Share

6. Shock

“Kamu baik-baik saja?” Frank menatap Sarah yang terdiam dan tampak tegang. Sarah mengangkat sedikit kepala dan menatap Papa mertua-nya. “I – Iya, Pa. Maaf, Sarah hanya kaget saja bahwa ternyata Marsha yang mendonorkan ginjalnya untuk Papa.” “Kamu tidak tau? Apa saat itu kamu sudah pergi?” Kepala Sarah hanya menggeleng menanggapi pertanyaan Frank. Sungguh ia masih shock. Lalu, tiba-tiba ia ingat sesuatu. “Pa, boleh Sarah tau berapa hutang Ayah?” Frank yang sedang minum air putih hampir tersedak. Ia berdehem sedikit lalu menatap Sarah dengan pandangan bingung. “Hutang apa, Nak?” “Bukannya Ayah berhutang pada Papa? Biaya rumah sakit, sekolah aku dan Marsha dan cicilan rumah. Papa tidak tau?” Kepala Frank menggeleng-geleng. “Dari mana kamu dapat informasi itu? Tidak. Thomas, ayahmu tidak berhutang pada siapa pun. Papa tau pasti tentang itu.” Apa Ayah berhutang pada bank? Atau jangan-jangan hutang Ayah dianggap lunas oleh Papa karena ia mau menikah dengan Marc? Sarah bertanya-tanya di dalam hati. “Lho, lho, kok melamun lagi? Apa kamu tidak percaya Ayahmu tidak berhutang?” Frank tersenyum menatap Sarah. Selanjutnya Frank bercerita. Semasa hidupnya, Thomas, Ayah Sarah adalah lelaki pekerja keras. Selain itu, ia juga gemar menabung dan berinvestasi. Salah satunya di perusahaan Frank. Rumah cukup besar yang dibeli Thomas memang menyicil dengan meminjam dari perusahaan Frank, namun hutang itu sudah lunas. Thomas tidak pernah pusing dengan masalah biaya sekolah, karena Sarah selalu mendapatkan keringanan biaya pendidikan berkat prestasinya. “Hanya terkadang saja Thomas mengeluh tentang Marsha yang seringkali berpindah-pindah sekolah.” Frank berterus-terang pada Sarah. “Sarah hanya ... salah menduga, Pa. Syukurlah kalau Ayah tidak berhutang pada Papa.” Sarah tersenyum penuh kelegaan. Frank mengangguk penuh pengertian. Lalu ia memberi kode pada Adrian, asisten pribadinya yang berdiri tak jauh darinya. Lelaki berkaca mata yang tampak cerdas itu mendekat dan memberikan sebuah amplop pada Frank. “Sebelum meninggal, Thomas sempat menitipkan amplop ini pada Papa untuk diserahkan padamu. Isinya kunci safe deposit di sebuah bank swasta. Adrian bisa mengantarmu ke sana.” Sarah menoleh pada Adrian yang mengangguk santun dan memberikan sedikit senyum padanya. Wanita itu menerima amplop dan mengambil kunci dari dalamnya dengan rasa penasaran. “Ada apa di safe deposit itu, Pa?” Sarah membolak-balik kunci di tangannya. “Papa tidak tau, Nak. Thomas tidak memberitahukan apa isinya.” Setelah mengucapkan terima kasih, Sarah menyimpan kunci tersebut di dalam tas. Ia mengembuskan napas panjang, merasa bingung dengan informasi yang baru ia terima. Perlahan, Sarah menatap Frank. Rasanya ia ingin bercerita bahwa dirinya pendonor ginjal yang sebenarnya. Namun, ia harus mengurungkan niat itu untuk sementara waktu. “Pa, Maaf ya. Sarah pergi saat Papa sedang dioperasi. Sarah tidak membantu apa-apa.” Sarah kembali menunduk dengan mata berkaca-kaca. “Papa maklum, Sarah. Kamu masih berduka karena kehilangan Ayahmu. Harus menikah mendadak, padahal mungkin kamu belum mencintai Marc. Kamu memang butuh menyendiri sementara waktu.” Sarah tersenyum, lantas dengan lemah ia berkata, "Sarah juga sudah berusaha mengunjungi Papa, tapi Mama Lucy tidak mengizinkan Sarah masuk." Wanita itu menunduk setelahnya. Frank terdengar menghela napas. "Papa minta maaf atas sikap Lucy yang kekanakan, Sarah." Suara Frank benar-benar menyiratkan lelaki tua itu merasa ikut bersalah. "Papa yakin, suatu saat Lucy akan sadar bahwa kamu adalah wanita yang baik." Hanya anggukan Sarah yang menjawab kalimat tersebut. Mereka kemudian berbincang hal yang lebih santai, hingga suasana yang semula tegang, dan sedih kini kembali mencair. Setelah hampir satu jam berbincang, Frank melirik jam tangannya. Ia menatap Adrian yang sibuk dengan tablet dan kembali memberi kode. “Papa tidak bisa lama-lama. Ada pertemuan dengan klien perusahaan.” “Eh, iya, Pa." Sarah berdiri saat Frank berpamitan. "Maaf mengganggu waktu Papa. Sarah baru saja kembali dan ingin langsung mendengar kabar Papa.” “Jadi, kamu belum pulang ke rumah? Belum bertemu Marc?” Frank menaikkan sebelah alisnya, keheranan. Ada rasa tak enak hati, namun Sarah tidak mau berbohong. “Belum, Pa. Lagipula, saat ini Marc pasti masih di kantor.” "Kalau begitu, susullah dia ke kantor." Lelaki itu kemudian memegang sebelah pundak sang menantu dengan tatapan menguatkan. “Baik-baik lah sama Marc. Papa dan Ayahmu percaya kalian bisa menjalani kehidupan rumah tangga dengan berbagai problematikanya.” Senyum tipis mengembang di bibir wanita itu. "Sarah akan berusaha, Pa." Sebelum pergi, Frank mengamati wanita di depannya. Anak dari sahabatnya ini memang sedari dulu sudah cantik dan cerdas. Namun, penampilan Sarah yang biasanya selalu sederhana dan bahkan tanpa make up, kini berubah. Yang ada di depannya kini, wanita cantik itu merias diri dan berpakaian elegan. “By the way, Papa suka dengan penampilanmu sekarang. Papa yakin ayahmu juga akan menyukainya.” Frank memuji Sarah. Wajah Sarah bersemu merah jambu. Dulu, ia memang jarang berhias dan membeli pakaian baru. Ia lebih fokus pada pengobatan dan menemani ayah di rumah sakit ketimbang memperhatikan apa yang dikenakan dan bagaimana wajahnya. “Terima kasih, Pa.” Keduanya berpelukan. Sarah terharu hingga meneteskan air mata. Mereka bertatapan dengan senyum di wajah masing-masing. “Akh, kamu pasti rindu Ayahmu, ya.” Frank mengusap air mata di pipi Sarah yang hanya mengangguk. “Hubungi Papa kapan pun kamu butuh. Kamu bisa menelepon Adrian. Papa tidak bisa menyimpan nomer teleponmu karena Lucy mungkin akan berpikiran aneh-aneh.” Segera, Sarah mengangguk. “Iya, Pa. Sarah mengerti.” Sepeninggal Frank, Sarah terduduk dan merenung sendiri. Sarah teringat kunci safe deposit. Apa isinya adalah infomasi tentang hutang Ayah yang tidak diketahui Papa mertuanya? Lalu, jika ternyata benar Ayahnya tidak memiliki hutang, untuk apa uang kompensasi sebesar lima milyar yang seharusnya adalah haknya? Jika Marsha mengaku bahwa ia yang mendonorkan ginjal untuk Frank, bukankah artinya kakak tirinya itu yang mendapatkan uang tersebut?

Pikiran-pikiran buruk mulai melintasi Sarah. Tangan wanita itu mengepal, disertai tekad membara, “Akan kubuat mereka membayar dengan harga yang lebih mahal!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
blackroses
seruu juga. lanjut kak thor.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status