Share

Pria Cacat Itu, Suamiku
Pria Cacat Itu, Suamiku
Penulis: Rea.F

Bab 1. Dikhianati

Azura menginjak pedal gas dengan emosi. Mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi.

Hatinya saat ini dipenuhi dengan rasa kecewa dan sakit hati. Bagaimana tidak? Sudah beberapa kali dia mendengar dari temannya tentang kabar yang mengatakan jika Edward sering bersama perempuan lain pergi ke hotel. Awalnya Azura tidak begitu mempercayai gosip yang dianggapnya murahan itu.

Tapi hari ini, saat beberapa kali panggilannya diabaikan oleh pria yang telah menjadi pacarnya selepas SMA itu, dia pergi ke perusahaan milik Edward untuk mencoba menemuinya karena ingin membahas permintaan orang tuanya yang menginginkan dia segera meminta keseriusan dari Edward.

Dengan mata dan kepalanya sendiri, Azura memergoki Edward sedang tumpah tindih dengan Alya sekretaris Edward sendiri.

Saat itu bukan hanya Edward sendiri yang terkejut ketika kelakuan bejatnya diketahui langsung oleh yang kekasih yang teramat ia kagumi, tapi Azura pun sangat terkejut dan syok. Tanpa berharap sebuah penjelasan atau tanpa ingin bertanya pada Edward, kenapa kamu tega mengkhianati aku seperti ini, Azura langsung menarik mundur langkahnya.

Meskipun Edward sempat berteriak memanggil, bahkan mengejar, tapi Azura tak mau lagi peduli. Dia pergi begitu saja dengan bersumpah dalam hati untuk tidak akan pernah memaafkan Edward.

Saat itu juga dia mengatakan pada Edward lewat pesan chat, "Kita sudah berakhir. Jangan pernah menemuiku lagi!"

Azura masih mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kacau sampai dia tidak lagi sadar jika sudah melaju lebih dari dua jam. Mobilnya sudah jauh meninggalkan jalanan kota. Melewati jalanan yang sepi pengguna.

Bayangan Edward tumpah tindih dengan Alya tadi kembali menari di benaknya.

"Kenapa?!" Dia berteriak melampiaskan emosi yang memuncak. Sungguh Azura menyesal. Selama ini dia mencintai Edward dengan setia. Meskipun dia dan Edward selalu hidup berjauhan dan harus menjalani LDR karena masing-masing harus belajar di luar negeri, tapi Azura selalu menjaga kesetiaan dan selalu percaya seratus persen pada Edward.

Pria itu bukan hanya selalu memberinya perhatian yang baik, juga sudah dekat dengan keluarganya bahkan Mereka sudah mendapatkan Restu dari keluarga Brahmana kecuali Azam, dan sialnya Azura begitu mencintai Edward melebihi apa pun.

Azura juga menyesal saat tidak pernah menggubris ucapan kakak kembarnya itu yang selalu mengatakan jika Edward bukan pilihan yang baik. Kala itu Azura tidak pernah menganggap ucapan Azam.

"Jika dia benar-benar serius padamu, jika dia benar-benar mencintaimu, dia akan segera melamarmu. Apapun keadaannya. Melamar, belum tentu harus secepatnya menikah. Hanya sebagai bukti bentuk keseriusan seorang laki-laki! Tapi dia tidak juga melakukan. Apa namanya, pria seperti itu jika bukan tidak berniat serius?”

Azura melamun, Azura termenung mengingat ucapan Azam. Namun dadanya seakan terhimpit beban yang begitu berat hingga dirinya harus mengatur napas dengan susah payah.

"Papa beri waktu satu bulan! Jika Edward belum juga melamarmu, maka putus saja kalian." Kala itu Ega pun berpendapat sama dengan Azam. Tapi Azura meyakinkan mereka jika sebentar lagi Edward akan melamarnya.

Benak Azura semakin kacau. Dia menepikan mobil di samping pembatas jalan yang membatasi jalan dengan jurang di sampingnya. Azura keluar mobil dengan memegangi dadanya yang terasa begitu sesak.

Sakit, kecewa, jijik, semua bercampur menjadi satu sebagai akibat dari penghianatan kekasihnya. Isi kepalanya terasa gelap dan Azura tidak dapat berpikir jernih.

Azura menopang tubuhnya pada pembatas jalan sambil matanya menatap ke dalam jurang. Dia tidak memedulikan beberapa kendaraan yang lewat di belakangnya bahkan saat ada beberapa pengendara bersiul atau menggodainya.

Yang ada dalam benak Azura saat ini adalah melompat ke dalam jurang dan tenggelam di dasarnya. Mati mungkin mampu melebur lukanya.

Pelan Azura menaiki pembatas jalan dan kini dia berpegangan pada besinya. Jika dia lepaskan pegangan tangan, maka bisa dipastikan dirinya akan berguling ke dasar jurang yang curam.

Diseberang jalan itu, tiba-tiba terdengar suara berteriak. “Amar, gadis itu sepertinya mau bunuh diri!”

Amar, pemuda yang sedang mengendarai motor bersama ibunya itu terkejut, dan menoleh ke arah telunjuk ibunya. “Ya Allah!” Pemuda itu segera menghentikan motornya.

“Tolong gadis itu, Amar! Dia bisa mati kalau terjun ke jurang itu!” Ibu pemuda itu berkata pada anaknya.

“Tapi, Bu..”

“Cepat, Amar! Jangan banyak berpikir! Ini urusan nyawa!”

Amar mengangguk, “Iya, Bu. Tunggu sebentar.” Amar yang baru saja akan pulang kerumah dari rumah sakit mengantar Ibunya berobat itu pun segera menstandarkan motornya dan segera berlari mendekati Azura.

"Hei, Nona! Hentikan!"

Azura menoleh, dia melihat seorang pemuda yang baru saja turun dari motornya dan berjalan tergopoh-gopoh ke arahnya. Di kursi belakang motor tampak seorang perempuan paruh baya dengan ekspresi wajah cemas.

Azura tidak mengenal pemuda itu, pun si perempuan tua yang kini berdiri di samping motor.

"Apapun masalah kamu, tolong jangan lakukan itu." Si pemuda membujuk Azura. Namun Azura justru naik pitam. Siapa dia beraninya mencampuri urusannya.

"Tidak usah ikut campur. Aku tidak kenal kamu dan kamu tidak tahu apa-apa!" hardik Azura dengan mata menyala marah.

Si pemuda menggeleng. "Tolong jangan lakukan, Nona. Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah." Dia ulurkan tangannya pada Azura dan mendekatinya pelan.

"Mundur, jangan mendekat!" Ancam Azura. Namun Amar tidak memedulikan seruannya. Dia menangkap satu tangan Azura dan menarik sekuat tenaganya. Tapi malangnya, Azura sudah melepaskan tangan yang lain sehingga berat badannya memaksa dirinya terjatuh. Tetapi Amar masih bisa menahan tubuh Azura dengan satu tangan memegang pergelangan tangan gadis itu dan satu tangan bertahan di besi pembatas jalan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status