Share

4. Kebohongan

“Apa di rumah sakit ada pekerjaan yang bisa aku lakukan, Bu?” Sarah bertanya pada Ibu Irma saat mereka makan malam bersama.

Ibu Irma mengangkat kedua alisnya, lalu menggeleng pelan. “Kondisimu belum siap untuk bekerja, Nak.”

“Tetapi, Sarah membutuhkan pekerjaan, Bu.” Sarah kemudian bercerita bahwa tabungannya sudah habis dan kini hanya tersisa beberapa ratus ribu saja di dompetnya.

Namun, Ibu Irma tetap menggeleng. Menurutnya, butuh waktu satu bulan untuk Sarah memulihkan diri. Masalah uang, Ibu Irma berkata ia tidak keberatan Sarah tinggal bersamanya sampai Sarah sembuh total.

Apa yang dikatakan Ibu Irma memang benar. Sarah akhirnya hanya mengangguk dan melanjutkan makan.

Setelah membantu Ibu Irma membereskan peralatan makan, Sarah duduk di ruang tamu. Ia mengangkat blusnya dan mengamati hasil operasi. Luka sayatan itu masih terbungkus perekat khusus yang tidak boleh dibuka.

“Apa terasa sakit?” Tiba-tiba, Ibu Irma duduk di sampingnya dan ikut memperhatikan luka Sarah.

“Terkadang di bagian dalam saja, Bu.” Sarah menurunkan blus kembali.

“Apa yang terjadi, Sarah? Apa yang terjadi dengan satu ginjalmu?”

Hening sejenak. Sarah berpikir apa yang harus ia katakan pada Ibu Irma. Matanya menatap wajah teduh di sampingnya.

“Emm ... Sarah mendonasikannya pada keluarga yang membutuhkan, Bu.”

“Lalu, di mana keluargamu? Kenapa kamu sendirian di kota ini?”

Kepala Sarah menunduk dan menggeleng. Ia belum bisa berterus-terang saat ini. Ibu Irma hanya tersenyum penuh pengertian.

“Ya, sudah, tak apa jika masih belum nyaman cerita dengan Ibu.” Setelah menepuk bahu Sarah, Ibu Irma kembali ke kamarnya.

Sebelum tidur, Sarah melihat-lihat sosial media. Lalu, ia menemukan salah satu tutorial untuk mendapatkan pekerjaan remote. Pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah dengan bantuan ponsel saja. Sarah mendapat secercah harapan untuk menghasilkan uang.

 

*****

“Uang lima milyar sudah ditransfer ke rekening Mama.” Tinna berbisik di telinga Marsha.

Wajah keduanya berbinar bahagia. Marsha berjoget-joget senang dan tertawa. Mereka berpelukan sambil melompat-lompat kecil.

“Rencana berikutnya, kita harus segera pergi ke luar negeri agar keluarga Carrington tidak curiga.” Tinna mengangkat teleponnya disambut dengan anggukan kepala oleh Marsha.

“Lucy.” Tinna menyapa wanita yang diteleponnya.

“Ya, Tinna.”

“Bagaimana Frank? Baik-baik saja, bukan?”

Detik berikutnya, Tinna mendengar Lucy bercerita tentang perkembangan kesehatan suaminya pasca operasi. Marsha turut mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Syukurlah kalau Frank semakin membaik. Aku mau memberi kabar bahwa aku akan membawa Marsha ke luar negeri.” Tinna memulai cerita kebohongannya dan mengedipkan satu matanya pada Marsha.

“Lho, kenapa? Sangat beresiko membawa Marsha pergi jauh sebelum pulih.” Lucy langsung berkomentar.

“Marsha agak stress karena luka sayatan akibat mendonorkan ginjalnya untuk Frank kini timbul keloid. Aku mau konsultasi ke dokter bedah kecantikan di Korea.” Tinna menjawab dengan nada suara yang dibuat sesedih mungkin.

“Ya Tuhan. Kenapa tidak berkonsultasi dengan dokter di sini dulu? Lagipula kenapa kamu sudah membawa Marsha pulang dua hari setelah operasi?”

Dengan kembali berbohong, Tinna mengungkapkan bahwa Marsha tidak ingin identitasnya diketahui awak media yang banyak berkumpul di rumah sakit. Ia memilih merawat Marsha di rumah untuk kenyamanan bersama.

“Sebenarnya, rumah sakit tempat suamiku dan Marsha dioperasi adalah rumah sakit terbaik di negara kita. Kami bisa memberikan fasilitas kesehatan dengan menanggung semua biaya untuk Marsha hingga benar-benar sembuh.” Sekali lagi, Lucy memberikan pertimbangan lain.

Namun, Tinna tetap menolak dengan berbagai alasan. Kemudian, Lucy menawarkan bantuan untuk mengurus kepergian Tinna dan Marsha.

Tinna langsung menolak dengan dalih ia telah meminta bantuan travel yang biasa ia gunakan saat ke luar negeri.

 

“Aku akan minta Marc untuk mengantar kalian.” Akhirnya, Lucy mengalah.

“Tidak, jangan!” Tinna kembali menolak mentah-mentah tawaran temannya itu. “Biarkan Marc fokus mengurus Papa-nya. Kami tidak ingin merepotkan putramu.”

Marsha mengangguk-angguk keras mendengar ibunya bicara. Selanjutnya, Lucy malah berkata akan mentransfer sejumlah uang pribadinya untuk biaya akomodasi Tinna dan Marsha ke luar negeri.

Sekali lagi, Tinna mengedipkan satu matanya pada Marsha. Putrinya itu bertepuk tangan setelah Tinna mengakhiri perbincangan di telepon dengan Lucy. Ibunya patut mendapat piala penghargaan karena aktingnya yang sangat natural.

“Ayo, kita bersiap ke Korea."

*****

Lucy menutup telepon dari Tinna. Cukup prihatin mendengar putri teman dekatnya sedang stress. Wanita itu menghampiri suami dan putranya yang sedang berbincang.

Saat ini keluarga Carrington bersuka cita. Operasi transplantasi ginjal Frank dinyatakan berhasil oleh dokter setelah mengamati organ itu bekerja baik di dalam tubuh pasien.

“Marc, kirim donasi ke beberapa rumah sakit yang menangani penderita ginjal sebagai bentuk rasa syukurku,” titah Frank pada putranya.

“Baik, Pa.”

“Oh ya, dokter bilang, wanita yang mendonasikan ginjalnya pada Papa meminta identitasnya dirahasiakan. Apa kamu tidak bisa mencari tau siapa dia dan bagaimana keadaannya sekarang?”

Dahi Marc berkerut dalam. Kenapa dokter berkata begitu? Ia dan Mama tau siapa yang mendonasikan ginjal untuk Papa-nya.

“Marsha, Pa. Marsha yang memberikan satu ginjalnya untuk Papa.”

Kepala Frank segera menoleh menatap putranya. “Marsha? Saudara tiri Sarah?”

“Betul.” Lucy menjawab tegas. “Sudah kubilang sejak awal padamu, Marsha lebih baik dari Sarah! Kau malah menjodohkan Marc dengan Sarah.” Lalu, Lucy menatap putranya yang tampak sibuk dengan laptop. Selama Frank sakit, Marc otomatis mengambil alih pekerjaan Papa-nya, sementara ia sendiri telah memiliki perusahaan pribadi. “Ke mana istrimu yang tak tau diri itu, Marc?”

 

“Aku mengizinkan Sarah ke luar kota selama satu bulan, Ma.” Marc menjawab dengan mata tetap pada layar laptop.

Lucy mendengus kasar. “Dasar istri tidak berguna. Mertua sakit malah liburan!”

Frank menggeleng mendengar makian istrinya. Bahkan dulu, Lucy pernah sangat cemburu pada Sarah karena menurutnya, putri sahabatnya itu begitu dekat dengannya.

“Menurutku, tak apa Sarah menyendiri sejenak. Kasihan dia. Pasti masih sedih karena ayahnya meninggal.” Frank lalu menatap Marc. “Apalagi sejak menikah, Marc juga sangat sibuk dan tidak bisa memberi perhatian pada Sarah.”

“Terus saja kau bela wanita pembawa sial itu, Frank. Yang jelas aku semakin tidak menyukainya.” Lucy mencebik kesal.

Hembusan napas panjang terdengar dari hidung Frank. Ia berusaha mengalihkan perbincangan.

“Bagaimana keadaan Marsha sekarang? Apa kalian sudah menjenguknya?”

Lucy menggeleng. “Tinna melarang kami. Ia takut media tau bahwa putrinya yang memberimu salah satu ginjalnya.”

“Aku sudah transfer uang sebagai kompensasinya, Pa. Biaya pemulihan juga akan kita tanggung.” Marc menimpali pernyataan Lucy.

“Mungkin uang itu kurang, karena Tinna dan Marsha saat ini sedang bersiap ke luar negeri untuk berobat.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status