Share

2. Pendonor Ginjal

Marc masih terlihat sibuk mondar-mandir ke rumah sakit. Belum ada satu pun pendonor

yang cocok untuk Daddy-nya, meski sudah banyak yang mengajukan diri.

Sarah mendapat giliran pemeriksaan di akhir pekan. Ia harus berpikir keras bagaimana

caranya pergi agar tidak diketahui Marc. Sarah tau, Lucy tidak akan mau menerima ginjalnya. Jadi, lebih baik ia terus merahasiakan ini.

“Apa ada kabar dari rumah sakit?” Sarah bertanya saat menelepon Marc.

“Belum ada yang cocok.” Marc menjawab dengan hembusan napas berat.

Satu hari telah berlalu. Dengan kompensasi besar sebagai pendonor, sebenarnya

membuat banyak orang tertarik. Sayangnya, belasan orang yang dites, tidak satu pun cocok untuk menjadi pendonor.

“Ya, sudah. Semoga malam ini ada kabar baik. Kamu jaga kesehatan, ya.”

“Hem.”

Sarah menutup saluran telepon. Marc semakin dingin dengannya. Jika tidak ditelepon,

suaminya itu tidak akan memberi kabar. Padahal sebelumnya, Marc cukup hangat karena lelaki itu cukup dekat dengan mendiang ayah Sarah seperti Sarah dekat dengan Papa Marc.

Sebelum tidur, Sarah menonton tayangan berita televisi. Foto Frank terpampang

dengan informasi bahwa lelaki yang terkenal dermawan dan memiliki banyak yayasan sosial itu kini sedang sekarat dan membutuhkan donor ginjal dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

Air mata mengalir di pipi Sarah. Kepalanya menggeleng membayangkan keadaan Papa

mertuanya saat ini. Ia sangat berharap ada keajaiban yang membuatnya tidak lagi kehilangan sosok seorang ayah.

*****

Pagi-pagi sekali, Sarah sudah berada di rumah sakit. Dengan pakaian tertutup, ia

menghampiri seorang suster yang merupakan kenalannya. Suster tersebut meminta Sarah menunggu.

“Jadi, kamu mendaftar menjadi pendonor juga?”

“Heii!” Sarah menoleh cepat karena kertas pendaftaran tes direbut seseorang.

Marsha dan Tinna, Kakak dan ibu tirinya berdiri di belakang. Keduanya masih

mengamati kertas di tangan Marsha.

“Kembalikan!” Sarah merebut kertas yang dipegang Marsha.

“Baguslah kalau kamu ikut menjadi pendonor. Semoga saja cocok. Uang kompensasi

bisa kamu gunakan untuk membayar hutang-hutang Papamu.” Tinna berkata ketus.

“Hah? Hutang?” Sarah menggeleng tak percaya mendengar Papanya memiliki hutang.

“Banyak! Papamu memiliki banyak hutang. Itu sebabnya aku juga mendaftar menjadi

pendonor.” Marsha melambaikan kertas pendaftaran di depan wajah Sarah.

Ibu dan kakak tiri Sarah kemudian mengungkit-ungkit biaya pengobatan ayah Sarah.

Mereka berkata bahwa semuanya masih belum lunas. Rumah yang mereka tempati pun ternyata masih menyicil.

“Kamu benar-benar pembawa sial di mana pun berada. Bahkan sekarang, keluarga

Carrington pun mendapat musibah setelah kamu menjadi istri Marc.”

Setelah menghina Sarah, kakak dan ibu tirinya pergi meninggalkannya. Telinga Sarah

panas. Tina memang sering mengatainya memiliki aura buruk yang mendatangkan kemalangan.

Bersama seorang suster, Sarah diperiksa di ruang tersendiri. Beberapa jam kemudian,

jantung Sarah berdebar kencang menerima hasil tes. Ternyata, ginjalnya cocok dengan Papa mertuanya.

Sarah tau ia akan segera dioperasi mengingat Frank memang membutuhkan ginjal baru

secepatnya. Ia mengangguk setuju saat diminta bersiap. Sebelum masuk ke ruang operasi, Sarah meminta izin untuk menelepon Marc.

Sarah harus berbohong pada Marc. Mengatakan bahwa ia pergi ke luar kota untuk

menemui seorang teman.

“Sekarang?” Marc terdengar bingung.

“Maaf mendadak. Mungkin satu bulan aku akan berada di luar kota.” Sarah sungguh

merasa tak enak hati karena kebohongannya.

“Terserah. Aku baru saja mendapat kabar, Papa mendapat donor. Aku harus mengurus

segalanya di rumah sakit.”

Sarah mengucapkan rasa syukurlah mendengar kabar tersebut. Ia mengucapkan doa

agar operasi berhasil. Marc tidak berkomentar lagi dan malah menutup teleponnya secara sepihak.

Detak jantung Sarah menguat saat ia dipersiapkan di ruang bedah. Ia sedikit gentar

mengingat sebelumnya tidak pernah menjalani operasi. Matanya memicing saat melihat ibu tirinya tampak mendampingi di rumah sakit.

Tinna menatap sinis pada anak tirinya. “Ingat Sarah, Jangan meminta uang kompensasi

ginjalmu. kita akan menggunakannya untuk menolong mendiang ayahmu membayar hutang-hutangnya. Aku datang untuk mengurus administrasi.”

Sarah menatap punggung Tinna yang menjauh. Mungkin Ibu tirinya itu benar. Mereka

membutuhnya uang yang banyak. Hidupnya memang serba kekurangan. Meskipun ia melihat ibu dan kakak tirinya masih bisa bergaya sosial tinggi, yang menurut Marsha karena ia bekerja keras. Tentu saja Sarah tidak percaya.

Memangnya gaji seorang staff administrasi bisa untuk membeli barang-barang branded,

mobil atau liburan seperti yang dilakukan Marsha dan Tinna? Entah dari mana uang-uang itu mereka dapatkan, Sarah tidak pernah mau tau.

Di dalam ruang operasi, Sarah melirik ranjang hidrolik di sampingnya. Seorang lelaki

tua yang terlihat lemah, tersenyum. Bibir pucat lelaki itu bergerak perlahan mengucapkan terima kasih sebelum kedua matanya terpejam.

Mungkin karena pengaruh obat, Frank seperti tidak mengenali Sarah. Dengan satu

hembusan napas panjang, Sarah mengangguk saat dokter anestesi berkata proses bedah akan dimulai. Sarah menutup mata.

“Marsha Abigail, 27 tahun, status aman. Siap menjadi pendonor ginjal untuk Tuan Frank

Carrington.”

Kalimat itu masih terdengar oleh Sarah. Namun karena pengaruh obat bius yang

membuat kesadarannya mulai berkurang, ia hanya bisa menggumam dalam hati.

“Tidak. Kenapa namaku jadi Marsha?”

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yiming
eeh kok jadi Marsha? diganti nih pasti sm ibu tirinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status