Malam berganti pagi, seperti biasa' Wulan akan membantu si Mbok selepas sholat subuh."Non, kita ke pasar' yu!" ajak Mbok Romlah pada Wulan."Sekarang?""Iya!""Jalan kaki?" tanya Wulan memastikan."Iyalah, Non. Masa naik motor? Memangnya kita punya motor?" jawab si Mbok dan di sambut gelak tawa majikannya."Ya sudah, ayo berangkat," kata Wulan antusias.Hal kecil seperti ini saja sudah bisa membuat Wulan bahagia. Senyum yang kemarin sempat hilang kini telah kembali. Melihat sayuran dan buah-buahan segar hidup Wulan terasa lebih berwarna, sesimpel itu! "Non yakin belanja sebanyak ini?" tanya si Mbok melihat tiga kantong kresek belanja yang dibawa Wulan. Seketika Wulan pun mengangguk yakin."Wulan mau masak banyak hari ini," jawab Wulan tersenyum senang."Nggak usah banyak-banyak, nanti mubazir! Yang makan kan cuma kita berdua," "Yee … kata siapa berdua?""Lha terus??""Bertiga sama Pak Gio. Wulan mau masakin juga buat dia, kasihan Pak Gio' tempat tinggalnya di pelosok, jauh dari man
Semua masakan sudah siap di atas meja, aromanya yang lezat tercium ke seluruh penjuru ruangan.Wulan mengambil ponsel dan berusaha menghubungi Gio. "Ya ampun, kenapa aku bisa lupa untuk menanyakan kenapa ponselnya tak pernah aktif. Kalau kayak gini, gimana caranya aku menghubungi dia? Pesan yang dulu saja masih centang satu, hmm … masa aku harus ke supermarket dulu?""Kenapa Non? Ko kayak orang bingung gitu?" tanya Mbok Romlah."Ini Mbok, Wulan lupa nanya nomor ponsel Pak Gio yang baru, tadinya Wulan mau nelpon' tapi kan nomornya yang dulu tidak aktif," jawab Wulan."Kenapa nggak langsung di anterin saja ke rumahnya? Kan Non Wulan sudah tau rumah Den Gio dimana?" "Bener juga, kenapa nggak aku bawa aja makanan nya ke supermarket. Ya udah Mbok Wulan mau bungkus nasinya dulu," ucap Wulan meninggalkan si Mbok yang garuk-garuk kepala keheranan."Supermarket?? Rumahnya Den Gio di supermarket? … Bukannya di pelosok yang nggak ada sinyal yah? Ko sekarang pindah ke supermarket?" ucap si Mbok
Wulan berusaha mengejar Gio. Namun, mobil mewah itu melaju dengan cepat. Padahal ia belum sempat meminta nomor ponselnya."Sebenarnya siapa pria yang di mobil tadi? Kenapa Pak Gio masuk ke dalam mobilnya? Apa jangan-jangan itu ayahnya?" batin Wulan menerka-nerka. Wanita itu benar-benar penasaran."Wulan!" suara seseorang yang memanggilnya dari arah belakang membuat ia menoleh seketika."Mas Fatih?" ucap Wulan saat melihat suaminya itu berdiri satu meter di belakangnya."Kamu sedang apa disini?" tanya Fatih dengan rahang mengeras."A-aku mau belanja, Mas. Ini baru saja tiba," jawab Wulan berbohong."Ikut aku!" titahnya menarik tangan Wulan masuk ke dalam mobilnya."Lepasin, Mas, sakit!" ucap Wulan. Tanpa peduli Fatih pun mendorong tubuh Wulan masuk ke dalam mobilnya. Seketika terdengar bunyi pintu mobil yang di tutup dengan kencang membuat Wulan terkejut.Pria itu pun masuk dan duduk di kursi kemudi."Mana ponselmu!" teriak Fatih."Maksud kamu apa Mas?""Aku bilang, mana ponselmu! Cepa
Wulan pergi dan berlari menuju ojek pangkalan yang ngetem di depan supermarket. "Cepet jalan, Pak!" ucap Wulan. Motor pun melaju meninggalkan Fatih."Wulan tunggu!" teriak Fatih. Ia kembali masuk ke dalam mobilnya dan berniat mengejar Wulan. Namun, tiba-tiba ponselnya berbunyi."Astaga, Mbak. Ada apa sih?" teriak Fatih kesal saat Sarah menelponnya."Halo Fatih! Kamu kenapa sih marah-marah kayak gitu? Nggak sopan sama Kakak mu seperti itu. Kamu masih dimana? Kenapa lama sekali cuma beli peralatan gitu aja! Ayo cepet balik ke klinik, ibu udah nggak sabar untuk pulang!" "Fatih tidak bisa jemput Mbak, Fatih ada urusan mendadak, Mbak Sarah naik taxi saja,""Apa kamu bilang? Naik taxi? Kamu sudah gila yah Fatih? Kita itu bawa ibu yang sedang sakit, masa harus naik taxi? Bener-bener kamu itu yah. Keterlaluan! Pokoknya Mbak nggak mau tau, jemput kita sekarang juga! Kalau tidak–Mbak pastikan kamu akan menyesal seumur hidup!" ancam Sarah membuat Fatih frustasi. Berulang kali ia memukul stir m
Sebelum pulang ke rumah neraka itu, Wulan akan lebih dulu pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan Dokter Riska."Jika kamu saja bisa menuduhku sekeji itu, maka aku juga bisa melakukan hal yang sama, tunggu saja Mas. Aku pastikan kau akan menyesal setelah ini," batin Wulan. Ia benar-benar sudah terluka dengan sikap suaminya itu. Terlebih setelah melihat video Fatih dan Eva di kamarnya kemarin membuat Wulan semakin membenci suaminya itu."Dia tega menuduhku selingkuh dan menuduh janin yang kukandung sebagai anak hasil selingkuhan ku dengan pria lain. Padahal dia lah yang sebenarnya telah berbuat zina dengan wanita itu! Menjijikan!" ucap Wulan. Matanya terasa panas melihat setiap adegan menjijikan yang dilakukan Fatih dan Eva di kamarnya. ***Wulan masuk ke ruangan Dokter Riska. "Silahkan duduk, Bu Wulan. Sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabar Ibu?" sapa Dokter cantik itu ramah."Alhamdulilah, Dok. Kabar saya baik, Dokter sendiri bagaimana?""Saya juga baik, Bu. Oh iya, apa
"Wulan!" ucap Fatih memeluk istrinya."Maafkan aku, Lan. Aku mohon jangan pernah mengucapkan kata cerai lagi, aku tidak mau kehilangan kamu, Lan. Aku mohon," "Sudah, Mas. Jangan di jalan, malu dilihat orang," ucap Wulan mengurai pelukan suaminya."Aku cemburu, aku tidak ingin ada laki-laki lain di hatimu,""Kita bicarakan di rumah saja, Mas." jawab Wulan. Ia pun berjalan menuju rumahnya.Sesampainya di rumah, mereka berdua pun segera naik ke kamarnya. Seketika bayang-bayang video menjijikan itu kembali teringat di benak Wulan.Mata Wulan menyusuri isi kamar, melihat barang-barang yang tak lagi berada di posisinya, bahkan lemari baju miliknya pun terlihat berantakan. Siapa lagi pelakunya jika buka Eva."Ibu sudah pulang?" tanya Wulan memulai percakapan. Ia sengaja bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa."Sudah, mungkin sekarang sudah tidur," jawab Fatih. "Wulan, berjanjilah tidak akan pernah mengucap kata itu lagi," Wulan mengangguk dan menjawab."Baiklah, Mas. Aku berjanji tidak
"Sarah! Sarah kamu dimana sih? Cepet sini!" teriak bu Ratna memanggil anaknya. Sarah yang saat itu tengah minum pun bergegas keluar dari kamarnya dengan gelas berisi air putih di tangannya."Ada apa si Bu teriak-teriak? Bikin orang tersedak aja!" ucap Sarah menghampiri ibunya."Mana Fatih? Apa dia sudah berangkat?""Sepertinya sudah, Bu. Tuh mobilnya aja nggak ada, berarti sudah berangkat,""Bener- bener yah adikmu itu bisa-bisanya dia lebih memilih pergi bersama si benalu itu dari pada fitting baju sama Eva, kurang ajar! Mana si rentenir itu nelponin ibu terus lagi dari tadi, gawat! Kalau sampai hari ini ibu nggak dapat uangnya, bisa habis ibu dihajar mereka," ucap Bu Ratna panik."Ibu si mainnya sama rentenir! Jadi repot kan sekarang,""Udah kamu nggak usah ngoceh, lebih baik sekarang kamu telepon tuh si Eva. Jelasin ke dia kalau Fatih nggak bisa ikut fitting. Mudah-mudah aja Eva mau ngasih uangnya ke kita," ucap Bu Ratna dan langsung di iya kan oleh Sarah.Sarah pun langsung menghu
"Keluar lo nenek tua! Sebelum gue geledah rumah ini, lebih baik lo cepet keluar!" Bu Ratna semakin ketakutan, ia ketar ketir di dalam kamar. Sedangkan para preman itu terus masuk dan menggeledah setiap ruangan. Dan … Brak!!Pintu kamar bu Ratna di dobrak, wanita itu diseret keluar kamar. Tangannya ditarik paksa, dan wajahnya di cengkram saat preman bertato itu meminta ia segera melunasi hutang-hutangnya."Ampun, ampuni saya, saya mohon jangan siksa saya," ucap bu Ratna memohon."Mana uang yang lo janjikan waktu itu? Cepat bayar!" Teriaknya dengan mata nyalang menatap bu Ratna penuh kekesalan."Saya belum ada uang, saya janji besok saya bayar!""Janji, janji! Terus lo, bayar kagak! Orang-orang seperti lo itu banyak di luaran sana, dan ujung-ujungnya pasti kabur. Lo pikir gue bodoh, hah? Batas waktu yang kita berikan sudah habis, kesabaran gue juga sudah habis, ngerti lo!" ucap preman itu di hadapan bu Ratna."Sita semua barang yang ada di rumah ini!" titah preman bertato itu kepada k