. Tertawa sambil bercucuran air

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   CEMBURU BUTA (POV BIMA)

    “Kamu payah Bima! Bahkan untuk mempertahankan seorang Meswa pun tidak bisa. Kamu bodoh, Bima! Bodoh!” Aku memaki diri sendiri sembari mengusap kasar rambut hingga berantakan. Rintik gerimis di luar semakin deras, air yang turun dari langit seakan ikut merasakan kegundahan yang tengah melanda hati ini. Masih terngiang penolakan Meswa saat kuajak dia rujuk. Tidak menyangka secepat ini Meswa move on dariku. Secepat ini hatinya tertutup untuk aku. Apa yang kini kurasakan pada Meswa? Aku hanya tahu kalau aku begitu ingin mendapatkannya kembali. Cintakah yang membuatku kini merasa dirinya sangat berharga? Cinta? Kenapa citaku pada Meswa datangnya terlambat? Kenapa setelah aku membuang barang tersebut kini baru kusadari aku begitu membutuhkannya?Kenapa cinta seolah mempermainkan hidupku? Berawal dari cinta masa laluku yang belum usai hingga menjadikan itu penyebab kekacauan hidupku. Gara-gara begitu membela rasa yang kukira cinta pada seorang perempuan bernama Erina, aku jadi mengabaika

  • REKAMAN DESAH DARI SEKRETARIS SUAMIKU   CAPER (POV BIMA)

    Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu aku masuk ke ruangan Meswa. Perempuan itu tengah menekuri berkas-berkas penting di atas meja kerjanya. Dia tetap menunduk tanpa menoleh sedikitpun ketika aku melangkah masuk dan kini berdiri tepat di depan meja kerjanya. “Meswa, aku membuatkan teh melati untuk kamu.” Jam istirahat siang aku sengaja membawakan minuman kesukaan Meswa ke ruangannya. “Terima kasih.” Hanya itu yang di ucapkan, aku berharap dia mengatakan yang lebih banyak. “Apa kamu ingin sesuatu untuk makan siang?” tanyaku lagi.“Tidak ada, terima kasih.”Aku kehabisan kata-kata, nampaknya telah salah memilih waktu. Perempuan itu terlihat masih sibuk mengetik sesuatu pada keyboard komputernya. Harus kuakui dia tidak hanya lues mengurus pekerjaan rumah tangga, tetapi juga seorang yang professional di balik meja kerja. Salah satu hal yang aku kagumi dari sosoknya.Meswa bangkit dari kursinya, melangkah pada lemari besar di sudut ruangan. Di dalam lemari berpintu kaca itu terdapat bany

DMCA.com Protection Status