Aku tidak menemukan sabun seperti yang aku cari jadi aku buka lemari yang menyimpan barang-barang kebutuhan mandi mas Aldi. Ada shaving cream, ada shampo khusus laki-laki serta alat pencukur dan semua botol yang memperhatikan yang ku asumsikan mungkin adalah sabun mandi yang dituang ke dalam bak mandi.
Karena tidak ada pilihan lain maka akupun menuangkan sabun itu ke dalam rendaman ku agak banyak agar sesuai dengan jumlah air yang hampir penuh dalam bathtub. "Apa Mas Aldi lupa kalau sekarang aku sudah satu rumah dengannya sehingga ia lupa meminta kepada asisten yang untuk menyiapkan kebutuhan mandiku?" Sialnya, aku pun lupa memasukkan sabunku di hotel tadi karena terburu-buru diajak pergi olehnya. busa sabun mulai timbul dan aku dengan gembira merendam di dalam air hangat yang mengeluarkan aroma wangi mewah tersebut. "Wah, nyaman sekali," ujarku sambil merebahkan diri menikmati hangatnya bak pemandian sembari menikmati pemandangan di luar sana. Karena saking nyamannya aku menyedihkan kepala dan tidak menyadari bahwa diriku tertidur hingga ku sadarkan diri ketika tiba-tiba kurasakan hidung ini kesulitan bernafas. Ketika kubuka mata, aku terkesiap karena aku tidak bisa melihat sekelilingku. Semuanya busa dan aku tak tahu harus keluar dari mana, sekuat apapun menyibak busa itu tetap saja gagal, busa sudah memenuhi ruangan kamar mandi berlantai parquet tersebut. "Apakah aku tadi terlalu banyak membubuhkan bubuk sabun?" Kini, kusesali diri yang ceroboh dan kampungan ini. Aku mencoba berteriak minta tolong tapi busa-busa itu seorang menghalangi suaraku makan aku sendiri kesulitan untuk mendengar. "Ya Tuhan, kenapa aku bisa ketiduran?" "Tolong ... Tolong ...." Aku outus asa dan ayahnya mampu berteriak sambil meraba raba di mana kiranya keran air sehingga aku bisa menyiram semua busa yang mengembang ini? Sialnya aku tak memakai sehelai benangpun di badan. Aku tak bisa menemukan handukku. Aku jatuh dalam keputus-asaan sambil mengais sisa udara yang mungkin bisa kugunakan untuk bertahan. Sesak rasanya napas ini, kepalaku juga mulai pusing menghirup busa sabun, perlahan lahan kurasakan keadaanku mulai menurun. Hingga tiba tiba pintu kamrandi terdengar terbuka, suara orang orang ramai memanggil dan derap langkah mereka. Lalu aku lupa segalanya. * Aku mengerjap perlahan sambil berusaha membuka mata, kusesuaikan cahaya terang yang kini seakan menembus kelopak mata. "Apa kamu sudah sadar?" Kudengar suara suamiku bertanya. "Apa aku masih hidup?" Ia lantas tertawa terbahak-bahak melihatku, "Ya Tuhan kau membuatku takut saja." "Kenapa?" tanya aku seolah tidak berdosa padahal aku saat ini sangat malu padanya. "Kalau kamu tidak mengerti cara penggunaan bubuk mandi kenapa harus membubuhkan sebanyak itu? jika aku tidak segera pulang mungkin kau sudah mati di dalam kamar mandi." Ia menatapku seksama di sampingku sedang aku berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain agar tak gugup menatapnya. "Terima kasih karena Mas Aldi menyelamatkanku." "Iya aku harus menyelamatkanmu karena kau adalah istriku," balasnya yang entah mengapa kata-katanya tadi membuat hatiku tersentak bahagia. "Apa?" aku ingin mencoba memastikan ucapannya. "Maksudku kita punya kesepakatan dan kalau kau meninggal maka kata-kata kita akan batal." Jadi hanya itu yang dia pikirkan? "Kupikir batal di menyelamatkanku karena perduli," ucapku dengan nada sedih. "Tentu saja aku peduli aku peduli padamu dan juga khawatir dan ibumu jika ada apa-apa pasti dia akan mencariku dan aku tidak bisa menanggung semua itu." Hanya tentang itu? kupikir ada yang lain di hatinya? Tapi mustahil juga aku berharap dia akan membalas perasaan sukaku, mustahil. pemuda tampan yang kaya juga mapan pasti juga mencari wanita yang berkelas cantik dan elegan ada Mungkin ia akan mencari istri golongan menengah kebawah dan hidup di kampung lagi mengontrak, ah terlalu muluk-muluk jika aku berharap ia menyukaiku. Jujur, caranya yang dingin tapi perhatian membuatku gemas, suka dan makin penasaran. "Apa kamu lapar?" tanyanya memecah lamunanku. "Ya, Mas aku lapar." "Aku tak meminta pelayan untuk membawakan makanan," ucapnya sambil bangkit dan meraih kunci mobil. "Mau ke mana Mas?" "Ada urusan dan kau harus ingat lain kali jangan bertanya aku akan kemana dan mau apa itu bukan urusanmu," ucapnya sambil berlalu dan menutup pintu di belakangnya. Pria kaku itu terkadang membuatku sakit hati dengan keangkuhannya tapi di sisi lain aku menyukai cara ia mengurusi dan memberiku perhatian. Tiba-tiba pintu kembali terbuka dan wajahnya menyembul dari sana. "Kau makanlah terlebih dahulu tidak usah menungguku karena aku akan pulang larut." "Aku tidak akan menunggumu, Pak, karena itu bukan tugasku." Raut wajahnya berubah tidak suka, seperti kehilangan tenaga dan dominasinya sebagai suami. "Jadi ...." kini Dia terlihat ragu, "kamu mau dibawakan apa?" Apa? apa aku tidak salah dengar barusan? Dia menawariku sesuatu? "Tidak ada yang saya inginkan, Pak, hati-hati di jalan," ucapku sengaja dengan ucapan formal sambil membalikkan badan. "Kamu marah?" "Tidak, mana mungkin ada bawahan yang memarahi atasannya, tidak mungkin kan Pak?" Tiba- tiba ia terlihat termenung sendiri.Pukul 9 malam Mas Aldi pulang aku menyadari kehadirannya karena saat itu memang aku belum tertidur."Kau sudah tidur?" tanyanya yang sedang meletakkan dua kantong plastik di atas meja."Aku tidak menjawabnya sama sekali.""Kalau belum tidur bangunlah dan makan martabak yang aku bawakan untukmu, aku juga bawakan nasi goreng spesial."Aku sudah makan tadi." Tanpa sengaja Aku menjawab ucapannya di balik selimutSejenak ia tertawa lalu kemudian duduk di meja kerja dan membuka komputernya."Jangan bohong, nanti kau lapar.""Aku bilang aku sudah makan.""Tapi si Bibi mengatakan kalau kau belum makan dan tidak turun sama sekali ke bawah, apa yang terjadi?""Aku sedang tidak mood untuk turun ke mana-mana," jawabku."Kamu adalah pengantin di rumah ini dan seharusnya kau membaur dengan mertua dan kedua iparmu," ujarnya sambil menekuni layar laptopnya."Oh ya, aku belum bertemu dengan mereka.""Itu adikku memang sibuk dan hanya berada di rumah di akhir pekan.""Apa yang mereka lakukan?""Merek
Aku terbangun ketika matahari bersinar sangat cerah, saat aku membuka mata aroma kopi menguar menyentuh penciumanku, di meja tak jauh dari pembaringanku aneka roti sarapan telah dibawakan pelayan.Aku kagum dengan gaya hidup orang kaya, bangun tidur pun mereka langsung menikmati sarapannya, tanpa berpikir harus mencari uang dari mana untuk membeli bahan makanan lalu menyiapkan, luar biasa!"Kamu sudah bangun?"Suamiku datang menghampiri Ia terlihat segar seusai mandi, masih mengenakan handuk model kimono melilit tubuhnya yang atletis. Ya Tuhan, gairahku tumbuh melihat wajah seksi itu basah oleh titik titik air.Astaga, pikiranku jalan jalan lagi.Ia menggeser pintu lemari, mengeluarkan pakaiannya, lalu sesaat kemudian handuk yang ia pakai ditanggalkannya, tentu saja melihat itu aku terpekik, tidak kuduga sebelumnya, jika suamiku yang berwajah tampan, dengan rambut basah dan dada bidangnya yang berotot menambah pesona dan keseksiannya berani melepas handuk di hadapanku."Hei, ada
kutatap pantulan diriku di kaca yang terlihat sangat berbeda dari sebelumnya, yang aku gunakan dari atas ke bawah, dari ujung kaki hingga ujung kepala outfit yang mahal dengan harga selangit. Ketika aku yang hanya sales show room ponsel biasa tiba-tiba menjadi seorang nyonya yang terlihat elegan dan berubah total."Nadia cepat turun mobil jemputan sudah datang," panggil ibu mertua dari bawah sana."Ya Nyonya," jawabku langsung mengambil tas dan segera mengenakan sepatu lalu menutup pintu kamar dan turun ke bawah."Jangan panggil nyonya lagi kau adalah menantu rumah ini tidak akan enak didengar orang lain seperti itu," katanya dengan nada serius."Iya Mama, Maaf aku lupa.""Di perusahaan nanti tidak perlu banyak bicara jika mereka bertanya tentang latar belakang mu, katakan saja kalau lulusan universitas dari Kanada dan orang tuamu adalah pengusaha batubara.'"Tapi jika mereka bertanya lebih lanjut bagaimana Mama?""Ada tim humas perusahaan kami yang akan selalu mendampingi kamu sebag
"kok cemberut aja?""Gak ada."Jawabku yang entah pagi-pagi ini merasa badmood."Kalau kamu ingin sarapan kamu tinggal pesan apa yang kamu inginkan, pembantu akan belikan, ataukah pengen jalan-jalan supir akan mengantar ke mana kau pergi," tawarnya.Aku hanya membuang nafas kasar sampai membalikkan badan lalu memeluk guling."Mestinya kau siapkan aku sarapan, karena posisimu adalah istriku.""Aduh Pak direktur anda punya banyak pembantu yang bisa siapkan makanan apapun yang anda inginkan, iya kan?" "Seingatku kau bekerja untukku," sanggahnya.Oh iya, aku lupa Aku adalah bawahannya, jadi dengan beringsut malas-malas aku turun dari ranjang dan pergi menyiapkan suamiku sarapan.Ah, suami, dia bukan suami, dia hanya orang yang kebetulan mengikatku dalam ikatan pernikahan, mana ada cinta atau hubungan selayaknya suami dan istri. Konyol!Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah ini lalu kembali menerawang, andai seseorang jadi menantu rumah ini dan mendapatkan cinta dari semua penghuni
Setelah beberapa jam duduk sendiri sambil menguras air mata, aku bangkit dan menurunkan koper yang ada di atas lemari, membuka resleting dan sekali lagi menghela napas panjang lalu memilih pakaian yang akan kubawa dari dalam lemari.Leih baik aku pergi daripada aku terhina di dalam rumah sendiri. Diabaikan dan diperlakukan seperti manusia yang tidak layak dihargai.Meski aku tahu, aku tidak punya tujuan dan uang, tidak tahu harus melangkah dan pergi ke mana, tapi aku harus menguatkan hati, toh, bertahan di sini sama dengan membunuh diri.Memangnya siapa yang bisa tahan, suaminya direbut dan bermesraan di depan mata, sementara mertua yang harusnya bersikap netral atau mengingatkan anaknya malah menyudutkan posisiku sebagai wanita dan menantu?"Ah, ya Allah, mengapa begini sekali takdirku?"Entah akan bagaimana masa depan rumah tangga kami, tadinya aku masih bisa berharap untuk membuka hati dan kesadaran Mas Arya, tapi, apa daya. Ibu mertua lebih berkuasa dan mendominasi anaknya. Lagip
Aku tercenung di kursi ini, berperan sebagai ratu sehari, mengenakan gaun pengantin dengan perhiasan indah yang bertabur berlian mewah. Kaget? iya, aku terdampar dalam pelaminan dan hiruk pikuk pesta ini.Aku seperti boneka yang dipasang di pelaminan sebagai pajangan, sendiri tanpa mengenal siapa pun dari mereka di antara hiruk-pikuk pesta, musik yang menggema dan canda tawa tamu yang berbahagia.Dalam hati aku bertanya? Apakah ini sebuah kenyataan atau hanya mimpi satu malam? Hingga kutolehkan wajah menatap pria dengan tuxedo yang membungkus tubuh atletisnya, dari samping diam diam hati ini bergetar dan mengakui bahwa ia lumayan tampan dan berkharisma, setidaknya ketika kutatap mata elang dengan bingkai bulu mata seperti barisan pedang Arab dan alisnya tebal, raganya terlihat kokoh dan maskulin ditumbuhi bulu-bulu yang cukup membuat siapa saja kuyakin akan menelan ludah.Sesekali, pria yang tadi siang kusebut suami itu melambai dan tersenyum bahagia terhadap teman-teman yang memberi
"Bagaimana tertarik?"Ulangnya."Kenapa harus saya, padahal, kan bisa menyewa model atau wanita yang lebih cantik.""Aku bisa melakukan itu, tapi terlihat tidak masuk akal, dengan gadis biasa golongan menengah lebih natural bagiku.""Apa? Dia Ia menyebutku golongan menengah? Meski itu kenyataan, tapi rasanya kok nyeri ya?" Aku membatin."Berapa lama?""Sampai aku tidak membutuhkanmu," jawabnya."Bagaimana kalo saya menolak?""Aku yakin kamu tidak akan rugi, hidupmu akan bergelimpangan kemewahan, dan derajatku menanjak seketika.","Percuma itu hanya sementara, lagipula kalo sampai ketahuan, maka rumor akan beredar dan menjadi skandal yang tidak akan baik untuk Anda dan perusahaan Anda.""Aku punya tim humas yang akan mengendalikan semua berita yang beredar.""Intinya tujuan anda apa? Demi meluluskan permintaan orang tua atau ada hal lain.""Aku tak bisa menjelaskan, tapi jika kau setuju akan kulit berkas kontrak yang bisa kau pelajari.""Bagaimana jika perjanjian kerja lebih banyak me
Setelah acara pesta berakhir aku diarahkan oleh beberapa asisten keluarga Pak Aldian untuk meninggalkan ballroom, menuju kamar suite yang sudah dipesan khusus untuk pengantin.Ketika pintu kamar terbuka, aku sangat kagum sampai membulatkan mata melihat betapa mewahnya kamar yang disediakan untuk kami di hotel berbintang lima ini. Ranjang dengan ukuran king size yang bertabur bunga, selimut yang dibentuk seperti ornamen dua angsa yang saling berhadapan dan cahaya yang dibuat temaram dengan wangi yang sangat menyenangkan."Silakan masuk Nyonya, Pak Aldian akan datang beberapa saat lagi," ujar asisten tersebut dengan ramah ia yang membantuku mengangkat ekor gaunku lalu mendudukkanku di pinggir ranjang. "Apakah anda ingin mengganti pakaian sekarang nyonya?""Tidak usah, aku akan mengganti sendiri nanti," balasku.Sebenarnya aku bimbang apakah aku harus mengganti pakaian sekarang atau masih akan menggunakannya? karena saat ini aku adalah seorang pengantin.Aku bangkit menyibak tirai je
Setelah beberapa jam duduk sendiri sambil menguras air mata, aku bangkit dan menurunkan koper yang ada di atas lemari, membuka resleting dan sekali lagi menghela napas panjang lalu memilih pakaian yang akan kubawa dari dalam lemari.Leih baik aku pergi daripada aku terhina di dalam rumah sendiri. Diabaikan dan diperlakukan seperti manusia yang tidak layak dihargai.Meski aku tahu, aku tidak punya tujuan dan uang, tidak tahu harus melangkah dan pergi ke mana, tapi aku harus menguatkan hati, toh, bertahan di sini sama dengan membunuh diri.Memangnya siapa yang bisa tahan, suaminya direbut dan bermesraan di depan mata, sementara mertua yang harusnya bersikap netral atau mengingatkan anaknya malah menyudutkan posisiku sebagai wanita dan menantu?"Ah, ya Allah, mengapa begini sekali takdirku?"Entah akan bagaimana masa depan rumah tangga kami, tadinya aku masih bisa berharap untuk membuka hati dan kesadaran Mas Arya, tapi, apa daya. Ibu mertua lebih berkuasa dan mendominasi anaknya. Lagip
"kok cemberut aja?""Gak ada."Jawabku yang entah pagi-pagi ini merasa badmood."Kalau kamu ingin sarapan kamu tinggal pesan apa yang kamu inginkan, pembantu akan belikan, ataukah pengen jalan-jalan supir akan mengantar ke mana kau pergi," tawarnya.Aku hanya membuang nafas kasar sampai membalikkan badan lalu memeluk guling."Mestinya kau siapkan aku sarapan, karena posisimu adalah istriku.""Aduh Pak direktur anda punya banyak pembantu yang bisa siapkan makanan apapun yang anda inginkan, iya kan?" "Seingatku kau bekerja untukku," sanggahnya.Oh iya, aku lupa Aku adalah bawahannya, jadi dengan beringsut malas-malas aku turun dari ranjang dan pergi menyiapkan suamiku sarapan.Ah, suami, dia bukan suami, dia hanya orang yang kebetulan mengikatku dalam ikatan pernikahan, mana ada cinta atau hubungan selayaknya suami dan istri. Konyol!Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah ini lalu kembali menerawang, andai seseorang jadi menantu rumah ini dan mendapatkan cinta dari semua penghuni
kutatap pantulan diriku di kaca yang terlihat sangat berbeda dari sebelumnya, yang aku gunakan dari atas ke bawah, dari ujung kaki hingga ujung kepala outfit yang mahal dengan harga selangit. Ketika aku yang hanya sales show room ponsel biasa tiba-tiba menjadi seorang nyonya yang terlihat elegan dan berubah total."Nadia cepat turun mobil jemputan sudah datang," panggil ibu mertua dari bawah sana."Ya Nyonya," jawabku langsung mengambil tas dan segera mengenakan sepatu lalu menutup pintu kamar dan turun ke bawah."Jangan panggil nyonya lagi kau adalah menantu rumah ini tidak akan enak didengar orang lain seperti itu," katanya dengan nada serius."Iya Mama, Maaf aku lupa.""Di perusahaan nanti tidak perlu banyak bicara jika mereka bertanya tentang latar belakang mu, katakan saja kalau lulusan universitas dari Kanada dan orang tuamu adalah pengusaha batubara.'"Tapi jika mereka bertanya lebih lanjut bagaimana Mama?""Ada tim humas perusahaan kami yang akan selalu mendampingi kamu sebag
Aku terbangun ketika matahari bersinar sangat cerah, saat aku membuka mata aroma kopi menguar menyentuh penciumanku, di meja tak jauh dari pembaringanku aneka roti sarapan telah dibawakan pelayan.Aku kagum dengan gaya hidup orang kaya, bangun tidur pun mereka langsung menikmati sarapannya, tanpa berpikir harus mencari uang dari mana untuk membeli bahan makanan lalu menyiapkan, luar biasa!"Kamu sudah bangun?"Suamiku datang menghampiri Ia terlihat segar seusai mandi, masih mengenakan handuk model kimono melilit tubuhnya yang atletis. Ya Tuhan, gairahku tumbuh melihat wajah seksi itu basah oleh titik titik air.Astaga, pikiranku jalan jalan lagi.Ia menggeser pintu lemari, mengeluarkan pakaiannya, lalu sesaat kemudian handuk yang ia pakai ditanggalkannya, tentu saja melihat itu aku terpekik, tidak kuduga sebelumnya, jika suamiku yang berwajah tampan, dengan rambut basah dan dada bidangnya yang berotot menambah pesona dan keseksiannya berani melepas handuk di hadapanku."Hei, ada
Pukul 9 malam Mas Aldi pulang aku menyadari kehadirannya karena saat itu memang aku belum tertidur."Kau sudah tidur?" tanyanya yang sedang meletakkan dua kantong plastik di atas meja."Aku tidak menjawabnya sama sekali.""Kalau belum tidur bangunlah dan makan martabak yang aku bawakan untukmu, aku juga bawakan nasi goreng spesial."Aku sudah makan tadi." Tanpa sengaja Aku menjawab ucapannya di balik selimutSejenak ia tertawa lalu kemudian duduk di meja kerja dan membuka komputernya."Jangan bohong, nanti kau lapar.""Aku bilang aku sudah makan.""Tapi si Bibi mengatakan kalau kau belum makan dan tidak turun sama sekali ke bawah, apa yang terjadi?""Aku sedang tidak mood untuk turun ke mana-mana," jawabku."Kamu adalah pengantin di rumah ini dan seharusnya kau membaur dengan mertua dan kedua iparmu," ujarnya sambil menekuni layar laptopnya."Oh ya, aku belum bertemu dengan mereka.""Itu adikku memang sibuk dan hanya berada di rumah di akhir pekan.""Apa yang mereka lakukan?""Merek
Aku tidak menemukan sabun seperti yang aku cari jadi aku buka lemari yang menyimpan barang-barang kebutuhan mandi mas Aldi. Ada shaving cream, ada shampo khusus laki-laki serta alat pencukur dan semua botol yang memperhatikan yang ku asumsikan mungkin adalah sabun mandi yang dituang ke dalam bak mandi.Karena tidak ada pilihan lain maka akupun menuangkan sabun itu ke dalam rendaman ku agak banyak agar sesuai dengan jumlah air yang hampir penuh dalam bathtub."Apa Mas Aldi lupa kalau sekarang aku sudah satu rumah dengannya sehingga ia lupa meminta kepada asisten yang untuk menyiapkan kebutuhan mandiku?" Sialnya, aku pun lupa memasukkan sabunku di hotel tadi karena terburu-buru diajak pergi olehnya.busa sabun mulai timbul dan aku dengan gembira merendam di dalam air hangat yang mengeluarkan aroma wangi mewah tersebut."Wah, nyaman sekali," ujarku sambil merebahkan diri menikmati hangatnya bak pemandian sembari menikmati pemandangan di luar sana.Karena saking nyamannya aku menyedihk
"Ini Adalah kamar kita," ucapnya sambil membuka pintu kamar yang luasnya 5 kali luas kamarku di rumah. Tentu saja aku terpesona karena interior di dalamnya sangat indah dan mewah, perabotan terbuat dari kayu dan kamar di set dengan tema rustic yang elegan "Wah luas sekali, Pak. Kataku sambil menghempaskan diri di sofa yang empuknya belum pernah kucoba selama hidupku."Sofa ini nyaman, aku bisa tidur di sini.""Terserah kau saja, tapi seperti yang aku katakan, kau bebas tidur di ranjang.""Tapi ranjangnya adalah ranjang Pak Aldi."Ia menghampiriku menjongkokkan diri hingga wajahnya sejajar dengan wajahku perlahan ia dekatkan wajah itu sehingga mau tidak mau aku memundurkan diri sambil melirik ke kanan dan ke kiri berusaha menetralisir debaran di dalam hati, tatapan matanya seakan akan membuatku seperti es batu yang ditimpa sinar mentari."Kita suami istri 'kan?" tanyanya dengan penuh penekanan."Settingan 'kan?" Balasku hati hati.Dia mengangguk sambil tersenyum lalu menjauhkan di
Tatkala kubuka mata, terbangun dari lelap tidurku di hari pertama menjadi seorang istri, kudapati ranjang pengantin kami telah sepi kuraba kasur dan bantal bantal sambil mengusap wajah berkali-kali mengumpulkan nyawa dan kesadaranku."Kau sudah bangun?" tanya atasanku itu yang juga suamiku ia terlihat telah mandi dan mengenakan kemeja dan sedang membenahi kancingnya."Iya," jawabku pelan."Apakah semalam tidurmu nyenyak?""Iya," balasku."Sarapan akan dibawakan petugas hotel bangunlah bergegaslah karena kita harus pulang ke rumah.""Ke rumah siapa?" Aku tahu pertanyaanku pertanyaan bodoh.Dia menatapku sekilas lalu berkata, "tujuannya sudah jelas."Mestinya pagi-pagi ini aku mendapatkan suntikan mood dan semangat yang bagus tapi menjumpai si Es balok yang dingin membuatku hanya mampu membuang napas kasar ah, sudahlah.Pukul 9 pagi kami berdua hendak check out dari hotel berbintang 5 yang menjadi saksi malam pengantin bisu kami.Kemudian kami berjalan bersisian menyusuri koridor hotel
Setelah acara pesta berakhir aku diarahkan oleh beberapa asisten keluarga Pak Aldian untuk meninggalkan ballroom, menuju kamar suite yang sudah dipesan khusus untuk pengantin.Ketika pintu kamar terbuka, aku sangat kagum sampai membulatkan mata melihat betapa mewahnya kamar yang disediakan untuk kami di hotel berbintang lima ini. Ranjang dengan ukuran king size yang bertabur bunga, selimut yang dibentuk seperti ornamen dua angsa yang saling berhadapan dan cahaya yang dibuat temaram dengan wangi yang sangat menyenangkan."Silakan masuk Nyonya, Pak Aldian akan datang beberapa saat lagi," ujar asisten tersebut dengan ramah ia yang membantuku mengangkat ekor gaunku lalu mendudukkanku di pinggir ranjang. "Apakah anda ingin mengganti pakaian sekarang nyonya?""Tidak usah, aku akan mengganti sendiri nanti," balasku.Sebenarnya aku bimbang apakah aku harus mengganti pakaian sekarang atau masih akan menggunakannya? karena saat ini aku adalah seorang pengantin.Aku bangkit menyibak tirai je