Sejak lama, Rafli tidak pernah menyukai anak-anak dan tidak pernah ingin memiliki keluarga sendiri. Anehnya, anak-anak pun selalu merasa ketakutan di dekat Rafli. Sampai suatu hari, seorang gadis kecil tiba-tiba muncul di kamar Rafli dan mengaku sebagai anaknya dari masa depan. Keinginan Rafli untuk mengetahui kejadian-kejadian di masa depan pun terwujud. Namun, bagaimana jika masa depan yang putrinya ceritakan tidak seindah masa depan yang ia rencanakan? Terlebih saat ia tahu bahwa ibu dari putrinya adalah calon istri sahabatnya sendiri..
Lihat lebih banyak“Papa?” panggil si gadis cilik pada Rafli.Rafli melongo. “Wah siapa sih ini yang ngerjain gue? Kawin aja belum pernah gimana ceritanya gue udah punya anak?” pikir Rafli. Beberapa pertanyaan dan skenario dalam otaknya mulai silih berganti. Lalu gimana cara bocah itu masuk ke dalam rumahnya?Apa ini karena keusilan Dimas atau Astrid? Tapi mereka tidak punya kunci rumah. Yang punya kunci rumah hanya dirinya, ayah dan Rafa — adiknya. “Ini pasti hasil kerjaan si Rafa yang mau ngeprank gue. Kurang kerjaan tuh bocah,” tebak Rafli. “Papa sejak kapan potong rambut? Kok jenggotnya hilang?” lanjut bocah kecil itu yang memandang Rafli dengan tatapan heran.“Dek, aku ini bukan papa kamu. Coba cerita siapa yang nyuruh kamu ngaku-ngaku jadi anak aku? Namanya Rafa bukan? Orangnya yang tinggi, dekil, jelek?” tanya Rafli. Si gadis kecil mengerutkan keningnya bingung. “Papa ngomong apa sih? Freya jadi bingung.”“Stop panggil saya papa. Saya ini bukan papa kamu. Nikah aja belum,” jawab Rafli. G
Setelah selesai memilih gaun pengantin, Rafli dan Astrid pergi ke kantor bersama. Baru saja membuka pintu utama, Rafli melihat Nadia yang merupakan resepsionis perusahaan sedang sesenggukan karena menangis. “Dua ratus ribu,” pinta Rafli pada Astrid sambil mengulurkan tangannya meminta uang. Astrid cemberut, “Ih bisa aja kan dia nangis bukan karena putus! Siapa tahu gajinya udah habis padahal masih awal bulan!” bisik Astrid. “Sana tanya,” kata Rafli tidak mau berdebat. Astrid pun menghentakan kakinya dan berjalan menghampiri Nadia. “Loh, Nad kamu kenapa?” tanya Astrid simpati. Nadia mengusap air matanya dan menutupi hidungnya dengan tisu. “Ah, enggak apa-apa Mba. Cuma ada masalah aja,” jawab Nadia dengan suara serak. “Beneran enggak apa-apa? Kalau butuh teman cerita atau bantuan bilang aja, ya? Siapa tahu aku bisa bantu gitu.” “Iya Mba, makasih banyak. Maaf jadi bikin khawatir,” ucap Nadia mencoba tersenyum. Merasa tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan karena Astrid yang
Rafli bersiap di kamarnya untuk ke kantor seperti biasa. Sembari mengenakan kemeja biru tua, matanya tertuju pada layar ponsel. Beberapa pesan muncul begitu ia menonaktifkan airplane mode. Astrid: Jangan lupa hari ini jam 11. Kalau sampai lupa, gue bakal makan soto Bogor di ruangan lo!Rafli berdecak. Ia benci dengan beberapa makanan yang memiliki bau menyengat dan mencemari udara di ruangannya. Ia benci ketika orang mengubah posisi barang yang sudah ia tata sedemikian rupa. Ia benci ketika seseorang membuatnya menunggu lama. Ada banyak hal yang ia benci di dunia ini, tapi satu hal yang ia benci dan juga membencinya. Anak-anak. Rafli tidak ingat sejak kapan hal itu terjadi. Namun, yang jelas sampai detik ini ia tidak pernah tersenyum satu kali pun ketika melihat bayi atau anak-anak yang menggemaskan di saat semua temannya tertawa dan berteriak girang. Begitu pun dengan semua anak-anak yang bertemu dengannya akan merasa tidak nyaman atau bahkan menangis karena takut. Ayah: Hari ini
Rafli bersiap di kamarnya untuk ke kantor seperti biasa. Sembari mengenakan kemeja biru tua, matanya tertuju pada layar ponsel. Beberapa pesan muncul begitu ia menonaktifkan airplane mode. Astrid: Jangan lupa hari ini jam 11. Kalau sampai lupa, gue bakal makan soto Bogor di ruangan lo!Rafli berdecak. Ia benci dengan beberapa makanan yang memiliki bau menyengat dan mencemari udara di ruangannya. Ia benci ketika orang mengubah posisi barang yang sudah ia tata sedemikian rupa. Ia benci ketika seseorang membuatnya menunggu lama. Ada banyak hal yang ia benci di dunia ini, tapi satu hal yang ia benci dan juga membencinya. Anak-anak. Rafli tidak ingat sejak kapan hal itu terjadi. Namun, yang jelas sampai detik ini ia tidak pernah tersenyum satu kali pun ketika melihat bayi atau anak-anak yang menggemaskan di saat semua temannya tertawa dan berteriak girang. Begitu pun dengan semua anak-anak yang bertemu dengannya akan merasa tidak nyaman atau bahkan menangis karena takut. Ayah: Hari ini
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen