“Sumpah gue nggak nyangka lo bakal merusak pesta pernikahan si berengsek itu.”
Anton tidak berpikir Ayumie akan senekat itu menghajar Jo di depan tamu undangan sampai berdarah-darah sampai aksi Ayumie membuat heboh para tamu undangan. Jelas perbuatan Ayumie itu mereka digiring keluar oleh pihak security hotel.
“Kalau membunuh tidak lah berdosa, mungkin tersisa hanya nama saja!”
Anton dibuat merinding dengan jawaban Ayumie, dia menatap Ayumie dengan seksama. Tidak ada gurat ketakutan apa lagi kesedihan di wajah cantiknya seolah aksinya tadi melupakan luka dihatinya atas perbuatan Jo.
“Serem banget anaknya pak Suga kalo lagi ngamuk,” kata Anton dengan tawa. Sedikit candaan agar mereka tidak setegang ini. Dia pikir setelah Ayumie membuat pria itu babak belur dia akan lega tapi kenyataanya tidak, dari tatapan Ayumie yang kosong seolah masih ada yang mengganjal yang entah apa.
“Sepertinya lo belum puas?”
“Belum,” jawab Ayumie pendek dan hal itu membuat Anton salah menilai Ayumie. “Si berengsek itu bukan menggagalkan pernikahan gue aja tapi juga sudah membuat keluarga gue kecewa terutama ibu gue.” Ayumie melirik sekilas. “Jo calon menantu kesayangan ibu gue.”
“Apa karena Jo aparat polisi sampai ibu lo sayang banget?”
Ayumie menggeleng tidak, ibunya menyukainya karena sikap Jo yang ramah dan sopan pada orang tuanya sementara pikiran Anton tidak kesana. Menurutnya, sebagian orang di kampungnya akan senang dan merasa terpandang jika salah satu putrinya menikah dengan anggota polisi.
Anton menoleh ke belakang ketika tidak mendengar jawabannya, Ayumie berhenti dan menatap bangunan besar di sampingnya.
“Ayo jalan lagi, apart gue masih jauh.”
“Gue pengen kesini.”
Ayumie menunjukkan bangunan besar club malam yang cukup ternama di Orchard.
“Lo yakin mau ke sini?” Anton ragu, dia memang bukan teman dekatnya tapi Anton tahu keseharian Ayumie sebagai wanita baik dan alim jauh dari tempat seperti ini.
Lagi, lagi Ayumie tak memberi jawaban namun menarik satu tangan Anton untuk segera masuk kedalam untuk menemaninya. Ayumie butuh sedikit alkohol untuk menenangkan hati dan pikirannya yang kacau. Ayumie ingin melupakan Jo begitu juga pernikahanya yang kacau.
“Cukup Ayumie.” Anton mengambil paksa gelas kecil berisi cairan hitam yang entah keberapa telah di tenggak wanita berusia 20 tahun itu. “Gue tahu lo lagi patah hati tapi otak lo juga jangan sempit kayak gini dong sampai meracuni tubuh lo sama minuman keras kayak gini.”
“Nggak usah banyak bacot lo, Ton,” Ayumie bersungut marah sambil merebut gelas kecilnya. Minuman keras yang membakar tenggorokannya ini sedikitnya bisa membantunya. “Nggak usah banyak komentarin gue.”
“Bukan git—“
Ayumie membekap mulut Anton yang terus menasehatinya dan meminta diam. Hari yang sangat berat, Ayumie menarik nafasnya seiiring memandangi penjuru club mewah tersebut sembari kembali menenggak minumannya.
“Pulanglah. Gue nggak butuh lo ada disini.”
“Tapi—“ Pria itu mengibaskan sebelah tangannya meminta wanita itu untuk pergi dari hadapannya.
“Gue lagi nggak butuh ditemani oleh siapapun.”
“Gue akan tetap disini menemani lo, Batara!” tegasnya walaupun pria itu sudah tiga kali memintanya untuk pergi. “Suka tidak suka gue akan tetap disini.”
Wanita berjaket merah itu memandangi tempat yang dipadati ratusan orang penikmat malam.
“Kenapa lo pilih tempat ini buat ngadem?” Club malam bukan tempat yang cocok untuk situasi pria itu yang tengah berduka.
Batara melotot, dia kesal karena sejak tadi wanita itu tak henti mengganggunya dengan nasehat-nasehatnya. Tak ingin diganggu dia memanggil orangnya untuk menarik paksa teman baiknya untuk untuk pergi menjauh. Dia ingin sendiri, menikmati kerasnya cairan hitam ini membakar tumbuhnya.
‘Si preman kampung itu dibayar oleh seseorang. 100 juta, Yum.’
Ayumie menarik nafasnya dalam-dalam teringat dengan obrolan nya bersama Gistharra sahabat dekatnya. Sahabatnya itu menceritakan hal yang diketahuinya sejam Ayumie sah menikah menjadi istri Galang.
‘Aku rasa orang itu bukan Jo. Entahlah, siapa. Lo ada masalah sama apa sama preman kampung itu sampai di punya rencana lain buat lo dan keluarga lo? Dia mengancam bokap lo!'
Sama sekali tidak ada, Ayumie dan Galang memang sudah tidak akur sejak dulu karena pria itu sering membuat resah kampungnya.
‘Gue denger setelah Galang bisa menikmati tubuh lo dan membuat bokap lo miskin dia akan buang lo dan keluarga lo jauh-jauh.’
“Itu tidak akan terjadi, Gie,” ucap Ayumie seraya mencengkram kuat gelas kecil yang sedang dipegangnya.
Sudi di gauli oleh preman kampung sekalipun pria itu sah jadi suaminya, Ayumie jadi memiliki ide untuk menggagalkan rencana Galang. Ayumie mengedarkan pandangannya, mencari seorang pria untuk menemaninya malam ini.
Ya, just one night.
“Ah, sepertinya pria itu tidak terlalu buruk,” ucap Ayumie, bibirnya tertarik membentuk senyuman lebar saat menemukan pria yang tepat untuk menemaninya.
Ayumie bangun, ia merapikan terlebih dulu penampilannya untuk mendekati si tampan yang berada di ujung sana seorang diri setelah itu mendekati pria itu. Tanpa basa basi, Ayumie begitu saja duduk diatas pangkuan pria asing itu yang berjingkat kaget namun, Ayumie menunjukkan senyuman terbaiknya.
“Hai tampan,” goda Ayumie diiringi kerlingan mata.
Kedua tangannya bergerak nakal mengusap dada bidan nan kokoh itu secara sensual lalu bertengger di bahu kekar si tampan yang menatapnya horor. Ah, Ayumie tak takut akan hal itu, Ayumie justru terpesona akan sepasang mata indah hijau keemasan si pria itu.
“Bisakah Nona bangun dari pahu ku?”
Ayumie menggeleng manja dengan bibir yang mengerucut manja. “Tidak! Aku sudah terlalu jatuh hati pada matamu yang indah ini,” aku Ayumie terus terang, alkohol yang menyengat ini membuat pikirannya dangkal.
Ayumie menatap wajah tampan si pria, matanya yang indah, bibirnya yang tebal nan seksi membuatnya kesulitan walau hanya menelan ludahnya. Ayumie mengusap lembut rahang pria itu yang mengetat.
“Tampan, bagaimana kalo kamu temani aku malam ini bermain?”
Pria itu mengernyit, Ayumie mendekatkan wajahnya lalu berbisik di telinga si pria. “Aku ingin bercintta denganmu,” Ayumie menatap dengan senyuman meski dijawab dengan pelototan pria itu yang semakin menjadi. “Tenang saja, aku akan membayarmu dengan harga mahal.”
Pria itu tersenyum menyeringai, apa wajahnya yang tampan ini seperti pria bayaran? Berani sekali wanita asing ini mengajaknya bercintta?
“Anda salah orang, Nona.”
“Sstt....” Ayumie meletakkan telunjuknya di bibir tebal pria itu. “Katakan saja berapa yang kamu mau aku akan membayarnya. Aku tidak suka penolakan,” tegas Ayumie.
Pria itu menarik tubuh Ayumie untuk semakin dekat. Ayumie melotot kaget ketika pria itu mendaratkan bibirnya di telinganya lalu berbisik, “Tarifku sangat mahal, Nona. Aku yakin anda tidak mampu membayar.”
“Oh, ya?” Pria itu berikan membenarkan.
Ayumie mencebikkan bibirnya karena penolakan namun, ia menatap si tampan itu dengan tatapan memohon. Pria tampan itu gemas dengan ekspresi Ayumie.
“Baiklah,” katanya singkat. Ayumie tersenyum lebar dengan wajah yang berseri senang. “Pastikan kamu melunasinya malam in. Aku akan memuaskanmu sampai kamu tidak bisa melarikan diri esok pagi. Apa Nona, sanggup?”
Ayumie mengangguk sangat sanggup, bola mata hitam legamnya membeliak saat pria itu memukul pelan panttanya.
“Kau sangat nakal, Nona?” ucap pria itu seraya membawa Ayumie ke dalam gendongan.
“Agh,” Ayumie dibuat jantungan saat pria itu melemparkan tubuh kecilnya ke atas ranjang king size setelah mereka memesan kamar vvip. “Apa selama ini kamu bermain kasar dengan wanita, Tuan?”
“I’m fuccking hard!” bisiknya seiring menghimpit tubuhnya dan melumat bibirnya dengan rakus. Ciuman yang terkesan buru-buru itu berhasil membakar tubuh dan membangkitkan gairahnya.
“Bolehkan kamu melepaskan topengmu, cantik?”
“Nope! Aku membayarmu dengan mahal maka anda tidak boleh melihat wajahku, Tuan,” tolak Ayumie.
Wajah pria itu terlihat kesal tapi dia pun tak ingin mengakhiri permainan ini. “Kalau begitu beritahu namamu,” tanya si pria tak lain Batara disela ciumannya.
Ayumie berikan gelengan pelan, pria itu kembali menatap kecewa. “This’ just one night, Sir. Kita tidak boleh memberitahukan identitas kita, oke?”
Batara bangun dari posisinya, Ayumie ikut bangun dan duduk diatas tempat tidur dengan perasaan sedikit cemas. Ayumie takut pria itu menolak bercintta dengannya.
“Ada apa?” tanya Ayumie harap-harap cemas.
“Kita punya masalah.”
Kening Ayumie berkerut, bahkan pandangannya tak lepas pada pria asing itu yang sedang membuka laci satu persatu.
“Masalah apa?”
“Aku tidak membawa pengaman.”
Ayumie berseru lega, itu masalah kecil. Ayumie berlarian kecil lalu bergelayut manja di punggung pria itu. “Tak perlu anda cemaskan, Tuan. Anda bisa keluarkan benihmu di luar,” saran Ayumie.
Batara menurunkan tubuh Ayumie, lalu melucutinya dengan gerakan tergesa-gesa. Dia mengajaknya ke ranjangnya setuju dengan saran wanita itu. Ayumie memejamkan kedua matanya sesaat, ketika merasakan kulit telanjang si pria menyentuh lengannya. Tangan kekarnya bergerilya di tubuhnya membuat jantung Ayumie semakin memburu kencang.
“Ah,” jerit Ayumie lepas, jari lentik nan kokoh pria itu menyentuh titik sensitifnya. Ayumie menelan ludah dan reflek menahan pergelangan tangan pria tersebut.
“Apa Nona ingin mundur?” Dia melihat keraguan yang nampak di wajah Ayumie. “Anda boleh membatalkan semua ini sebelum semuanya terlambat,” Batara masih memberikan penawaran sebelum permainan ini dimulai dan cukup sampai disini saja.
“Aku ingin bercintta denganmu.”
Pria itu tersenyum untuk kedua kalinya, dia menggenggam pergelangan tangan Ayumie dan membawa dua tangan itu ke atas kepala wanita tersebut. Didaratkan kecupan di bibir Ayumie, sekalipun tidak ada kelembutan di sana karena ciuman pria itu begitu menuntut.
Ayumie, tidak peduli lagi saat tangan pria itu sudah berakhir di tempat yang seharusnya tidak boleh dijamah itu karena dia berstatus istri orang. Tapi, sekali lagi Ayumie tidak peduli. Dialah yang sudah melemparkan diri pada pria bayaran tersebut.
Saat pria itu melepaskan perlindungan terakhir yang melekat di tubuhnya untuk segera menyatu. Jeritan kerasnya membuat Batara kaget setelah berhasil menembus benteng pertahanan yang sangat sulit itu. Dia melotot, kaget dan terdiam menatap Ayumie saat mendapati adiknya yang terdapat darah.
“Are you still a virgin, hm?” Pria itu terlihat marah, dia hendak bangun untuk mengakhiri permainan ini namun, Ayumie menahan pinggul pria itu dengan tatapan memohon untuk tidak pergi dari atas tubuhnya.
“Jangan berhenti.”
Satu alis pria itu terangkat sering menatap aneh. “Tapi—”
“Berapapun aku akan membayarmu,” mohon Ayumie.
Ini bukan masalah bayaran, Batara merasa bersalah karena sudah merusak wanita yang sejak tadi dia kira wanita murahan yang haus kenikmatan pria.
“Please...”
Batara melumat kembali bibir manis wanita itu dan kembali menyatu menggerakan perlahan membawa adiknya lebih dalam lagi kedalam tubuh wanita itu menikmati hal yang belum pernah dia lakukan sepanjang hidupnya.
Batara mengecup keningnya, dia tersenyum menatap wanita itu dengan nafas yang tersengal. Dia membantingkan tubuhnya di samping Ayumie lalu memeluk Ayumie erat setelah cairan hangat dan kental merembes keluar dari bagian Ayumie.
“Astaga, kau mengeluarkan benihmu di dalam, hah?”
“Astagfirullahaladzim.” Anton kaget, dia buru-buru mendorong tubuh kekasihnya untuk tidak ikut masuk ke dalam kamar mandi.“What wrong, Babe?”“Tunggu di luar saja dan tolong buatkan aku sarapan dulu,” pinta Anton seraya menarik pintu dan menyisakan setengah tubuhnya untuk berbicara pada kekasihnya.“I'm going to shower.”Anton mendengus, matanya melotot tajam tanda sepagi ini dia tidak ingin bertengkar karena satu manusia menyebalkan yang mengejutkan paginya. Pria bule itu menggeleng kepalanya, lalu pergi dari hadapan Anton sementara Anton buru-buru menutup pintu kamar mandinya dan menatap kesal pada si pelaku yang semalam sudah membuatnya khawatir.Orang yang dikhawatirkan semalam kini sudah berada di dalam kamar mandinya, berendam dengan mata terpejam seiring menikmati aroma terapi miliknya. Wajah Ayumie bukannya segar akan uap yang keluar dari aroma terapi itu, tapi kusut dan mata yang sembab.“Kemana aja lo semalam, hah? Gue sampai telephone daddy buat bantu cariin lo.”Anton tak
“Bagi dikit dong, Kak. kayaknya enak nih.” Air liur Madona hampir saja jatuh melihat semangkuk mie rasa soto dengan aneka topping di atasnya. Dia baru saja pulang kerja begitu juga dengan Ayumie yang langsung membuat makanan.“Dikit aja, Kak,” pinta Madona memohon untuk diberikan mencicipi tapi Ayumie justru membalasnya dengan pelototan.“Kenapa nggak bikin sendiri aja, sih. Astaga, aku lagi lapar banget.”Ayumie menyeruput kuahnya yang segar menggoda adiknya, Madonna sama sekali tidak beri walaupun hanya sesuap karena Ayumie sedang ingin menikmatinya seorang diri.Madona berikan bibir lima centinya. “Dasar pelit,” umpat Madona seraya masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian. Ceritanya dia akan membuat mie yang lebih lezat dari kakaknya.Uwek... uwekk...“Ada apa, Kak?” seru Madonna kembali keluar dari dalam kamar mendengarkan suara orang muntah.Madonna menghampiri Ayumie, mengusap punggung kakaknya yang tengah memuntahkan isi perutnya.“Makanya jangan pelit kena karma kan, Kak?”
“Anak haram…. Anak haram….”“Pergilah kalian.” Azka mengusir teman-temanya, dia sama sekali tidak sakit dengan hinaan itu apalagi menangis—mengadu pada ibunya karena di bully. Azka justru mengkhawatirkan nasib teman-temannya yang terus mengejeknya. Jangan sampai hinaan itu terdengar ke telinga ibunya, bisa bahaya.“Ganteng-ganteng anjjir, nggak taunya dia anak haram.”“Iyah, kasihan banget sih nggak punya bapak,” ejek temannya lagi.“Mana bapaknya nggak jelas lagi siapa,” sambung bocah bergigi ompong.“Pulanglah,” usir Azka sekali lagi, takutnya ibunya yang bar-bar mendengar ejekan itu bisa-bisa ibunya marah besar jika mulut mereka tidak diam dan pergi.Hinaan apapun separah apapun itu tak akan membuatnya marah. Azka sudah kebal dengan semua kata-kata menyakitkan itu dan tidak pernah memusingkan orang-orang yang menghina tentangnya. Tapi jika sudah menyangkut ibunya, menghina ibunya itu jadi urusannya.“Pantes aja nggak ada yang mau temenan sama, lo anak haram, sih.”“Tapi si anak har
“Gue mau pindah ke Bali, Ra.”“Pindah?” Akira yang tengah menyantap semangkuk topokki pun langsung menoleh, dia pandangi sahabatnya yang duduk santai namun tatapannya kosong. “Kenapa mendadak banget lo mau pindah ke Bali? Emangnya kenapa?”Janda satu ini memang membingungkan, sejak mengantarkan putranya pasantren Ayumie berubah menjadi manusia kutub, jarang keluar rumah apalagi bersosialisasi dengan tetangganya paling banter Ayumie duduk sendiri melamun sepanjang hari di gazebo yang terdapat di lantai 3 kontrakannya.“Istighfar, Yum. Banyak bersyukur kenapa? Hidup lo itu sebenarnya nggak ada yang kurang.” Dia sudah lama berteman dengan Ayumie, Akira tahu bagaimana kehidupannya tak seperti dirinya sendiri yang serba kekurangan. “Lo punya segalanya yang banyak orang irikan.Ayumie mendengus disela matanya menyipit menatap Akira. Apa yang orang irikan akan kehidupanya? Apa mereka tahu saat dia kesulitan? Tidak. Orang-orang hanya melihat Ayumie dari versi senangnya saja, saat susahnya mer
‘Apa aku harus kesana lagi?’Batara dibuat gelisah setelah kembali dari lapangan, otaknya terus diingatkan dengan anak laki-laki beberapa minggu lalu ditemuinya. Mata indan nan teduhnya membuat Batara ingin bertemu lagi.Batara menarik nafasnya hatinya bergumam, ‘Sebenarnya siapa anak itu?’Meski wajahnya tak pernah nampak seperti apa rupanya, hanya sorot mata indah yang selalu menatapnya, anak laki-laki itu di pesantren itu memiliki mata yang mirip dengan anak yang sering datang di mimpinya.‘Aku harus mencari tahu, mungkin Dodo bisa membantuku,’ batinnya.Tidak salahnya Batara mencari tahu agar rasa penasarannya terjawab akan siapa
“Wah, rapi sekali loh, Bat.” Mata Batara menyipit dengan kedatangan seseorang yang tak sopan, datang tak mengetuk pintu apalagi salam. “Lo mau kemana wangi gini, ngedate?”“Nggak. Gue cuman ada perlua doang kedepan,” bohong Batara.“Ck! Nggak usah bohong lo. Gue tau lo mau kencan.”Batara yang tengah menautkan penampilannya di depan cermin geram, inilah orang kepercayaan alias mata-mata Ranti di kantornya, dia Josh sahabatnya sendiri.“Nggak mungkin mom Ranti kesini cuman nganterin makanan doang buat anak kesayangan.” Josh menggelengkan kepala. “Pastinya lo diminta kencan agar cepet nikah.”Kalau Josh sudah tahu kenapa dia bertanya lagi, pikir Batara. “Aura calon mantennya, gila kuat banget,” kata Josh dengan senyuman bahagia jika sahabatnya yang perjaka tua itu akan menikah.“Semoga lo dapetin wanita berhati baik yang punya stok kesabaran extra karena
Ayumie berdiri mematung di tengah-tengah minimarket, keberadaanya yang ditengah-tengah jelas menghalangi kendaraan yang hendak lewat. Setelah ditipu Ayumie bukannya langsung bergerak mengamankan semua hal yang penting di dalam ponselnya. Namun, Ayumie justru masih berdiri dengan ekspresi yang masih belum percaya jika ia baru saja ditipu.Ayumie tertawa sumbang, ‘Astaga... aku ditipu?’ Baru kali ini Ayumie mengalami hal demikian wajar ekspresinya masih belum percaya. ‘Bisa-bisanya aku kayak orang gobllogg percaya gitu aja sama orang yang baru aku kenal.’Tak habis pikir kenapa pria itu harus membawa ponselnya yang tak seberapa itu. Kenapa tidak membawa saja tas nya dimana Ayumie baru saja menarik uang kont
“Kamu nggak akan ikut masuk, Ra?”Ayumie turun lebih dulu dari atas motor dan memberikan helm pada sahabatnya itu. Akira meminta Ayumie untuk masuk lebih dulu karena dia harus memarkirkan motornya terlebih dulu. Tak ingin membuang waktu karena hari pun semakin malam, Ayumie lekas menghampiri seorang pria paruh baya yang tengah berjaga disana.“Saya akan antarkan Mbaknya ke ruangan komandan Batara.”“Terima kasih, Pak,” ucap Ayumie diiringi senyuman.Ayumie mengikuti langkah pria senja itu yang akan mengantarkannya pada komandanya Gumilar. Pria senja itu bernama pak Asep beliau sedikit bercerita jika komandan Batara orangnya sangat dingin dan juga galak. Ayumie pun diminta untuk mempersiapkan stok kesabaran jika akan menghadap untuk mem
“Saya kan cuman kasih saran sama anda kenapa anda marah-marah terus?”Ayumie meruncingkan bibirnya, kata siapa ia kuat menghadapi mulut Batara yang kasar yang selalu menghinanya? Tidak. Ayumie tidak sekuat itu menghadapi Batara, tampilannya memang terlihat kuat, tapi hati Ayumie sudah lebih dulu menangis ketika dibentak, dimaki dan di usir karena masih bersikeras tidak pergi.“Kalau kebanyakan pakai koyo lama-lama akan seperti ini. Pinggang anda bisa kebakar. Lihatlah kulit pinggang anda yang menghitam, mengelupas dan merah-merah?” Ayumie tunjukan bekas tempelan koyo yang jatuhnya membuat kulit Batara jadi iritasi.Batara ikut melirik sekilas meski kesulitan tapi dia bisa melihat bekas koyo yang sering ditempelnya dan kulitnya yang mengelupas.&ld
“Sebenarnya ada hubungan apa mereka?”Entahlah, pekerjaan yang menumpuk di depannya mendadak diabaikan begitu saja, otaknya tak bisa diajak bekerjasama untuk berpikir, pembicaraan bersama Gumilar menyita pikirannya.Kesalnya, Gumilar tak memberitahukan semua tentang Josh dan si janda itu sampai memicu rasa penasaran. Tak ingin terus terpangkap dengan bayangan si janda, Batara pun memutuskan untuk mendatangi Josh di ruangan nya untuk menanyakan kegusarannya.Cemburu pada Josh karena ternyata sahabatnya itu ada sesuatu dengan si janda itu? Jawabannya tidak sama sekali. Pertama Batara tidak ada perasaan apapun pada Ayumie. Kedua Ayumie bukan kriteria wanita yang pantas untuknya. Sekali lagi Batara hanya ingin menanyakan perihal nomor ponselnya bukan masalah hubungan Josh dan Ayumie, baginya itu tidak penting.“Jadi lo nggak akan jujur sama gue, Josh?”Sudah lima menit berlalu, Batara belum mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya dan juga tidak percaya dengan alibi sahabatnya itu yang
“Neng Ayumie,” si pemilik nama yang berada diatas motor pun menengok ke samping, Ayumie turun dari atas motor dan menundah sejenak kepergiannya.“Kebetulan sekali Neng ada di rumah. Saya sudah beberapa kali kesini Nengnya nggak pernah ada.”“Oh ya, maaf,” Ayumie mempersilahkan mang Ujang untuk duduk di kursi yang terdapat di depan teras rumahnya. “Beberapa hari ini saya lagi sibuk dan belum sempat nengok ke atas,” kata Ayumie pada pria senja itu.Dulu saat ada Azka, Ayumie setiap hari atau dua hari sekali mendatangi lokasi pembangunan vila kecilnya, tapi setelah Azka di pesantren Ayumie sudah jarang apalagi setelah kasus penipuan itu Ayumie semakin malas hanya untuk melihat perkembangan villa kecil impiannya.“Sudah s
“Pagi Komandan Batara.”Batara berikan senyuman tipis seiring masuk kedalam gedung besar tersebut, tak lupa dia memberikan coffe dan roti untuk beberapa orang yang kebagian piket tadi malam. Dia hanya diam tanpa menoleh kebelakang apalagi berhenti ketika pria senja itu mengucapkan terima kasih.“Meski usianya hampir 40 tahun komandan kelihatannya masih muda aja. Coba kalau komandan murah senyum, kayaknya lebih awet muda lagi,” ucap Pak Asep pada dirinya sendiri dimana teman-temannya sedang membeli sarapan.“Kayak saya ya, Pak,” Pak Asep menoleh dengan ekspresi kaget ketika melihat siapa pria yang mengejutkannya. Dia memutar bola mata ketika mendapati satu anak buah Batara yang menyebalkan.“Saya juga nggak kalah gantengnya sama komandan Batara,” ujar pria tak Jerry.Meski sedikit aneh sejak kapan Jerry datang lebih awal apalagi sudah ada disampingnya. Sama-sama ikut memandangi Batara yang sudah berjalan jauh.“Ya, memang. Tapi meski usiamu masih muda dibawah komandan Batara wajahmu bo
Batara memijat pangkal hidungnya, telinganya rasa berdengung mendengarkan serentetan ocehan di seberang sana. Masih ada waktu sebelum makan siang Batara mengajak Jerry dan Jupri untuk melanjutkan meninjau kasus berikutnya.“Maaf Batara ingkar janji, tapi Batara tidak datang karena—““Kamu sibuk, ngejar penjahat itukan alasan yang ingin kamu sampaikan sama Mommy?” poting Ranti marah.Kencan itu batal bukan karena disengaja, dia sudah berangkat menuju Cafe tersebut yang sudah dijanjikan tapi semesta justru berkata lain musibah itu mempertemukannya dengan si janda gesrek itu.“Mommy pikir kencanmu sama Cantika lancar. Mommy pikir kamu sama Cantik jadi sering bertemu. Tapi setelah 3 hari Mommy tidak ada kabar Mommy malah denger kamu nggak
“Lo kenapa sih, Yum? Bisulan?”Mau tidak dilihat tapi kelihatan, mau tidak protes tapi bayangan Ayumie yang sedari tadi mondar mandir di sampingnya seperti setrikaan rusak jelas mengganggu pandangannya yang tengah membuat adonan truffle pesanan para sahabat Ayumie.“Masa iyah sih, Ra. Gue cantik-cantik kayak gini dibilang bisulan,” decak Ayumie diiringi lirikan kesal.“Ya kali aja lo bisulan gak mau diem. Duduk kenapa? Gue pusing ngeliat tingkah lo!”Ayumie menghempaskan patattanya di sofa panjang diringi helaan nafas panjang. Dalam duduknya Ayumie kembali bersikutat dengan pikirannya. Ayumie tidak bisa diam seperti ini tanpa ada pergerakan sama sekali. Ia harus mencari cara bagaimana bisa bertemu dengan Batara.Lewat kasus penipuannya itu? Ya, itu jalan satu-satunya agar Ayumie bisa bertemu dengan Batara. Sialnya sudah tiga hari ini Ayumie belum mendapatkan kabar perkembangan kasusnya.“Lo kenapa lagi sih, kalo nggak galau tingkah lo nggak jelas banget?”“Gue lagi kesel sama si Cumi.
‘Minggu depan Ibu datang kesininya pakai hijab syar'i plus niqab, ya?’Pesan Azka membuat Akira ngakak ketika membacanya, apalagi membayangkan sahabatnya yang bar-bar yang kesehariannya berdaster dan tak mengenakan hijab tentunya tidak akan terbiasa mengenakan pakaian yang tertutup.“Permintaan anak gue kok aneh-aneh. Apa kakak nggak tahu kalau ibunya sebar-bar apa, bahkan dijuluki preman kampung?”Bibir Ayumie meruncing disertai lirikan tajam, ia jadi menyesal memberitahukan isi pesan dari putranya.“Kenapa nggak diaminkan aja sih, Ra?” protes Ayumie.“Amin, Ukhti,” Lagi lagi Akira membalasnya dengan tawa di sela ikut membantu mempersiapkan segala kebutuhan Azka di pesantren. Yang Akira lihat Ayumie lebih banyak membawakan Azka masker, hand sanitizer, jaket, dan beberapa obat ketimbang cemilan kesukaannya.“Mau gue anter nggak ke Mall beli gamis plus niqab sesuai request kakak?”“Gue belum siap lahir batin memakai niqab, Ra,” kata Ayumie tanpa menoleh kedua tangannya terlalu sibuk mem
“Kenapa Ibu belum tidur, Ibu pasti lagi begadang, ya?”Ayumie tersenyum lebar di layar ponselnya, hatinya sedari tadi terlalu berisik dan tidak sabaran untuk segera memastikan kebenarannya, sampai ia tidak bisa memejamkan matanya. Egoisnya, dipagi buta Ayumie mengirim pesan pada putranya dan siapa sangka putranya membalas langsung dengan menghubunginya lewat video call.“Ibu kebangun, kok,” dusta Ayumie. Tak mungkin ia menceritakan pada putranya jika dirinya baru saja pulang dari kantor polisi karena ditipu pria. Azka pada cemas. “Kok, Kakak bisa pegang ponsel?”“Aku nggak enak hati sejak kemarin, kepikiran Ibu terus jadi setelah aku setoran hafalan aku minta izin pada pembimbing untuk diizinkan sehari ini aja memegang ponsel,” ucapnya.Mata Ayumie berkaca-kaca. “Jadi setelah ibu mengirim pesan, aku langsung menghubungi mu, Bu.” Bibir Ayumie melengkung tersenyum genting seiiring menahan air mata agar tak tumpah. Azka benci dirinya menangis. “Are you okay, Mom?”“Hm,” balas Ayumie
Batara masih disana di parkiran khusus tempat beberapa motor dinasnya berjajar rapi, semua anggota timnya sudah bersiap namun anggota lain yang khusus mengendarai mobil patroli belum tiba sehingga membuat Batara mau tidak mau harus menunggu mereka.Disela menunggu, pandangan Batara jatuh pada wanita yang dikatai bodoh, Ayumie masih disana bersama temannya. Wanita itu tertawa riang dan sesekali tersenyum lebar yang entah apa sedang dua wanita bahas sehingga terlihat begitu asik.Melihat wanita senyuman itu hati Batara panas, rasa tidak suka mencuat begitu kuat sampai rasanya Batara tak ingin melihat wanita itu ada dilingkungan yang sama dengannya.“Tunggu sebentar, Akira.”Akira menghentikan motornya sementara Ayumie buru-buru turun dari atas motor.