Beranda / Pendekar / Putra Naga: Aliansi Mematikan / Bab 2.3 | Sang Pemanggil

Share

Bab 2.3 | Sang Pemanggil

Kerajaan Naga Laut Selatan sibuk. Orang-orang dari penjuru kota berduyun-duyun pergi ke istana. Mereka ingin menyaksikan sejarah yang akan mengubah hidup mereka untuk selama-lamanya. Sejarah itu adalah dengan dilantiknya Pangeran Antabogo menjadi raja. Kejadian yang menggemparkan mereka tentang terbunuhnya Raja Primadigda tentu saja tak akan mereka lupakan. Namun, pelantikan Antabogo menjadi raja juga adalah momen yang akan dicatat dalam sejarah.

Pangeran Bagar tak akan hadir. Dia berada di kamarnya, duduk di kursi roda dengan tangan dan kaki lumpuh. Total, ia hanya bisa menggerakkan kepalanya. Kedua tangan dan kakinya telah dirusakkan oleh Pangeran Aryanga. Ia sama sekali tak pernah menyangka akan berada di kursi roda untuk seumur hidupnya. Sampai sekarang, ia masih trauma dengan wujud Aryanaga waktu itu. Ras naga bersisik hitam dan putih. Itu bukan ras naga biasa.

Saat belajar dulu, ia masih ingat buku-buku yang menceritakan tentang naga-naga di masa lalu. Ras Naga bersisik seperti Aryanaga adalah termasuk ras naga yang sudah punah. Bagaimana bisa Pangeran Aryanaga memiliki wujud seperti itu? Sangat berbeda dengan penampilan Aryanaga sebelumnya yang bersisik biru kemerahan. Di dalam sejarah juga tidak pernah ada naga yang mengeluarkan sesuatu dari telapak tangannya. Memang ada legenda tentang orang-orang yang mampu menggunakan tubuh avatar mereka dengan baik, tetapi tidak diceritakan lebih lanjut. Pangeran Bagar jadi ingin mempelajari tubuh avatar. Dia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya ini. Buat apa Kebijaksanaan Tertinggi memberikan tubuh avatar? Pasti ada sesuatu yang bisa dimanfaatkan dengan tubuh avatar ini.

Pangeran Bagar menghela napas. Pikirannya terlalu banyak berkelana kemana-mana. Seharusnya ia bersama kerumuman masa yang ada di bawah sana. Mereka sudah mulai menyemut dan memadati halaman istana. Sekali lagi sang ayah tak mengakuinya, bahkan dengan keadaannya yang seperti ini, mungkin sang ayah akan membuangnya.

Koila?!” panggil Pangeran Bagar.

Terdengar suara gemerincing dari belakang. Tampak seorang pelayan dengan tangan dan kaki dirantai menghampiri. Dia adalah Koila. Pangeran Bagar masih mempekerjakannya sebagai pelayan, hanya saja statusnya berbeda. Koila menjadi budak ketimbang pelayan. Pengkhianatan yang dia lakukan tentu saja tak akan mendapatkan ampunan begitu saja.

Iya, Pangeran,” ucap Koila.

Aku ingin kau membantuku,” kata Pangeran Bagar.

Apa yang bisa, saya bantu, Pangeran?”

Bawa aku pergi dari istana ini. Aku ingin pergi jauh ke Imperium. Jangan sampai ada yang tahu!” ujar sang Pangeran.

M-maksud Pangeran?”

Jangan banyak tanya! Aku sudah tidak berguna lagi di tempat ini. Aku tak ingin ayahku tahu aku akan kemana. Aku akan membebaskanmu, asalkan kau mau membantuku ke Imperium.”

Kenapa Pangeran ke sana?”

Jangan banyak tanya. Lakukan saja! Persiapkan segalanya, aku tak ingin orang-orang tahu keberadaanku.”

Koila keheranan dengan perintah Pangeran Bagar, tetapi ia melakukannya. Dia membuka lemari pakaian sang pangeran, lalu mengeluarkan beberapa baju.

Jangan ambil baju mewah. Aku tidak ingin menghadiri pesta. Ambil baju-baju biasa, aku ingin membaur dengan rakyat!” pinta Pangeran Bagar.

Aneh, tidak biasanya Pangeran begini. Koila lalu mengambil baju-baju yang lain. Meskipun, terlihat biasa, tetapi masih saja baju tersebut terbuat dari bahan yang tidak murah dan murahan.

Pangeran, sekedar usul. Baju-baju ini masih terlihat mewah meskipun bagi pangeran terlihat mewah. Kalau pangeran ingin berbaur, maka pangeran harus memakai pakaian yang sama sepeti mereka pakai,” kata Koila yang masih memilah-milah baju.

Kalau begitu urus saja! Sekali lagi, jangan sampai ada yang tahu. Rantai itu mengurung kekuatan elementalmu. Kau tak akan bisa berbuat macam-macam dan hanya aku yang bisa membukanya,” ancam Pangeran Bagar.

Iya, Pangeran. Saya mengerti,” ujar Koila. Dia lalu undur diri keluar dari kamar sang pangeran untuk mencari pakaian yang dibutuhkan.

Dalam hati sebenarnya Koila kasihan melihat Pangeran Bagar. Namun, ia masih punya keinginan yang kuat kalau ada kesempatan akan dia bunuh sang pangeran dengan tangannya sendiri. Meskipun dalam keadaan lumpuh, Pangeran Bagar masih tetap Pangeran Bagar. Dia masih sangat berbahaya.

Lonceng di luar berbunyi. Terompet menggema suaranya ke seantero negeri. Raja Antabogo resmi dilantik. Rakyat menyaksikan peristiwa bersejarah ini. Tak tahu nasib mereka akan seperti apa setelah sang raja dilantik. Namun, pidato yang mencengangkan saat pelantikan ini benar-benar membuat mereka takut dan panik.

Rakyatku, hari ini aku menjadi raja. Aku akan mengumumkan satu hal. Selama ini kita hidup di dalam peperangan. Perang, perang dan perang. Aku memang bukan kakakku, Raja Agung Primadigda. Aku tidak akan melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh kakakku. Ras Naga, adalah ras yang paling kuat. Ras yang seharusnya menjadi sebab kita berada di Dunia Bawah. Seharusnya kita bisa menguasai seluruh daratan dan lautan. Namun, kita lambat laun melupakan siapa jati diri kita sebenarnya. Maka dari itu, aku Raja Antabogo ingin seluruh ras naga bersatu. Seluruh Kerajaan Naga bersatu, tanpa terkecuali. Kita akan disegani, kita akan ditakuti dan perdamaian terwujud karena tak ada peperangan lagi. Kita akan bersatu dan berdamai dengan Kerajaan Naga Laut Utara.”

Seketika itu rakyat yang mendengar pidatonya terbelalak. Mereka tak percaya dengan apa yang mereka dengar. Selama ini mereka terus berperang dengan Kerajaan Naga Laut Utara, lalu sekarang berdamai?

Kalian tak perlu takut. Kerajaan Naga Laut Utara tidak akan menyerang kita lagi. Mereka adalah sekutu kita. Mereka saudara kita. Kenapa sesama ras naga saling bertempur? Kenapa kita harus saling menyerang satu sama lain kalau bisa berdamai? Aku akan buktikan perdamaian ini akan membawa dampak yang positif. Kita akan menjadi masyarakat yang maju, kita akan membangun dunia ini menjadi dunia yang penuh kebaikan. Inilah cita-citaku sejak dulu. Menyatukan Ras Naga dan menjadikan Ras Naga menjadi yang terkuat, bukan para peri, bukan juga manusia.”

Pangeran Bagar mendengar pidato ayahnya dengan dahi berkerut. Apa yang dikatakan ayahnya akan menjadi sejarah baru bagi Dunia Bawah, juga bagi Dunia Atas. Pangeran Bagar tersenyum sinis mendengar ide gila Antabogo. “Kau sudah gila, Ayah.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status