Pukul 9 malam Mas Aldi pulang aku menyadari kehadirannya karena saat itu memang aku belum tertidur.
"Kau sudah tidur?" tanyanya yang sedang meletakkan dua kantong plastik di atas meja. "Aku tidak menjawabnya sama sekali." "Kalau belum tidur bangunlah dan makan martabak yang aku bawakan untukmu, aku juga bawakan nasi goreng spesial. "Aku sudah makan tadi." Tanpa sengaja Aku menjawab ucapannya di balik selimut Sejenak ia tertawa lalu kemudian duduk di meja kerja dan membuka komputernya. "Jangan bohong, nanti kau lapar." "Aku bilang aku sudah makan." "Tapi si Bibi mengatakan kalau kau belum makan dan tidak turun sama sekali ke bawah, apa yang terjadi?" "Aku sedang tidak mood untuk turun ke mana-mana," jawabku. "Kamu adalah pengantin di rumah ini dan seharusnya kau membaur dengan mertua dan kedua iparmu," ujarnya sambil menekuni layar laptopnya. "Oh ya, aku belum bertemu dengan mereka." "Itu adikku memang sibuk dan hanya berada di rumah di akhir pekan." "Apa yang mereka lakukan?" "Mereka punya apartemen sendiri juga kesibukan mereka yang menumpuk, di samping itu, adikku juga punya butik dan restoran mereka semua gadis-gadis yang mandiri." "Kalian beruntung karena terlahir dari orang tua yang kaya dan sehat." Tanpa sengaja aku menggumam sendiri. "Aku tidak bermaksud menyindir ketidak-beruntunganmu," jawabnya. "Aku tidak merasa di singgung Mas," jawabku. "Mengapa engkau tidak bangkit untuk makan makanan yang kubawa, aku akan merasa sedih jika makanan itu dingin sampai besok pagi." "Mas Aldi sudah makan?" "Sudah," jawabnya sambil menatap fokus kepada komputer miliknya. Aku beringsut pelan karena tak sanggup menahan rasa lapar yang sejak tadi menguasai perutku. Perlahan kubuka kotak makanan itu lalu mulai menyendokkannya ke dalam mulutku. "Ini enak sekali," ucapku sambil melihat pada logo makanan yang kuyakin adalah olahan restoran mewah . "Mas Aldi tidak ingin mencicipinya?" "Tidak usah, makanlah aku masih kenyang," jawabnya. Karena makanannya begitu banyak aku tidak bisa menghabiskannya, kuletakkan sendok dan kututup kembali kotak tersebut. "Aku tidak bisa menghabiskannya Mas karena makanan ini sangat banyak, bolehkah aku memanggil si Bibi untuk mengambilnya? "Tidak usah, biarkan saja di situ, aku akan membawanya turun si bibi pasti juga sudah tidur jam segini." "Baiklah kalau begitu, aku akan melanjutkan tidur lagi karena aku mengantuk." Aku beringsut naik ke ranjang. Satu jam berlalu namun mata ini belum juga terpejam, meski begitu ketutup wajahku dengan selimut karena hawa dari AC yang begitu dingin. Pelan-pelan kulihat suami kontrakku menuju sofa tempat aku duduk tadi, lalu membuka kotak makan dan memakan sisa makananku, ia terlihat sangat lapar dan begitu cepat memakan makanannya. "Apa Mas sangat lapar?" Ucapanku barusan membuatnya langsung kaget dan hampir tersedak. "Eh, ...Ya aku sangat lapar." "Tapi, mengapa tadi menolak untuk ....x "Aku hanya ingin kau makan lebih dahulu dan kau kenyang tanpa harus sungkan padaku." Manis sekali sih kanebo kering ini. "Terima kasih Mas." Entah mengapa ucapannya barusan terdengar sangat romantis, tapi sayang aku sadar jika pernikahan ini hanyalah sebuah jalinan hitam diatas putih. "Terima kasih atas kepeduliannya Mas," ucapku pelan. "Apakah aku adalah orang yang punya kepedulian?" Dia terlihat menunduk mengatakan itu sambil sesekali menyuapi makanan ke mulutnya. "semua orang bisa berubah lebih baik, seperti apa kamu sebelumnya aku tidak tahu,. tapi aku yakin kalau tidak ada manusia jahat di dunia ini." Aku tersenyum tulus padanya. Ia menutup kartun makanan itu lalu membenahi plastiknya. "Tidurlah karena besok aku akan membawamu ke perusahaan untuk memperkenalkan yang bawahanku," suruhnya. "Apakah Mas aldi harus melakukan itu?" "Pernikahan kita harus tetap terlihat seperti pernikahan yang wajar pada umumnya, kalau aku tidak memperkenalkanmu kepada jajaran direksi dan bawahanku akan terlihat janggal sekali, apalagi yang kau adalah istriku yang suatu hari kamu juga memiliki hak atas perusahaan itu." Aku ternganga mendengarnya. "Maksudku, seolah-olah kau sungguh istriku.x segera meralat ucapannya. Ah, pahit. "Apakah menjadi istri orang kaya serumit ini?" "Banyak hal yang harus kau lakukan dan standar penampilan serta kemewahan yang diukur, cara bersikap dan mengucapkan kata-kata juga sangat disoroti." "Rumit Sekali rupanya," gumamku. "Hidup seperti ini membentuk seseorang menjadi pribadi yang sombong, dingin, dan tidak peka terhadap kesusahan orang lain, karenanya, qku tidak ingin punya istri dari kalanganku." "Kalau begitu, wanita seperti apa yang Mas cari?" Ia hanya menggeleng pelan lalu tersenyum tipis, "aku belum ada target ke sana, belum ingin serius dengan siapapun." "Pernikahan ini tujuannya hanya membungkam orang tua Mas agar tidak terus-menerus menuntutMas untuk menikah?" "Ya." Dia Lalu mengambil bantal lalu merebahkan dirinya di sofa. "Mengapa tidak tidur di ranjang ini?" aku yang bertanya padanya. "Mungkin tidak akan baik jika kita terus-menerus bersama,.aku takut tanpa sengaja aku akan menyentuhmu," jawabnya sambil memejamkan mata. "Aku hanya mampu menghela nafas pelan." "Andai Ini bukan pernikahan kontrak, andai ini didasari dengan cinta aku pasti akan sangat bahagia." aku membatin dalam hatiku. "Mengapa kau diam saja apa? yang kau pikirkan?" tanyanya lagi. "Tidak akan baik jika kau tidur di sofa dan kedinginan, sedangkan aku menikmati ranjang ini sendirian, ranjang ini sangat luas untuk kita berdua kita bisa memasang bantal sebagai pembatasnya," kataku pelan. Ia tertawa renyah mendengar ucapanku, "Tidak usah aku baik-baik saja." Pahit dua kali. Bagaimana kalau Ibu mau datang dan memergoki kita tidur terpisah seperti ini," kataku yang entah mengapa berusaha membujuknya. "Aku akan memberi alasan kalau kau sedang datang bulan," jawabnya asal. Lagi, aku hanya mampu mendengkus kesal, "Baiklah, aku tidak akan mampu memaksanya lagi pula mengapa aku harus memaksanya? dia hanya suami palsu." aku miris menyadari itu. Dua jam kemudian Aku berusaha mengerjab dan membuka mata, ternyata kudapati pria itu sudah tertidur pulas di sampingku. wajahnya yang tampan dalam lelap yang begitu damai membuatku betah untuk memperhatikannya. "Apa yang kau lihat?" ucapnya sambil terus terpejam membuatku gelagapan dan gugup. "Tidak, siapa yang melihatmu?" jawabku salah tingkah. "Sejak 20 menit yang lalu kau menatapku," jawabnya merontokkan harga diriku. "Tidak ...." Aku mengelak lagi. "Jujur saja, Apa kau menyukaiku kini?" ucapannya terdengar menggodaku. "Siapa yang bilang? dari mana kamu tahu?" Ia menyibak selimut lalu menatapku, "Lagipula siapa yang akan tahan dengan pesona pria tampan sepertiku," ujarnya penuh percaya diri. "Percaya diri sekali," sungutku. Tiba-tiba ia meraih tubuh ini menjatuhkannya hingga kami terguling, dan posisinya kini ia berada di atasku. aku Aku gugup dan tidak tahu apa yang harus kuperbuat apalagi ketika mata bening itu menatapku. "Itu wajahmu bersemu merah artinya apa yang aku katakan benar adanya," ujarnya nyaris berbisik. Aku memutar bola mata dengan malas sambil menggeleng pelan, padahal dalam hati ini amat gugup. "Aku hanya kasihan padamu, tadi kau tidak ingin tidur denganku, tapi nyatanya kau yang tidur juga Mas." Ah bicara apa aku? Konyol! "Badanku pegal tidur di sofa." ia melepaskanku dan kembali merebahkan diri di tempatnya tadi. "Tidurlah karena besok kita harus berangkat ke perusahaan." ia menutup wajahnya dengan bantal sedangkan aku merutuk sendiri dalam hati. Andai aku bisa melakukan apa yang menjadi harapanku ... Ah, gemas.Aku terbangun ketika matahari bersinar sangat cerah, saat aku membuka mata aroma kopi menguar menyentuh penciumanku, di meja tak jauh dari pembaringanku aneka roti sarapan telah dibawakan pelayan.Aku kagum dengan gaya hidup orang kaya, bangun tidur pun mereka langsung menikmati sarapannya, tanpa berpikir harus mencari uang dari mana untuk membeli bahan makanan lalu menyiapkan, luar biasa!"Kamu sudah bangun?"Suamiku datang menghampiri Ia terlihat segar seusai mandi, masih mengenakan handuk model kimono melilit tubuhnya yang atletis. Ya Tuhan, gairahku tumbuh melihat wajah seksi itu basah oleh titik titik air.Astaga, pikiranku jalan jalan lagi.Ia menggeser pintu lemari, mengeluarkan pakaiannya, lalu sesaat kemudian handuk yang ia pakai ditanggalkannya, tentu saja melihat itu aku terpekik, tidak kuduga sebelumnya, jika suamiku yang berwajah tampan, dengan rambut basah dan dada bidangnya yang berotot menambah pesona dan keseksiannya berani melepas handuk di hadapanku."Hei, ada
kutatap pantulan diriku di kaca yang terlihat sangat berbeda dari sebelumnya, yang aku gunakan dari atas ke bawah, dari ujung kaki hingga ujung kepala outfit yang mahal dengan harga selangit. Ketika aku yang hanya sales show room ponsel biasa tiba-tiba menjadi seorang nyonya yang terlihat elegan dan berubah total."Nadia cepat turun mobil jemputan sudah datang," panggil ibu mertua dari bawah sana."Ya Nyonya," jawabku langsung mengambil tas dan segera mengenakan sepatu lalu menutup pintu kamar dan turun ke bawah."Jangan panggil nyonya lagi kau adalah menantu rumah ini tidak akan enak didengar orang lain seperti itu," katanya dengan nada serius."Iya Mama, Maaf aku lupa.""Di perusahaan nanti tidak perlu banyak bicara jika mereka bertanya tentang latar belakang mu, katakan saja kalau lulusan universitas dari Kanada dan orang tuamu adalah pengusaha batubara.'"Tapi jika mereka bertanya lebih lanjut bagaimana Mama?""Ada tim humas perusahaan kami yang akan selalu mendampingi kamu sebag
"kok cemberut aja?""Gak ada."Jawabku yang entah pagi-pagi ini merasa badmood."Kalau kamu ingin sarapan kamu tinggal pesan apa yang kamu inginkan, pembantu akan belikan, ataukah pengen jalan-jalan supir akan mengantar ke mana kau pergi," tawarnya.Aku hanya membuang nafas kasar sampai membalikkan badan lalu memeluk guling."Mestinya kau siapkan aku sarapan, karena posisimu adalah istriku.""Aduh Pak direktur anda punya banyak pembantu yang bisa siapkan makanan apapun yang anda inginkan, iya kan?" "Seingatku kau bekerja untukku," sanggahnya.Oh iya, aku lupa Aku adalah bawahannya, jadi dengan beringsut malas-malas aku turun dari ranjang dan pergi menyiapkan suamiku sarapan.Ah, suami, dia bukan suami, dia hanya orang yang kebetulan mengikatku dalam ikatan pernikahan, mana ada cinta atau hubungan selayaknya suami dan istri. Konyol!Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah ini lalu kembali menerawang, andai seseorang jadi menantu rumah ini dan mendapatkan cinta dari semua penghuni
Setelah beberapa jam duduk sendiri sambil menguras air mata, aku bangkit dan menurunkan koper yang ada di atas lemari, membuka resleting dan sekali lagi menghela napas panjang lalu memilih pakaian yang akan kubawa dari dalam lemari.Leih baik aku pergi daripada aku terhina di dalam rumah sendiri. Diabaikan dan diperlakukan seperti manusia yang tidak layak dihargai.Meski aku tahu, aku tidak punya tujuan dan uang, tidak tahu harus melangkah dan pergi ke mana, tapi aku harus menguatkan hati, toh, bertahan di sini sama dengan membunuh diri.Memangnya siapa yang bisa tahan, suaminya direbut dan bermesraan di depan mata, sementara mertua yang harusnya bersikap netral atau mengingatkan anaknya malah menyudutkan posisiku sebagai wanita dan menantu?"Ah, ya Allah, mengapa begini sekali takdirku?"Entah akan bagaimana masa depan rumah tangga kami, tadinya aku masih bisa berharap untuk membuka hati dan kesadaran Mas Arya, tapi, apa daya. Ibu mertua lebih berkuasa dan mendominasi anaknya. Lagip
Aku tercenung di kursi ini, berperan sebagai ratu sehari, mengenakan gaun pengantin dengan perhiasan indah yang bertabur berlian mewah. Kaget? iya, aku terdampar dalam pelaminan dan hiruk pikuk pesta ini.Aku seperti boneka yang dipasang di pelaminan sebagai pajangan, sendiri tanpa mengenal siapa pun dari mereka di antara hiruk-pikuk pesta, musik yang menggema dan canda tawa tamu yang berbahagia.Dalam hati aku bertanya? Apakah ini sebuah kenyataan atau hanya mimpi satu malam? Hingga kutolehkan wajah menatap pria dengan tuxedo yang membungkus tubuh atletisnya, dari samping diam diam hati ini bergetar dan mengakui bahwa ia lumayan tampan dan berkharisma, setidaknya ketika kutatap mata elang dengan bingkai bulu mata seperti barisan pedang Arab dan alisnya tebal, raganya terlihat kokoh dan maskulin ditumbuhi bulu-bulu yang cukup membuat siapa saja kuyakin akan menelan ludah.Sesekali, pria yang tadi siang kusebut suami itu melambai dan tersenyum bahagia terhadap teman-teman yang memberi
"Bagaimana tertarik?"Ulangnya."Kenapa harus saya, padahal, kan bisa menyewa model atau wanita yang lebih cantik.""Aku bisa melakukan itu, tapi terlihat tidak masuk akal, dengan gadis biasa golongan menengah lebih natural bagiku.""Apa? Dia Ia menyebutku golongan menengah? Meski itu kenyataan, tapi rasanya kok nyeri ya?" Aku membatin."Berapa lama?""Sampai aku tidak membutuhkanmu," jawabnya."Bagaimana kalo saya menolak?""Aku yakin kamu tidak akan rugi, hidupmu akan bergelimpangan kemewahan, dan derajatku menanjak seketika.","Percuma itu hanya sementara, lagipula kalo sampai ketahuan, maka rumor akan beredar dan menjadi skandal yang tidak akan baik untuk Anda dan perusahaan Anda.""Aku punya tim humas yang akan mengendalikan semua berita yang beredar.""Intinya tujuan anda apa? Demi meluluskan permintaan orang tua atau ada hal lain.""Aku tak bisa menjelaskan, tapi jika kau setuju akan kulit berkas kontrak yang bisa kau pelajari.""Bagaimana jika perjanjian kerja lebih banyak me
Setelah acara pesta berakhir aku diarahkan oleh beberapa asisten keluarga Pak Aldian untuk meninggalkan ballroom, menuju kamar suite yang sudah dipesan khusus untuk pengantin.Ketika pintu kamar terbuka, aku sangat kagum sampai membulatkan mata melihat betapa mewahnya kamar yang disediakan untuk kami di hotel berbintang lima ini. Ranjang dengan ukuran king size yang bertabur bunga, selimut yang dibentuk seperti ornamen dua angsa yang saling berhadapan dan cahaya yang dibuat temaram dengan wangi yang sangat menyenangkan."Silakan masuk Nyonya, Pak Aldian akan datang beberapa saat lagi," ujar asisten tersebut dengan ramah ia yang membantuku mengangkat ekor gaunku lalu mendudukkanku di pinggir ranjang. "Apakah anda ingin mengganti pakaian sekarang nyonya?""Tidak usah, aku akan mengganti sendiri nanti," balasku.Sebenarnya aku bimbang apakah aku harus mengganti pakaian sekarang atau masih akan menggunakannya? karena saat ini aku adalah seorang pengantin.Aku bangkit menyibak tirai je
Tatkala kubuka mata, terbangun dari lelap tidurku di hari pertama menjadi seorang istri, kudapati ranjang pengantin kami telah sepi kuraba kasur dan bantal bantal sambil mengusap wajah berkali-kali mengumpulkan nyawa dan kesadaranku."Kau sudah bangun?" tanya atasanku itu yang juga suamiku ia terlihat telah mandi dan mengenakan kemeja dan sedang membenahi kancingnya."Iya," jawabku pelan."Apakah semalam tidurmu nyenyak?""Iya," balasku."Sarapan akan dibawakan petugas hotel bangunlah bergegaslah karena kita harus pulang ke rumah.""Ke rumah siapa?" Aku tahu pertanyaanku pertanyaan bodoh.Dia menatapku sekilas lalu berkata, "tujuannya sudah jelas."Mestinya pagi-pagi ini aku mendapatkan suntikan mood dan semangat yang bagus tapi menjumpai si Es balok yang dingin membuatku hanya mampu membuang napas kasar ah, sudahlah.Pukul 9 pagi kami berdua hendak check out dari hotel berbintang 5 yang menjadi saksi malam pengantin bisu kami.Kemudian kami berjalan bersisian menyusuri koridor hotel
Setelah beberapa jam duduk sendiri sambil menguras air mata, aku bangkit dan menurunkan koper yang ada di atas lemari, membuka resleting dan sekali lagi menghela napas panjang lalu memilih pakaian yang akan kubawa dari dalam lemari.Leih baik aku pergi daripada aku terhina di dalam rumah sendiri. Diabaikan dan diperlakukan seperti manusia yang tidak layak dihargai.Meski aku tahu, aku tidak punya tujuan dan uang, tidak tahu harus melangkah dan pergi ke mana, tapi aku harus menguatkan hati, toh, bertahan di sini sama dengan membunuh diri.Memangnya siapa yang bisa tahan, suaminya direbut dan bermesraan di depan mata, sementara mertua yang harusnya bersikap netral atau mengingatkan anaknya malah menyudutkan posisiku sebagai wanita dan menantu?"Ah, ya Allah, mengapa begini sekali takdirku?"Entah akan bagaimana masa depan rumah tangga kami, tadinya aku masih bisa berharap untuk membuka hati dan kesadaran Mas Arya, tapi, apa daya. Ibu mertua lebih berkuasa dan mendominasi anaknya. Lagip
"kok cemberut aja?""Gak ada."Jawabku yang entah pagi-pagi ini merasa badmood."Kalau kamu ingin sarapan kamu tinggal pesan apa yang kamu inginkan, pembantu akan belikan, ataukah pengen jalan-jalan supir akan mengantar ke mana kau pergi," tawarnya.Aku hanya membuang nafas kasar sampai membalikkan badan lalu memeluk guling."Mestinya kau siapkan aku sarapan, karena posisimu adalah istriku.""Aduh Pak direktur anda punya banyak pembantu yang bisa siapkan makanan apapun yang anda inginkan, iya kan?" "Seingatku kau bekerja untukku," sanggahnya.Oh iya, aku lupa Aku adalah bawahannya, jadi dengan beringsut malas-malas aku turun dari ranjang dan pergi menyiapkan suamiku sarapan.Ah, suami, dia bukan suami, dia hanya orang yang kebetulan mengikatku dalam ikatan pernikahan, mana ada cinta atau hubungan selayaknya suami dan istri. Konyol!Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah ini lalu kembali menerawang, andai seseorang jadi menantu rumah ini dan mendapatkan cinta dari semua penghuni
kutatap pantulan diriku di kaca yang terlihat sangat berbeda dari sebelumnya, yang aku gunakan dari atas ke bawah, dari ujung kaki hingga ujung kepala outfit yang mahal dengan harga selangit. Ketika aku yang hanya sales show room ponsel biasa tiba-tiba menjadi seorang nyonya yang terlihat elegan dan berubah total."Nadia cepat turun mobil jemputan sudah datang," panggil ibu mertua dari bawah sana."Ya Nyonya," jawabku langsung mengambil tas dan segera mengenakan sepatu lalu menutup pintu kamar dan turun ke bawah."Jangan panggil nyonya lagi kau adalah menantu rumah ini tidak akan enak didengar orang lain seperti itu," katanya dengan nada serius."Iya Mama, Maaf aku lupa.""Di perusahaan nanti tidak perlu banyak bicara jika mereka bertanya tentang latar belakang mu, katakan saja kalau lulusan universitas dari Kanada dan orang tuamu adalah pengusaha batubara.'"Tapi jika mereka bertanya lebih lanjut bagaimana Mama?""Ada tim humas perusahaan kami yang akan selalu mendampingi kamu sebag
Aku terbangun ketika matahari bersinar sangat cerah, saat aku membuka mata aroma kopi menguar menyentuh penciumanku, di meja tak jauh dari pembaringanku aneka roti sarapan telah dibawakan pelayan.Aku kagum dengan gaya hidup orang kaya, bangun tidur pun mereka langsung menikmati sarapannya, tanpa berpikir harus mencari uang dari mana untuk membeli bahan makanan lalu menyiapkan, luar biasa!"Kamu sudah bangun?"Suamiku datang menghampiri Ia terlihat segar seusai mandi, masih mengenakan handuk model kimono melilit tubuhnya yang atletis. Ya Tuhan, gairahku tumbuh melihat wajah seksi itu basah oleh titik titik air.Astaga, pikiranku jalan jalan lagi.Ia menggeser pintu lemari, mengeluarkan pakaiannya, lalu sesaat kemudian handuk yang ia pakai ditanggalkannya, tentu saja melihat itu aku terpekik, tidak kuduga sebelumnya, jika suamiku yang berwajah tampan, dengan rambut basah dan dada bidangnya yang berotot menambah pesona dan keseksiannya berani melepas handuk di hadapanku."Hei, ada
Pukul 9 malam Mas Aldi pulang aku menyadari kehadirannya karena saat itu memang aku belum tertidur."Kau sudah tidur?" tanyanya yang sedang meletakkan dua kantong plastik di atas meja."Aku tidak menjawabnya sama sekali.""Kalau belum tidur bangunlah dan makan martabak yang aku bawakan untukmu, aku juga bawakan nasi goreng spesial."Aku sudah makan tadi." Tanpa sengaja Aku menjawab ucapannya di balik selimutSejenak ia tertawa lalu kemudian duduk di meja kerja dan membuka komputernya."Jangan bohong, nanti kau lapar.""Aku bilang aku sudah makan.""Tapi si Bibi mengatakan kalau kau belum makan dan tidak turun sama sekali ke bawah, apa yang terjadi?""Aku sedang tidak mood untuk turun ke mana-mana," jawabku."Kamu adalah pengantin di rumah ini dan seharusnya kau membaur dengan mertua dan kedua iparmu," ujarnya sambil menekuni layar laptopnya."Oh ya, aku belum bertemu dengan mereka.""Itu adikku memang sibuk dan hanya berada di rumah di akhir pekan.""Apa yang mereka lakukan?""Merek
Aku tidak menemukan sabun seperti yang aku cari jadi aku buka lemari yang menyimpan barang-barang kebutuhan mandi mas Aldi. Ada shaving cream, ada shampo khusus laki-laki serta alat pencukur dan semua botol yang memperhatikan yang ku asumsikan mungkin adalah sabun mandi yang dituang ke dalam bak mandi.Karena tidak ada pilihan lain maka akupun menuangkan sabun itu ke dalam rendaman ku agak banyak agar sesuai dengan jumlah air yang hampir penuh dalam bathtub."Apa Mas Aldi lupa kalau sekarang aku sudah satu rumah dengannya sehingga ia lupa meminta kepada asisten yang untuk menyiapkan kebutuhan mandiku?" Sialnya, aku pun lupa memasukkan sabunku di hotel tadi karena terburu-buru diajak pergi olehnya.busa sabun mulai timbul dan aku dengan gembira merendam di dalam air hangat yang mengeluarkan aroma wangi mewah tersebut."Wah, nyaman sekali," ujarku sambil merebahkan diri menikmati hangatnya bak pemandian sembari menikmati pemandangan di luar sana.Karena saking nyamannya aku menyedihk
"Ini Adalah kamar kita," ucapnya sambil membuka pintu kamar yang luasnya 5 kali luas kamarku di rumah. Tentu saja aku terpesona karena interior di dalamnya sangat indah dan mewah, perabotan terbuat dari kayu dan kamar di set dengan tema rustic yang elegan "Wah luas sekali, Pak. Kataku sambil menghempaskan diri di sofa yang empuknya belum pernah kucoba selama hidupku."Sofa ini nyaman, aku bisa tidur di sini.""Terserah kau saja, tapi seperti yang aku katakan, kau bebas tidur di ranjang.""Tapi ranjangnya adalah ranjang Pak Aldi."Ia menghampiriku menjongkokkan diri hingga wajahnya sejajar dengan wajahku perlahan ia dekatkan wajah itu sehingga mau tidak mau aku memundurkan diri sambil melirik ke kanan dan ke kiri berusaha menetralisir debaran di dalam hati, tatapan matanya seakan akan membuatku seperti es batu yang ditimpa sinar mentari."Kita suami istri 'kan?" tanyanya dengan penuh penekanan."Settingan 'kan?" Balasku hati hati.Dia mengangguk sambil tersenyum lalu menjauhkan di
Tatkala kubuka mata, terbangun dari lelap tidurku di hari pertama menjadi seorang istri, kudapati ranjang pengantin kami telah sepi kuraba kasur dan bantal bantal sambil mengusap wajah berkali-kali mengumpulkan nyawa dan kesadaranku."Kau sudah bangun?" tanya atasanku itu yang juga suamiku ia terlihat telah mandi dan mengenakan kemeja dan sedang membenahi kancingnya."Iya," jawabku pelan."Apakah semalam tidurmu nyenyak?""Iya," balasku."Sarapan akan dibawakan petugas hotel bangunlah bergegaslah karena kita harus pulang ke rumah.""Ke rumah siapa?" Aku tahu pertanyaanku pertanyaan bodoh.Dia menatapku sekilas lalu berkata, "tujuannya sudah jelas."Mestinya pagi-pagi ini aku mendapatkan suntikan mood dan semangat yang bagus tapi menjumpai si Es balok yang dingin membuatku hanya mampu membuang napas kasar ah, sudahlah.Pukul 9 pagi kami berdua hendak check out dari hotel berbintang 5 yang menjadi saksi malam pengantin bisu kami.Kemudian kami berjalan bersisian menyusuri koridor hotel
Setelah acara pesta berakhir aku diarahkan oleh beberapa asisten keluarga Pak Aldian untuk meninggalkan ballroom, menuju kamar suite yang sudah dipesan khusus untuk pengantin.Ketika pintu kamar terbuka, aku sangat kagum sampai membulatkan mata melihat betapa mewahnya kamar yang disediakan untuk kami di hotel berbintang lima ini. Ranjang dengan ukuran king size yang bertabur bunga, selimut yang dibentuk seperti ornamen dua angsa yang saling berhadapan dan cahaya yang dibuat temaram dengan wangi yang sangat menyenangkan."Silakan masuk Nyonya, Pak Aldian akan datang beberapa saat lagi," ujar asisten tersebut dengan ramah ia yang membantuku mengangkat ekor gaunku lalu mendudukkanku di pinggir ranjang. "Apakah anda ingin mengganti pakaian sekarang nyonya?""Tidak usah, aku akan mengganti sendiri nanti," balasku.Sebenarnya aku bimbang apakah aku harus mengganti pakaian sekarang atau masih akan menggunakannya? karena saat ini aku adalah seorang pengantin.Aku bangkit menyibak tirai je