Ariel merenung, tubuhnya terasa lemah malam itu. Entah mengapa di pikirannya hanya ada Dhani bahkan saat ia sebentar lagi akan menghabiskan malam pertama dengan suaminya, Richard.
Mungkinkah setelah bercinta ia malah lebih merindukan Dhani. Tapi, ia sudah menjadi istri seseorang, seharusnya dengan kejadian kemarin ia sudah menuntaskan segala urusannya dengan Dhani.Dan malam ini ia harus bercinta dengan Richard. Memikirkannya saja sudah terasa berat apalagi melakukannya, bisakah ia bergairah bersama Richard sama halnya saat bercinta dengan Dhani?Ariel tersentak dari pikirannya begitu mendengar seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan Richard dengan canggung masuk ke dalam kamar itu. Entah mengapa kali ini Ariel merasa takut padahal Richard bukanlah orang yang baru ia kenal.Richard duduk di samping Ariel dan mulai menggenggam tangan Ariel. Ia bisa merasakan tangan Ariel mulai berkeringat dingin."Kau takut?" tanya Richard sambil menatap Ariel.Ariel mengangguk. "Lumayan ....""Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu."Ariel terdiam. Entah mengapa ia merasa tak enak pada Richard ketika mendengar bahwa pria itu tak akan menyakitinya sementara ia sudah pasti akan membuat pria itu kecewa."Ariel ... terima kasih, ya," Richard menatap Ariel begitu dalam."Atas apa?" Ariel malah tampak bingung."Karena kau sudah menerimaku sebagai suamimu dan akan menyerahkan segalanya untukku.," Richard lalu mengecup tangan Ariel, "aku janji aku akan setia dan selalu memprioritaskanmu."Ariel terenyuh dan merasa bersalah mendengar ucapan Richard. Tapi, bagaimana pun ia sudah menyerahkan kehormatannya pada Dhani. Walaupun awalnya ia tak peduli pada Richard, Ariel merasa ini tak adil untuknya.Richard lalu memeluk Ariel dan menghirup wangi rambut wanita yang kini menjadi istrinya. Richard mulai mencumbu kening Ariel, pipi dan lehernya. Namun ia berhenti saat melihat bagian leher yang tertutupi rambut Ariel, ada banyak bekas merah di sana."Ini, apa Riel?" mendadak Richard kehilangan hasrat. Tanda merah itu ternyata lebih membuatnya penasaran sekaligus curiga.Ariel meraba lehernya. "I-ini ...."Richard menunggu jawaban dari Ariel dengan raut wajah yang serius dan tatapan yang tajam. "Siapa yang melakukannya?"Ariel terdiam, tak berani bersuara. Namun, Richard malah makin emosi. "Kubilang siapa yang melakukannya?" sergah Richard dengan tatapan yang garang. Sementara Ariel menatap takut ke arah suaminya.Richard tampak antara marah dan kecewa. "Kenapa kau tetap menikah denganku kalau kau malah bermesraan dengan pria lain di malam pernikahan kita?""Richard ... maafkan aku," hanya itu yang bisa Ariel ucapkan."Apa kau tidur dengannya?"Ariel memilih bungkam dan itu membuat Richard menjambak rambutnya sendiri dengan frustasi. Dengan penuh amarah ia membanting semua barang-barang di sana. Ariel terkejut karena ia tak pernah melihat Richard seperti ini sebelumnya.Mamanya Richard, Rosita, langsung masuk karena mendengar kegaduhan di kamar itu. "Richard ada apa ini?""Aku tidak mau menyentuh wanita hina ini!" teriak Richard, "batalkan pernikahan kami!""Ada apa, Nak?" Rosita tampak perihatin melihat emosi anaknya yang tak terkendali, "coba cerita ke mama apa yang terjadi." Wanita itu malah menoleh ke arah Ariel. "Ariel, apa yang terjadi? Kenapa Richard seperti ini?"Ariel menunduk seakan merasa bersalah tapi tidak mungkin ia menceritakan apa yang terjadi."Aku ingin menceraikannya!" sergah Richard tiba-tiba, urat-urat di pelipisnya sampai timbul.Rosita mengernyit heran. "Kamu .... baru saja menikah sudah minta cerai. Kalau ada masalah dengan istrimu selesaikanlah, bukan dengan cara cerai.""Aku tidak bisa menerimanya lagi, dia sudah bermain dengan pria lain di malam sebelum pernikahan kita! Apa dia masih layak dikatakan sebagai wanita baik-baik?"Rosita terkejut mendengar pengaduan putranya. Ia lalu mengajak putranya ke ruang keluarga dan mendiskusikan hal ini dengan ayah Richard, Ransyah Edward."Aku ingin menceraikannya saja daripada aku harus menghabiskan waktuku dengan wanita hina itu.""Jangan terburu-buru! Apa kata orang kalau kau langsung bercerai?" Kali ini Ransyah mengingatkan putranya, "ayah punya ide, "bagaimana kalau kau nikah lagi dengan gadis lain dan jika tiba saatnya kau bisa menceraikan Ariel.""Rasanya aku tidak bisa mempercayai wanita lagi!""Tenanglah, kau sekarang lagi tidak tenang," kata Rosita," pertahankanlah dulu pernilahanmu selama setahun lalu menikah dengan gadis yang kau suka. Mama akan memperkenalkanmu dengan beberapa gadis....Lima tahun telah berlalu namun itu tidak membuat Richard kembali respek ke Ariel walaupun mereka telah memiliki anak perempuan yang amat cantik bernama Reyna. Richard juga telah memiliki istri kedua yang begitu muda dan cantik bernama Angela dan memiliki bayi mungil dari wanita cantik itu.Ariel menemani Reyna yang sedang asyik mewarnai gambarnya di buku gambar. Ariel hanya sekedar memantaunya saja, tidak berusaha mengajari gadis mungil itu."Sudah, Ma!" seru Reyna memperlihatkan hasil pekerjaannya ke Ariel dengan penuh semangat.Ariel tersenyum kecut melihat hasil gambar Reyna. Gadis itu ternyata menggambar dirinya, Richard dan Reyna seakan-akan dalam gambar itu mereka bertiga adalah keluarga bahagia. Entah mungkin anak itu merindukan ayahnya."Pintarnya anak Mama," puji Ariel.Reyna memperlihatkan deretan gigi-giginya yang mungil dan putih. Tidak lama kemudian ia mendengar suara bel dan ia langsung berhambur sambil berseru, "itu pasti ayah!" Reyna langsung berlari menuju ruang tamu.Dan benar saja, Ariel bisa mendengar suara Reyna yang sangat senang menyambut ayahnya. Ariel sendiri tak tertarik menyambut suaminya dan membiarkan Reyna bermain dengan ayahnya.Tiba-tiba handphone-nya berdering. Ia lalu mengambil handphone-nya dan menerima panggilan telepon itu."Hai, Ariel!" seru suara wanita di seberang sana, "apa kabar?"Mata Ariel membulat saat mendengar suara itu. Suara milik Suzy, sahabatnya dulu saat di bangku SMA. "Suzy, itu kau?""Kau tahu, susah sekali mendapat nomormu!" keluh gadis bernama Suzy itu."How are you? Astaga ....""Baik. Kau? Kudengar kau sudah nikah. Kok tidak undang aku?""Itu lima tahun yang lalu, kau ada dimana saat itu? Menghilang, kan?" balas Ariel."Hehehehe.""Bagaimana denganmu?""Aku menetap di Belanda dan menikah di sana. Sekarang aku pulang karena ada acara reuni sekolah."Ariel mengernyit. "Reuni?""Iya." jawab Suzy, "pokoknya kau harus datang."Tiba-tiba Ariel teringat pada Dhani. Sudah lima tahun ia tak bertemu dengannya tapi ia sudah tidak pernah lagi mendengat kabar dari pria itu lagi setelah mereka berpisah di hotel. Lagipula, itu sudah lima tahun berlalu, pasti Dhani telah memiliki keluarga juga. Ariel tahu Dhani tipe tertutup dan tidak tertarik dengan acara reuni."Okay. Aku akan ikut asalkan kau menjemputku," ucapnya....Suara vokal dan instrumen dari band indi terdengar begitu keren. Di luar pintu masuk Cafe Romantic yang berkonsep taman outdoor saja sudah sangat ramai hingga Ariel dan Suzy harus berdesakan saat masuk ke dalam."Sini sini!" seru seorang wanita cantik sepantaran Ariel dan Suzy sambil melambaikan tangannya.Suzy langsung menarik Ariel dan mengajaknya duduk bersama wanita itu. "Astaga Putri ... itukah dirimu?" Suzy berseru dengan hebohnya.Putri yang dulunya adalah primadona sekolah kini menjadi wanita dengan bentuk tubuh yang amat semok. Walaupun di wajahnya masih terdapat raut bahwa ia dahulunya amat cantik namun perubahannya sangat drastis.Putri hanya tertawa menanggapi teman-temannya yang begitu takjub memandangnya. Satu persatu teman-teman mereka bermunculan termasuk para pria hingga mereka gabung di meja yang sama. Mereka tertawa bersama sambil bernostalgia. Para pria bercerita bahwa mereka semua naksir dengan Putri, sang primadona sekolah, di angkatan mereka. Namun sayang, Putri saat itu malah berpacaran dengan kakak tingkat mereka."Eh, bagaimana kabar Ramdhani, ya?" pertanyaan itu diarahkan ke Ariel karena dahulu Ariel adalah murid yang paling dekat dengan pria itu."Dhani? Aku sudah tidak mendengar kabar dia selama lima tahun ini," ucap Ariel."Oh, begitu ... dia tahu kah kalau saat ini ada reunu sekolah?""Eh, bukannya itu Dhani?" seru seorang pria.Mata Ariel membulat dan ia langsung menoleh ke arah pria yang kini sedang berdiri menikmati lantunan dari band di dekat panggung. Ariel langsung bergeming, badannya terasa kaku seketika melihat sosok Dhani dari belakang. Itu benar-benar Dhani, ia tak berubah sejak lima tahun itu."Dhan!"Ariel tersentak saat salah satu temannya memanggil Dhani. Dhani pun langsung menoleh ke arah mereka dan melihat ada yang melambaikan tangan ke arahnya. Dhani tersenyum lalu ia mulai melangkah menuju ke arah teman-temannya.Dhani berjalan menuju ke teman-temannya dan mereka saling menyentuhkan samping lengan mereka dan Ariel bisa merasakan tubuhnya terasa kaku dan ia bergeming melihat pria itu semakin mendekat. “Wah, sudah duda kau ya?” “Itu sudah lama, Sob,” ucap Dhani. “Eh, ini Ariel. Kalian kan pernah dekat sampai disangka pacaran.” Dhani langsung menoleh kea rah Ariel. Sementara Ariel tampak tak siap dengan pertemuan ini namun Dhani yang begitu melihat Ariel langsung tersenyum pada wanita itu. “Hei, Ariel … bagaimana kabarmu?” “Baik,” sahut Ariel datar. Dhani tertawa kecil padanya. “Kau sepertinya tidak berubah, ya?” “Iya, kau juga.” Dhani lalu duduk di tengah-tengah para pria. Mereka semua asyik bernostalgia dan membicarakan keluarga dan anak mereka. Sesekali Ariel melirik ke arah Dhani namun pria itu sedang mendengar teman-temannya mengobrol dan sesekali tertawa. “Ariel, bagaimana denganmu? Anakmu sekarang umur berapa?” tanya seseorang. “Lima tahun.” Mendengar itu Dhani langsung menole
Ariel menatap si mungil Reyna sembari menghela napasnya. Anaknya yang telah menolongnya dari hasrat Richard, suaminya sendiri. Ariel jongkok dan menatap wajah Reyna yang tampak memohon ingin bersamanya. "Reyna takut tidur sendiri, kah?" tanyanya pada si gadis mungil itu.Reyna mengangguk. "Reyna, kau sudah besar!" tiba-tiba Richard menyergah dari dalam dan membuat Ariel dan Reyna terperanjat. Pria itu berjalan menuju pintu, menatap wajah anaknha dengan tatapan tajam. "Kau terus meminta ditemani tidur sama mamamu. Kau sudah besar dan kau harus berani! Lawan rasa takutmu itu!" Mata Reyna memerah dan ketakutan melihat ayahnya yang begitu tegas, ia tampak menahan tangis atas kemarahan ayahnya. "Sudah Richard ... akhir-akhir ini Reyna memang sering mimpi buruk," terang Ariel berusaha membela putrinya. "Kau ini, selalu saja memanjakannya!" balas Richard. "Aku bukan memanjakannya tapi aku tidak mau Reyna merasa kesepian." Ariel lalu jongkok dan memeluk Reyna yang ketakutan karena ula
Lagi-lagi Ariel tampak merenung memikirkan Dhani. Pria yang dulu sangat ia idamkan sekaligus pria pertama yang ia persembahkan kehormatannya. Ariel merasa gamang, apakah saat malam itu Dhani membohonginya mungkin karena ingin sekedar menginginkan tubuhnya saja. "Ah, sudahlah ...." Ariel memilih tak ingin memikirkannya lagi. Itu sudah menjadi masa lalu dan bukankah saat itu Ariel sendiri yang menawarkan tubuhnya pada Dhani sebelum hari pernikahannya dengan Richard.Tiba-tiba Ariel tersentak saat handphone-nya berdering. Di layar handphone-nya terpampang nama Miss Laura, wali kelas Reyna. Ariel pun segera mengangkat panggilan telepon dari Miss Laura. "Ya, Miss?" sapa Ariel, "ada apa?""Ibu Ariel bisakah Ibu segera datang ke sekolah sekarang?" Ariel merasa aneh, tidak biasanya Miss Laura memintanya untuk ke sekolah secara tiba-tiba. Tiba-tiba ia merasa khawatir pada buah hatinya di sana. "Ada apa ya, Miss? Reyna baik-baik saja, kan?" "Reyna baik-baik saja, hanya saja ... sebaiknya
Dring dring .... "Ya?" "Dhan, bisakah kita bertemu besok siang? Aku ingin melihat restoranmu, sekalian makan siang." "Oh, tentu saja." ...Hari itu perasaan Ariel mulai membaik dan ia ingin keluar rumah dan melihat suasana kota. Ia tak banyak teman di sana karena apalagi semuanya sudah berkeluarga, Ariel tak enak mengganggu mereka. Dan entah mengapa ia ingin bertemu dengan Dhani dan sekedar mengobrol hal yang ringan. "Hai," Dhani menghampiri Ariel dan duduk di hadapan wanita yang kini tengah menikmati makan siangnya di sana. "Bagaimana dengan steak-nya?" "Ini enak," jawab Ariel, "aku suka saos jamurnya, texturenya creamy dan sangat enak." "Kau tidak ingin bertemu chef-nya?" "Boleh." Dhani menepuk dadanya dan itu membuat Ariel tertawa. "Serius? Aku baru tahu kalau kau bisa memasak," kata Ariel tak menyangka. "Ya, aku juga belajar memasak saat kuliah di New York, aku bekerja paruh waktu di restoran sana dan akhirnya menjadi chef." "Bakat terpendam ya, ternyata." "Ya." "U
Beberapa hari telah berlalu sejak pertemuan terakhir Ariel dan Dhani, selama itu pula Ariel mencoba tak memedulikan chat dan panggilan telepon dari pria itu. Entah malu atau bagaimana tapi Ariel merasa ada sesuatu yang salah yang telah ia lakukan dan ia merasa berdosa. Ariel menjadi lebih banyak diam dan menghabiskan waktunya di kamar. Tapi, satu yang menyiksa Ariel. Dia pun merasa sangat kesepian sejak Reyna dibawa oleh Richard. Kemudian ia memiliki ide. Bagaimana kalau ia berusaha menghibur dirinya sendiri? Ya. Mungkin dengan bersenang-senang di kelab malam. Ariel pun mulai bersiap-siap dan pergi menuju kelab malam dengan menggunakan mobilnya sendiri. Namun, sesampainya di sana, ia hanya duduk di bar dan memesan vodka. Awalnya, ia berencana untuk ikut menari bersama pengunjung lainnya. Musik disk jockey terdengar menggelegar namun ternyata Ariel tak punya nyali untuk menari di sana dan itu bukan style-nya.Ariel minum sendiri, wajahnya tampak murung memikirkan hidup yang ia jalani
Sinar matahari yang cerah dan hangat masuk melalui celah antara dua gorden, menyentuh tepat di wajah Ariel. Wanita itu menggeliat sebentar lalu berbalik ke samping. Keningnya mengernyit tajam saat tangannya menyentuh dada bidang seseorang. Segera Ariel membuka matanya yang indah. Alangkah terkejutnya ia saat melihat sosok Dhani yang tampak tertidur pulas di sampingnya, tanpa mengenakan pakaian.Ariel langsung terbangun, ia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Dan ia lebih terkejut lagi saat mengingat bahwa ia telah menghabiskan malam yang panas dengan Dhani. "Astaga ... apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya merasa salah. Ia langsung turun dari ranjang, mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai dan mengenakannya secara hati-hati agar Dhani tak terbangun dan mendapatinya telah bersamanya. Jujur, Ariel sangat malu dengan apa yang telah terjadi semalam. Ia lalu berjalan mengendap-ngendap menuju pintu dan segera meninggalkan kamar itu. . ..Ariel menghela napas panj
Sinar matahari yang cerah dan hangat masuk melalui celah antara dua gorden, menyentuh tepat di wajah Ariel. Wanita itu menggeliat sebentar lalu berbalik ke samping. Keningnya mengernyit tajam saat tangannya menyentuh dada bidang seseorang. Segera Ariel membuka matanya yang indah. Alangkah terkejutnya ia saat melihat sosok Dhani yang tampak tertidur pulas di sampingnya, tanpa mengenakan pakaian.Ariel langsung terbangun, ia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Dan ia lebih terkejut lagi saat mengingat bahwa ia telah menghabiskan malam yang panas dengan Dhani. "Astaga ... apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya merasa salah. Ia langsung turun dari ranjang, mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai dan mengenakannya secara hati-hati agar Dhani tak terbangun dan mendapatinya telah bersamanya. Jujur, Ariel sangat malu dengan apa yang telah terjadi semalam. Ia lalu berjalan mengendap-ngendap menuju pintu dan segera meninggalkan kamar itu. . ..Ariel menghela napas panj
Beberapa hari telah berlalu sejak pertemuan terakhir Ariel dan Dhani, selama itu pula Ariel mencoba tak memedulikan chat dan panggilan telepon dari pria itu. Entah malu atau bagaimana tapi Ariel merasa ada sesuatu yang salah yang telah ia lakukan dan ia merasa berdosa. Ariel menjadi lebih banyak diam dan menghabiskan waktunya di kamar. Tapi, satu yang menyiksa Ariel. Dia pun merasa sangat kesepian sejak Reyna dibawa oleh Richard. Kemudian ia memiliki ide. Bagaimana kalau ia berusaha menghibur dirinya sendiri? Ya. Mungkin dengan bersenang-senang di kelab malam. Ariel pun mulai bersiap-siap dan pergi menuju kelab malam dengan menggunakan mobilnya sendiri. Namun, sesampainya di sana, ia hanya duduk di bar dan memesan vodka. Awalnya, ia berencana untuk ikut menari bersama pengunjung lainnya. Musik disk jockey terdengar menggelegar namun ternyata Ariel tak punya nyali untuk menari di sana dan itu bukan style-nya.Ariel minum sendiri, wajahnya tampak murung memikirkan hidup yang ia jalani
Dring dring .... "Ya?" "Dhan, bisakah kita bertemu besok siang? Aku ingin melihat restoranmu, sekalian makan siang." "Oh, tentu saja." ...Hari itu perasaan Ariel mulai membaik dan ia ingin keluar rumah dan melihat suasana kota. Ia tak banyak teman di sana karena apalagi semuanya sudah berkeluarga, Ariel tak enak mengganggu mereka. Dan entah mengapa ia ingin bertemu dengan Dhani dan sekedar mengobrol hal yang ringan. "Hai," Dhani menghampiri Ariel dan duduk di hadapan wanita yang kini tengah menikmati makan siangnya di sana. "Bagaimana dengan steak-nya?" "Ini enak," jawab Ariel, "aku suka saos jamurnya, texturenya creamy dan sangat enak." "Kau tidak ingin bertemu chef-nya?" "Boleh." Dhani menepuk dadanya dan itu membuat Ariel tertawa. "Serius? Aku baru tahu kalau kau bisa memasak," kata Ariel tak menyangka. "Ya, aku juga belajar memasak saat kuliah di New York, aku bekerja paruh waktu di restoran sana dan akhirnya menjadi chef." "Bakat terpendam ya, ternyata." "Ya." "U
Lagi-lagi Ariel tampak merenung memikirkan Dhani. Pria yang dulu sangat ia idamkan sekaligus pria pertama yang ia persembahkan kehormatannya. Ariel merasa gamang, apakah saat malam itu Dhani membohonginya mungkin karena ingin sekedar menginginkan tubuhnya saja. "Ah, sudahlah ...." Ariel memilih tak ingin memikirkannya lagi. Itu sudah menjadi masa lalu dan bukankah saat itu Ariel sendiri yang menawarkan tubuhnya pada Dhani sebelum hari pernikahannya dengan Richard.Tiba-tiba Ariel tersentak saat handphone-nya berdering. Di layar handphone-nya terpampang nama Miss Laura, wali kelas Reyna. Ariel pun segera mengangkat panggilan telepon dari Miss Laura. "Ya, Miss?" sapa Ariel, "ada apa?""Ibu Ariel bisakah Ibu segera datang ke sekolah sekarang?" Ariel merasa aneh, tidak biasanya Miss Laura memintanya untuk ke sekolah secara tiba-tiba. Tiba-tiba ia merasa khawatir pada buah hatinya di sana. "Ada apa ya, Miss? Reyna baik-baik saja, kan?" "Reyna baik-baik saja, hanya saja ... sebaiknya
Ariel menatap si mungil Reyna sembari menghela napasnya. Anaknya yang telah menolongnya dari hasrat Richard, suaminya sendiri. Ariel jongkok dan menatap wajah Reyna yang tampak memohon ingin bersamanya. "Reyna takut tidur sendiri, kah?" tanyanya pada si gadis mungil itu.Reyna mengangguk. "Reyna, kau sudah besar!" tiba-tiba Richard menyergah dari dalam dan membuat Ariel dan Reyna terperanjat. Pria itu berjalan menuju pintu, menatap wajah anaknha dengan tatapan tajam. "Kau terus meminta ditemani tidur sama mamamu. Kau sudah besar dan kau harus berani! Lawan rasa takutmu itu!" Mata Reyna memerah dan ketakutan melihat ayahnya yang begitu tegas, ia tampak menahan tangis atas kemarahan ayahnya. "Sudah Richard ... akhir-akhir ini Reyna memang sering mimpi buruk," terang Ariel berusaha membela putrinya. "Kau ini, selalu saja memanjakannya!" balas Richard. "Aku bukan memanjakannya tapi aku tidak mau Reyna merasa kesepian." Ariel lalu jongkok dan memeluk Reyna yang ketakutan karena ula
Dhani berjalan menuju ke teman-temannya dan mereka saling menyentuhkan samping lengan mereka dan Ariel bisa merasakan tubuhnya terasa kaku dan ia bergeming melihat pria itu semakin mendekat. “Wah, sudah duda kau ya?” “Itu sudah lama, Sob,” ucap Dhani. “Eh, ini Ariel. Kalian kan pernah dekat sampai disangka pacaran.” Dhani langsung menoleh kea rah Ariel. Sementara Ariel tampak tak siap dengan pertemuan ini namun Dhani yang begitu melihat Ariel langsung tersenyum pada wanita itu. “Hei, Ariel … bagaimana kabarmu?” “Baik,” sahut Ariel datar. Dhani tertawa kecil padanya. “Kau sepertinya tidak berubah, ya?” “Iya, kau juga.” Dhani lalu duduk di tengah-tengah para pria. Mereka semua asyik bernostalgia dan membicarakan keluarga dan anak mereka. Sesekali Ariel melirik ke arah Dhani namun pria itu sedang mendengar teman-temannya mengobrol dan sesekali tertawa. “Ariel, bagaimana denganmu? Anakmu sekarang umur berapa?” tanya seseorang. “Lima tahun.” Mendengar itu Dhani langsung menole
Ariel merenung, tubuhnya terasa lemah malam itu. Entah mengapa di pikirannya hanya ada Dhani bahkan saat ia sebentar lagi akan menghabiskan malam pertama dengan suaminya, Richard. Mungkinkah setelah bercinta ia malah lebih merindukan Dhani. Tapi, ia sudah menjadi istri seseorang, seharusnya dengan kejadian kemarin ia sudah menuntaskan segala urusannya dengan Dhani. Dan malam ini ia harus bercinta dengan Richard. Memikirkannya saja sudah terasa berat apalagi melakukannya, bisakah ia bergairah bersama Richard sama halnya saat bercinta dengan Dhani? Ariel tersentak dari pikirannya begitu mendengar seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan Richard dengan canggung masuk ke dalam kamar itu. Entah mengapa kali ini Ariel merasa takut padahal Richard bukanlah orang yang baru ia kenal. Richard duduk di samping Ariel dan mulai menggenggam tangan Ariel. Ia bisa merasakan tangan Ariel mulai berkeringat dingin. "Kau takut?" tanya Richard sambil menatap Ariel. Ariel mengangguk. "Lumayan ...." "