Pagi ini aku pergi ke pengadilan agama di dampingi seorang pengacara yang Armila rekomendasikan. Kata Armila hanya untuk jaga-jaga kalau Mas Bima dan pengacaranya mengajukan banding atau keberatan atas gugatan yang aku layangkan.Ketika aku datang, Mas Bima dan pengacaranya juga Erina sudah menunggu di teras gedung ruang sidang. Aku dan gundik tua itu sempat bertatapan. kami berperang lewat tatapan mata. Andai bisa dilihat, mungkin seperti ada dua aliran listrik yang bertemu di udara lalu bertabrakan dan memercikkan api.Dia terlihat santai dan cuek saja datang ke persidangan ini. Selama menunggu Erina pun tidak melepas genggaman tangannya dari lengan Mas Bima. Perempuan itu benar-benar tidak punya rasa malu, padahal di sini cukup ramai. Kejadian di cafe kemarin sudah membuat berita tentangnya viral, otomatis banyak yang kini mengenali wajahnya. Namun, entah kenapa dia malah semakin menjadi-jadi. Tidak berbeda dengan Mas Bima, laki-laki itu juga kelihatan bangga menggandeng Erina di
Setelah memutuskan kembali bekerja, sekarang hari-hariku sangat sibuk. Setelah menyiakan keperluan anak-anak dan melepas mereka berangkat sekolah, aku juga bertolak ke kantor. Sejujurnya aku sudah lama sekali merindukan kesibukan seperti ini. Hampir lima tahun lamanya hanya menjadi ibu rumah tangga yang mengurusi seputar dapur, sumur, dan kasur saja tidak lantas membuatku canggung ketika kembali ke dunia bisnis. Penghianatan Mas Bima bagiku adalah pukulan telak yang membuat aku tersadar, bahwa kita tidak boleh menggantungkan harapan pada manusia. Siapapun itu baik orang tua atau suami sekalipun. Sejatinya manusia tempatnya khilaf dan salah. Berani menaruh harapan berarti sudah siap bila suatu saat akan mendapat kecewa. Setelah perceraian ini aku akan fokus pada pekerjaan dan anak-anak. Tidak ada alasan untuk aku terpuruk setelah melepas Mas Bima untuk Erina, ada Raya dan Bella yang lebih membutuhkan aku. Aku akan membahagiakan mereka walaupun tanpa didampingi sosok ayahnya. Sekara
Kursi direktur Wijaya Perkasa sekarang yang menjadi singgasanaku. Bercerai dari Meswa dan berhenti dari perusahaanya aku sama sekali tidak rugi, justru mendapat keuntungan berkali lipat. Akhirnya aku mendapat jalan untuk bisa menyatukan cinta dengan kekasihku—Erina dan meraih posisi aku idamkan. Tidak seperti Meswa yang membohongi aku tentang seluk beluk perusahaannya, Erina memberiku kedudukan yang selama ini aku impikan, di perusahaanya. Tanpa bersusah payah akhirnya aku bisa duduk di kursi kebesaran seorang Dirut perusahaan besar dan ternama. Setelah hakim mengetuk palu perceraian aku akan langsung menikahi Erina, untuk mewujudkan impiannya.Sebentar lagi Wijaya Perkasa akan resmi berada di genggaman Tuan Bimantara. Setelah itu aku akan mengepakkan sayap perusahaan ini hingga ke puncak kejayaan. Aku akan memanfaatkan posisi ini untuk membuat Meswa bertekuk lutut dan merasakan malu yang sama seperti saat dia mencampakkan aku dari kantornya. Ya, aku akan buktikan kalau aku bisa lebi
Beberapa jam yang lalu aku barusaja mendapat email laporan dari perusahaan. Membaca isi email tersebut seketika membuat kepala ini di dera rasa sakit. Berlembar-lembar laporan semuanya membuat aku kecewa dan naik tensi. Bagaimana bisa dalam waktu beberapa hari saja perusahaanku kehilangan lebih dari separuh investor? Padahal bulan yang lalu nilai saham di perusahaanku menempati urutan nomor satu, yang paling tinggi diantara perusahaan lain. Ini benar-benar kabar yang akan membuat tidurku dihantui mimpi buruk, kebangkrutan Wijaya Perkasa. Penurunan yang dialami perusahaan bermula dari tersebarnya berita perselingkuhan Bima denganku di banyak media sosial. Aku tidak menyangka kejadian di café waktu itu akan bisa menimbulkan akibat sangat fatal untuk masa depan perusahaanku. Kalau seperti ini jerih payah dan keringatku bertahun lamanya membangun Wijaya Perkasa akan segera berakhir sia-sia. Aku harus meminta Bima menyelamatkan perusahaan dan menarik kembali investor yang sudah mundur.Se
"Dia pantas diperlakukan kasar! Anak muda, kau belum tahu bagaimana ganasnya buaya betina yang sekarang kau lindungi itu,” balas Alex melirik sinis pada kami. “Tapi, menurutku kalian memang pasangan yang cocok! Sama-sama gob*ok dan gi*a!”“Tuan, jaga bicara Anda!” sergah Bima tidak terima.“Kenapa tidak terima? Aku bicara sesuai kenyataan. Kau ini masih gagah, tampan dan terpelajar bagaimana bisa meninggalkan istri yang masih muda dan cantik hanya untuk seorang perempuan hampir lanjut usia seperti Erina? Apa yang kau cari dari dia anak muda? Kau jangan tertipu dari penampilannya saja. Sesama lelaki dewasa aku beri tahu padamu, kepuasan yang sekarang kau dapat tidak akan bertahan lama."Keadaan semakin terasa menegangkan. Dua laki-laki beda generasi itu saling menatap tajam, seolah dari tatapan itu mereka tengah berperang sengit. Baik Bima maupun Alex sama-sama memiliki sifat keras dan berapi-api saat sedang emosi. “Anak muda sampai sekarang statusmu masih suami orang. Aku tahu kau be
“Tidak!” Pekikan Histeris Erina seketika memenuhi ruang rawat inap yang semula tenang dan sunyi. Diikuti dengan suara pecahan cermin yang memekakan telinga. Sesaat tadi perban di wajahnya baru saja dibuka oleh dokter. Untuk pertama kali aku melihat wajah cantiknya terdapat banyak bekas luka dan jahitan. Hampir-hampir aku tidak mengenali Erina, sebab luka-luka yang dia derita. Erina memaksa ingin melihat wajahnya, dia mengabaikan larangan dariku dan dokter. Perempuan itu bersikeras ingin bercermin dan akibatnya seperti ini. Dia histeris dan syok melihat pantulan wajahnya sendiri di cermin. “Aku enggak mau begini! Ini bukan wajahku! Huhuhuhu….” Dia menangis histeris, menangisi kulit wajahnya yang tidak lagi mulus.“Ibu Erina tenang dulu, nanti luka-luka di wajah Ibu akan sembuh.” Seorang perawat yang entah perhatian atau mungkin kasihan melihat Erina histeris berusaha menenangkan.“Aku mau wajahku seperti dulu lagi! Aku mau kakiku bisa jalan lagi! Aku enggak mau seperti ini … aku eng
"Bagaimana? Kamu cocok dengan tawaran itu?”Aku menutup map merah berisi berkas penawaran kerja sama, kemudian meletakkannya di meja dengan baik. Setelah membaca penawaran tersebut, aku langsung tertarik. Bagaimana tidak? Perusahaan yang mengajak bekerja sama denganku adalah perusahaan pesaing. Ya, Wijaya Perkasa. “Apa aku tidak sedang bermimpi?” Laki-laki dewasa di depanku mengernyitkan kening. “Apa kamu merasa sedang tidur?”“Perusahaan sebesar Wijaya Perkasa sudi menjalin kerja sama dengan perusahaan kami yang baru menetas, ini benar-benar seperti mimpi.”“Kamu sama seperti Santoso, selalu merendah padahal sudah berada di atas.” Dia menyesap capucino yang mulai dingin, lalu melanjutkan. "Tidak diragukan lagi, Santoso berhasil mempersiapkan kamu menjadi penerus langkahnya di perusahaan. Bibit-bibit orang sukses sudah nampak.""Om jangan berlebihan, aku masih harus banyak belajar dari Papa dan teman-teman seperti Om Alex.""Di dalam dirimu mengalir darah orang sukses, Meswa. Kamu b
Hari ini aku akan datang ke pengadilan agama untuk menghadapi proses akhir dari sidang perceraian dengan Mas Bima. Aku datang bersama Papa dan Mama. Kedua orang tuaku memaksa ikut ke persidangan, padahal sudah kukatakan mereka tidak perlu ikut. “Papa dan Mama melepas kamu saat menikah dengan Bima, jadi sekarang biarkan kami ikut menyaksikan persidangan ini. Kami menerimamu kembali setelah bercerai dari Bima.” Begitu jawab papa yang kekeuh tetap ingin mendampingiku di persidangan.Mas Bima datang tak lama setelah aku sampai. Kali ini dia datang seorang diri, tidak ada Erina bersamanya seperti pada persidangan yang lalu. Langkahnya lemah seperti tentara yang kalah perang. Melihat kedua orang tuaku laki-laki yang sebentar lagi menjadi mantan suamiku itu, sama sekali tidak ada basa-basi atau menegur. Kami semua masuk ke dalam ruangan sidang dan duduk pada posisi masing-masing. Aku dan Mas Bima duduk bersebelahan, di depan kami tiga kursi yang menjulang tempat ketiga hakim duduk. Seorang