“Gue mau pindah ke Bali, Ra.”
“Pindah?” Akira yang tengah menyantap semangkuk topokki pun langsung menoleh, dia pandangi sahabatnya yang duduk santai namun tatapannya kosong. “Kenapa mendadak banget lo mau pindah ke Bali? Emangnya kenapa?”
Janda satu ini memang membingungkan, sejak mengantarkan putranya pasantren Ayumie berubah menjadi manusia kutub, jarang keluar rumah apalagi bersosialisasi dengan tetangganya paling banter Ayumie duduk sendiri melamun sepanjang hari di gazebo yang terdapat di lantai 3 kontrakannya.
“Istighfar, Yum. Banyak bersyukur kenapa? Hidup lo itu sebenarnya nggak ada yang kurang.” Dia sudah lama berteman dengan Ayumie, Akira tahu bagaimana kehidupannya tak seperti dirinya sendiri yang serba kekurangan. “Lo punya segalanya yang banyak orang irikan.
Ayumie mendengus disela matanya menyipit menatap Akira. Apa yang orang irikan akan kehidupanya? Apa mereka tahu saat dia kesulitan? Tidak. Orang-orang hanya melihat Ayumie dari versi senangnya saja, saat susahnya mereka pura-pura buta.
“Dari segi materi, lo oke. Hidup lo lurus-lurus bae kan selama ini. Lo nggak akan kesulitan uang, selain lo di kampung ini dikenal juragan kontrakan lo juga punya penghasilan dari menulis novel. Jadi stop ngeluh terus hidup lo hampa,” ungkap Akira dari hati yang paling dalam.
Ayumie merubah posisi duduknya berhadapan dengan Akira, ia masih punya unek-unek akan jawaban Akira yang menurutnya terlalu berlebihan.
“Begini nih kalo punya sahabat otaknya nggak pernah di upgrade,” omel Ayumie. Akira yang mendengar hanya tertawa tanpa marah. “Nyatanya tak sempurna itu hidup gue, Ra. Tapi walaupun begitu gue bersyukur karena Tuhan memberikan aku kenikmatan ini,” ungkap Ayumie.
“Terus lo galau ini apa, hah? Gue perhatiin lo sekarang banyak ngeluh sampai deritanya galau tiap harinya.”
Ayumie menarik nafasnya dalam-dalam lalu berkata, “Permintaan, kakak.”
Akira menyimpan mangkuk kosong lalu menenggak minumannya. Akira ikut menggeser duduk menghadap Ayumie dengan tatapan serius.
“Azka ingin punya ayah agar tidak dikatain anak haram terus sama teman-temannya dan dia juga ingin punya adik agar suatu hari nanti aku nggak sedih?”
Wajah Ayumie berubah sedih begitu juga Akira, keduanya sama-sama tahu kalau bocah berusia 11 tahun itu mengidap penyakit langka permintaan itu membuat Ayumie dan Akira jadi berpikir yang tidak-tidak. Takutnya, itu permintaan terakhirnya.
“Gue masih trauma menikah.” Ingatan tentang pernikahanya bersama Galang membuat bulu kuduk Ayumie meremang begitu juga rasa ketukan akan penukaran pengantin lagi. “Bisa bercerai dari si Galang aja rasanya suatu anugrah.”
Prosesnya sangat sulit butuh perjuangan keras. “Dan untuk mengulangi biduk rumah tangga.” Ayumie tersenyum getir diserta gelengan kepala pelan. “Gue belum siap.”
“Jika permintaanku tidak berdosa pada Tuhan, gue pengen di hamili tanpa harus dinikahi. Satu bibit unggul saja yang tumbuh di rahim gue, selain itu nggak ada permintaan lain,” sayangnya cukup dalam hati.
Ayumie tak berani mengungkapkan keinginannya dan termasuk ide gilanya untuk memberikan Azka adik. Sahabatnya yang satu sangat berbeda, Akira sudah seperti saudaranya sendiri. Jika ide gila ini terlaksana, Akira tak segan-segan memakinya, menceramahinya sampai mulutnya berbusa sekalipun Akira berstatus sama janda sepertinya. Sayangnya, janda sebelah ini sudah mati rasa pada pria, tapi Ayumie?
Sudah tak tahan lama-lama menjanda. 9 tahun menjanda itu tidak enak, tidak ada yang memeluknya tiap malam, tidak ada yang bisa berbagi keluh kesah. Yang terutama Ayumie sudah tidak tahan lagi kalau rahimnya kelamaan tidak dibuahi saking lamanya tidak ada yang datang mengunjunginya. Ayumie takut rahimnya expired. Tapi kendalanya itu dia, Ayumie trauma menikah.
“Lo bukan sekali dua kali–ya, Yum pengen pindah ke Bali. Lo nggak akan terus terang nih sama gue?”
Ayumie terdiam sesaat. “Gue cuman pengen cari suasana baru aja Ra,” bohongnya.
“Emangnya rumah ini kenapa, sampai lo cari suasana baru, Yum?” cecar Akira tak akan lelah mendesak sahabatnya untuk berkata jujur.
Ayumie membuka mulutnya untuk menjawab namun, Akira menahannya meminta Ayumie untuk diam sesaat. Dia mendengar suara bisik-bisik dan keributan kecil di bawah sana. Suara itu semakin kesini semakin jelas terdengar.
“Jer. Apa informasinya ini sudah jelas? Kenapa kita jadi blusukan kayak gini sih cuman cari satu orang? Meragukan,” ucap seorang lelaki tampan sembari berbisik.
“Ssst… Berisik, Ndan.” Jerry memberikan kode telunjuknya ditempelkan di bibir agar komandannya itu tidak banyak komentar. “Menurut laporan dari masyarakat setempat yah di sini lokasinya,” jawab Jerry sambil berjalan mengindap-indap.
“Tapi ini kampung orang. Bukan bagian kita,” balasnya.
“Lo denger nggak ada suara?” tanya Akira pelan.
Ayumie mengangguk, ia bangun dari duduknya begitu juga Akira. Ayumie takut ada pencuri lagi masuk ke halaman rumahnya mengambil kucing kesayangannya. Sudah cukup ia kehilangan kucing berjenis British Shorthair kesayangannya yang dicuri orang di siang bolong.
“Woy…. Lo maling, ya?” Seruan Akira membuat dua pria dibawah sana tersentak kaget, kedua pria di bawah sana kompak mencari sumber suara.
“Kalian mau mencuri si Juliend, ya?” Ayumie ikut bertanya.
“Juliend? Siapa tuh Ndan?”
“Mana saya tau,” jawab Komandannya seraya menggendikan bahu.
Pria berjaket hitam itu menengadahkan kepalanya ke atas, tangannya menghalau sinar matahari yang menghalangi kedua matanya untuk melihat ke atas. Sayangnya, sinar matahari pagi ini terlalu terik hingga kedua matanya silau untuk melihat dua wanita orang yang berada di atas sana.
“Bukan Mbak. Saya lagi cari rumah mang Yayat,” jawab Jerry asal. Dia takut diteriaki maling dan di amuk warga setempat.
“Ohh… rumahnya mang Yayat yang punya koleksi ayam jago itu bukan?”
Jerry mengangguk dia membaca sepintas laporan kasusnya kalau pelakunya memiliki koleksi ayam.
“Dari sini lurus saja Pak, rumah mang Yayat persis sisi jalan banget rumah cet warna ungu,” kata Ayumie memberikan petunjuk.
“Oke, makasih Mbak infornya. Saya pamit kesana,” ucap Jerry diiringi senyuman tak lupa dengan lambaian tangan pergi dari rumah besar tersebut.
“Mang Yayat siapa, Jer?” Komandanya bertanya sambil mengikuti jalan. Dia heran dengan anak buahnya yang sejak tadi sok akrab dengan banyak orang terutama pada wanita. Si pelaku berikan cengiran sebagai jawaban, dia hanya asal tapi kebeneran nama itu ada.
Setelah dua laki-laki itu pergi, Akira dan Ayumie kembali duduk melanjutkan obrolannya yang sempat terganggu.
“Lo nggak akan cerita yang sebenarnya sama gue? Kenapa lo keukeuh ingin pindah ke Bali, hm?”
Ayumie mencebikkan bibirnya. Ah, Akira nya sangat menyebalkan bisa-bisanya dia masih mengintrogasinya dan mendesaknya untuk berkata jujur akan alasannya kepindahannya ke Bali.
“Jujur aja sama gue, Ayumie. Ada apa, hah?”
“Gue pengen minta bibit unggul sama bule di sono…”
“Sinting, lo!”
‘Apa aku harus kesana lagi?’Batara dibuat gelisah setelah kembali dari lapangan, otaknya terus diingatkan dengan anak laki-laki beberapa minggu lalu ditemuinya. Mata indan nan teduhnya membuat Batara ingin bertemu lagi.Batara menarik nafasnya hatinya bergumam, ‘Sebenarnya siapa anak itu?’Meski wajahnya tak pernah nampak seperti apa rupanya, hanya sorot mata indah yang selalu menatapnya, anak laki-laki itu di pesantren itu memiliki mata yang mirip dengan anak yang sering datang di mimpinya.‘Aku harus mencari tahu, mungkin Dodo bisa membantuku,’ batinnya.Tidak salahnya Batara mencari tahu agar rasa penasarannya terjawab akan siapa
“Wah, rapi sekali loh, Bat.” Mata Batara menyipit dengan kedatangan seseorang yang tak sopan, datang tak mengetuk pintu apalagi salam. “Lo mau kemana wangi gini, ngedate?”“Nggak. Gue cuman ada perlua doang kedepan,” bohong Batara.“Ck! Nggak usah bohong lo. Gue tau lo mau kencan.”Batara yang tengah menautkan penampilannya di depan cermin geram, inilah orang kepercayaan alias mata-mata Ranti di kantornya, dia Josh sahabatnya sendiri.“Nggak mungkin mom Ranti kesini cuman nganterin makanan doang buat anak kesayangan.” Josh menggelengkan kepala. “Pastinya lo diminta kencan agar cepet nikah.”Kalau Josh sudah tahu kenapa dia bertanya lagi, pikir Batara. “Aura calon mantennya, gila kuat banget,” kata Josh dengan senyuman bahagia jika sahabatnya yang perjaka tua itu akan menikah.“Semoga lo dapetin wanita berhati baik yang punya stok kesabaran extra karena
Ayumie berdiri mematung di tengah-tengah minimarket, keberadaanya yang ditengah-tengah jelas menghalangi kendaraan yang hendak lewat. Setelah ditipu Ayumie bukannya langsung bergerak mengamankan semua hal yang penting di dalam ponselnya. Namun, Ayumie justru masih berdiri dengan ekspresi yang masih belum percaya jika ia baru saja ditipu.Ayumie tertawa sumbang, ‘Astaga... aku ditipu?’ Baru kali ini Ayumie mengalami hal demikian wajar ekspresinya masih belum percaya. ‘Bisa-bisanya aku kayak orang gobllogg percaya gitu aja sama orang yang baru aku kenal.’Tak habis pikir kenapa pria itu harus membawa ponselnya yang tak seberapa itu. Kenapa tidak membawa saja tas nya dimana Ayumie baru saja menarik uang kont
“Kamu nggak akan ikut masuk, Ra?”Ayumie turun lebih dulu dari atas motor dan memberikan helm pada sahabatnya itu. Akira meminta Ayumie untuk masuk lebih dulu karena dia harus memarkirkan motornya terlebih dulu. Tak ingin membuang waktu karena hari pun semakin malam, Ayumie lekas menghampiri seorang pria paruh baya yang tengah berjaga disana.“Saya akan antarkan Mbaknya ke ruangan komandan Batara.”“Terima kasih, Pak,” ucap Ayumie diiringi senyuman.Ayumie mengikuti langkah pria senja itu yang akan mengantarkannya pada komandanya Gumilar. Pria senja itu bernama pak Asep beliau sedikit bercerita jika komandan Batara orangnya sangat dingin dan juga galak. Ayumie pun diminta untuk mempersiapkan stok kesabaran jika akan menghadap untuk mem
“Lo nggak apa-apa?”“Hm,” Ayumie tertarik dari lamunannya ia menatap sesaat sahabatnya.Keduanya berjalan bersamaan menuju pintu keluar gedung besar ini setelah selembar uang yang tersisa pemberian pria itu dan bukti lain menjadi barang bukti Ayumie memutuskan untuk pulang.Jika masalah penipuannya akan ditangani secepat mungkin seperti kata Josh tapi masalah yang lain... sepertinya tidak akan semudah itu ditanganinya dengan cepat. Kedatanganya ke kantor ini seolah menyerahkan diri dan memperumit masalah yang sudah-sudah.“Aku baik-baik saja, Ra,” jawab Ayumie disertai senyuman lebar.Wajahnya yang lelah dipaksakan ceria menunjukkan pada sahabatnya jika ia baik-baik saja. Tapi Ayumie lupa d
Batara masih disana di parkiran khusus tempat beberapa motor dinasnya berjajar rapi, semua anggota timnya sudah bersiap namun anggota lain yang khusus mengendarai mobil patroli belum tiba sehingga membuat Batara mau tidak mau harus menunggu mereka.Disela menunggu, pandangan Batara jatuh pada wanita yang dikatai bodoh, Ayumie masih disana bersama temannya. Wanita itu tertawa riang dan sesekali tersenyum lebar yang entah apa sedang dua wanita bahas sehingga terlihat begitu asik.Melihat wanita senyuman itu hati Batara panas, rasa tidak suka mencuat begitu kuat sampai rasanya Batara tak ingin melihat wanita itu ada dilingkungan yang sama dengannya.“Tunggu sebentar, Akira.”Akira menghentikan motornya sementara Ayumie buru-buru turun dari atas motor.
“Kenapa Ibu belum tidur, Ibu pasti lagi begadang, ya?”Ayumie tersenyum lebar di layar ponselnya, hatinya sedari tadi terlalu berisik dan tidak sabaran untuk segera memastikan kebenarannya, sampai ia tidak bisa memejamkan matanya. Egoisnya, dipagi buta Ayumie mengirim pesan pada putranya dan siapa sangka putranya membalas langsung dengan menghubunginya lewat video call.“Ibu kebangun, kok,” dusta Ayumie. Tak mungkin ia menceritakan pada putranya jika dirinya baru saja pulang dari kantor polisi karena ditipu pria. Azka pada cemas. “Kok, Kakak bisa pegang ponsel?”“Aku nggak enak hati sejak kemarin, kepikiran Ibu terus jadi setelah aku setoran hafalan aku minta izin pada pembimbing untuk diizinkan sehari ini aja memegang ponsel,” ucapnya.Mata Ayumie berkaca-kaca. “Jadi setelah ibu mengirim pesan, aku langsung menghubungi mu, Bu.” Bibir Ayumie melengkung tersenyum genting seiiring menahan air mata agar tak tumpah. Azka benci dirinya menangis. “Are you okay, Mom?”“Hm,” balas Ayumie
‘Minggu depan Ibu datang kesininya pakai hijab syar'i plus niqab, ya?’Pesan Azka membuat Akira ngakak ketika membacanya, apalagi membayangkan sahabatnya yang bar-bar yang kesehariannya berdaster dan tak mengenakan hijab tentunya tidak akan terbiasa mengenakan pakaian yang tertutup.“Permintaan anak gue kok aneh-aneh. Apa kakak nggak tahu kalau ibunya sebar-bar apa, bahkan dijuluki preman kampung?”Bibir Ayumie meruncing disertai lirikan tajam, ia jadi menyesal memberitahukan isi pesan dari putranya.“Kenapa nggak diaminkan aja sih, Ra?” protes Ayumie.“Amin, Ukhti,” Lagi lagi Akira membalasnya dengan tawa di sela ikut membantu mempersiapkan segala kebutuhan Azka di pesantren. Yang Akira lihat Ayumie lebih banyak membawakan Azka masker, hand sanitizer, jaket, dan beberapa obat ketimbang cemilan kesukaannya.“Mau gue anter nggak ke Mall beli gamis plus niqab sesuai request kakak?”“Gue belum siap lahir batin memakai niqab, Ra,” kata Ayumie tanpa menoleh kedua tangannya terlalu sibuk mem
“Saya kan cuman kasih saran sama anda kenapa anda marah-marah terus?”Ayumie meruncingkan bibirnya, kata siapa ia kuat menghadapi mulut Batara yang kasar yang selalu menghinanya? Tidak. Ayumie tidak sekuat itu menghadapi Batara, tampilannya memang terlihat kuat, tapi hati Ayumie sudah lebih dulu menangis ketika dibentak, dimaki dan di usir karena masih bersikeras tidak pergi.“Kalau kebanyakan pakai koyo lama-lama akan seperti ini. Pinggang anda bisa kebakar. Lihatlah kulit pinggang anda yang menghitam, mengelupas dan merah-merah?” Ayumie tunjukan bekas tempelan koyo yang jatuhnya membuat kulit Batara jadi iritasi.Batara ikut melirik sekilas meski kesulitan tapi dia bisa melihat bekas koyo yang sering ditempelnya dan kulitnya yang mengelupas.&ld
“Sebenarnya ada hubungan apa mereka?”Entahlah, pekerjaan yang menumpuk di depannya mendadak diabaikan begitu saja, otaknya tak bisa diajak bekerjasama untuk berpikir, pembicaraan bersama Gumilar menyita pikirannya.Kesalnya, Gumilar tak memberitahukan semua tentang Josh dan si janda itu sampai memicu rasa penasaran. Tak ingin terus terpangkap dengan bayangan si janda, Batara pun memutuskan untuk mendatangi Josh di ruangan nya untuk menanyakan kegusarannya.Cemburu pada Josh karena ternyata sahabatnya itu ada sesuatu dengan si janda itu? Jawabannya tidak sama sekali. Pertama Batara tidak ada perasaan apapun pada Ayumie. Kedua Ayumie bukan kriteria wanita yang pantas untuknya. Sekali lagi Batara hanya ingin menanyakan perihal nomor ponselnya bukan masalah hubungan Josh dan Ayumie, baginya itu tidak penting.“Jadi lo nggak akan jujur sama gue, Josh?”Sudah lima menit berlalu, Batara belum mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya dan juga tidak percaya dengan alibi sahabatnya itu yang
“Neng Ayumie,” si pemilik nama yang berada diatas motor pun menengok ke samping, Ayumie turun dari atas motor dan menundah sejenak kepergiannya.“Kebetulan sekali Neng ada di rumah. Saya sudah beberapa kali kesini Nengnya nggak pernah ada.”“Oh ya, maaf,” Ayumie mempersilahkan mang Ujang untuk duduk di kursi yang terdapat di depan teras rumahnya. “Beberapa hari ini saya lagi sibuk dan belum sempat nengok ke atas,” kata Ayumie pada pria senja itu.Dulu saat ada Azka, Ayumie setiap hari atau dua hari sekali mendatangi lokasi pembangunan vila kecilnya, tapi setelah Azka di pesantren Ayumie sudah jarang apalagi setelah kasus penipuan itu Ayumie semakin malas hanya untuk melihat perkembangan villa kecil impiannya.“Sudah s
“Pagi Komandan Batara.”Batara berikan senyuman tipis seiring masuk kedalam gedung besar tersebut, tak lupa dia memberikan coffe dan roti untuk beberapa orang yang kebagian piket tadi malam. Dia hanya diam tanpa menoleh kebelakang apalagi berhenti ketika pria senja itu mengucapkan terima kasih.“Meski usianya hampir 40 tahun komandan kelihatannya masih muda aja. Coba kalau komandan murah senyum, kayaknya lebih awet muda lagi,” ucap Pak Asep pada dirinya sendiri dimana teman-temannya sedang membeli sarapan.“Kayak saya ya, Pak,” Pak Asep menoleh dengan ekspresi kaget ketika melihat siapa pria yang mengejutkannya. Dia memutar bola mata ketika mendapati satu anak buah Batara yang menyebalkan.“Saya juga nggak kalah gantengnya sama komandan Batara,” ujar pria tak Jerry.Meski sedikit aneh sejak kapan Jerry datang lebih awal apalagi sudah ada disampingnya. Sama-sama ikut memandangi Batara yang sudah berjalan jauh.“Ya, memang. Tapi meski usiamu masih muda dibawah komandan Batara wajahmu bo
Batara memijat pangkal hidungnya, telinganya rasa berdengung mendengarkan serentetan ocehan di seberang sana. Masih ada waktu sebelum makan siang Batara mengajak Jerry dan Jupri untuk melanjutkan meninjau kasus berikutnya.“Maaf Batara ingkar janji, tapi Batara tidak datang karena—““Kamu sibuk, ngejar penjahat itukan alasan yang ingin kamu sampaikan sama Mommy?” poting Ranti marah.Kencan itu batal bukan karena disengaja, dia sudah berangkat menuju Cafe tersebut yang sudah dijanjikan tapi semesta justru berkata lain musibah itu mempertemukannya dengan si janda gesrek itu.“Mommy pikir kencanmu sama Cantika lancar. Mommy pikir kamu sama Cantik jadi sering bertemu. Tapi setelah 3 hari Mommy tidak ada kabar Mommy malah denger kamu nggak
“Lo kenapa sih, Yum? Bisulan?”Mau tidak dilihat tapi kelihatan, mau tidak protes tapi bayangan Ayumie yang sedari tadi mondar mandir di sampingnya seperti setrikaan rusak jelas mengganggu pandangannya yang tengah membuat adonan truffle pesanan para sahabat Ayumie.“Masa iyah sih, Ra. Gue cantik-cantik kayak gini dibilang bisulan,” decak Ayumie diiringi lirikan kesal.“Ya kali aja lo bisulan gak mau diem. Duduk kenapa? Gue pusing ngeliat tingkah lo!”Ayumie menghempaskan patattanya di sofa panjang diringi helaan nafas panjang. Dalam duduknya Ayumie kembali bersikutat dengan pikirannya. Ayumie tidak bisa diam seperti ini tanpa ada pergerakan sama sekali. Ia harus mencari cara bagaimana bisa bertemu dengan Batara.Lewat kasus penipuannya itu? Ya, itu jalan satu-satunya agar Ayumie bisa bertemu dengan Batara. Sialnya sudah tiga hari ini Ayumie belum mendapatkan kabar perkembangan kasusnya.“Lo kenapa lagi sih, kalo nggak galau tingkah lo nggak jelas banget?”“Gue lagi kesel sama si Cumi.
‘Minggu depan Ibu datang kesininya pakai hijab syar'i plus niqab, ya?’Pesan Azka membuat Akira ngakak ketika membacanya, apalagi membayangkan sahabatnya yang bar-bar yang kesehariannya berdaster dan tak mengenakan hijab tentunya tidak akan terbiasa mengenakan pakaian yang tertutup.“Permintaan anak gue kok aneh-aneh. Apa kakak nggak tahu kalau ibunya sebar-bar apa, bahkan dijuluki preman kampung?”Bibir Ayumie meruncing disertai lirikan tajam, ia jadi menyesal memberitahukan isi pesan dari putranya.“Kenapa nggak diaminkan aja sih, Ra?” protes Ayumie.“Amin, Ukhti,” Lagi lagi Akira membalasnya dengan tawa di sela ikut membantu mempersiapkan segala kebutuhan Azka di pesantren. Yang Akira lihat Ayumie lebih banyak membawakan Azka masker, hand sanitizer, jaket, dan beberapa obat ketimbang cemilan kesukaannya.“Mau gue anter nggak ke Mall beli gamis plus niqab sesuai request kakak?”“Gue belum siap lahir batin memakai niqab, Ra,” kata Ayumie tanpa menoleh kedua tangannya terlalu sibuk mem
“Kenapa Ibu belum tidur, Ibu pasti lagi begadang, ya?”Ayumie tersenyum lebar di layar ponselnya, hatinya sedari tadi terlalu berisik dan tidak sabaran untuk segera memastikan kebenarannya, sampai ia tidak bisa memejamkan matanya. Egoisnya, dipagi buta Ayumie mengirim pesan pada putranya dan siapa sangka putranya membalas langsung dengan menghubunginya lewat video call.“Ibu kebangun, kok,” dusta Ayumie. Tak mungkin ia menceritakan pada putranya jika dirinya baru saja pulang dari kantor polisi karena ditipu pria. Azka pada cemas. “Kok, Kakak bisa pegang ponsel?”“Aku nggak enak hati sejak kemarin, kepikiran Ibu terus jadi setelah aku setoran hafalan aku minta izin pada pembimbing untuk diizinkan sehari ini aja memegang ponsel,” ucapnya.Mata Ayumie berkaca-kaca. “Jadi setelah ibu mengirim pesan, aku langsung menghubungi mu, Bu.” Bibir Ayumie melengkung tersenyum genting seiiring menahan air mata agar tak tumpah. Azka benci dirinya menangis. “Are you okay, Mom?”“Hm,” balas Ayumie
Batara masih disana di parkiran khusus tempat beberapa motor dinasnya berjajar rapi, semua anggota timnya sudah bersiap namun anggota lain yang khusus mengendarai mobil patroli belum tiba sehingga membuat Batara mau tidak mau harus menunggu mereka.Disela menunggu, pandangan Batara jatuh pada wanita yang dikatai bodoh, Ayumie masih disana bersama temannya. Wanita itu tertawa riang dan sesekali tersenyum lebar yang entah apa sedang dua wanita bahas sehingga terlihat begitu asik.Melihat wanita senyuman itu hati Batara panas, rasa tidak suka mencuat begitu kuat sampai rasanya Batara tak ingin melihat wanita itu ada dilingkungan yang sama dengannya.“Tunggu sebentar, Akira.”Akira menghentikan motornya sementara Ayumie buru-buru turun dari atas motor.