"Dasar pikun!" ucap Gio. Ia pun kembali ke motornya dengan helm di tangannya."Jangan lupa! Besok jam dua belas siang di tempat biasa!" teriak pria itu kemudian melajukan sepeda motornya melesat kilat meninggalkan kontrakan si Mbok."Siapa pria itu' Wulan?" tanya Fatih penuh penekanan terdengar gemeretak gigi yang saling bersentuhan."I-itu bukan siapa-siapa, Mas" jawab Wulan terbata. Ia bisa dengar dari nada bicaranya jika saat ini suaminya itu sedang marah."Jangan bohong Wulan! Cepat katakan siapa pria yang bersamamu barusan?" teriak Fatih murka. Seandainya saja saat ini Wulan ada di hadapannya, mungkin saja Fatih sudah menghajarnya."Benar mas, itu bukan siapa-siapa, hanya driver ojek online yang mengantarku," jawab Wulan berbohong."Ohya? Sejak kapan kau mulai berani berbohong Wulan? Kau mau menipuku? Cepat katakan, kau sedang berada dimana saat ini? Aku akan menjemputmu sekarang juga!" Pekik Fatih emosi."Aku di restoran, Mas. Aku mau cari makan. Perutku lapar, kau tau kan di ru
"Perkenalkan, saya Eva! Calon istri kedua Mas Fatih," ucap gadis itu mengulurkan tangannya.Wulan yang terkejut hanya bisa mematung tanpa menyambut uluran tangan wanita yang bersama suaminya itu.''Apakah benar dia orangnya, Mas?' tanya Wulan menatap suaminya dengan mata berembun.Fatih mengangguk dan menjawab. ''Iya, Wulan. Ini Eva, wanita yang akan menjadi madumu," Air mata yang berusaha Wulan tahan akhirnya luruh juga, pelupuknya tak mampu lagi untuk menampung kristal bening itu.Dengan cepat Wulan menyapu air matanya dengan tangan. Ia tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan suaminya. Dengan sekuat tenaga Wulan berusaha tegar.'Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah, aku tidak boleh menangis di hadapan mereka berdua,' lirih Wulan dalam hati.Wanita tangguh itu berusaha mengukir senyum di bibirnya, tangannya menyambut uluran tangan calon madunya. Dengan lembut ia menjawab. "Wulan, nama saya Wulan," "Silahkan duduk!" seru Wulan kepada sepasang manusia yang sukses membuat hatinya
"Mas! Kamu liat nih! Nodanya nggak bisa di bersihkan, baju aku jadi kotor deh! Ayo pulang! Aku malu pakai baju kotor kayak gini!" ucap Eva yang baru saja datang dari toilet."Ayo Mas! Ko diem aja sih?" gadis itu memaksa."Kebetulan saya juga mau pulang," ucap Wulan bangkit dari duduknya."Kamu mau pulang ke rumah kan' Wulan? Kita barengan saja pakai mobilku!" ujar Fatih dan langsung di tolak oleh Wulan."Tidak, Mas. Untuk malam ini aku akan menginap di rumah Teh Ucum," jawab Wulan."Teh Ucum temanmu saat bekerja dulu?" tanya pria itu memastikan."Iya Mas, kau juga tau' kan rumahnya?" "Ya sudah, biar aku antar kau kesana!""Tidak perlu, Mas! Kau antar saja calon istrimu pulang, kasihan bajunya kotor, pasti tidak nyaman di pakai," ucap Wulan dan langsung disambut senyuman oleh gadis itu. "Ya udah Mas! Ayo pulang! Lagian Wulan juga sudah mengizinkan, tunggu apa lagi? Ayo Mas!" Ajak Eva. Gadis itu menarik lengan Fatih keluar dari restoran."Kalau begitu Mas pulang dulu, kamu hati-hati d
"Non, si Non ko malah jadi bengong kayak orang kesambet?" Beo si Mbok menggoyang tubuh Wulan."Iya Mbok. Sekarang Wulan jadi ikut curiga, jangan-jangan bener lagi ibu dan mbak Sarah bohongin kita. Soalnya malam sebelum kejadian itu ibu sehat-sehat aja. Bahkan Wulan lihat mbak Sarah dan ibu sedang mencampur sesuatu ke dalam vitamin yang Wulan minum. Eh ... pagi harinya tiba-tiba ibu udah jatuh pingsan di toilet, dan anehnya lagi mbak Sarah malah bawa ibu ke klinik dokter pribadinya bukannya ke rumah sakit besar," jelas Wulan panjang lebar."Non Wulan harus hati-hati, mereka itu licik. Lebih baik Non cari tau aja apakah benar Bu Ratna itu sakit atau cuma pura-pura. Kalau terbukti pura-pura Non Wulan harus membalas mereka, karena mereka sudah jahat, sudah menghancurkan rumah tangga Non Wulan dan Den Fatih," wanita paruh baya itu ikut geram."Besok akan Wulan cari tau, Wulan akan buktikan jika Ibu berbohong. Wulan tidak akan memaafkan mereka," ucap Wulan yakin.Ting!Fatih mengirim pesan
Malam berganti pagi, seperti biasa' Wulan akan membantu si Mbok selepas sholat subuh."Non, kita ke pasar' yu!" ajak Mbok Romlah pada Wulan."Sekarang?""Iya!""Jalan kaki?" tanya Wulan memastikan."Iyalah, Non. Masa naik motor? Memangnya kita punya motor?" jawab si Mbok dan di sambut gelak tawa majikannya."Ya sudah, ayo berangkat," kata Wulan antusias.Hal kecil seperti ini saja sudah bisa membuat Wulan bahagia. Senyum yang kemarin sempat hilang kini telah kembali. Melihat sayuran dan buah-buahan segar hidup Wulan terasa lebih berwarna, sesimpel itu! "Non yakin belanja sebanyak ini?" tanya si Mbok melihat tiga kantong kresek belanja yang dibawa Wulan. Seketika Wulan pun mengangguk yakin."Wulan mau masak banyak hari ini," jawab Wulan tersenyum senang."Nggak usah banyak-banyak, nanti mubazir! Yang makan kan cuma kita berdua," "Yee … kata siapa berdua?""Lha terus??""Bertiga sama Pak Gio. Wulan mau masakin juga buat dia, kasihan Pak Gio' tempat tinggalnya di pelosok, jauh dari man
Semua masakan sudah siap di atas meja, aromanya yang lezat tercium ke seluruh penjuru ruangan.Wulan mengambil ponsel dan berusaha menghubungi Gio. "Ya ampun, kenapa aku bisa lupa untuk menanyakan kenapa ponselnya tak pernah aktif. Kalau kayak gini, gimana caranya aku menghubungi dia? Pesan yang dulu saja masih centang satu, hmm … masa aku harus ke supermarket dulu?""Kenapa Non? Ko kayak orang bingung gitu?" tanya Mbok Romlah."Ini Mbok, Wulan lupa nanya nomor ponsel Pak Gio yang baru, tadinya Wulan mau nelpon' tapi kan nomornya yang dulu tidak aktif," jawab Wulan."Kenapa nggak langsung di anterin saja ke rumahnya? Kan Non Wulan sudah tau rumah Den Gio dimana?" "Bener juga, kenapa nggak aku bawa aja makanan nya ke supermarket. Ya udah Mbok Wulan mau bungkus nasinya dulu," ucap Wulan meninggalkan si Mbok yang garuk-garuk kepala keheranan."Supermarket?? Rumahnya Den Gio di supermarket? … Bukannya di pelosok yang nggak ada sinyal yah? Ko sekarang pindah ke supermarket?" ucap si Mbok
Wulan berusaha mengejar Gio. Namun, mobil mewah itu melaju dengan cepat. Padahal ia belum sempat meminta nomor ponselnya."Sebenarnya siapa pria yang di mobil tadi? Kenapa Pak Gio masuk ke dalam mobilnya? Apa jangan-jangan itu ayahnya?" batin Wulan menerka-nerka. Wanita itu benar-benar penasaran."Wulan!" suara seseorang yang memanggilnya dari arah belakang membuat ia menoleh seketika."Mas Fatih?" ucap Wulan saat melihat suaminya itu berdiri satu meter di belakangnya."Kamu sedang apa disini?" tanya Fatih dengan rahang mengeras."A-aku mau belanja, Mas. Ini baru saja tiba," jawab Wulan berbohong."Ikut aku!" titahnya menarik tangan Wulan masuk ke dalam mobilnya."Lepasin, Mas, sakit!" ucap Wulan. Tanpa peduli Fatih pun mendorong tubuh Wulan masuk ke dalam mobilnya. Seketika terdengar bunyi pintu mobil yang di tutup dengan kencang membuat Wulan terkejut.Pria itu pun masuk dan duduk di kursi kemudi."Mana ponselmu!" teriak Fatih."Maksud kamu apa Mas?""Aku bilang, mana ponselmu! Cepa
Wulan pergi dan berlari menuju ojek pangkalan yang ngetem di depan supermarket. "Cepet jalan, Pak!" ucap Wulan. Motor pun melaju meninggalkan Fatih."Wulan tunggu!" teriak Fatih. Ia kembali masuk ke dalam mobilnya dan berniat mengejar Wulan. Namun, tiba-tiba ponselnya berbunyi."Astaga, Mbak. Ada apa sih?" teriak Fatih kesal saat Sarah menelponnya."Halo Fatih! Kamu kenapa sih marah-marah kayak gitu? Nggak sopan sama Kakak mu seperti itu. Kamu masih dimana? Kenapa lama sekali cuma beli peralatan gitu aja! Ayo cepet balik ke klinik, ibu udah nggak sabar untuk pulang!" "Fatih tidak bisa jemput Mbak, Fatih ada urusan mendadak, Mbak Sarah naik taxi saja,""Apa kamu bilang? Naik taxi? Kamu sudah gila yah Fatih? Kita itu bawa ibu yang sedang sakit, masa harus naik taxi? Bener-bener kamu itu yah. Keterlaluan! Pokoknya Mbak nggak mau tau, jemput kita sekarang juga! Kalau tidak–Mbak pastikan kamu akan menyesal seumur hidup!" ancam Sarah membuat Fatih frustasi. Berulang kali ia memukul stir m