Share

5. Merubah Identitas

Sarah menggeleng tak mengerti. Beberapa kali ia berusaha mencoba menghubungi Marc, namun teleponnya selalu dialihkan. Satu bulan telah berlalu dan ia benar-benar putus hubungan dengan suami dan keluarganya.

Hal ini membuat Sarah bertekad bangkit dan kembali dengan pribadi yang lebih kokoh.

Ia harus pulang ke kota dan melihat dengan mata kepala sendiri tentang apa yang terjadi pasca operasi.

“Lelaki itu pantas hidup lebih lama.” Ibu Irma berceloteh di samping Sarah sambil melirik ponsel Sarah.

Layar kecil itu memang sedang menampilkan berita tentang Frank Carrington. Setelah dinyatakan sembuh, lelaki itu semakin melebarkan sayapnya ke berbagai yayasan sosial. Bersama Marc, putra satu-satunya, mereka kerap kali berdonasi besar-besaran untuk membantu orang-orang yang kekurangan.

“Eh, siapa, Bu?” Sarah menoleh dan menatap Ibu Irma dengan raut bingung.

“Itu.” Ibu Irma mengendikkan dagu pada layar ponsel Sarah. “Tuan Carrington sangat bermanfaat hidupnya untuk orang banyak, ia pantas mendapatkan kesempatan hidup lebih lama.”

Kini Sarah menatap ponselnya di mana foto Frank dan Marc terpampang di sana. Ia hanya bisa mengangguk pelan menyetujui pendapat Ibu Irma.

“Dia beruntung ada wanita yang sangat baik hati mendonorkan ginjalnya.” Ibu Irma melirik Sarah dengan penuh arti.

“Iya.” Sarah menjawab singkat.

“Tuan Marc – putra Tuan Frank kemarin datang ke rumah sakit.”

Spontan, Sarah menoleh cepat dengan mata membulat. “Marc ke rumah sakit, eh, maksudku Tuan Marc? Ada apa?”

Melihat reaksi Sarah, Ibu Irma tersenyum sedikit. “Ingin memberikan donasi khusus untuk penderita gagal ginjal.”

Sebagai seorang staff yang sering berkeliling di rumah sakit, tentu saja Ibu Irma mendengar berbagai macam informasi. Dengan santai Ibu Irma bercerita bahwa keluarga Carrington memang mendata berbagai rumah sakit yang memiliki pasien penderita sakit ginjal.

“Jujur saja pada Ibu, kamu ‘kan yang mendonasikan ginjal untuk Tuan Frank?” Ibu Irma menebak.

Selama tinggal bersama, Ibu Irma kerap mengamati Sarah. Wanita muda itu sering mencari informasi tentang keluarga Carrington. Bahkan Ibu Irma pernah memergoki Sarah tampak kesal saat menelepon Marc dan tidak berbalas.

Tidak ada yang bisa ditutupi. Mendengar alasan kecurigaan Ibu Irma yang memang tepat sasaran, Sarah mengangguk pelan. Wanita setengah baya itu langsung memeluk Sarah dengan terharu.

“Ibu sudah curiga saat dokter berkata luka sayatanmu merupakan sayatan dokter ahli terbaik. Dokter itu heran melihat ada pasien yang habis donor ginjal dipindahkan ke rumah sakit kecil.”

Sambil menahan air matanya, Sarah bercerita. Sesekali, kepalanya menggeleng dan menarik napas dalam-dalam. Ibu Irma malah terlihat lebih emosional.

“Kita ke kota sekarang!” Ibu Irma bangkit dan menarik tangan Sarah.

“Eh?” Sarah tampak bingung dengan sikap tiba-tiba Ibu Sarah.

“Ibu memiliki tabungan. Kita bisa sewa apartemen kecil di kota. Lagipula, penghasilanmu sudah cukup lumayan.”

Sarah mengedipkan mata berkali-kali. Ia memang berencana akan pulang sesuai janjinya pada Marc. Tetapi, ia sangat tidak menyangka akan reaksi Ibu Irma.

“Kamu pasti memiliki rencana, bukan? Ceritakan pada Ibu!” Sambil membereskan barang-barangnya, Ibu Irma memerintah Sarah.

Setelah akhirnya bisa menguasai diri, Sarah menceritakan apa yang akan ia lakukan ketika kembali ke kota. Ibu Irma mengangguk setuju. Sarah tersenyum bahagia karena mendapat perhatian yang begitu besar dari wanita yang bahkan tidak memiliki hubungan darah dengannya.

Tekad Sarah bulat. Ia akan mencari tau pengkhianatan dan kebohongan apa saja yang ia alami. Begitu tiba di kota, Sarah mengawali penyelidikannya dari rumah sakit. Sarah berpura-pura memeriksa kesehatan. Selama menunggu, Sarah mendapat informasi dari seorang suster ramah bahwa Frank Carrington juga masih memeriksakan kesehatannya secara rutin.

“Syukurlah kalau beliau baik-baik saja.” Sarah tersenyum senang.

“Apa pendonornya juga memeriksa kesehatan di sini?”

Suster tersebut berpikir sejenak, lalu menggeleng. “Tidak. Menurut keluarga Carrington, gadis itu memilih rumah sakit di luar negeri untuk memulihkan diri. Keluarga Carrington yang membiayai semua.”

Tanpa bisa menahan diri, Sarah membelalakkan matanya pada sang suster. Kebohongan macam apa lagi itu?

Setelah berhasil menguasai diri, Sarah kembali mengobrol santai.

“Beruntung, ya, gadis itu. Pasti hidupnya jadi lebih terjamin.”

“Tidak ada yang tau pasti. Setelah dua hari dioperasi gadis itu telah pergi karena memang identitasnya disembunyikan.”

Sarah memutuskan menghubungi asisten Frank melalui email perusahaan. Asisten tersebut membalas melalui email pribadi dan memberikan nomer kontaknya. Sarah segera menelepon dan meminta waktu untuk bertemu dengan Frank, orang yang saat ini menurutnya paling tepat ia temui untuk memperoleh keterangan.

Tak lama kemudian, Sarah mendapat balasan. Frank bersedia bertemu dengannya. Sarah tersenyum penuh haru. Ia bergegas pergi untuk menemui mertuanya.

Tempat yang dipilih Frank sangat private. Sebuah restoran mahal dengan ruangan khusus.

“Sarah? Ya ampun, Nak. Ke mana saja kamu?” Frank terkesima melihat penampilan Sarah yang tampil elegan dengan make up natural.

“Maaf, Pa. Sarah harus memulihkan diri di tempat terpencil.”

“Akh, kamu pasti masih sedih karena kepergian Ayahmu, ya. Tetapi, kamu  telah menikah dengan Marc. Tidak baik meninggalkan suamimu sendirian.”

Frank tidak sepenuhnya salah. Hanya saja, sesungguhnya yang sering meninggalkan dirinya justru adalah Marc. Ia hanya dibuang keluarga tirinya.

“Sarah tidak bisa menghubungi Marc, Pa.”

“Lho? Kok bisa?”

Sarah menjelaskan telepon dan email Marc tidak pernah dibalas.

Marc juga tidak sekali pun mencarinya.

Kerutan dalam terlihat di dahi Frank. Lelaki itu memanggil asistennya dan menceritakan masalah yang dihadapi Sarah.

“Mungkin bisa kita tanyakan pada Marsha.” Asisten Frank membalas.

“Ke—Kenapa bertanya dengan Marsha?”

“Marsha sudah diangkat menjadi sekretaris pribadi Marc. Ia yang mengurus semua telepon dan email yang masuk.”

“Marsha menjadi sekretaris pribadi Marc?” ulang Sarah tak percaya. Pasalnya, ia tau, Marsha sama sekali tidak memiliki keahlian pada bidang tersebut.

“Yaah ... hitung-hitung balas budi kami pada Marsha karena telah mendonorkan ginjalnya pada Papa.”

Seketika Sarah membatin. Tatapan wanita itu menggelap, dengan tangan yang mengepal di bawah meja. Ia membatin, ‘Jadi, benar mereka mengubah identitasku sebagai pendonor?’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status