Luka di wajahnya saja belum hilang, Gio justru membuat luka baru dengan memukulkan tangannya ke tembok."Argh!!" Gio berteriak seperti orang kesetanan. Beberapa kali ia terus melukai dirinya, dan itu membuat Wulan bingung penuh tanya.Dalam hati sejujurnya Wulan sangat kesal dengan perlakuan Gio padanya. Namun, melihat Gio yang melukai dirinya karena merasa bersalah Wulan jadi iba.'Aku yakin, pasti ada yang tidak beres dengan Pak Gio,' batin Wulan."Stop!" teriak Wulan saat Gio menjedotkan kepalanya ke tembok."Saya mohon berhenti! Tolong hentikan semua ini Pak!" ucap Wulan berjalan menghampiri pria itu.Wulan menutup mulutnya, ia begitu terkejut melihat darah yang mengucur dari pelipis Gio."Astagfirullah," bisik Wulan."Maafkan saya, Wulan! Saya khilaf, saya mabuk!" ucap Gio dengan dada naik turun mengatur nafas yang memburu, ia menatap Wulan penuh penyesalan. Rasa kasihan Wulan terhadap Gio jauh lebih besar dibanding dengan rasa kesalnya pada pria misterius ini. Wulan yakin, Gio
Gio bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju motor."Pak Gio mau kemana?" tanya Wulan menghampiri Gio. "Naiklah! Kita akan pergi dari sini," ucap Gio memasangkan helm di kepala Wulan. Tanpa banyak bicara Wulan pun segera naik ke motor pria itu.Gio menyalakan mesin motor dan memacu kendaraan roda dua itu meninggalkan villa kosong yang barusan mereka singgahi."Kamu sudah makan Wulan?" tanya Gio, matanya menatap Wulan dari kaca spion."Sudah, sebelum berangkat kesini saya sudah makan,""Ya Sudah, berarti tugasmu hanya menemaniku makan saja!" jawab Gio. Ia pun memacu motornya menuju rumah makan terdekat.Sesampainya di rumah makan khas Sunda, Gio pun segera memesan menu yang ia suka. Tak lupa ia pun membelikan cemilan dan es jeruk untuk Wulan."Daripada bengong melihat saya makan, lebih baik kamu Makan kentang goreng itu!" titah Gio. Wulan pun hanya mengangguk mengiyakan kemudian mengambil satu dan memakannya.Gio makan dengan lahap seolah melupakan sakitnya. "Pelan-pelan aja pak,
"Dasar pikun!" ucap Gio. Ia pun kembali ke motornya dengan helm di tangannya."Jangan lupa! Besok jam dua belas siang di tempat biasa!" teriak pria itu kemudian melajukan sepeda motornya melesat kilat meninggalkan kontrakan si Mbok."Siapa pria itu' Wulan?" tanya Fatih penuh penekanan terdengar gemeretak gigi yang saling bersentuhan."I-itu bukan siapa-siapa, Mas" jawab Wulan terbata. Ia bisa dengar dari nada bicaranya jika saat ini suaminya itu sedang marah."Jangan bohong Wulan! Cepat katakan siapa pria yang bersamamu barusan?" teriak Fatih murka. Seandainya saja saat ini Wulan ada di hadapannya, mungkin saja Fatih sudah menghajarnya."Benar mas, itu bukan siapa-siapa, hanya driver ojek online yang mengantarku," jawab Wulan berbohong."Ohya? Sejak kapan kau mulai berani berbohong Wulan? Kau mau menipuku? Cepat katakan, kau sedang berada dimana saat ini? Aku akan menjemputmu sekarang juga!" Pekik Fatih emosi."Aku di restoran, Mas. Aku mau cari makan. Perutku lapar, kau tau kan di ru
"Perkenalkan, saya Eva! Calon istri kedua Mas Fatih," ucap gadis itu mengulurkan tangannya.Wulan yang terkejut hanya bisa mematung tanpa menyambut uluran tangan wanita yang bersama suaminya itu.''Apakah benar dia orangnya, Mas?' tanya Wulan menatap suaminya dengan mata berembun.Fatih mengangguk dan menjawab. ''Iya, Wulan. Ini Eva, wanita yang akan menjadi madumu," Air mata yang berusaha Wulan tahan akhirnya luruh juga, pelupuknya tak mampu lagi untuk menampung kristal bening itu.Dengan cepat Wulan menyapu air matanya dengan tangan. Ia tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan suaminya. Dengan sekuat tenaga Wulan berusaha tegar.'Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah, aku tidak boleh menangis di hadapan mereka berdua,' lirih Wulan dalam hati.Wanita tangguh itu berusaha mengukir senyum di bibirnya, tangannya menyambut uluran tangan calon madunya. Dengan lembut ia menjawab. "Wulan, nama saya Wulan," "Silahkan duduk!" seru Wulan kepada sepasang manusia yang sukses membuat hatinya
"Mas! Kamu liat nih! Nodanya nggak bisa di bersihkan, baju aku jadi kotor deh! Ayo pulang! Aku malu pakai baju kotor kayak gini!" ucap Eva yang baru saja datang dari toilet."Ayo Mas! Ko diem aja sih?" gadis itu memaksa."Kebetulan saya juga mau pulang," ucap Wulan bangkit dari duduknya."Kamu mau pulang ke rumah kan' Wulan? Kita barengan saja pakai mobilku!" ujar Fatih dan langsung di tolak oleh Wulan."Tidak, Mas. Untuk malam ini aku akan menginap di rumah Teh Ucum," jawab Wulan."Teh Ucum temanmu saat bekerja dulu?" tanya pria itu memastikan."Iya Mas, kau juga tau' kan rumahnya?" "Ya sudah, biar aku antar kau kesana!""Tidak perlu, Mas! Kau antar saja calon istrimu pulang, kasihan bajunya kotor, pasti tidak nyaman di pakai," ucap Wulan dan langsung disambut senyuman oleh gadis itu. "Ya udah Mas! Ayo pulang! Lagian Wulan juga sudah mengizinkan, tunggu apa lagi? Ayo Mas!" Ajak Eva. Gadis itu menarik lengan Fatih keluar dari restoran."Kalau begitu Mas pulang dulu, kamu hati-hati d
"Non, si Non ko malah jadi bengong kayak orang kesambet?" Beo si Mbok menggoyang tubuh Wulan."Iya Mbok. Sekarang Wulan jadi ikut curiga, jangan-jangan bener lagi ibu dan mbak Sarah bohongin kita. Soalnya malam sebelum kejadian itu ibu sehat-sehat aja. Bahkan Wulan lihat mbak Sarah dan ibu sedang mencampur sesuatu ke dalam vitamin yang Wulan minum. Eh ... pagi harinya tiba-tiba ibu udah jatuh pingsan di toilet, dan anehnya lagi mbak Sarah malah bawa ibu ke klinik dokter pribadinya bukannya ke rumah sakit besar," jelas Wulan panjang lebar."Non Wulan harus hati-hati, mereka itu licik. Lebih baik Non cari tau aja apakah benar Bu Ratna itu sakit atau cuma pura-pura. Kalau terbukti pura-pura Non Wulan harus membalas mereka, karena mereka sudah jahat, sudah menghancurkan rumah tangga Non Wulan dan Den Fatih," wanita paruh baya itu ikut geram."Besok akan Wulan cari tau, Wulan akan buktikan jika Ibu berbohong. Wulan tidak akan memaafkan mereka," ucap Wulan yakin.Ting!Fatih mengirim pesan
Malam berganti pagi, seperti biasa' Wulan akan membantu si Mbok selepas sholat subuh."Non, kita ke pasar' yu!" ajak Mbok Romlah pada Wulan."Sekarang?""Iya!""Jalan kaki?" tanya Wulan memastikan."Iyalah, Non. Masa naik motor? Memangnya kita punya motor?" jawab si Mbok dan di sambut gelak tawa majikannya."Ya sudah, ayo berangkat," kata Wulan antusias.Hal kecil seperti ini saja sudah bisa membuat Wulan bahagia. Senyum yang kemarin sempat hilang kini telah kembali. Melihat sayuran dan buah-buahan segar hidup Wulan terasa lebih berwarna, sesimpel itu! "Non yakin belanja sebanyak ini?" tanya si Mbok melihat tiga kantong kresek belanja yang dibawa Wulan. Seketika Wulan pun mengangguk yakin."Wulan mau masak banyak hari ini," jawab Wulan tersenyum senang."Nggak usah banyak-banyak, nanti mubazir! Yang makan kan cuma kita berdua," "Yee … kata siapa berdua?""Lha terus??""Bertiga sama Pak Gio. Wulan mau masakin juga buat dia, kasihan Pak Gio' tempat tinggalnya di pelosok, jauh dari man
Semua masakan sudah siap di atas meja, aromanya yang lezat tercium ke seluruh penjuru ruangan.Wulan mengambil ponsel dan berusaha menghubungi Gio. "Ya ampun, kenapa aku bisa lupa untuk menanyakan kenapa ponselnya tak pernah aktif. Kalau kayak gini, gimana caranya aku menghubungi dia? Pesan yang dulu saja masih centang satu, hmm … masa aku harus ke supermarket dulu?""Kenapa Non? Ko kayak orang bingung gitu?" tanya Mbok Romlah."Ini Mbok, Wulan lupa nanya nomor ponsel Pak Gio yang baru, tadinya Wulan mau nelpon' tapi kan nomornya yang dulu tidak aktif," jawab Wulan."Kenapa nggak langsung di anterin saja ke rumahnya? Kan Non Wulan sudah tau rumah Den Gio dimana?" "Bener juga, kenapa nggak aku bawa aja makanan nya ke supermarket. Ya udah Mbok Wulan mau bungkus nasinya dulu," ucap Wulan meninggalkan si Mbok yang garuk-garuk kepala keheranan."Supermarket?? Rumahnya Den Gio di supermarket? … Bukannya di pelosok yang nggak ada sinyal yah? Ko sekarang pindah ke supermarket?" ucap si Mbok
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.