Batara memijat pangkal hidungnya, telinganya rasa berdengung mendengarkan serentetan ocehan di seberang sana. Masih ada waktu sebelum makan siang Batara mengajak Jerry dan Jupri untuk melanjutkan meninjau kasus berikutnya.“Maaf Batara ingkar janji, tapi Batara tidak datang karena—““Kamu sibuk, ngejar penjahat itukan alasan yang ingin kamu sampaikan sama Mommy?” poting Ranti marah.Kencan itu batal bukan karena disengaja, dia sudah berangkat menuju Cafe tersebut yang sudah dijanjikan tapi semesta justru berkata lain musibah itu mempertemukannya dengan si janda gesrek itu.“Mommy pikir kencanmu sama Cantika lancar. Mommy pikir kamu sama Cantik jadi sering bertemu. Tapi setelah 3 hari Mommy tidak ada kabar Mommy malah denger kamu nggak
“Pagi Komandan Batara.”Batara berikan senyuman tipis seiring masuk kedalam gedung besar tersebut, tak lupa dia memberikan coffe dan roti untuk beberapa orang yang kebagian piket tadi malam. Dia hanya diam tanpa menoleh kebelakang apalagi berhenti ketika pria senja itu mengucapkan terima kasih.“Meski usianya hampir 40 tahun komandan kelihatannya masih muda aja. Coba kalau komandan murah senyum, kayaknya lebih awet muda lagi,” ucap Pak Asep pada dirinya sendiri dimana teman-temannya sedang membeli sarapan.“Kayak saya ya, Pak,” Pak Asep menoleh dengan ekspresi kaget ketika melihat siapa pria yang mengejutkannya. Dia memutar bola mata ketika mendapati satu anak buah Batara yang menyebalkan.“Saya juga nggak kalah gantengnya sama komandan Batara,” ujar pria tak Jerry.Meski sedikit aneh sejak kapan Jerry datang lebih awal apalagi sudah ada disampingnya. Sama-sama ikut memandangi Batara yang sudah berjalan jauh.“Ya, memang. Tapi meski usiamu masih muda dibawah komandan Batara wajahmu bo
“Neng Ayumie,” si pemilik nama yang berada diatas motor pun menengok ke samping, Ayumie turun dari atas motor dan menundah sejenak kepergiannya.“Kebetulan sekali Neng ada di rumah. Saya sudah beberapa kali kesini Nengnya nggak pernah ada.”“Oh ya, maaf,” Ayumie mempersilahkan mang Ujang untuk duduk di kursi yang terdapat di depan teras rumahnya. “Beberapa hari ini saya lagi sibuk dan belum sempat nengok ke atas,” kata Ayumie pada pria senja itu.Dulu saat ada Azka, Ayumie setiap hari atau dua hari sekali mendatangi lokasi pembangunan vila kecilnya, tapi setelah Azka di pesantren Ayumie sudah jarang apalagi setelah kasus penipuan itu Ayumie semakin malas hanya untuk melihat perkembangan villa kecil impiannya.“Sudah s
“Sebenarnya ada hubungan apa mereka?”Entahlah, pekerjaan yang menumpuk di depannya mendadak diabaikan begitu saja, otaknya tak bisa diajak bekerjasama untuk berpikir, pembicaraan bersama Gumilar menyita pikirannya.Kesalnya, Gumilar tak memberitahukan semua tentang Josh dan si janda itu sampai memicu rasa penasaran. Tak ingin terus terpangkap dengan bayangan si janda, Batara pun memutuskan untuk mendatangi Josh di ruangan nya untuk menanyakan kegusarannya.Cemburu pada Josh karena ternyata sahabatnya itu ada sesuatu dengan si janda itu? Jawabannya tidak sama sekali. Pertama Batara tidak ada perasaan apapun pada Ayumie. Kedua Ayumie bukan kriteria wanita yang pantas untuknya. Sekali lagi Batara hanya ingin menanyakan perihal nomor ponselnya bukan masalah hubungan Josh dan Ayumie, baginya itu tidak penting.“Jadi lo nggak akan jujur sama gue, Josh?”Sudah lima menit berlalu, Batara belum mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya dan juga tidak percaya dengan alibi sahabatnya itu yang
“Saya kan cuman kasih saran sama anda kenapa anda marah-marah terus?”Ayumie meruncingkan bibirnya, kata siapa ia kuat menghadapi mulut Batara yang kasar yang selalu menghinanya? Tidak. Ayumie tidak sekuat itu menghadapi Batara, tampilannya memang terlihat kuat, tapi hati Ayumie sudah lebih dulu menangis ketika dibentak, dimaki dan di usir karena masih bersikeras tidak pergi.“Kalau kebanyakan pakai koyo lama-lama akan seperti ini. Pinggang anda bisa kebakar. Lihatlah kulit pinggang anda yang menghitam, mengelupas dan merah-merah?” Ayumie tunjukan bekas tempelan koyo yang jatuhnya membuat kulit Batara jadi iritasi.Batara ikut melirik sekilas meski kesulitan tapi dia bisa melihat bekas koyo yang sering ditempelnya dan kulitnya yang mengelupas.&ld
“Kenapa bisa lo yang jadi suami gue, hah?”“Boleh nggak aku istirahat dulu, Yum?” pinta Galang diiringi menarik nafas sedalam-dalamnya. Galang melangkah masuk lebih dalam lagi ke dalam kamar Ayumie. “Dari pagi sampai malam aku berdiri di pelaminan tanpa kamu,” ungkapnya dengan ekspresi sedih dan juga kecewa.Hanya dia sendiri yang berdiri di pelaminan tanpa adanya pengantin wanita, tidak ada kedua orang tuanya disana begitu juga mertuanya menyambut para tamu. Bisa dibayangkan bukan bagaimana malunya dan bingungnya Galang menjawab pertanyaan para tamu undangan?Wajah Ayumie semakin memerah marah. Demi Tuhan, Ayumie sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Jika Galang kecewa dengan semuanya, lalu bagaimana dengannya saat ini?Dimana hari ini harusnya hari bahagianya menikah dengan pria dicintainya namun, semuanya menjadi hari berduka terdalam untuknya. Dengan tega calon suaminya menukarkan pengantin pria dengan pria di depannya itu sampai Ayumie kini resmi sah menjadi istri dari musuh
“Sumpah gue nggak nyangka lo bakal merusak pesta pernikahan si berengsek itu.”Anton tidak berpikir Ayumie akan senekat itu menghajar Jo di depan tamu undangan sampai berdarah-darah sampai aksi Ayumie membuat heboh para tamu undangan. Jelas perbuatan Ayumie itu mereka digiring keluar oleh pihak security hotel.“Kalau membunuh tidak lah berdosa, mungkin tersisa hanya nama saja!”Anton dibuat merinding dengan jawaban Ayumie, dia menatap Ayumie dengan seksama. Tidak ada gurat ketakutan apa lagi kesedihan di wajah cantiknya seolah aksinya tadi melupakan luka dihatinya atas perbuatan Jo.“Serem banget anaknya pak Suga kalo lagi ngamuk,” kata Anton dengan tawa. Sedikit candaan agar mereka tidak setegang ini. Dia pikir setelah Ayumie membuat pria itu babak belur dia akan lega tapi kenyataanya tidak, dari tatapan Ayumie yang kosong seolah masih ada yang mengganjal yang entah apa.“Sepertinya lo belum puas?”“Belum,” jawab Ayumie pendek dan hal itu membuat Anton salah menilai Ayumie. “Si bereng
“Astagfirullahaladzim.” Anton kaget, dia buru-buru mendorong tubuh kekasihnya untuk tidak ikut masuk ke dalam kamar mandi.“What wrong, Babe?”“Tunggu di luar saja dan tolong buatkan aku sarapan dulu,” pinta Anton seraya menarik pintu dan menyisakan setengah tubuhnya untuk berbicara pada kekasihnya.“I'm going to shower.”Anton mendengus, matanya melotot tajam tanda sepagi ini dia tidak ingin bertengkar karena satu manusia menyebalkan yang mengejutkan paginya. Pria bule itu menggeleng kepalanya, lalu pergi dari hadapan Anton sementara Anton buru-buru menutup pintu kamar mandinya dan menatap kesal pada si pelaku yang semalam sudah membuatnya khawatir.Orang yang dikhawatirkan semalam kini sudah berada di dalam kamar mandinya, berendam dengan mata terpejam seiring menikmati aroma terapi miliknya. Wajah Ayumie bukannya segar akan uap yang keluar dari aroma terapi itu, tapi kusut dan mata yang sembab.“Kemana aja lo semalam, hah? Gue sampai telephone daddy buat bantu cariin lo.”Anton tak
“Saya kan cuman kasih saran sama anda kenapa anda marah-marah terus?”Ayumie meruncingkan bibirnya, kata siapa ia kuat menghadapi mulut Batara yang kasar yang selalu menghinanya? Tidak. Ayumie tidak sekuat itu menghadapi Batara, tampilannya memang terlihat kuat, tapi hati Ayumie sudah lebih dulu menangis ketika dibentak, dimaki dan di usir karena masih bersikeras tidak pergi.“Kalau kebanyakan pakai koyo lama-lama akan seperti ini. Pinggang anda bisa kebakar. Lihatlah kulit pinggang anda yang menghitam, mengelupas dan merah-merah?” Ayumie tunjukan bekas tempelan koyo yang jatuhnya membuat kulit Batara jadi iritasi.Batara ikut melirik sekilas meski kesulitan tapi dia bisa melihat bekas koyo yang sering ditempelnya dan kulitnya yang mengelupas.&ld
“Sebenarnya ada hubungan apa mereka?”Entahlah, pekerjaan yang menumpuk di depannya mendadak diabaikan begitu saja, otaknya tak bisa diajak bekerjasama untuk berpikir, pembicaraan bersama Gumilar menyita pikirannya.Kesalnya, Gumilar tak memberitahukan semua tentang Josh dan si janda itu sampai memicu rasa penasaran. Tak ingin terus terpangkap dengan bayangan si janda, Batara pun memutuskan untuk mendatangi Josh di ruangan nya untuk menanyakan kegusarannya.Cemburu pada Josh karena ternyata sahabatnya itu ada sesuatu dengan si janda itu? Jawabannya tidak sama sekali. Pertama Batara tidak ada perasaan apapun pada Ayumie. Kedua Ayumie bukan kriteria wanita yang pantas untuknya. Sekali lagi Batara hanya ingin menanyakan perihal nomor ponselnya bukan masalah hubungan Josh dan Ayumie, baginya itu tidak penting.“Jadi lo nggak akan jujur sama gue, Josh?”Sudah lima menit berlalu, Batara belum mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya dan juga tidak percaya dengan alibi sahabatnya itu yang
“Neng Ayumie,” si pemilik nama yang berada diatas motor pun menengok ke samping, Ayumie turun dari atas motor dan menundah sejenak kepergiannya.“Kebetulan sekali Neng ada di rumah. Saya sudah beberapa kali kesini Nengnya nggak pernah ada.”“Oh ya, maaf,” Ayumie mempersilahkan mang Ujang untuk duduk di kursi yang terdapat di depan teras rumahnya. “Beberapa hari ini saya lagi sibuk dan belum sempat nengok ke atas,” kata Ayumie pada pria senja itu.Dulu saat ada Azka, Ayumie setiap hari atau dua hari sekali mendatangi lokasi pembangunan vila kecilnya, tapi setelah Azka di pesantren Ayumie sudah jarang apalagi setelah kasus penipuan itu Ayumie semakin malas hanya untuk melihat perkembangan villa kecil impiannya.“Sudah s
“Pagi Komandan Batara.”Batara berikan senyuman tipis seiring masuk kedalam gedung besar tersebut, tak lupa dia memberikan coffe dan roti untuk beberapa orang yang kebagian piket tadi malam. Dia hanya diam tanpa menoleh kebelakang apalagi berhenti ketika pria senja itu mengucapkan terima kasih.“Meski usianya hampir 40 tahun komandan kelihatannya masih muda aja. Coba kalau komandan murah senyum, kayaknya lebih awet muda lagi,” ucap Pak Asep pada dirinya sendiri dimana teman-temannya sedang membeli sarapan.“Kayak saya ya, Pak,” Pak Asep menoleh dengan ekspresi kaget ketika melihat siapa pria yang mengejutkannya. Dia memutar bola mata ketika mendapati satu anak buah Batara yang menyebalkan.“Saya juga nggak kalah gantengnya sama komandan Batara,” ujar pria tak Jerry.Meski sedikit aneh sejak kapan Jerry datang lebih awal apalagi sudah ada disampingnya. Sama-sama ikut memandangi Batara yang sudah berjalan jauh.“Ya, memang. Tapi meski usiamu masih muda dibawah komandan Batara wajahmu bo
Batara memijat pangkal hidungnya, telinganya rasa berdengung mendengarkan serentetan ocehan di seberang sana. Masih ada waktu sebelum makan siang Batara mengajak Jerry dan Jupri untuk melanjutkan meninjau kasus berikutnya.“Maaf Batara ingkar janji, tapi Batara tidak datang karena—““Kamu sibuk, ngejar penjahat itukan alasan yang ingin kamu sampaikan sama Mommy?” poting Ranti marah.Kencan itu batal bukan karena disengaja, dia sudah berangkat menuju Cafe tersebut yang sudah dijanjikan tapi semesta justru berkata lain musibah itu mempertemukannya dengan si janda gesrek itu.“Mommy pikir kencanmu sama Cantika lancar. Mommy pikir kamu sama Cantik jadi sering bertemu. Tapi setelah 3 hari Mommy tidak ada kabar Mommy malah denger kamu nggak
“Lo kenapa sih, Yum? Bisulan?”Mau tidak dilihat tapi kelihatan, mau tidak protes tapi bayangan Ayumie yang sedari tadi mondar mandir di sampingnya seperti setrikaan rusak jelas mengganggu pandangannya yang tengah membuat adonan truffle pesanan para sahabat Ayumie.“Masa iyah sih, Ra. Gue cantik-cantik kayak gini dibilang bisulan,” decak Ayumie diiringi lirikan kesal.“Ya kali aja lo bisulan gak mau diem. Duduk kenapa? Gue pusing ngeliat tingkah lo!”Ayumie menghempaskan patattanya di sofa panjang diringi helaan nafas panjang. Dalam duduknya Ayumie kembali bersikutat dengan pikirannya. Ayumie tidak bisa diam seperti ini tanpa ada pergerakan sama sekali. Ia harus mencari cara bagaimana bisa bertemu dengan Batara.Lewat kasus penipuannya itu? Ya, itu jalan satu-satunya agar Ayumie bisa bertemu dengan Batara. Sialnya sudah tiga hari ini Ayumie belum mendapatkan kabar perkembangan kasusnya.“Lo kenapa lagi sih, kalo nggak galau tingkah lo nggak jelas banget?”“Gue lagi kesel sama si Cumi.
‘Minggu depan Ibu datang kesininya pakai hijab syar'i plus niqab, ya?’Pesan Azka membuat Akira ngakak ketika membacanya, apalagi membayangkan sahabatnya yang bar-bar yang kesehariannya berdaster dan tak mengenakan hijab tentunya tidak akan terbiasa mengenakan pakaian yang tertutup.“Permintaan anak gue kok aneh-aneh. Apa kakak nggak tahu kalau ibunya sebar-bar apa, bahkan dijuluki preman kampung?”Bibir Ayumie meruncing disertai lirikan tajam, ia jadi menyesal memberitahukan isi pesan dari putranya.“Kenapa nggak diaminkan aja sih, Ra?” protes Ayumie.“Amin, Ukhti,” Lagi lagi Akira membalasnya dengan tawa di sela ikut membantu mempersiapkan segala kebutuhan Azka di pesantren. Yang Akira lihat Ayumie lebih banyak membawakan Azka masker, hand sanitizer, jaket, dan beberapa obat ketimbang cemilan kesukaannya.“Mau gue anter nggak ke Mall beli gamis plus niqab sesuai request kakak?”“Gue belum siap lahir batin memakai niqab, Ra,” kata Ayumie tanpa menoleh kedua tangannya terlalu sibuk mem
“Kenapa Ibu belum tidur, Ibu pasti lagi begadang, ya?”Ayumie tersenyum lebar di layar ponselnya, hatinya sedari tadi terlalu berisik dan tidak sabaran untuk segera memastikan kebenarannya, sampai ia tidak bisa memejamkan matanya. Egoisnya, dipagi buta Ayumie mengirim pesan pada putranya dan siapa sangka putranya membalas langsung dengan menghubunginya lewat video call.“Ibu kebangun, kok,” dusta Ayumie. Tak mungkin ia menceritakan pada putranya jika dirinya baru saja pulang dari kantor polisi karena ditipu pria. Azka pada cemas. “Kok, Kakak bisa pegang ponsel?”“Aku nggak enak hati sejak kemarin, kepikiran Ibu terus jadi setelah aku setoran hafalan aku minta izin pada pembimbing untuk diizinkan sehari ini aja memegang ponsel,” ucapnya.Mata Ayumie berkaca-kaca. “Jadi setelah ibu mengirim pesan, aku langsung menghubungi mu, Bu.” Bibir Ayumie melengkung tersenyum genting seiiring menahan air mata agar tak tumpah. Azka benci dirinya menangis. “Are you okay, Mom?”“Hm,” balas Ayumie
Batara masih disana di parkiran khusus tempat beberapa motor dinasnya berjajar rapi, semua anggota timnya sudah bersiap namun anggota lain yang khusus mengendarai mobil patroli belum tiba sehingga membuat Batara mau tidak mau harus menunggu mereka.Disela menunggu, pandangan Batara jatuh pada wanita yang dikatai bodoh, Ayumie masih disana bersama temannya. Wanita itu tertawa riang dan sesekali tersenyum lebar yang entah apa sedang dua wanita bahas sehingga terlihat begitu asik.Melihat wanita senyuman itu hati Batara panas, rasa tidak suka mencuat begitu kuat sampai rasanya Batara tak ingin melihat wanita itu ada dilingkungan yang sama dengannya.“Tunggu sebentar, Akira.”Akira menghentikan motornya sementara Ayumie buru-buru turun dari atas motor.