Dring dring ....
"Ya?""Dhan, bisakah kita bertemu besok siang? Aku ingin melihat restoranmu, sekalian makan siang.""Oh, tentu saja."...Hari itu perasaan Ariel mulai membaik dan ia ingin keluar rumah dan melihat suasana kota. Ia tak banyak teman di sana karena apalagi semuanya sudah berkeluarga, Ariel tak enak mengganggu mereka. Dan entah mengapa ia ingin bertemu dengan Dhani dan sekedar mengobrol hal yang ringan."Hai," Dhani menghampiri Ariel dan duduk di hadapan wanita yang kini tengah menikmati makan siangnya di sana. "Bagaimana dengan steak-nya?""Ini enak," jawab Ariel, "aku suka saos jamurnya, texturenya creamy dan sangat enak.""Kau tidak ingin bertemu chef-nya?""Boleh."Dhani menepuk dadanya dan itu membuat Ariel tertawa."Serius? Aku baru tahu kalau kau bisa memasak," kata Ariel tak menyangka."Ya, aku juga belajar memasak saat kuliah di New York, aku bekerja paruh waktu di restoran sana dan akhirnya menjadi chef.""Bakat terpendam ya, ternyata.""Ya.""Um ... seru juga. Kapan-kapan aku mau belajar memasak darimu.""Tentu saja boleh asalkan suamimu mengijinkannya."Suami? Tiba-tiba Ariel tampak murung tapi ia mengalihkan suasana hatinya yang buruk dengan melahap masakan Dhani.Dhani memandang prihatin ke arah Ariel. "Apa ... kau ada masalah dengan suamimu?"Ariel menaruh sendoknya sambil menghela napas. "Sebenarnya ... aku merasa tidak bahagia dengan pernikahanku," ucap Ariel apa adanya.Dhani menatap serius Ariel. "Kau bisa menceritakan masalahmu, aku siap mendengarkannya."Tiba-tiba Ariel menangis sesenggukan dan susah memulai cerita. Sedangkan Dhani mencoba menenangkan Ariel dengan mengusap-ngusap bahu wanita itu."Kau bisa mempercayaiku ....""Dia mengambil Reyna, Dhan .... aku tidak masalah jika dia memukulku atau menghinaku tapi kenapa dia memisahkanku dengan anakku sendiri."Dhani terdiam. Diam sebenarnya tak begitu paham dengan maksud Ariel namun ia tahu bahwa Ariel saat ini sedang terguncang karena terpisah dari anaknya."Aku tahu rasanya sakit terpisah dari anak sendiri, Riel ...."Ariel lalu memeluk Dhani dan Dhani mengelus rambut Ariel agar wanita itu lebih tenang. Hampir sejam berlalu dan Ariel hendak pamit dari sana."Kau bawa mobil?"Ariel menggeleng. Mobil pemberian Richard telah ditarik oleh pemiliknya."Kalau.begitu biar aku antar."Ariel mengangguk sembari tersenyum lemvut sebagai jawaban pada Dhani lalu mereka keluar dari restoran.Mereka pun bergegas menuju ke parkiran dan menaiki mobil Dhani. Sepanjang jalan mereka hanya terdiam tanpa ada lagu yang biasa Dhani putar, Ariel sendiri hanya termangu sambil menatap ke arah jendela. Tiba-tiba hujan turun begitu deras namun Dhani terus melajukan mobilnya.Yang terdengar hanyalah suara rintihan air hujan yang menghantam bumi seolah membuat semakin pilu hati wanita cantik yang duduk di samping Dhani."Stop Dhan!" ujar Ariel tiba-tiba."Loh, inikah belum sampai rumahmu. Lagipula, hujan belum reda.""Berhenti di sini saja ...."Dhani pun mengiyakan permintaan Ariel dan segera menepikan mobilnya.Beberapa saat Ariel diam menunduk. Entah apa yang dipikirkan wanita itu lalu ia menoleh ke arah Dhani."Dhani ... apa saat malam itu kau masih berstatus suami orang?" tanyanya.Dhani menoleh ke arah Ariel, tak menyangka pertanyaan itu keluar dari mulutnya lagi. "Kau ingin tahu?""Sejujurnya ... ya ...."Dhani tersenyum pada Ariel. "Tidak, aku sudah bercerai saat itu," jawabnya, "lebih tepatnya baru bercerai.""Kau tidak bohong?""Aku bohong pun tak asa untungnya untukmu."Ariel tersenyum. "Ya, kau benar."Mereka terdiam lagi lalu Ariel menoleh ke arah Dhani yang ternyata tengah menatapnya. Entah bak terhipnotis, Ariel tiba-tiba memajukan tubuhnya ke arah Dhani, menangkup pipi pria itu dan menariknya sehingga bibir mereka saling bertemu.Sementara Dhani tercengang akan sikap Ariel yang begitu tiba-tiba. Sejenak tubuhnya hanya bisa bergeming di sana, membiarkan bibir sintal wanita itu terus menggoda bibirnya seakan memaksanya saling bergumul.Semakin lama ciuman itu semakin liar dan membuat Dhani sedikit membuka mulutnya, membiarkan bibir wanita itu terus menjelajahi bibirnya di sana."Umhh ...." Ariel melepaskan ciumannya sambil mendesah. Mereka saling berpandangan satu sama lain dengan napas terengah-engah. Lipstik yang tadinya rapi di bibir Ariel kini berantakan di sekitar bibirnya.Kali ini mereka saling berinisiatif. Dhani menarik tubuh Ariel hingga wanita itu berada di pangkuannya. Ariel melingkarkan lengannya ke leher Dhani dan kembali kedua bibir itu saling bergumul dengan liar.Kini bukan hanya bibir mereka yang saling memagut namun tangan nakal Dhani turut neraba bagian sensitif pada tubuh Ariel. Mengabsen area terlarang baginya dan membakar birahi wanita itu.Yang terdengar hanyalah suara isapan dan kecupan-kecupan mesra seolah-olah mereka saling menyesap bibir dan liur satu sama lain. Saling beradu dengan suara rintihan hujan yang semakin membuat larut dalam keintiman. Hingga mereka melupakan segala status di antara mereka....Sejak kejadian kemarin, Dhani terus memikirkan Ariel dan bagaimana ciuman panas yang mereka lakukan hingga hujan reda. Dhani tahu itu adalah kesahalan besar karena bagaimanapun Ariel masih status istri seorang pria lain."Bodoh!" Dhani mengumpat pada dirinya sendiri.Ia lalu meraih handphone-nya dan mencoba menghubungi Ariel namun wanita itu tak menjawab panggilan telepon Dhani. Segera Dhani mengirim pesan chat."Maaf atas kejadian kemarin, kuharap di antara kita tidak ada apa-apa."Dhani duduk sebentar, berharap chat-nya segera dibalas oleh Ariel. Namun, wanita itu tak kunjung membalas chatnya.Beberapa hari telah berlalu sejak pertemuan terakhir Ariel dan Dhani, selama itu pula Ariel mencoba tak memedulikan chat dan panggilan telepon dari pria itu. Entah malu atau bagaimana tapi Ariel merasa ada sesuatu yang salah yang telah ia lakukan dan ia merasa berdosa. Ariel menjadi lebih banyak diam dan menghabiskan waktunya di kamar. Tapi, satu yang menyiksa Ariel. Dia pun merasa sangat kesepian sejak Reyna dibawa oleh Richard. Kemudian ia memiliki ide. Bagaimana kalau ia berusaha menghibur dirinya sendiri? Ya. Mungkin dengan bersenang-senang di kelab malam. Ariel pun mulai bersiap-siap dan pergi menuju kelab malam dengan menggunakan mobilnya sendiri. Namun, sesampainya di sana, ia hanya duduk di bar dan memesan vodka. Awalnya, ia berencana untuk ikut menari bersama pengunjung lainnya. Musik disk jockey terdengar menggelegar namun ternyata Ariel tak punya nyali untuk menari di sana dan itu bukan style-nya.Ariel minum sendiri, wajahnya tampak murung memikirkan hidup yang ia jalani
Sinar matahari yang cerah dan hangat masuk melalui celah antara dua gorden, menyentuh tepat di wajah Ariel. Wanita itu menggeliat sebentar lalu berbalik ke samping. Keningnya mengernyit tajam saat tangannya menyentuh dada bidang seseorang. Segera Ariel membuka matanya yang indah. Alangkah terkejutnya ia saat melihat sosok Dhani yang tampak tertidur pulas di sampingnya, tanpa mengenakan pakaian.Ariel langsung terbangun, ia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Dan ia lebih terkejut lagi saat mengingat bahwa ia telah menghabiskan malam yang panas dengan Dhani. "Astaga ... apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya merasa salah. Ia langsung turun dari ranjang, mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai dan mengenakannya secara hati-hati agar Dhani tak terbangun dan mendapatinya telah bersamanya. Jujur, Ariel sangat malu dengan apa yang telah terjadi semalam. Ia lalu berjalan mengendap-ngendap menuju pintu dan segera meninggalkan kamar itu. . ..Ariel menghela napas panj
Ariel merenung, tubuhnya terasa lemah malam itu. Entah mengapa di pikirannya hanya ada Dhani bahkan saat ia sebentar lagi akan menghabiskan malam pertama dengan suaminya, Richard. Mungkinkah setelah bercinta ia malah lebih merindukan Dhani. Tapi, ia sudah menjadi istri seseorang, seharusnya dengan kejadian kemarin ia sudah menuntaskan segala urusannya dengan Dhani. Dan malam ini ia harus bercinta dengan Richard. Memikirkannya saja sudah terasa berat apalagi melakukannya, bisakah ia bergairah bersama Richard sama halnya saat bercinta dengan Dhani? Ariel tersentak dari pikirannya begitu mendengar seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan Richard dengan canggung masuk ke dalam kamar itu. Entah mengapa kali ini Ariel merasa takut padahal Richard bukanlah orang yang baru ia kenal. Richard duduk di samping Ariel dan mulai menggenggam tangan Ariel. Ia bisa merasakan tangan Ariel mulai berkeringat dingin. "Kau takut?" tanya Richard sambil menatap Ariel. Ariel mengangguk. "Lumayan ...." "
Dhani berjalan menuju ke teman-temannya dan mereka saling menyentuhkan samping lengan mereka dan Ariel bisa merasakan tubuhnya terasa kaku dan ia bergeming melihat pria itu semakin mendekat. “Wah, sudah duda kau ya?” “Itu sudah lama, Sob,” ucap Dhani. “Eh, ini Ariel. Kalian kan pernah dekat sampai disangka pacaran.” Dhani langsung menoleh kea rah Ariel. Sementara Ariel tampak tak siap dengan pertemuan ini namun Dhani yang begitu melihat Ariel langsung tersenyum pada wanita itu. “Hei, Ariel … bagaimana kabarmu?” “Baik,” sahut Ariel datar. Dhani tertawa kecil padanya. “Kau sepertinya tidak berubah, ya?” “Iya, kau juga.” Dhani lalu duduk di tengah-tengah para pria. Mereka semua asyik bernostalgia dan membicarakan keluarga dan anak mereka. Sesekali Ariel melirik ke arah Dhani namun pria itu sedang mendengar teman-temannya mengobrol dan sesekali tertawa. “Ariel, bagaimana denganmu? Anakmu sekarang umur berapa?” tanya seseorang. “Lima tahun.” Mendengar itu Dhani langsung menole
Ariel menatap si mungil Reyna sembari menghela napasnya. Anaknya yang telah menolongnya dari hasrat Richard, suaminya sendiri. Ariel jongkok dan menatap wajah Reyna yang tampak memohon ingin bersamanya. "Reyna takut tidur sendiri, kah?" tanyanya pada si gadis mungil itu.Reyna mengangguk. "Reyna, kau sudah besar!" tiba-tiba Richard menyergah dari dalam dan membuat Ariel dan Reyna terperanjat. Pria itu berjalan menuju pintu, menatap wajah anaknha dengan tatapan tajam. "Kau terus meminta ditemani tidur sama mamamu. Kau sudah besar dan kau harus berani! Lawan rasa takutmu itu!" Mata Reyna memerah dan ketakutan melihat ayahnya yang begitu tegas, ia tampak menahan tangis atas kemarahan ayahnya. "Sudah Richard ... akhir-akhir ini Reyna memang sering mimpi buruk," terang Ariel berusaha membela putrinya. "Kau ini, selalu saja memanjakannya!" balas Richard. "Aku bukan memanjakannya tapi aku tidak mau Reyna merasa kesepian." Ariel lalu jongkok dan memeluk Reyna yang ketakutan karena ula
Lagi-lagi Ariel tampak merenung memikirkan Dhani. Pria yang dulu sangat ia idamkan sekaligus pria pertama yang ia persembahkan kehormatannya. Ariel merasa gamang, apakah saat malam itu Dhani membohonginya mungkin karena ingin sekedar menginginkan tubuhnya saja. "Ah, sudahlah ...." Ariel memilih tak ingin memikirkannya lagi. Itu sudah menjadi masa lalu dan bukankah saat itu Ariel sendiri yang menawarkan tubuhnya pada Dhani sebelum hari pernikahannya dengan Richard.Tiba-tiba Ariel tersentak saat handphone-nya berdering. Di layar handphone-nya terpampang nama Miss Laura, wali kelas Reyna. Ariel pun segera mengangkat panggilan telepon dari Miss Laura. "Ya, Miss?" sapa Ariel, "ada apa?""Ibu Ariel bisakah Ibu segera datang ke sekolah sekarang?" Ariel merasa aneh, tidak biasanya Miss Laura memintanya untuk ke sekolah secara tiba-tiba. Tiba-tiba ia merasa khawatir pada buah hatinya di sana. "Ada apa ya, Miss? Reyna baik-baik saja, kan?" "Reyna baik-baik saja, hanya saja ... sebaiknya
Sinar matahari yang cerah dan hangat masuk melalui celah antara dua gorden, menyentuh tepat di wajah Ariel. Wanita itu menggeliat sebentar lalu berbalik ke samping. Keningnya mengernyit tajam saat tangannya menyentuh dada bidang seseorang. Segera Ariel membuka matanya yang indah. Alangkah terkejutnya ia saat melihat sosok Dhani yang tampak tertidur pulas di sampingnya, tanpa mengenakan pakaian.Ariel langsung terbangun, ia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Dan ia lebih terkejut lagi saat mengingat bahwa ia telah menghabiskan malam yang panas dengan Dhani. "Astaga ... apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya merasa salah. Ia langsung turun dari ranjang, mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai dan mengenakannya secara hati-hati agar Dhani tak terbangun dan mendapatinya telah bersamanya. Jujur, Ariel sangat malu dengan apa yang telah terjadi semalam. Ia lalu berjalan mengendap-ngendap menuju pintu dan segera meninggalkan kamar itu. . ..Ariel menghela napas panj
Beberapa hari telah berlalu sejak pertemuan terakhir Ariel dan Dhani, selama itu pula Ariel mencoba tak memedulikan chat dan panggilan telepon dari pria itu. Entah malu atau bagaimana tapi Ariel merasa ada sesuatu yang salah yang telah ia lakukan dan ia merasa berdosa. Ariel menjadi lebih banyak diam dan menghabiskan waktunya di kamar. Tapi, satu yang menyiksa Ariel. Dia pun merasa sangat kesepian sejak Reyna dibawa oleh Richard. Kemudian ia memiliki ide. Bagaimana kalau ia berusaha menghibur dirinya sendiri? Ya. Mungkin dengan bersenang-senang di kelab malam. Ariel pun mulai bersiap-siap dan pergi menuju kelab malam dengan menggunakan mobilnya sendiri. Namun, sesampainya di sana, ia hanya duduk di bar dan memesan vodka. Awalnya, ia berencana untuk ikut menari bersama pengunjung lainnya. Musik disk jockey terdengar menggelegar namun ternyata Ariel tak punya nyali untuk menari di sana dan itu bukan style-nya.Ariel minum sendiri, wajahnya tampak murung memikirkan hidup yang ia jalani
Dring dring .... "Ya?" "Dhan, bisakah kita bertemu besok siang? Aku ingin melihat restoranmu, sekalian makan siang." "Oh, tentu saja." ...Hari itu perasaan Ariel mulai membaik dan ia ingin keluar rumah dan melihat suasana kota. Ia tak banyak teman di sana karena apalagi semuanya sudah berkeluarga, Ariel tak enak mengganggu mereka. Dan entah mengapa ia ingin bertemu dengan Dhani dan sekedar mengobrol hal yang ringan. "Hai," Dhani menghampiri Ariel dan duduk di hadapan wanita yang kini tengah menikmati makan siangnya di sana. "Bagaimana dengan steak-nya?" "Ini enak," jawab Ariel, "aku suka saos jamurnya, texturenya creamy dan sangat enak." "Kau tidak ingin bertemu chef-nya?" "Boleh." Dhani menepuk dadanya dan itu membuat Ariel tertawa. "Serius? Aku baru tahu kalau kau bisa memasak," kata Ariel tak menyangka. "Ya, aku juga belajar memasak saat kuliah di New York, aku bekerja paruh waktu di restoran sana dan akhirnya menjadi chef." "Bakat terpendam ya, ternyata." "Ya." "U
Lagi-lagi Ariel tampak merenung memikirkan Dhani. Pria yang dulu sangat ia idamkan sekaligus pria pertama yang ia persembahkan kehormatannya. Ariel merasa gamang, apakah saat malam itu Dhani membohonginya mungkin karena ingin sekedar menginginkan tubuhnya saja. "Ah, sudahlah ...." Ariel memilih tak ingin memikirkannya lagi. Itu sudah menjadi masa lalu dan bukankah saat itu Ariel sendiri yang menawarkan tubuhnya pada Dhani sebelum hari pernikahannya dengan Richard.Tiba-tiba Ariel tersentak saat handphone-nya berdering. Di layar handphone-nya terpampang nama Miss Laura, wali kelas Reyna. Ariel pun segera mengangkat panggilan telepon dari Miss Laura. "Ya, Miss?" sapa Ariel, "ada apa?""Ibu Ariel bisakah Ibu segera datang ke sekolah sekarang?" Ariel merasa aneh, tidak biasanya Miss Laura memintanya untuk ke sekolah secara tiba-tiba. Tiba-tiba ia merasa khawatir pada buah hatinya di sana. "Ada apa ya, Miss? Reyna baik-baik saja, kan?" "Reyna baik-baik saja, hanya saja ... sebaiknya
Ariel menatap si mungil Reyna sembari menghela napasnya. Anaknya yang telah menolongnya dari hasrat Richard, suaminya sendiri. Ariel jongkok dan menatap wajah Reyna yang tampak memohon ingin bersamanya. "Reyna takut tidur sendiri, kah?" tanyanya pada si gadis mungil itu.Reyna mengangguk. "Reyna, kau sudah besar!" tiba-tiba Richard menyergah dari dalam dan membuat Ariel dan Reyna terperanjat. Pria itu berjalan menuju pintu, menatap wajah anaknha dengan tatapan tajam. "Kau terus meminta ditemani tidur sama mamamu. Kau sudah besar dan kau harus berani! Lawan rasa takutmu itu!" Mata Reyna memerah dan ketakutan melihat ayahnya yang begitu tegas, ia tampak menahan tangis atas kemarahan ayahnya. "Sudah Richard ... akhir-akhir ini Reyna memang sering mimpi buruk," terang Ariel berusaha membela putrinya. "Kau ini, selalu saja memanjakannya!" balas Richard. "Aku bukan memanjakannya tapi aku tidak mau Reyna merasa kesepian." Ariel lalu jongkok dan memeluk Reyna yang ketakutan karena ula
Dhani berjalan menuju ke teman-temannya dan mereka saling menyentuhkan samping lengan mereka dan Ariel bisa merasakan tubuhnya terasa kaku dan ia bergeming melihat pria itu semakin mendekat. “Wah, sudah duda kau ya?” “Itu sudah lama, Sob,” ucap Dhani. “Eh, ini Ariel. Kalian kan pernah dekat sampai disangka pacaran.” Dhani langsung menoleh kea rah Ariel. Sementara Ariel tampak tak siap dengan pertemuan ini namun Dhani yang begitu melihat Ariel langsung tersenyum pada wanita itu. “Hei, Ariel … bagaimana kabarmu?” “Baik,” sahut Ariel datar. Dhani tertawa kecil padanya. “Kau sepertinya tidak berubah, ya?” “Iya, kau juga.” Dhani lalu duduk di tengah-tengah para pria. Mereka semua asyik bernostalgia dan membicarakan keluarga dan anak mereka. Sesekali Ariel melirik ke arah Dhani namun pria itu sedang mendengar teman-temannya mengobrol dan sesekali tertawa. “Ariel, bagaimana denganmu? Anakmu sekarang umur berapa?” tanya seseorang. “Lima tahun.” Mendengar itu Dhani langsung menole
Ariel merenung, tubuhnya terasa lemah malam itu. Entah mengapa di pikirannya hanya ada Dhani bahkan saat ia sebentar lagi akan menghabiskan malam pertama dengan suaminya, Richard. Mungkinkah setelah bercinta ia malah lebih merindukan Dhani. Tapi, ia sudah menjadi istri seseorang, seharusnya dengan kejadian kemarin ia sudah menuntaskan segala urusannya dengan Dhani. Dan malam ini ia harus bercinta dengan Richard. Memikirkannya saja sudah terasa berat apalagi melakukannya, bisakah ia bergairah bersama Richard sama halnya saat bercinta dengan Dhani? Ariel tersentak dari pikirannya begitu mendengar seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan Richard dengan canggung masuk ke dalam kamar itu. Entah mengapa kali ini Ariel merasa takut padahal Richard bukanlah orang yang baru ia kenal. Richard duduk di samping Ariel dan mulai menggenggam tangan Ariel. Ia bisa merasakan tangan Ariel mulai berkeringat dingin. "Kau takut?" tanya Richard sambil menatap Ariel. Ariel mengangguk. "Lumayan ...." "