“Nyo-Nyonya Sarah?” Menjelang jam kantor usai, Sarah tiba di kantor suaminya. Ia sengaja memilih jam tersebut, karena ingin membuat efek kejut yang luar biasa.Upayanya juga tidak main-main. Sebelum ke sini ... Ia menyempatkan diri ke salon dan butik langganan. Wajahnya yang semula polos tanpa riasan, kini terlihat bersinar. Belum lagi rambutnya yang biasa dikuncir, kini digerai dengan bagian bawah yang dibuat bergelombang, indah. Lenggak-lenggok Sarah yang melangkah dalam balutan heels itu membuat mata-mata para karyawan tertuju padanya. Nyonya yang sebelumnya terlihat begitu apa adanya ... Kini terlihat begitu berbeda.Sengaja melangkah anggun dan pelan, Sarah membiarkan semua pegawai Marc melihat kedatangannya dan menatapnya kagum. Tentu saja mereka berbisik-bisik melihat penampilan baru istri presiden direktur mereka.“Bukankah itu Nyonya Sarah, istri Presdir kita?”“Dia sangat cantik sekarang.”“Tuan Marc pasti menyesal karena berniat menceraikan istrinya.”Dahi Sarah kini berkerut
Usai berkata demikian, Sarah langsung masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh supir pribadi Marc.“Antarkan Marsha lebih dulu,” pesan Marc pada sopirnya yang kemudian diangguki.Begitu mobil berjalan, Sarah tiba-tiba merasa lebih emosional. Meski saat ini Marsha duduk di depan, di samping supir ... Tapi tidak menutup kemungkinan mereka pernah atau bahkan sering duduk bersisian seperti ia dan Marc saat ini.Pikiran Sarah yang semrawut itu baru terdistraksi saat mobil berhenti di sebuah lingkungan apartemen mewah.Marsha menoleh ke belakang, “Terima kasih sudah mengantarku, Marc.” Gadis itu menatap Marc dengan senyumnya, lalu menatap Sarah dengan tatapan dingin. “Sampai jumpa lagi, Sarah.”Sarah tidak menjawab selain mengangguk heran. Ia mengamati sekeliling dan merasa asing. “Apa yang Marsha lakukan di gedung itu? Bukannya tadi ia mau pulang?”Dahi Marc berkerut mendapat pertanyaan Marsha. “Apa kalian benar-benar tidak saling menghubungi? Kamu tidak tau ibu dan kakakmu t
“Kamu setuju kita bercerai? Marc menatap heran pada Sarah.“Kenapa bingung? Bukannya kamu yang menyarankan begitu?” Sarah seolah menantang suaminya.“Apa syaratnya?” Marc duduk tegak dan siap mendengarkan.Sarah mengatakan bahwa ia memikirkan nama baik keluarga. Baginya, keluarga Carrington akan mendapat cibiran saat mereka bercerai padahal baru sebulan menikah. Belum lagi, Frank yang palling mendukung mereka akan sangat terkejut mendapat berita ini.“Kita harus bertahan dalam pernikahan ini setidaknya tiga bulan.”Marc berpikir sejenak. Lalu, lelaki itu mengangguk. “Demi nama baik keluarga dan pemulihan Papa, aku setuju.”“Kita harus menjadi suami-istri yang baik di depan semua orang terutama Papa dan Mama.”“Berarti kamu juga harus menjalankan peran sebagai istri, termasuk melayaniku di ranjang.”“Dan kamu sebagai suami yang perhatian dan melindungi istri.” Sarah tak mau kalah.Syarat-syarat itu akhirnya disepakati bersama. Bahkan mereka berjabatan tangan meresmikan perjanjian terse
“Ya Tuhan, Nak. Kenapa tidak kamu langsung beritahu Tuan Frank saja atau pada Tuan Marc, suamimu?” Ibu Tinna menggeleng mendengar cerita Sarah.Setelah bertemu dengan ibu dan kakak tirinya, Sarah menyempatkan datang ke apartemen yang disewanya bersama Ibu Irma. Begitu bertemu, Sarah langsung menceritakan semua. Ibu Irma menggeleng-geleng mendengar cerita tersebut.“Kalau Sarah yang memberitahu, mereka masih bisa mengelak, Bu. Semua data mereka palsukan. Sarah ingin kebohongan mereka terbongkar dengan sendirinya.”“Kelamaan! Jangan membiarkan kebusukan berlangsung lama.” Ibu Irma memberengut kesal.“Justru nantinya, kebusukan itu baunya akan menyebar ke mana-mana. Lagipula, Sarah takut ancaman Ibu Tinna pada keluarga Carrington benar-benar dilakukan.”Embusan napas kasar dikeluarkan Ibu Irma. Meski tidak setuju, ia tidak bisa berbuat apa pun.Sarah mengamati sekeliling apartemen. Tempat sederhana itu sangat rapi dan bersih. Ibu Irma memang wanita yang sangat rajin.“Sepertinya Ibu mau
Bagaimana Sarah bisa keberatan? Rasanya ia tidak memiliki kuasa untuk menolak, bukan? Akhirnya Sarah hanya memberikan senyum pada Papa mertuanya sebagai jawaban.Sarah kembali harus bersabar. Lucy memberikan tempat untuk Marsha di samping kiri Marc sedangkan ia di sisi kanan. Sementara di hadapannya Frank, Lucy dan Tinna.“Semenjak Papa dioperasi, hidangannya jadi seperti ini. Dan semua akhirnya ikut makan makanan yang sama.” Frank bicara sambil memperlihatkan hidangan makanan sehat di meja makan. “Semoga kamu tidak keberatan. Kalau Tinna dan Marsha sudah beberapa kali makan bersama kami, jadi sudah terbiasa.”Respons yang diberikan Sarah hanya mengangguk dan lagi-lagi tersenyum. Ia merasa seperti wanita yang tidak diinginkan kehadirannya di tempat ini. Bahkan terlihat Marsha sudah siap menggantikan posisinya.“Marsha, bagaimana pekerjaanmu, Sayang? Baik-baik saja, kan?” Lucy bertanya dengan nada manis pada Marsha.“Baik, Ma. Terima kasih.” Marsha pun membalas santun.“Jangan terlalu
Acara makan malam yang semula canggung menjadi lebih tegang. Frank kembali membentak pelan istrinya. Meminta Lucy untuk bersikap sopan sebagai nyonya rumah.Sementara Lucy tampak tidak mengindahkan ucapan suaminya. Ia terus saja mendesak putranya untuk segera menikahi Marsha.“Tidak!” Marc menggeleng dan berkata tegas. “Aku justru mempertahankan pernikahan ini demi nama baik keluarga kita.”Semua terdiam mendengar pernyataan Marc. Frank menatap putra dan menantunya bergantian seolah ingin meminta penjelasan.“Kami baru menikah satu bulan. Media berita pasti akan berkicau negatif tentang keluarga Carrington secara keluarga kita selalu dianggap keluarga ideal.” Marc mengungkapkan alasanya pada semua orang di ruangan.Frank mengangguk keras tanda setuju. “Betul.” Lalu menoleh pada Lucy. “Kamu harusnya juga mempertimbangkan nama baik kita.”Namun Lucy mendengus kasar dan membalas ucapan Frank. “Perduli apa kata orang. Bukankah kamu dan Marc biasanya tidak mau tau apa pendapat orang?”“Ka
Setelah mengeluh nyeri. Tinna membuka atasan Marsha. Marc ikut membungkuk dan menenangkan Marsha membuat Sarah penasaran dan mendekati Marsha.Dan sekarang, ia melihat sayatan panjang di samping perut Marsha. Sayatan itu bahkan masih merah dan basah. Sarah menggeleng tak mengerti.“A – Apa itu?” Sarah terbata bertanya.“Jangan berlagak bodoh!” hardik Lucy pada Sarah. “Kamu lihat sendiri, itu adalah bekas luka sayatan pendonor ginjal.”“Hah?” Sarah luar biasa terkejut. Ia mundur beberapa langkah saat semua orang kini memberi perhatian pada Marsha.Tinna berjongkok di depan Marsha dan membersihkan luka berair itu. Lucy mengelus-elus sayang kepala Marsha. Frank berdiri sambil menenangkan Marsha.Yang paling membuat Sarah tak bisa berkata-kata lagi adalah suaminya yang datar itu membantu mengoleskan salep pada luka dan membalutnya. Seketika Sarah terhuyung, namun tak ada yang melihatnya.Sarah berpegangan pada kursi. Bertanya-tanya bagaimana Marsha mendapat luka sayatan tersebut. Dan kena
Sarah menoleh cepat memandang Marc dengan dahi berkerut. Apa kata Marc tadi? Warisan ayahnya banyak?“Tau dari mana ada warisan banyak?”“Marsha yang cerita. Kamu mendapat semua bagian dari warisan Ayahmu sementara ia dan Ibu Tinna tidak mendapat apa pun.”Sarah berdecak pelan. “Sepertinya kamu percaya sekali pada Marsha, ya.”“Aku bicara sesuai fakta.”“Fakta yang mana? Kamu tau mereka menjual rumah Ayah?”Marc tidak berkomentar. Ia tampak fokus menyetir dengan ekspresi seperti tidak mau membahas topik perbincangan mereka lebih lanjut.Sarah tidak perduli, ia melanjutkan dengan nada tinggi. “Kalau mereka tidak mendapat bagian apa-apa, bagaimana mereka bisa menjual rumah Ayah dan membeli apartemen mewah?”Sambil melirik Marc yang masih terdiam, Sarah akhirnya menghela napas panjang. Ia menyandarkan tubuh pada kursi mobil. Batinnya lelah dengan segala kebohongan di depan matanya.Sekali lagi, Sarah mengembuskan napas berat kala ingat ancaman Ibu Tinna. Mereka memang terlihat sudah sang