“Apa di rumah sakit ada pekerjaan yang bisa aku lakukan, Bu?” Sarah bertanya pada Ibu Irma saat mereka makan malam bersama.
Ibu Irma mengangkat kedua alisnya, lalu menggeleng pelan. “Kondisimu belum siap untuk bekerja, Nak.”
“Tetapi, Sarah membutuhkan pekerjaan, Bu.” Sarah kemudian bercerita bahwa tabungannya sudah habis dan kini hanya tersisa beberapa ratus ribu saja di dompetnya.
Namun, Ibu Irma tetap menggeleng. Menurutnya, butuh waktu satu bulan untuk Sarah memulihkan diri. Masalah uang, Ibu Irma berkata ia tidak keberatan Sarah tinggal bersamanya sampai Sarah sembuh total.
Apa yang dikatakan Ibu Irma memang benar. Sarah akhirnya hanya mengangguk dan melanjutkan makan.
Setelah membantu Ibu Irma membereskan peralatan makan, Sarah duduk di ruang tamu. Ia mengangkat blusnya dan mengamati hasil operasi. Luka sayatan itu masih terbungkus perekat khusus yang tidak boleh dibuka.
“Apa terasa sakit?” Tiba-tiba, Ibu Irma duduk di sampingnya dan ikut memperhatikan luka Sarah.
“Terkadang di bagian dalam saja, Bu.” Sarah menurunkan blus kembali.
“Apa yang terjadi, Sarah? Apa yang terjadi dengan satu ginjalmu?”
Hening sejenak. Sarah berpikir apa yang harus ia katakan pada Ibu Irma. Matanya menatap wajah teduh di sampingnya.
“Emm ... Sarah mendonasikannya pada keluarga yang membutuhkan, Bu.”
“Lalu, di mana keluargamu? Kenapa kamu sendirian di kota ini?”
Kepala Sarah menunduk dan menggeleng. Ia belum bisa berterus-terang saat ini. Ibu Irma hanya tersenyum penuh pengertian.
“Ya, sudah, tak apa jika masih belum nyaman cerita dengan Ibu.” Setelah menepuk bahu Sarah, Ibu Irma kembali ke kamarnya.
Sebelum tidur, Sarah melihat-lihat sosial media. Lalu, ia menemukan salah satu tutorial untuk mendapatkan pekerjaan remote. Pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah dengan bantuan ponsel saja. Sarah mendapat secercah harapan untuk menghasilkan uang.
*****
“Uang lima milyar sudah ditransfer ke rekening Mama.” Tinna berbisik di telinga Marsha.
Wajah keduanya berbinar bahagia. Marsha berjoget-joget senang dan tertawa. Mereka berpelukan sambil melompat-lompat kecil.
“Rencana berikutnya, kita harus segera pergi ke luar negeri agar keluarga Carrington tidak curiga.” Tinna mengangkat teleponnya disambut dengan anggukan kepala oleh Marsha.
“Lucy.” Tinna menyapa wanita yang diteleponnya.
“Ya, Tinna.”
“Bagaimana Frank? Baik-baik saja, bukan?”
Detik berikutnya, Tinna mendengar Lucy bercerita tentang perkembangan kesehatan suaminya pasca operasi. Marsha turut mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Syukurlah kalau Frank semakin membaik. Aku mau memberi kabar bahwa aku akan membawa Marsha ke luar negeri.” Tinna memulai cerita kebohongannya dan mengedipkan satu matanya pada Marsha.
“Lho, kenapa? Sangat beresiko membawa Marsha pergi jauh sebelum pulih.” Lucy langsung berkomentar.
“Marsha agak stress karena luka sayatan akibat mendonorkan ginjalnya untuk Frank kini timbul keloid. Aku mau konsultasi ke dokter bedah kecantikan di Korea.” Tinna menjawab dengan nada suara yang dibuat sesedih mungkin.
“Ya Tuhan. Kenapa tidak berkonsultasi dengan dokter di sini dulu? Lagipula kenapa kamu sudah membawa Marsha pulang dua hari setelah operasi?”
Dengan kembali berbohong, Tinna mengungkapkan bahwa Marsha tidak ingin identitasnya diketahui awak media yang banyak berkumpul di rumah sakit. Ia memilih merawat Marsha di rumah untuk kenyamanan bersama.
“Sebenarnya, rumah sakit tempat suamiku dan Marsha dioperasi adalah rumah sakit terbaik di negara kita. Kami bisa memberikan fasilitas kesehatan dengan menanggung semua biaya untuk Marsha hingga benar-benar sembuh.” Sekali lagi, Lucy memberikan pertimbangan lain.
Namun, Tinna tetap menolak dengan berbagai alasan. Kemudian, Lucy menawarkan bantuan untuk mengurus kepergian Tinna dan Marsha.
Tinna langsung menolak dengan dalih ia telah meminta bantuan travel yang biasa ia gunakan saat ke luar negeri.
“Tidak, jangan!” Tinna kembali menolak mentah-mentah tawaran temannya itu. “Biarkan Marc fokus mengurus Papa-nya. Kami tidak ingin merepotkan putramu.”
Marsha mengangguk-angguk keras mendengar ibunya bicara. Selanjutnya, Lucy malah berkata akan mentransfer sejumlah uang pribadinya untuk biaya akomodasi Tinna dan Marsha ke luar negeri.
Sekali lagi, Tinna mengedipkan satu matanya pada Marsha. Putrinya itu bertepuk tangan setelah Tinna mengakhiri perbincangan di telepon dengan Lucy. Ibunya patut mendapat piala penghargaan karena aktingnya yang sangat natural.
“Ayo, kita bersiap ke Korea."
*****
Lucy menutup telepon dari Tinna. Cukup prihatin mendengar putri teman dekatnya sedang stress. Wanita itu menghampiri suami dan putranya yang sedang berbincang.
Saat ini keluarga Carrington bersuka cita. Operasi transplantasi ginjal Frank dinyatakan berhasil oleh dokter setelah mengamati organ itu bekerja baik di dalam tubuh pasien.
“Marc, kirim donasi ke beberapa rumah sakit yang menangani penderita ginjal sebagai bentuk rasa syukurku,” titah Frank pada putranya.
“Baik, Pa.”
“Oh ya, dokter bilang, wanita yang mendonasikan ginjalnya pada Papa meminta identitasnya dirahasiakan. Apa kamu tidak bisa mencari tau siapa dia dan bagaimana keadaannya sekarang?”
Dahi Marc berkerut dalam. Kenapa dokter berkata begitu? Ia dan Mama tau siapa yang mendonasikan ginjal untuk Papa-nya.
“Marsha, Pa. Marsha yang memberikan satu ginjalnya untuk Papa.”
Kepala Frank segera menoleh menatap putranya. “Marsha? Saudara tiri Sarah?”
“Betul.” Lucy menjawab tegas. “Sudah kubilang sejak awal padamu, Marsha lebih baik dari Sarah! Kau malah menjodohkan Marc dengan Sarah.” Lalu, Lucy menatap putranya yang tampak sibuk dengan laptop. Selama Frank sakit, Marc otomatis mengambil alih pekerjaan Papa-nya, sementara ia sendiri telah memiliki perusahaan pribadi. “Ke mana istrimu yang tak tau diri itu, Marc?”
Lucy mendengus kasar. “Dasar istri tidak berguna. Mertua sakit malah liburan!”
Frank menggeleng mendengar makian istrinya. Bahkan dulu, Lucy pernah sangat cemburu pada Sarah karena menurutnya, putri sahabatnya itu begitu dekat dengannya.
“Menurutku, tak apa Sarah menyendiri sejenak. Kasihan dia. Pasti masih sedih karena ayahnya meninggal.” Frank lalu menatap Marc. “Apalagi sejak menikah, Marc juga sangat sibuk dan tidak bisa memberi perhatian pada Sarah.”
“Terus saja kau bela wanita pembawa sial itu, Frank. Yang jelas aku semakin tidak menyukainya.” Lucy mencebik kesal.
Hembusan napas panjang terdengar dari hidung Frank. Ia berusaha mengalihkan perbincangan.
“Bagaimana keadaan Marsha sekarang? Apa kalian sudah menjenguknya?”
Lucy menggeleng. “Tinna melarang kami. Ia takut media tau bahwa putrinya yang memberimu salah satu ginjalnya.”
“Aku sudah transfer uang sebagai kompensasinya, Pa. Biaya pemulihan juga akan kita tanggung.” Marc menimpali pernyataan Lucy.
“Mungkin uang itu kurang, karena Tinna dan Marsha saat ini sedang bersiap ke luar negeri untuk berobat.”
Sarah menggeleng tak mengerti. Beberapa kali ia berusaha mencoba menghubungi Marc, namun teleponnya selalu dialihkan. Satu bulan telah berlalu dan ia benar-benar putus hubungan dengan suami dan keluarganya.Hal ini membuat Sarah bertekad bangkit dan kembali dengan pribadi yang lebih kokoh.Ia harus pulang ke kota dan melihat dengan mata kepala sendiri tentang apa yang terjadi pasca operasi.“Lelaki itu pantas hidup lebih lama.” Ibu Irma berceloteh di samping Sarah sambil melirik ponsel Sarah.Layar kecil itu memang sedang menampilkan berita tentang Frank Carrington. Setelah dinyatakan sembuh, lelaki itu semakin melebarkan sayapnya ke berbagai yayasan sosial. Bersama Marc, putra satu-satunya, mereka kerap kali berdonasi besar-besaran untuk membantu orang-orang yang kekurangan.“Eh, siapa, Bu?” Sarah menoleh dan menatap Ibu Irma dengan raut bingung.“Itu.” Ibu Irma mengendikkan dagu pada layar ponsel Sarah. “Tuan Carrington sangat bermanfaat hidupnya untuk orang banyak, ia pantas mendap
“Kamu baik-baik saja?” Frank menatap Sarah yang terdiam dan tampak tegang.Sarah mengangkat sedikit kepala dan menatap Papa mertua-nya. “I – Iya, Pa. Maaf, Sarah hanya kaget saja bahwa ternyata Marsha yang mendonorkan ginjalnya untuk Papa.”“Kamu tidak tau? Apa saat itu kamu sudah pergi?”Kepala Sarah hanya menggeleng menanggapi pertanyaan Frank. Sungguh ia masih shock. Lalu, tiba-tiba ia ingat sesuatu.“Pa, boleh Sarah tau berapa hutang Ayah?”Frank yang sedang minum air putih hampir tersedak. Ia berdehem sedikit lalu menatap Sarah dengan pandangan bingung.“Hutang apa, Nak?”“Bukannya Ayah berhutang pada Papa? Biaya rumah sakit, sekolah aku dan Marsha dan cicilan rumah. Papa tidak tau?”Kepala Frank menggeleng-geleng. “Dari mana kamu dapat informasi itu? Tidak. Thomas, ayahmu tidak berhutang pada siapa pun. Papa tau pasti tentang itu.”Apa Ayah berhutang pada bank? Atau jangan-jangan hutang Ayah dianggap lunas oleh Papa karena ia mau menikah dengan Marc? Sarah bertanya-tanya di dala
“Nyo-Nyonya Sarah?” Menjelang jam kantor usai, Sarah tiba di kantor suaminya. Ia sengaja memilih jam tersebut, karena ingin membuat efek kejut yang luar biasa.Upayanya juga tidak main-main. Sebelum ke sini ... Ia menyempatkan diri ke salon dan butik langganan. Wajahnya yang semula polos tanpa riasan, kini terlihat bersinar. Belum lagi rambutnya yang biasa dikuncir, kini digerai dengan bagian bawah yang dibuat bergelombang, indah. Lenggak-lenggok Sarah yang melangkah dalam balutan heels itu membuat mata-mata para karyawan tertuju padanya. Nyonya yang sebelumnya terlihat begitu apa adanya ... Kini terlihat begitu berbeda.Sengaja melangkah anggun dan pelan, Sarah membiarkan semua pegawai Marc melihat kedatangannya dan menatapnya kagum. Tentu saja mereka berbisik-bisik melihat penampilan baru istri presiden direktur mereka.“Bukankah itu Nyonya Sarah, istri Presdir kita?”“Dia sangat cantik sekarang.”“Tuan Marc pasti menyesal karena berniat menceraikan istrinya.”Dahi Sarah kini berkerut
Usai berkata demikian, Sarah langsung masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh supir pribadi Marc.“Antarkan Marsha lebih dulu,” pesan Marc pada sopirnya yang kemudian diangguki.Begitu mobil berjalan, Sarah tiba-tiba merasa lebih emosional. Meski saat ini Marsha duduk di depan, di samping supir ... Tapi tidak menutup kemungkinan mereka pernah atau bahkan sering duduk bersisian seperti ia dan Marc saat ini.Pikiran Sarah yang semrawut itu baru terdistraksi saat mobil berhenti di sebuah lingkungan apartemen mewah.Marsha menoleh ke belakang, “Terima kasih sudah mengantarku, Marc.” Gadis itu menatap Marc dengan senyumnya, lalu menatap Sarah dengan tatapan dingin. “Sampai jumpa lagi, Sarah.”Sarah tidak menjawab selain mengangguk heran. Ia mengamati sekeliling dan merasa asing. “Apa yang Marsha lakukan di gedung itu? Bukannya tadi ia mau pulang?”Dahi Marc berkerut mendapat pertanyaan Marsha. “Apa kalian benar-benar tidak saling menghubungi? Kamu tidak tau ibu dan kakakmu t
“Kamu setuju kita bercerai? Marc menatap heran pada Sarah.“Kenapa bingung? Bukannya kamu yang menyarankan begitu?” Sarah seolah menantang suaminya.“Apa syaratnya?” Marc duduk tegak dan siap mendengarkan.Sarah mengatakan bahwa ia memikirkan nama baik keluarga. Baginya, keluarga Carrington akan mendapat cibiran saat mereka bercerai padahal baru sebulan menikah. Belum lagi, Frank yang palling mendukung mereka akan sangat terkejut mendapat berita ini.“Kita harus bertahan dalam pernikahan ini setidaknya tiga bulan.”Marc berpikir sejenak. Lalu, lelaki itu mengangguk. “Demi nama baik keluarga dan pemulihan Papa, aku setuju.”“Kita harus menjadi suami-istri yang baik di depan semua orang terutama Papa dan Mama.”“Berarti kamu juga harus menjalankan peran sebagai istri, termasuk melayaniku di ranjang.”“Dan kamu sebagai suami yang perhatian dan melindungi istri.” Sarah tak mau kalah.Syarat-syarat itu akhirnya disepakati bersama. Bahkan mereka berjabatan tangan meresmikan perjanjian terse
“Ya Tuhan, Nak. Kenapa tidak kamu langsung beritahu Tuan Frank saja atau pada Tuan Marc, suamimu?” Ibu Tinna menggeleng mendengar cerita Sarah.Setelah bertemu dengan ibu dan kakak tirinya, Sarah menyempatkan datang ke apartemen yang disewanya bersama Ibu Irma. Begitu bertemu, Sarah langsung menceritakan semua. Ibu Irma menggeleng-geleng mendengar cerita tersebut.“Kalau Sarah yang memberitahu, mereka masih bisa mengelak, Bu. Semua data mereka palsukan. Sarah ingin kebohongan mereka terbongkar dengan sendirinya.”“Kelamaan! Jangan membiarkan kebusukan berlangsung lama.” Ibu Irma memberengut kesal.“Justru nantinya, kebusukan itu baunya akan menyebar ke mana-mana. Lagipula, Sarah takut ancaman Ibu Tinna pada keluarga Carrington benar-benar dilakukan.”Embusan napas kasar dikeluarkan Ibu Irma. Meski tidak setuju, ia tidak bisa berbuat apa pun.Sarah mengamati sekeliling apartemen. Tempat sederhana itu sangat rapi dan bersih. Ibu Irma memang wanita yang sangat rajin.“Sepertinya Ibu mau
Bagaimana Sarah bisa keberatan? Rasanya ia tidak memiliki kuasa untuk menolak, bukan? Akhirnya Sarah hanya memberikan senyum pada Papa mertuanya sebagai jawaban.Sarah kembali harus bersabar. Lucy memberikan tempat untuk Marsha di samping kiri Marc sedangkan ia di sisi kanan. Sementara di hadapannya Frank, Lucy dan Tinna.“Semenjak Papa dioperasi, hidangannya jadi seperti ini. Dan semua akhirnya ikut makan makanan yang sama.” Frank bicara sambil memperlihatkan hidangan makanan sehat di meja makan. “Semoga kamu tidak keberatan. Kalau Tinna dan Marsha sudah beberapa kali makan bersama kami, jadi sudah terbiasa.”Respons yang diberikan Sarah hanya mengangguk dan lagi-lagi tersenyum. Ia merasa seperti wanita yang tidak diinginkan kehadirannya di tempat ini. Bahkan terlihat Marsha sudah siap menggantikan posisinya.“Marsha, bagaimana pekerjaanmu, Sayang? Baik-baik saja, kan?” Lucy bertanya dengan nada manis pada Marsha.“Baik, Ma. Terima kasih.” Marsha pun membalas santun.“Jangan terlalu
Acara makan malam yang semula canggung menjadi lebih tegang. Frank kembali membentak pelan istrinya. Meminta Lucy untuk bersikap sopan sebagai nyonya rumah.Sementara Lucy tampak tidak mengindahkan ucapan suaminya. Ia terus saja mendesak putranya untuk segera menikahi Marsha.“Tidak!” Marc menggeleng dan berkata tegas. “Aku justru mempertahankan pernikahan ini demi nama baik keluarga kita.”Semua terdiam mendengar pernyataan Marc. Frank menatap putra dan menantunya bergantian seolah ingin meminta penjelasan.“Kami baru menikah satu bulan. Media berita pasti akan berkicau negatif tentang keluarga Carrington secara keluarga kita selalu dianggap keluarga ideal.” Marc mengungkapkan alasanya pada semua orang di ruangan.Frank mengangguk keras tanda setuju. “Betul.” Lalu menoleh pada Lucy. “Kamu harusnya juga mempertimbangkan nama baik kita.”Namun Lucy mendengus kasar dan membalas ucapan Frank. “Perduli apa kata orang. Bukankah kamu dan Marc biasanya tidak mau tau apa pendapat orang?”“Ka