"Bagaimana kerjanya hari ini, Mas? Lancar?" tanya Wulan pada laki-laki yang tengah berbaring di pangkuannya."Lancar," jawab Fatih singkat."Syukurlah kalau begitu, Mas. Aku lega mendengarnya. Semua produknya terjual habis?" lagi Wulan bertanya."Hmm, bisa gak kita nggak usah ngebahas kerjaan dulu. Mas ingin kita bersantai," sahut Fatih malas. Bagaimana tidak, seharian ini ia hanya sibuk mencari lowongan kerja walaupun hasilnya nihil. Fatih tidak mau terus berbohong pada istrinya."Baiklah," ucap Wulan mengelus pucuk kepala suaminya itu.Ting!Notifikasi di ponsel Wulan membuyarkan moment romantis mereka berdua.Fatih membuang nafas kasar, dengan kesal ia pun melepaskan pelukannya. Dan membiarkan istrinya itu mengambil ponsel yang ditaruh di atas bantal.[Bagaimana bajunya? Sudah kamu cuci kan?] Isi pesan singkat yang dikirim oleh Gio. Tak ingin membuang waktu, Wulan pun segera membalasnya singkat.[Sudah] send.[Sudah kamu pastikan semua nodanya hilang' kan?] Wulan menarik nafas panj
Wulan terjatuh di lantai dapur yang licin. Kepala belakangnya terasa berat karena benturan yang keras.Wulan meringis kesakitan, ia berusaha bangkit. Namun, agak sulit karena tulang ekornya pun terasa ngilu.'Aneh, siapa yang menuang pembersih lantai sebanyak ini?' Batin Wulan. Ia mencoba memanggil Ibu mertuanya, tapi sama sekali tidak dihiraukan.Hampir lima belas menit Wulan tergeletak di lantai, hingga akhirnya ia pun berusaha untuk duduk setelah rasa pusingnya sedikit berkurang.Lantas Wulan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, ia harus segera ganti baju dan mencari air hangat untuk mengompres kepala belakangnya yang masih terasa sakit. Dengan hati-hati Wulan menaiki anak tangga menuju kamarnya, ia berniat untuk menghubungi suaminya. Namun, niatnya itu ia urungkan, Wulan takut akan membuat Fatih cemas dan mengganggu pekerjaannya."Astaga, kemana si benalu itu? Apa dia sudah siuman?" ucap Bu Ratna saat melihat Wulan sudah tidak tergeletak di tempatnya terjatuh."Dia itu manu
Wulan berlari menghampiri Gio yang sudah duduk menunggunya. Wajahnya yang menyeramkan membuat Wulan takut. "Kamu tau ini jam berapa?" tanya Gio. Matanya menatap tajam lawan bicaranya."Maaf, Pak. Saya telat, saya ada urusan. Tapi saya janji, saya tidak akan telat lagi," jawab Wulan berusaha menjelaskan."Bukankah saya sudah peringatkan agar kamu tidak sampai telat? Ini sudah hampir jam satu! Itu tandanya kamu sudah membuat saya menunggu satu jam, kamu tau' kan, waktu saya itu sangat berharga?""Iya, Pak. Saya tau' saya bener-bener minta maaf. Saya tidak berniat untuk membuat Pak Gio menunggu," 'Ah, sial! wajah itu. Lagi-lagi ia membuatku gemas!'"Kamu tau konsekuensinya kalau telat' kan?" tanya Gio. Wulan pun mengangguk pasrah."So' hutangmu bertambah! Itu artinya masa kerjamu juga akan bertambah," tegas Gio tak mau dibantah."Tapi, Pak. Bapak bisa gitu dong, tidak bisa seenaknya. Peraturan itu kan tidak tertulis di dalam surat perjanjian kita, mana bisa Bapak seenaknya sama saya,"
Tangan kiri Gio memegang tangan Wulan yang melingkar di pinggangnya. Ia berharap ini bukanlah mimpi. Jika pun ini mimpi' ia ingin tidur selamanya agar mimpi ini tidak berakhir.Ia menghentikan motornya di sebuah rumah kos yang padat penghuni."Turun! Kita sudah sampai!" ucap Gio pada wanita yang masih menenggelamkan wajahnya dan memeluknya dengan erat itu.Wulan segera melepaskan pelukannya dan turun dari motor dengan wajah bingung."Kita dimana ini?" tanya Wulan. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling area kosan."Ini tempat tinggal saya! Ayo masuk!" ucap Gio mengajak Wulan. Pria itu pun lantas membuka kunci dan membawa masuk kresek belanjaannya. Sedangkan Wulan masih mematung tak percaya.Bagaimana mungkin seorang bos dengan investor miliaran hanya tinggal di sebuah kosan yang kecil dan padat penghuni."Kenapa bengong disana? Ayo masuk!" Suara Gio membangunkan lamunan Wulan.'Fix! Aku ditipu, dia bukan bos. Pria ini bukan pemilik perusahaan yang sahamnya miliaran, dia pasti nipu aku
"Ojeknya kemana sih? Ko nggak muncul-muncul? Mana nggak ada sinyal lagi' jadi nggak bisa order ojol. Hiih, nyebelin banget sih!" celoteh Wulan kesal."Maaf, Bu. Mau tanya, disini pangkalan ojek di sebelah mana ya?" tanya Wulan pada ibu-ibu yang sedang menyuapi anaknya di teras."Disini nggak ada pangkalan ojek, Neng. Adanya angkot, tapi jauh di depan sana. Satu kilo lagi lah kurang lebih," jawab Ibu itu membuat Wulan terkejut.'Ya Tuhan, bagaimana ini? Masa aku harus jalan kaki satu kilo meter untuk bisa naik angkot?' "Ya udah, Bu' makasih ya," ucap Wulan. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya pelan."Gimana? Masih kuat jalan?" tanya Gio mengejek. Wulan melengos membuang mukanya yang terlihat pucat. Ia enggan untuk menjawab."Cepet naik! Saya antar kamu pulang!" "Udah nggak usah gengsi, ayo naik! Nanti kulit putihmu gosong kalau lama-lama dibawah sinar matahari," tutur Gio tersenyum pada Wulan.Tidak ada pilihan lain bagi Wulan selain naik ke motor bosnya itu. Ia tidak mungkin jala
Gegas Gio berlari masuk ke dalam rumah minimalis itu. Ia melihat Wulan tergeletak tak jauh dari pintu. Disampingnya si Mbok duduk merangkul Wulan."Non, bangun Non. Non Wulan kenapa?" tanya si Mbok khawatir. "Wulan kenapa, Bu?" tanya Gio. "Nggak tau, Den. Pas si Mbok liat Non Wulan sudah tergeletak di lantai," 'Non? Kenapa ibunya Wulan memanggil Wulan Non? Terus–kenapa dia menyebut dirinya si Mbok? Aneh,' batin Gio bertanya-tanya."Ya sudah kita pindahin aja dulu' Bu. Mau dipindahin kemana?" "Ke kamar saja, Den," jawab si Mbok. Gio pun segera mengangkat tubuh Wulan dan memindahkannya ke kamar."Badan Non Wulan panas," ucap si Mbok cemas. Ia pun bergegas ke dapur untuk mengambil kompres air panas."Sebaiknya segera dibawa ke dokter saja, Bu. Biar kita tau Wulan kenapa,""Tapi rumah sakitnya jauh, Den," jawab si Mbok."Oh iya, kita panggil mantri saja ya' Den. Kalau nggak salah di depan sana ada mantri," "Ya udah, Bu. Lebih baik segera di panggil aja," "Kalau gitu' si Mbok panggil
Wulan kembali masuk ke dalam kontrakan, ia menyandarkan tubuhnya di atas kursi. Jika kondisinya lemas seperti ini bagaimana caranya ia bisa pulang? Wulan benar-benar bingung saat ini. 'Apa ini efek jatuh tadi pagi?' Batin Wulan memegang bagian kepala belakangnya yang terasa sakit.''Ah, sepertinya iya. Karena tidak biasanya aku seperti ini. Aku harus lihat, apa saja yang mereka lakukan di dalam rumah selama aku tidak ada,'' ucap Wulan. Ia pun mengambil ponselnya dan hendak melihat rekaman CCTV. Namun, panggilan dari Fatih sudah lebih dulu masuk ke ponselnya. Dengan cepat ia pun mengusap tombol jawab di layar, Wulan tidak ingin suaminya yang posesif itu marah."Assalamualaikum, Mas" ucap Wulan saat panggilan tersambung."Waalaikumsalam, Wulan. Kamu dimana? Kenapa suaranya lemes banget? Kenapa jam segini belum pulang ke rumah? Kamu baik-baik saja kan?" ucap Fatih memberondong istrinya dengan banyak pertanyaan."Aku baik-baik saja, Mas. Hanya saja tadi sedikit pusing, mungkin karena ak
***Di kediaman si Mbok."Mbok," panggil Wulan."Lho, Non Wulan? Ko sudah bangun? Ini kan masih subuh Non," ucap si Mbok saat Wulan menghampirinya di dapur."Iya, Wulan mau sholat subuh. Si Mbok punya mukena?""Ada, Non. Sebentar Mbok ambilkan," ucapnya. Ia pun masuk ke dalam kamarnya dan kembali dengan mukena berwarna cream di tangannya."Ini Non mukenanya," Wulan pun langsung mengambil mukena yang diberikan si Mbok. Lantas ia pun bergegas untuk wudhu dan sholat subuh.Selesai sholat' Wulan pun kembali ke dapur. Ia berniat untuk membantu si Mbok memasak."Tidak usah Non, biar si Mbok saja. Non Wulan istirahat saja, biar si Mbok yang masak,""Nggak apa-apa Mbok, biar Wulan bantuin. Wulan juga bingung mau ngapain jam segini, mau keluar juga masih gelap," "Mungkin karena mendung Non, makanya jam segini masih gelap. Padahal biasanya jam lima orang-orang udah pada rame pergi ke pasar," "Oh ya? Pasarnya di sebelah mana Mbok?" tanya Wulan antusias."Katanya di seberang masjid Non. Si Mbok
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.