Bangunan benteng Kerajaan Naga Laut Utara dijaga ketat makhluk-makhluk mistis. Mereka menatap bengis dan tak akan luput satupun dari sejauh mata mereka memandang segala yang ingin masuk ke wilayah Kerajaan Naga Laut Utara. Angin meniupkan hawa panas dari neraka, membuat tanah menghitam dan tandus. Perairan pun menghitam, bercampur bau busuk menyengat. Tulang-belulang monster, naga dan manusia berserakan di mana-mana. Tempat ini memang terkenal angker bagi siapa pun, sebab di sinilah tempat di mana terjadi pembantaian terbesar yang pernah ada dalam sejarah. Ribuan pasukan bertemu, kemudian saling bunuh satu sama lain.
Sesosok laki-laki berambut hitam diikat dengan topi berwarna hijau berjalan di antara tumpukan tulang-tulang tersebut. Bajunya terlihat megah dengan warna selaras. Jubah putihnya berkibar saat sesekali angin menyapanya. Ratusan pasang mata mengawasinya dari balik bebatuan, suara mereka mendesis, tak heran karena lidah mereka seperti ular. Manusia-manusia reptil berwajah menyeramkan mulai menjaga jarak di dekatnya, memberikan jalan lurus hingga ke bangunan benteng yang kokoh tersebut. Lelaki ini sama sekali tak takut, ia tetap menatap lurus ke depan. Bahkan, makhluk-makhluk menyeramkan tadi begidik saat tiba-tiba langkah kakinya terhenti.
Sesosok makhluk dengan memakai baju zirah berdiri menghadangnya. Hanya sepasang mata yang mengawasinya dari balik helm besi. Dari perawakan tubuhnya yang besar, orang ini bukanlah orang sembarangan.
“Antabogo? Datang sendirian? Mustahil,” ledek orang berbaju zirah.
“Darius, Pangeran Kegelapan sekaligus Panglima tentara pasukan Raja Azrael, perkenankan aku masuk. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Yang Mulia Raja Azrael,” kata lelaki berbaju hijau yang tak lain adalah Antabogo.
“Demi Api Raja Azrael, menggelikan sekali. Kau sama saja dengan mencari mati datang ke tempat ini,” kata Darius. Dia lalu menghunus pedangnya hingga nyaris menempel di leher Antabogo.
“Aku datang dengan damai, tanpa senjata, tanpa pasukan. Aku hanya menawarkan sesuatu kepada Raja Azrael,” kata Antabogo dengan sikap tak bergeming. Ia sama sekali tak takut lehernya ditebas Darius.
“IZINKAN DIA, DARIUS!” terdengar suara berat dan menggetarkan tanah. Seketika itu monster-monster reptil yang tadi mengerubungi Antabogo menyingkir karena ketakutan. “DIA SEDANG DALAM KETAKUTAN. TAKUT ITU BAIK, BIARKAN DIA MASUK!”
Darius menurunkan pedangnya. Sang Pangeran Kegelapan menancapkan pedang besarnya ke tanah. Setelah itu ia mundur untuk memberi jalan kepada Antabogo. Tak ada kata-kata lagi. Darius patuh begitu saja, sebab Darius tahu kalau dia membantah sekali saja, ada hukuman berat menantinya.
Antabogo dengan tenang meninggalkan Darius. Lelaki paruh baya ini melirik ke kanan dan ke kiri. Suasananya mencekam, bahkan lebih mencekam saat ia mulai masuk ke pintu benteng. Ada dua golem yang berjaga di sana. Keduanya sedang duduk bersila, tak bergeming. Mereka seolah membiarkan Antabogo begitu saja. Ternyata perjalanan Antabogo masih jauh, karena di dalam benteng itu ada istana yang sangat besar. Bangunannya saja tinggi menjulang ke langit hingga kepalanya perlu mendongak untuk bisa melihat ujungnya. Rasa-rasanya bangunan tersebut tak berujung.
Terdengar suara hantaman. Bukan hantaman biasa, melainkan seperti dentuman besi yang sangat keras. Antabogo terkejut karenanya. Tetapi, tak lama kemudian ia menyadari kalau suara itu adalah kunci segel yang terbuka dari pintu raksasa yang ada di bangunan istana. Antabogo kemudian masuk ke bangunan istana tersebut.
Di dalam istana suasananya sangat berbeda. Tak ada orang. Tak ada bunga, tak ada hiasan, semuanya kosong kecuali tumpukan bongkahan-bongkahan harta. Emas, berlian dan batu-batu berharga ada di dalam istana tersebut. Tertumpuk begitu saja, berantakan dimana-mana dengan tinggi menjulang. Antabogo tak percaya dengan apa yang dia lihat. Harta sebanyak itu, bagaimana cara Raja Azrael mendapatkannya?
“SELAMAT DATANG DI ISTANAKU, ANTABOGO,” terdengar suara Raja Azrael yang sangat dalam dan berat. Antabogo bisa mendengarnya tapi tak melihat wujud dari Sang Raja.
“Perkenankan hamba menyapa Tuan Raja Azrael,” ucap Antabogo
“AKU BISA MENCIUM RASA TAKUT. KAU SEDANG KETAKUTAN, BUKAN BEGITU?” tanya Raja Azrael.
“Cih, aku tidak takut kepada apapun. Kau jangan mengada-ada,” bantah Antabogo.
Ruangan tempat Antabogo berada bergetar. Terdengar lagi suara benturan besi yang cukup nyaring, sepertinya itu bukan besi biasa. Dari tumpukan harta yang ada di hadapannya, beberapa bagiannya berhamburan saat ada satu mata muncul dari tumpukan itu. Mata itu sangatlah besar, bahkan tubuh manusia Antabogo terlihat lebih kecil daripada pupil mata itu. Antabogo menelan ludah menyaksikannya. Sudah pasti, tubuh naganya pun tak akan bisa melampaui besarnya pupil mata itu. Antabogo merasakan kengerian yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Raja Azrael sedang menatapnya.
“KAU MEREMEHKAN PENGETAHUANKU, ANTABOGO. AKU YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI KALIAN KAU REMEHKAN? AKU BISA MERASAKAN BAGAIMANA KAKIMU GEMETAR, LUTUTMU TERASA LEMAS, BAHKAN KAU SEKARANG INI TAK KUAT UNTUK BERDIRI,” kata Raja Azrael.
Antabogo kemudian berlutut. Dia benar-benar tak kuasa menahan ketakutannya. Dia terlalu meremehkan Raja Azrael. Kalau memang benar Raja Azrael sekuat ini, kenapa tidak pernah maju ke medan pertempuran?
“AKU PAHAM SEKALI, KAU TAK TAKUT KEPADA KAKAKMU, PRIMADIGDA. KAU TAK TAKUT KEPADA APAPUN, TETAPI AKU TAHU KAU TAKUT KEPADA SATU HAL!”
Antabogo terdiam. Seolah-olah Raja Azrael benar-benar melihat ke dalam hatinya. Wajah Antabogo terangkat, mata besar yang ada di hadapannya pun berkedip. Antabogo serasa menyerah dan pasrah dengan keadaannya yang sekarang.
“KAU TAKUT KEPADA ARYANAGA PUTRA PRIMADIGDA. BUKAN BEGITU?” tanya Raja Azrael.
Keringat dingin mengucur di kening Antabogo. Kata-kata Raja Azrael benar-benar tepat mengenainya.
“APA YANG MENJADI KEINGINANMU SESUNGGUHNYA ANTABOGO? TENTUNYA KAU TIDAK DATANG KE SINI HANYA UNTUK MENAWARKAN SESUATU YANG SEPELE.”
Antabogo mengangguk. “Benar. Aku tidak datang kemari hanya untuk sesuatu yang sepele. Aku menawarkan perdamaian di seluruh Lautan.”
Raja Azrael tertawa. Bahkan, tawanya terdengar hingga ke seluruh Kerajaan Naga Laut Utara. Setiap monster, naga dan makhluk-makhluk yang menjadi penghuninya keheranan dengan apa yang terjadi. Jarang-jarang raja ini tertawa sekeras ini.
“KAU MENAWARKAN PERDAMAIAN?” tanya Raja Azrael tak percaya.
“Iya, aku akan menawarkan perdamaian di seluruh lautan. Aku sudah bosan dengan perang. Maka dari itu, aku butuh sesuatu yang lebih kuat agar aku bisa menaklukkan seluruh lautan dan menciptakan perdamaian. Sehingga, ras naga tak perlu bertempur lagi. Bukankah, menjadi sekutu itu lebih baik? Sesama ras naga, tak perlu saling berperang,” jelas Antabogo.
Raja Azrael berkedip lagi. Ada pergerakan, gunung harta yang tinggi menjulang itu pun berhamburan ke sana kemari. Antabogo beranjak dari tempatnya untuk menghindari reruntuhan. Saat itulah ia melihat sesuatu yang mengerikan. Ada kepala naga yang sangat besar, melebihi ukuran naga-naga yang pernah ia lihat. Legenda berkata, Raja Azrael satu-satunya naga yang tidak memiliki tubuh avatar. Jadi, tubuh yang disaksikan Antabogo sekarang adalah tubuh Raja Azrael yang asli. Naga tulen yang benar-benar tidak digantikan dengan tubuh avatar. Kepala Raja Azrael sepuluh kali lebih besar daripada wujud naga Antabogo. Di leher Raja Azrael ada rantai yang cukup besar melilitnya, sepertinya bunyi besi yang keras tadi berasal dari benda itu.
“ITU YANG AKU HARAPKAN. RAS NAGA KEMBALI BERSATU, KITA MEMANG TIDAK BOLEH MENJADI RAS YANG LEMAH DAN SELALU BERPERANG SATU SAMA LAIN. PERDAMAIAN DI DUNIA BAWAH MEMANG DIPERLUKAN,” ujar Raja Azrael. “AKU SUKA IDEMU, ANTABOGO. DAN KAU INGIN KEKUATAN?”
“I-iya, aku ingin lebih kuat,” jawab Antabogo.
“AMBIL EMAS, PERAK, DAN APAPUN HARTA YANG ADA DI SINI. TEMPA SEMUANYA MENJADI MAHKOTA, PERISAI, BAJU, APAPUN YANG KAU INGINKAN. MAKA KAU TIDAK AKAN TERKALAHKAN. SEMAKIN BANYAK KAU MENGAMBILNYA, MAKA SEMAKIN BAGUS,” ujar Raja Azrael.
Antabogo masih keheranan dengan rantai yang membelenggu Raja Azrael. Kenapa rantai itu ada di sana? Tetapi, dia tak ingin bertanya-tanya lagi. Keberadaannya di ruangan itu saja sudah cukup mengerikan. Antabogo lebih tertarik dengan emas-emas yang ada di istana tersebut. Ia akan kumpulkan, lalu ditempa menjadi mahkota dan baju perangnya. Ia tak ingin dikalahkan lagi oleh kakaknya, Raja Primadigda ataupun ancaman masa depan terbesarnya kelak, Pangeran Aryanaga.
***
Aprilia mengerang saat ia melihat matahari pagi yang masuk melalui jendela kamarnya di badan kapal Laguna. Kapal yang dinaikinya ini bukan sembarangan kapal. Memang benar bentuknya seperti kapal yang berada di tengah samudra, tetapi di bagian ekor dan di samping kapal terdapat baling-baling super besar yang bisa menerbangkannya, ditambah lagi ada layar-layar terkembang yang menggerakkan Kapal Laguna sesuai dengan arahan nahkoda. Kapal terbang atau mereka menyebutnya dengan sebutan Bayungan.Bayungan merupakan kapal yang menggunakan teknologi khusus seperti mesin uap. Mesin ini menggunakan bahan bakar dari bebatuan granit. Bebatuan granit yang dibakar kemudian menghasilkan panas yang sangat tinggi. Bukan sembarangan bebatuan gr
Bandi mengembangkan sayapnya. Angin menerbangkannya dengan cepat menuju ke pertempuran. Pertempuran yang terlihat dari atas itu terlihat seperti gerombolan semut yang sedang bertempur. Dari arah barat, tampak kumpulan hitam pasukan Kerajaan Naga Laut Utara mulai mendesak pasukan Kerajaan Naga Laut Timur. Para kavaleri dengan mengendarai Boghul1 begitu kuat mendesak pasukan pertahanan. Binatang-binatang reptil yang biasanya digunakan dalam pertempuran itu sangat garang dan bergerak dengan sangat cepat. Sangat tangguh di dalam pertempuran, tak kalah dengan kuda-kuda perang. Sementara itu dari sisi pasukan Kerajaan Naga Laut Timur, mereka sama sekali tak punya kavaleri, hanya pasukan pertahanan dengan berbagai baju besi mereka. Pasu
Sang Titan memiliki kelemahan di puncak kepalanya. Di puncak kepalanya ada semacam simbol pentagram yang digunakan para Necromancer untuk menghidupkannya. Aprilia menancapkan pedangnya di sana. Sang Titan meraung saat dari lukanya keluar asap berwarna hitam. Asap tersebut seolah-olah adalah darah Sang Titan. Aprilia menancapkannya berkali-kali, Sang Titan menggeleng-gelengkan kepalanya, sehingga Aprilia terlempar. Namun, dengan sigap Aprila meraih rambut Titan tersebut. Dia terus bertahan bergelantungan di rambut Titan hingga kepala sang Raksasa tidak lagi bergoyang-goyang. Dengan susah payah, Aprilia kembali ke pucuk kepala raksasa itu.“Masih belum cukup? Aku akan menambahkannya,” ujar Aprilia. Dia melihat di bekas luka yang dia tinggalkan pada tanda pentagram tersebut menyembur asap hitam. Asap-asap itu adalah saripati jiwa-jiwa
Istana Kerajaan Naga Laut Timur terlihat dari ujung mata memandang. Setelah Aprilia menerobos melewati hutan yang cukup lebat, mereka pun akhirnya sampai di jalanan panjang menuju ke sana. Mereka perlu melewati beberapa desa sebelum akhirnya sampai di gerbang istana. Istana Kerajaan ini terdiri dari tiga lapis. Benar-benar istana yang sangat besar. Istana dilingkari tembok yang tinggi menjulang. Satu lapis pertama saja cukup luas, lalu lapis kedua lebih sempit dan lapis ketiga ada istana utama. Lapis kedua diisi barak tentara dan kekuatan militer dari ras naga, elemental, penyihir dan pemanggil. Sedikit sekali para pemanggil yang ikut menjadi prajurit, mereka biasanya lebih banyak menjadi orang-orang bebas yang tidak ingin ikut dalam carut-marut perpolitikan. April
Raja Belzagum mengangguk paham. Dia menghela napas panjang. Di dalam benaknya terlintas bayangan bagaimana dulu dia bisa dekat dengan Raja Primadigda. Ada kesedihan di dalam wajah Raja Belzagum yang sengaja disembunyikan. Dia tak ingin terlihat sedih di hadapan putrinya.Sang Raja kemudian berjalan menuju ke tempat senjata, dimana kain jubahnya digantung. Kayu ini biasanya digunakan untuk ditempati senjata seperti tombak dan pedang. Sang Raja lalu memakai jubah berwarna merah itu dengan sekedarnya. “Aprilia, aku sudah mengajarimu dengan baik. Sekarang temui Ratu. Beliau ingin sekali bertemu denganmu,” ujar Raja Belzagum.Aprilia mengangguk. “Baik, Yang Mulia.” Setel
Kerajaan Naga Laut Selatan sibuk. Orang-orang dari penjuru kota berduyun-duyun pergi ke istana. Mereka ingin menyaksikan sejarah yang akan mengubah hidup mereka untuk selama-lamanya. Sejarah itu adalah dengan dilantiknya Pangeran Antabogo menjadi raja. Kejadian yang menggemparkan mereka tentang terbunuhnya Raja Primadigda tentu saja tak akan mereka lupakan. Namun, pelantikan Antabogo menjadi raja juga adalah momen yang akan dicatat dalam sejarah. Pangeran Bagar tak akan hadir. Dia berada di kamarnya, duduk di kursi roda dengan tangan dan kaki lumpuh. Total, ia hanya bisa menggerakkan kepalanya. Kedua tangan dan kakinya telah dirusakkan oleh Pangeran Aryanga. Ia sama sekali tak pernah menyangka akan berada di kursi roda untuk seumur hidupnya. Sampai sekarang, ia masih trauma dengan wujud Aryanaga waktu itu. Ras naga bersisik hitam dan putih. I
Kegelapan tanpa batas telah memberikan kenyamanan tersendiri bagi Pangeran Aryanaga. Dia sudah terbiasa di dalam kegelapan. Sesaat ia mengira dirinya sudah mati, namun ia terjaga lagi ketika ada langkah berat yang mendekatinya. Dia langsung mengenali langkah berat itu. Raja Salamander datang sambil membawa dua wadah yang terbuat dari bebatuan yang cekung. Aryanaga masih tak bisa bergerak karena rantai yang membelenggunya. “Aku kira aku sudah mati,” gumam Aryanaga. “Aku cuma kesal kepadamu. Nyawamu tak ada harganya untukku,” ujar Raja Salamander. Raja
Aryanaga menghela napas. Dia lega mendengar keduanya baik-baik saja. Sempat terlintas di pikiran Aryanaga kalau keduanya bakalan diburu oleh pasukan Kerajaan Naga Laut Selatan. Aryanaga menoleh ke Raja Salamander. Dia memperhatikan bagaimana Sang Raja yang dikenal sangat gagah itu sekarang memakan cacing-cacing. Sangat berbeda dengan keadaannya dulu. Dari titik teratas kemudian turun ke titik terendah. “Bagaimana paduka Raja bisa berada di sini? Apa yang sebenarnya terjadi antara paduka dan ayahku?” tanya Aryanaga. Raja Salamander menghentikan makannya. Raja Salamander mengambil tempat untuk menyandarkan punggungnya. “Aku bukan lagi raja. Kora—anakku&mdash