Share

3. Dibuang Keluarga

Beberapa jam setelah operasi, Sarah terbangun di sebuah ruang sederhana. Ia menatap sekeliling dengan kebingungan. Napasnya tertahan saat merasakan sakit di sisi kiri tulang rusuk bagian belakang.

Sesaat ia teringat, ia baru saja mendonorkan ginjalnya pada Papa mertua. Tetapi di mana ia saat ini?

“Oh, kamu sudah bangun?” Tinna berdiri di sisi ranjang sambil berkacak pinggang dengan angkuh.

“Berapa lama aku tertidur? Apa operasinya berhasil?” cecar Sarah.

“Kamu tidak perlu tau kabar Frank. Yang jelas, sebentar lagi kamu akan dipindahkan ke rumah sakit lain.”

“Kenapa tidak di sini? Aku tidak mengerti.”

“Bukankah kau sendiri yang ingin identitasmu sebagai pendonor dirahasiakan?” Kemudian Tinna berkata ia akan mengurus semuanya. Sarah diminta menjauhi keluarga Carrington. Karena tidak ada tenaga untuk melawan, Sarah hanya bisa diam lalu

kembali tertidur.

Esok harinya, Sarah terbangun di sebuah bangsal rumah sakit. Luka sayatan di perutnya masih terasa nyeri namun sudah jauh berkurang. Netranya mengamati sekeliling.

Ruangan itu berisi banyak pasien. Ia benar-benar tidak dapat menebak di mana ia berada saat ini. Sarah melambaikan tangan untuk memanggil perawat.

Ternyata Tinna membuangnya ke pinggir kota kecil. Sarah harus bertahan untuk pemulihan dalam waktu satu minggu di rumah sakit umum ini.

“Apa ada barang-barang pribadiku di sini?” Sarah bertanya pada perawat yang langsung memberikan tas di atas ranjang Sarah.

Di dalam tas, Sarah hanya menemukan pakaian dan dompetnya. Di dalam dompet itu ada beberapa lembar uang ratusan ribu. Sarah bersyukur ia mendapati kartu tanda pengenal dan kartu ATM-nya di bagian dalam dompet yang tersembunyi.

Untuk sementara, Sarah perlu memulihkan kondisinya. Ia akan memanfaatkan keberadaannya di rumah sakit dengan mencari banyak informasi tentang perawatan pasca operasi pendonor ginjal.

Kemudian, ia harus mencari tau apa yang terjadi setelah ia dioperasi. Menelepon Marc, mengarang kebohongan tentang keberadaannya dan menanyakan kabar kesehatan Frank.

“Makanannya, Nak. Silahkan.”

Sarah yang sedang melamun, menoleh pada asal suara. Seorang wanita berwajah teduh dan tampak ramah itu meletakkan baki makanan di atas meja. Sarah melirik tanda pengenal dan membaca nama wanita tersebut.

“Terima kasih, Ibu Irma.”

Wanita ramah itu tersenyum dan mengangguk bersamaan. Sarah memperhatikannya kembali bekerja mengedarkan makanan bagi para pasien.

Beberapa hari kemudian, Sarah dan Ibu Irma menjadi akrab. Wanita itu adalah salah satu staff dapur rumah sakit. Melalui Ibu Irma, Sarah juga mendapat banyak informasi tentang makanan yang baik ia konsumsi untuk membantu mempercepat pemulihannya.

Hari ini adalah hari terakhir Sarah di rumah sakit. Menurut dokter, pemulihannya terbilang cepat dan sangat baik. Meski sesekali masih merasa nyeri, secara keseluruhan, Sarah merasa dirinya sudah cukup sehat.

Sambil menenteng tas-nya, Sarah berjalan keluar rumah sakit. Ia menghela napas lega saat barusan mengetahui bahwa tagihan rumah sakit ternyata sudah dibayar seseorang saat ia masuk.

“Mau pulang, Nak?”

Senyum di wajah Sarah mengembang saat menoleh dan melihat wajah Ibu Irma. Sepertinya wanita itu akan pergi juga karena ia menenteng tas kecil.

“Iya, Bu.”

“Ke mana?”

Pertanyaan Ibu Irma membuat Sarah terpaku. Baru sadar bahwa ia tidak memiliki tempat tinggal di kota kecil ini. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan.

“Apa di sekitar sini ada kamar kecil yang disewakan?” Sarah mendapat tatapan heran dari Ibu Irma. Meski baru beberapa hari berkenalan, Sarah yakin Ibu Irma adalah wanita yang tulus dan baik hati. Dengan jujur, ia berkata

bahwa saat ini belum memiliki tempat tinggal.

“Ibu tinggal sendiri. Kamu boleh menginap sebelum menemukan tempat tinggal.” Ibu Irma tersenyum penuh pengertian.

Akhirnya ada hari keberuntungan. Sarah mengangguk dengan wajah penuh haru. Ia mengucapkan terima kasih dan mengikuti Ibu Irma.

Rumah Ibu Irma sangat sederhana namun bersih. Hanya ada satu kamar, ruang tamu yang menyatu dengan dapur dan kamar mandi. Ibu Irma menyiapkan tempat untuk Sarah di ruang tamunya.

“Semoga berkenan dengan tempat ini.”

“Ini sudah sangat bagus, Bu. Maaf, Sarah merepotkan.”

Ibu Irma tersenyum. “Ibu senang ada yang menemani.”

Melalui petunjuk Ibu Irma, Sarah mendapat informasi di mana ia bisa menemukan ATM. Besok, ia akan pergi ke sana. Semoga saja uang simpanannya masih banyak. Sebelum mendiang ayahnya sakit, Sarah memang sempat bekerja.

Malam itu Sarah menangisi diri sendiri. Setelah puas, ia menghirup udara banyak- banyak untuk melegakan dadanya yang sesak. Tidak ada waktu untuk bersedih, ia harus bangkit dan kembali ke kotanya.

“Jadi pergi ke ATM?” Ibu Irma bertanya keesokan harinya.

“Iya, Bu. Ibu sudah mau berangkat ke rumah sakit?” Sarah mengamati Ibu Irma yang telah rapi.

Kepala Ibu Irma mengangguk. “Kita berangkat sama-sama saja.”

Mereka naik kendaraan umum. Hal yang Sarah sukai dari kota kecil ini adalah alamnya yang masih segar. Ibu Irma turun di depan rumah sakit dan melambaikan tangan pada Sarah.

Tak lama kemudian, Sarah di tempat tujuan. Ia menggeleng sedih saat melihat saldo ATM-nya hanya tersisa uang dua juta rupiah. Terpaksa, Sarah mengosongkan tabungannya untuk biaya hidup.

Sarah membeli ponsel bekas, vitamin dan bahan-bahan makanan. Ia kembali ke rumah Ibu Irma menjelang siang. Wanita itu lalu memasak dan membereskan rumah.

Sambil menunggu Ibu Irma pulang, Sarah berpikir apa ini saat yang tepat untuk menelepon Marc? Akhirnya Sarah memutuskan untuk mengirim pesan saja.

Melalui internet, Sarah mencari kabar tentang Papa mertuanya. Tidak sulit, Frank Carrington cukup terkenal sebagai pengusaha yang sukses. Salah satu portal berita terpercaya memuat kabar bahwa operasi transplantasi ginjal Frank berhasil.

Lalu, Sarah mulai menekan nomer telepon mendiang ayahnya yang selama ini digunakan Tinna. Beberapa saat kemudian, terdengar suara balasan.

“Hallo?”

“Ibu, Ini Sarah. Aku .... “

“Salah sambung!”

Telepon ditutup sepihak. Sarah menatap ponsel dengan kening berkerut. Tidak, ia tau pasti ia tidak menekan nomer yang salah dan itu adalah suara Tinna.

“Kenapa salah sambung?” gumam Sarah.

Kembali, jari Sarah menekan nomer yang sama, namun kali in nomer tersebut tidak aktif. Sarah menatap lama layar ponselnya dan tersadar, bahwa ia telah dibuang keluarganya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status