"Bagus! Sebentar lagi kita bisa menguasai semuanya, lebih baik sekarang kamu hubungi Eva. Suruh dia siapkan uangnya sekarang juga, ibu tidak ingin preman-preman itu mengancam ibu lagi, ibu sudah muak dengan ancaman mereka," ujar Bu Ratna memerintah.Sarah pun lantas menelpon mesin uangnya itu, entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas Sarah meminta sejumlah uang dari Eva."Beres, Bu!" ucap Sarah memperlihatkan bukti transferan uang yang dikirim oleh Eva kepadanya.***Fatih memacu mobilnya dengan pikiran kacau, beberapa kali ia hampir menabrak karena tidak fokus mengemudi.Beep! Beep! Beep!Terdengar bunyi klakson mobil di belakang Fatih, saat mobil Fatih tiba-tiba berhenti mendadak."Shit!!" umpat Fatih saat ia hampir saja menyenggol pemotor di depannya.Fatih menarik nafas panjang dan membuangnya secara kasar. "Argh! Kenapa semuanya jadi berantakan begini? Apa yang harus aku katakan pada Wulan? Mana mungkin aku tega menduakannya? Tapi … jika aku tidak bicara dengan Wulan, bagaiman
"Maafkan aku, Lan. Aku tidak ada pilihan, aku tau ini sangat sulit untukmu. Tapi … aku tidak ada pilihan lain. Ibu terus memaksaku untuk memberinya cucu, aku tak mungkin tega memaksamu untuk cepat hamil, itu hanya akan menyakitimu," ucap Fatih menjelaskan."Lantas, apa dengan poligami kamu tidak menyakitiku, Mas?" jawab Wulan terisak."Aku tidak ada pilihan lain aku juga stres! … aku mohon mengertilah dengan posisiku saat ini, hanya ibu orang tua yang aku punya, aku tidak mungkin tega membiarkannya sakit-sakitan seperti ini, aku tidak mau menyesal jika sampai kehilangan ibu. Aku tau perasaanmu' Lan. Mas akan memberimu waktu untuk berfikir," tutur Fatih berusaha menjelaskan.Air mata Wulan terus menetes, Fatih berusaha menenangkan Wulan yang masih terisak. Tangannya berusaha merangkul tubuh Wulan. Namun, seketika istrinya itu pun menepisnya. "Jangan menyentuhku, Mas!""Mas tau ini berat, tapi akan lebih berat lagi jika kamu terus menanggung beban dan tuntutan untuk segera punya anak,
"K-kamu beneran mengijinkan aku untuk poligami?" tanya Fatih memastika. Ia benar-benar tidak menyangka jika Wulan bisa secepat itu mengizinkannya untuk menikah lagi dengan wanita lain.Wulan mengangguk, bibirnya tersenyum getir melihat kenyataan menyedihkan di depan mata."Iya, Mas. Bukankah itu yang kamu inginkan?" jawab Wulan sekuat tenaga menahan tangis. Ia berusaha tegar di hadapan pria yang sudah dua tahun menjadi imamnya itu.'Tapi tidak secepat ini Wulan, kamu bahkan tidak berusaha meminta waktu untuk berfikir. Ada apa denganmu? Apa rasa cintamu padaku sudah habis? Atau jangan-jangan ada pria lain di hati kamu?' Batin Fatih menerka-nerka."Baiklah, jika kamu sudah merestui keputusan poligami itu, nanti akan aku sampaikan pada ibu," ucap Fatih menahan sakit di hatinya. Ada serpihan hati yang terluka saat dengan mudahnya Wulan merestuinya untuk menikah lagi dan membagi cintanya dengan yang lain. Bukankah ini di luar dugaan? Fatih pikir, Wulan butuh waktu yang lama untuk memutuska
Sedangkan di klinik Fatih mulai menceritakan semuanya kepada ibu dan juga kakaknya. Mereka tidak menyangka jika Fatih berhasil membujuk Wulan. Senyum kemenangan terukir di bibir keduanya. Mendengar cerita Fatih Bu Ratna dan Sarah menganggap jika rencana mereka telah berhasil.'Aku tidak menyangka jika si benalu itu akhirnya menyerah juga, aku yakin–dia pasti tidak akan mau di ceraikan oleh Fatih, mau tidur dimana dia jika sampai bercerai dengan anakku? Dia kan orang miskin, yatim piatu. Jangankan tempat tinggal, saudara saja tidak punya,' gumam Bu Ratna dalam hati merasa puas."Syukurlah kalau begitu, itu artinya dia sudah ikhlas menerima Eva sebagai madunya," ucap Bu Ratna."Jadi–kapan rencana pernikahanmu dan Eva di gelar?" tanya Sarah pada adik semata wayangnya itu."Secepatnya! Lebih cepat, lebih baik!" Timpal Bu Ratna mendahului."Gimana kalau setelah ibu pulang dari sini? Nanti Mbak yang memberitahu Eva, biar dia menyiapkan dana nya, untuk acaranya kita gelar di rumah saja, gima
Wulan turun dari taxi online yang mengantarnya. Dengan langkah ragu-ragu ia pun mengetuk pintu kontrakan si Mbok."Non Wulan?" ucap si Mbok terkejut melihat majikannya itu berdiri di depan pintu dengan mata yang sembab dan wajah yang pucat."Ya allah, Non. Non Wulan kenapa? Ayo masuk!" ajak si Mbok. Tangannya mengambil alih tas jinjing di tangan Wulan.Wulan pun duduk di kursi, sedangkan Mbok Romlah bergegas pergi ke dapur untuk mengambil minum."Diminum dulu, Non. Biar tenang,""Terima kasih, Mbok,""Si Non kenapa? Kenapa matanya sembab gitu, Non Wulan habis nangis?" tanya wanita berambut setengah putih itu.Wulan terdiam, ia bingung harus mulai dari mana menceritakan masalahnya pada si Mbok."Non Wulan di jahatin Nyonya besar? Atau–dijahati Non Sarah? Jawab Non, jangan diem saja. Si Mbok jadi bingung, si mbok jadi khawatir,"Wulan menggeleng, perlahan ia membuka mulutnya. Dengan bibir bergetar ia pun menceritakan semua masalah yang menimpanya. "Apa?! T-tuan Fatih mau nikah lagi? No
"Pak Gio?!" ucap Wulan terkejut melihat Gio datang mencarinya.Pria itu menatap Wulan, sorot matanya sangat menyeramkan membuat Wulan takut. Dengan susah payah Wulan berusaha menelan salivanya. "Ikut saya!" Seru Gio penuh penekanan. Matanya nyalang menatap Wulan."M-mau kemana, Pak?" jawab Wulan memberanikan diri untuk bertanya.Gio tidak menjawab. Pria itu menarik tangan Wulan berjalan menuju motornya. Kemudian memasangkan helm berwarna merah itu di kepala Wulan."Naik!" Perintahnya. Dengan perasaan takut Wulan pun bergegas menaiki kendaraan roda dua itu. Dengan kasar Gio pun melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Rasa takut, khawatir dan kesal bercampur menjadi satu."Kita mau kemana, Pak?" tanya Wulan. Ia benar-benar takut. Bukannya menjawab Gio justru semakin mempercepat laju motornya.Wajah Wulan terasa sakit tersapu angin yang begitu kencang karena helm yang ia pakai tidak memiliki kaca. Wulan menjerit saat dirinya hampir saja terjatuh. "Saya mohon pelan-pelan bawa motor
Luka di wajahnya saja belum hilang, Gio justru membuat luka baru dengan memukulkan tangannya ke tembok."Argh!!" Gio berteriak seperti orang kesetanan. Beberapa kali ia terus melukai dirinya, dan itu membuat Wulan bingung penuh tanya.Dalam hati sejujurnya Wulan sangat kesal dengan perlakuan Gio padanya. Namun, melihat Gio yang melukai dirinya karena merasa bersalah Wulan jadi iba.'Aku yakin, pasti ada yang tidak beres dengan Pak Gio,' batin Wulan."Stop!" teriak Wulan saat Gio menjedotkan kepalanya ke tembok."Saya mohon berhenti! Tolong hentikan semua ini Pak!" ucap Wulan berjalan menghampiri pria itu.Wulan menutup mulutnya, ia begitu terkejut melihat darah yang mengucur dari pelipis Gio."Astagfirullah," bisik Wulan."Maafkan saya, Wulan! Saya khilaf, saya mabuk!" ucap Gio dengan dada naik turun mengatur nafas yang memburu, ia menatap Wulan penuh penyesalan. Rasa kasihan Wulan terhadap Gio jauh lebih besar dibanding dengan rasa kesalnya pada pria misterius ini. Wulan yakin, Gio
Gio bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju motor."Pak Gio mau kemana?" tanya Wulan menghampiri Gio. "Naiklah! Kita akan pergi dari sini," ucap Gio memasangkan helm di kepala Wulan. Tanpa banyak bicara Wulan pun segera naik ke motor pria itu.Gio menyalakan mesin motor dan memacu kendaraan roda dua itu meninggalkan villa kosong yang barusan mereka singgahi."Kamu sudah makan Wulan?" tanya Gio, matanya menatap Wulan dari kaca spion."Sudah, sebelum berangkat kesini saya sudah makan,""Ya Sudah, berarti tugasmu hanya menemaniku makan saja!" jawab Gio. Ia pun memacu motornya menuju rumah makan terdekat.Sesampainya di rumah makan khas Sunda, Gio pun segera memesan menu yang ia suka. Tak lupa ia pun membelikan cemilan dan es jeruk untuk Wulan."Daripada bengong melihat saya makan, lebih baik kamu Makan kentang goreng itu!" titah Gio. Wulan pun hanya mengangguk mengiyakan kemudian mengambil satu dan memakannya.Gio makan dengan lahap seolah melupakan sakitnya. "Pelan-pelan aja pak,
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.