Beranda / Pendekar / Pewaris Pedang Sulur Naga / Bab 207. Tirai Mulai Tersibak.

Share

Bab 207. Tirai Mulai Tersibak.

Penulis: Eka wa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-02 17:18:23

"Apa yang kau lakukan, Tuan Paksi Jingga?" Elang Gunung tidak mengerti dengan tindakan Paksi Jingga yang malah menyerangnya. Pemuda yang kini bertangan satu itu dengan susah payah mengayunkan pukulan tangan kosong ke tubuh Elang Gunung.

Kedatangan Paksi Jingga tidak membantu Sekar Pandan, justru merepotkan gerakannya. Dia tidak bisa leluasa menyerang Elang Gunung dengan pedangnya. Setiap menemukan celah untuk menyerang, Paksi Jingga datang dengan serangan tangan kosong. Gerakannya kaku dan penuh emosi. Mau tidak mau gadis itu mengurungkan serangannya.

Sekar Pandan geram. Kini dia tidak hanya menyerang Elang Gunung, tetapi juga Paksi Jingga. Demikian pula dengan Elang Gunung. Ketua komplotan pencuri bayaran itu menghadapi dua lawan sekaligus, Sekar Pandan dan Paksi Jingga.

Tiga orang itu saling serang dan hantam satu sama lain membuat para pendekar yang hadir berdecak kagum. Mereka menilai kemampuan Elang Gunung di atas rata-rata, sepadan dengan kemampuan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 208. Kemarahan Mayang

    "Mungkin itu benar, tapi yang dilihat Tuan muda Zhang mungkin juga tidak salah," ucap Raden Prana Kusuma berusaha meyakinkan Mayang. Disisi lain, pemuda itu menaruh iba pada Mayang. Namun, gadis itu harus tahu kejadian yang sebenarnya. Tidak semua jalan hidup itu indah dan mulus. Tidak indah seperti yang diberitahukan ayahnya."Kakang Manggala," lirih Mayang, matanya mulai berkaca-kaca. Mahisa Dahana melepaskan pundak Mayang dan membiarkan perempuan itu berjalan mendekati suaminya. "Mayang, " sapa Senayudha.Mayang berhenti tepat di depan Senayudha. Mata merah dan basah itu menatap tajam penuh kemarahan. "Kau tahu pembunuh ayah kita, tapi diam saja? Anak tidak tahu balas budi!"Plak!Tangan Mayang menampar pipi Senayudha dengan keras. Laki-laki bertangan buntung itu meraba pipinya yang terasa panas. Kalau bukan adiknya yang menampar, sudah ditampar balik orang itu."Mayang, dengarkan aku," ujar Senayudha dengan suara l

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-08
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 209. Mengorbankan Diri.

    Dengan tangan satu, Senayudha ingin membalaskan rasa sakit hatinya pada Manggala. Dia sudah tidak peduli dengan apapun. Tujuannya hanya satu, membalaskan kematian ayahnya. Sekar Pandan menilai, Senayudha tidak akan bisa bertahan lama menghadapi Manggala yang ilmu kanuragannya jauh di atasnya. Gadis itu mengedarkan pandangan pada semua pendekar yang masih tetap ada di tempat ini. Dari semua tamu undangan, satupun tidak ada yang membela kematian Dewa Jari Maut.Itu membuat gadis berselendang sutera jingga ini mengerutkan alisnya. Jiwa kependekarannya meronta. Dia tidak bisa tinggal diam melihat Manggala menjadikan Senayudha bulan-bulanan.Senayudha memang jahat, tetapi dia dalam keadaan butuh bantuan. Tanpa pikir panjang, gadis itu melemparkan selendang jingga ke Manggala yang ingin menendang Senayudha. Raden Prana Kusuma ingin menghalangi, tetapi terlambat. Sekar Pandan telah bergerak karena tidak tahan dengan keadaan Senayudha yang butuh bantua

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-16
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 210. Kepergian Manusia Kejam.

    "Mayang ... Mayang, kenapa kau begini?" Senayudha menangis bagai anak kecil yang mainannya rusak. Diciuminya wajah adik kesayangannya itu dengan perasaan yang bercampur aduk antara sedih, marah, dan kecewa.Mayang menggerakkan bibir, tetapi suaranya tidak terdengar. Mata sembah itu menatap suaminya yang kini telah berada di depannya. Pemuda itu memang pembunuh ayahnya, dia juga membencinya, tetapi laki-laki itu suami yang sangat dicintai. Dia tidak sanggup melihat orang yang dicintai terbunuh di depan matanya.Manggala menggenggam tangan istrinya dengan hati hancur. Laki-laki itu tidak sanggup melihat keadaan Mayang. Sepanjang hidupnya, ratusan nyawa telah melayang di tangannya. Dia sangat kejam dalam menghabisi nyawa musuhnya. Sedikitpun tidak ada rasa welas saat musuh-musuhnya merintih dan memohon ampun padanya.Berbeda saat melihat keadaan perempuan yang dia cinta ini menderita dan kesakitan. Berkali-kali dia berteriak memanggil nama istrinya saat perem

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 211. Melamar Kecubung.

    Senayudha duduk di antara gundukan tanah kuburan adik dan ayahnya. Dia menyeka air matanya dengan punggung lengan. Hati laki-laki itu hancur berkeping-keping. Seluruh keluarganya telah pergi meninggalkan dunia ini. Meninggalkan dia sendiri dalam balutan kenestapaan.Hari itu semua orang yang masih bertahan di tempat itu ikut mengubur semua orang yang telah tewas. Setelah selesai, satu persatu mereka pulang ke perguruan masing-masing karena tidak ada yang perlu dibahas lagi. Paksi Jingga yang telah mengundang semua pendekar hanya berdiri terpaku di tempatnya. Caping yang selalu setia menemani kini jatuh ke tanah.Mahisa Dahana mendekati saudara kandungnya. Pemuda dengan wajah tidak bergairah itu berhenti tepat satu tombak di depan kakangnya. Mereka saling pandang."Kenapa kau tidak menghentikan mereka, Kakang? Bukankah keinginanmu tinggal di depan mata? Tapi kau biarkan para pendekar itu pergi tanpa kau cegah."Paksi Jingga menatap adiknya dengan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-24
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 212. Bertemu Pembunuh.

    "Tanda lahir itu," gumam Tuan muda Zhang tidak membiarkan sang resi lepas dari pandangan matanya. Semua hal yang berkenaan dengan kematian keluarganya terlintas kembali di hadapan. Salah satu dari ciri orang yang telah merampas nyawa orang tuanya adalah tanda lahir di perut. Resi Chamala memiliki tanda itu.Napas pemuda berpakaian putih bersih itu tersengal menahan amarah. Jari-jarinya mencengkeram kipas di tangannya dengan gemetar. Sebelum Resi Chamala jauh melewatinya, Tuan muda Zhang berteriak nyaring sambil melompat ke arah sang resi.Kipas itu dengan cepat terkembang menuju leher Resi Chamala. Merasakan desiran angin serangan dari arah belakang, laki-laki berpakaian resi itu merunduk rendah dan lewatlah kipas Tuan muda Zhang di atas kepalanya. Tangan kanan sang resi bergerak cepat balas menyerang lawan. Dengan sigap pemuda dari negeri tirai bambu itu berkelit. Kipas yang terkembang secepat kilat menutup dan memukul tangan Resi Chamala.Pertarungan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-27
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 213. Kemarahan Tuan Muda Zhang

    Resi Chamala menatap pemuda yang berusia lebih tua dari Ranggapala itu demikian gencar menyerang muridnya. Jurus-jurus kipas yang dimainkan sungguh luar biasa. Gerakannya cepat dan berbahaya. Kipas itu memang hanya terbuat dari kayu pohon willow dan kain sutra, tetapi angin serangan yang dihasilkan bagai sabetan pisau tajamnya.Itu terbukti. Ranggapala yang tidak sempat menangkis kebutan kipas Tuan muda Zhang terpaksa harus merelakan ikat pinggangnya putus akibat terkena angin kebutan kipas. Pemuda tampan itu memekik keras seraya melompat mundur. Dia segera menyelamatkan kain penutup pinggang dan celananya yang akan melorot.Umang Sari dan Palasari sama-sama mengulum senyum dengan pipi bersemu merah. Kedua gadis itu memalingkan wajah ke arah lain saat Ranggapala menatapnya dengan wajah merah karena malu.Ranggapala mendengkus marah pada Tuan muda Zhang yang telah mempermalukan dirinya. Pemuda itu segera menyobek sebagian kain bawah-- yang menutupi pinggan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 214. Hancurnya Aksamala.

    Benturan itu menciptakan gelombang kekuatan yang luar biasa. Tiga pemuda digdaya itu sama-sama terlempar keras ke tanah. Tuan muda Zhang menyemburkan cairan merah ke tanah. Dada pemuda berpakaian putih bersih itu seperti luluh lantak. Tidak lama kemudian dia memuntahkan cairan yang sama lagi. Kedua matanya terasa kabur."Oh, aku tidak boleh tewas sebelum berhasil membalas dendam," bisiknya.Jauh dari tempat Tuan muda Zhang, keadaan Paksi Jingga juga tidak jauh beda dengan pemuda dari Tiongkok ini. Dia berusaha bangkit, tetapi tubuh gagahnya ambruk kembali. Sekujur tubuhnya sakit luar biasa, seperti dihantam gada raksasa. Paksi Jingga melirik ke sana kemari mencari adiknya.Tidak jauh darinya, Mahisa Dahana diam terkapar di dekat pohon lontar."Mahisa," lirihnya.Hati pemuda itu tiba-tiba terasa tidak enak saat melihat keadaan adiknya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu dengan saudaranya itu. Perlahan dia bangkit untuk menghampiri Mahisa Dah

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-31
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 215. Pengakuan Yang Mengejutkan.

    Resi tua itu mencecar Raden Prana Kusuma dengan jurus tangan kosong. Raden Prana Kusuma segera meliukkan tubuhnya saat pukulan-pukulan maut ingin bersarang ke tubuhnya. Keris Naga Kemala disarungkan kembali ke warangka. Pemuda itu ingin bertarung secara adil. Lawan tidak menggunakan senjata maka dia juga tidak menggunakan senjata."Setan apa yang telah merasuki dirimu, Resi?" Raden Prana Kusuma melompat jauh ke samping. Sorot mata teduh pemuda itu menatap tidak mengerti pada Resi Chamala. Perbuatan yang baru saja lakukan sama sekali tidak mencerminkan sikap pendekar besar.Resi Chamala mendengkus."Pemuda itu dalam keadaan bersemadi, tapi Resi membokong dengan curang. Aku memang tidak tahu permasalahan yang terjadi di antara kalian, yang aku tahu hanya satu, yaitu ingin menghalangi tindakan tidak terpuji yang telah kau lakukan padanya." Telunjuknya mengarah kepada Tuan muda Zhang.Tuan muda Zhang yang masih duduk bersila menghembuskan napas lega k

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03

Bab terbaru

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 239. Ketetapan Hati

    Istri kepala dusun dan Nyai Kriwil merawat Sekar Pandan dengan baik sehingga kesehatan gadis itu pulih dengan cepat. Pagi-pagi sekali, keduanya berpamitan kepada orang-orang baik itu untuk melanjutkan perjalanan ke kota raja Majapahit. Sebelum meninggalkan rumah kepala dusun, Raden Prana Kusuma memberikan seikat gobog kepada Ki Kriwil.Lelaki tua itu hanya menatap gobog di tangan pemuda gagah itu dengan tatapan heran. " Untuk apa uang itu, Raden?""Pondok Ki Kriwil telah rusak karena kami. Ini ada sedikit ....""Tidak perlu. Pondok yang rusak bisa diperbaiki secara gotong royong. Di dusun ini banyak ditumbuhi bambu, dengan kerjasama beberapa warga pondok itu akan cepat selesai. Raden lebih membutuhkan gobog itu daripada kami karena harus menempuh perjalanan jauh." Dengan tersenyum penuh pengertian Ki Kriwil mendorong tangan Raden Prana Kusuma yang menyodorkan gobog."Kami terbiasa mengembara, Ki. Seorang pengembara tidak akan kelaparan di tengah

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 238. Pendekar Tampan Berambut Putih.

    Jantung Raden Prana Kusuma berdesir. Tatapannya nanar pada lelaki yang memiliki tinggi yang sama dengannya itu.Dengan wajah kebingungan pemuda itu bertanya, "Kau tahu namaku?""Bagaimana aku tidak tahu diriku sendiri." Jawaban lelaki berambut putih panjang itu makin membuat Raden Prana Kusuma diliputi pertanyaan. Selama ini mereka tidak pernah bertemu. Orang itu tadi mengatakan apa? Dia adalah dirinya? Alis pemuda Majapahit itu berkerut. Pikirannya masih sulit mencerna.Dalam kebingungannya, dia hanya diam saat lelaki tampan berambut putih itu menggeser tempatnya. Tanpa menunggu persetujuan Raden Prana Kusuma, lelaki itu menyingkirkan kain penutup tubuh Sekar Pandan pelan. Tubuh itu seperti tidak terluka apapun karena istri kepala dusun telah membelitkan selembar ken atau jarit ke tubuh Sekar Pandan."Hm, bagaimana mungkin kau akan meninggalkan dunia ini, jika anak kita belum lahir." Raden Prana Kusuma kurang jelas dengan gumaman lelaki

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 237. Lelaki Tampan Berambut Putih

    Kepala dusun segera menyahut dan mempersilakan mereka beristirahat di rumahnya. Pagi itu, Raden Prana Kusuma membawa Sekar Pandan ke rumah kepala dusun untuk mengobati lukanya. Pedang Sulur Naga yang menjadi penyebab semua itu diambil Ki Kriwil dengan rasa takut.Di rumah kepala dusun, Sekar Pandan dirawat Raden Prana Kusuma siang dan malam tanpa henti. Hasilnya belum ada tanda kalau gadis itu akan sadar. Dengan wajah penuh kegelisahan, Raden Prana Kusuma duduk di tepi balai-balai yang beralaskan selembar tikar pandan. Matanya tidak ingin beralih dari wajah pucat di depannya.Keadaannya sendiri cukup berbahaya karena setiap saat harus menyalurkan hawa murni ke tubuh Sekar Pandan. Jika diteruskan, tidak mustahil pemuda itu akan cidera bahkan bisa tewas. Akan tetapi, tidak ada yang sanggup mencegah seandainya ada yang tahu hal itu. Kepala dusun memang pernah sedikit belajar tentang ilmu kanuragan. Mengenai hal detail itu dia belum banyak mengerti. Yang dia ketahui ha

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 236. Terluka

    "Prana ... Prana Kusuma, kau ... Pemuda hebat! Aku mengaku ... ka-kalah!" Dari mulut Hang Dineshcarayaksa menyembur cairan merah yang sama. Dia menoleh sekilas. Sosok di atasnya tampak buram dan berubah bayang-bayang. Raden Prana Kusuma menahan tangannya di udara."Tapi aku puas. Setelah aku ... tiada, dia juga pasti tiada, kau tidak akan bisa bersama ... gadis itu," ujarnya terbata. Senyum licik tersungging di bibir. Kemarahan pemuda Majapahit itu sudah sampai ubun-ubun. Ditatapnya lawan lemah tidak berdaya di bawah kakinya. Lawan itu ingin segera dihabisi karena telah mencelakai Sekar Pandan."Kau memang telah kalah. Kalah oleh keserakahanmu sendiri, Kisanak. Bersiaplah menjemput maut. Maut yang kau kejar sampai ke tempat ini. Sekar Pandan akan selamat karena aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya," lirihnya menahan geram.Wajah tampan Raden Prana Kusuma mengeras dengan gigi geraham menggertak kuat. Sepasang mata yang biasanya teduh menenangka

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 235. Tumbangnya Sang Penguasa Jurang.

    Terbukti, pundaknya telah mengeluarkan darah. Berkali-kali dia menggeram dan meraung layaknya hewan buas.Dua anak muda itu saling pandang, seolah telah menyepakati sebuah rencana bagus untuk mengalahkan lawan. Ikatan batin yang telah terjalin selama hampir dua tahun membuat mereka mampu mengartikan jalan pikiran masing-masing. Tubuh Sekar Pandan melesat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk lingkaran sambil terus menghujani Hang Dineshcarayaksa dengan pukulan Ajian Ombak Memecah Karang.Sinar kekuningan yang melesat dari tangan Sekar Pandan bagai hujan bintang dari langit. Setiap sinar tidak mengenai sasaran, maka akan menghantam apa saja yang ada di depannya. Suara keras disusul robohnya pohon mengubah malam yang awalnya tenang menjadi neraka.Sementara itu, Keris Naga Kemala juga masih terus menyerang tanpa henti. Kali ini keris itu berhasil melukai pinggang Hang Dineshcarayaksa."Aaaaarrgg!"Raungan sang penguasa dasar jurang Hun

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 234. Berebut Pedang.

    Sekar Pandan membawa pedang di tangannya demikian lincah. Menyelinap di bagian tubuh Hang Dineshcarayaksa yang terbuka tanpa perlindungan. Senyum yang semula lebar pada Hang Dineshcarayaksa kini berubah cemas.Pasalnya, pedang itu seperti bernyawa di tangan pemiliknya. Berkali-kali, mata pedang hampir melukai kulit gelap sang penguasa dasar jurang Hung Leliwungan."Sontoloyo! Gadis ini sekarang lebih hebat dari sebelumnya," gumam laki-laki tinggi besar itu.Hang Dineshcarayaksa melompat ke belakang dan terus melayang menggunakan ilmu meringankan tubuh, sementara Pedang Sulur Naga yang ujungnya mengarah ke dadanya terus mengejar tanpa ampun.Dia memutar tubuhnya kemudian mengayunkan ujung tulang di tangannya ke punggung Sekar Pandan. Gadis itu terkesiap. Cekatan tubuhnya membungkuk lalu melemparkan ujung selendang dari jarak dekat ke lawan.Tangan kiri Hang Dineshcarayaksa menangkap ujung selendang dengan cepat, memutar, dan menarik kuat k

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 233. Dua Kekuatan Berlawanan

    Raden Prana Kusuma memerhatikan tulang itu. Dia tahu, itu bukan tulang biasa. Tokoh sakti seperti Hang Dineshcarayaksa tidak mungkin membawa tulang biasa. Tulang panjang di tangan Hang Dineshcarayaksa adalah tulang yang menjadi senjata pusaka kelompok mereka. Kekuatan dan kekerasan tulang itu tidak jauh beda dengan tembaga yang menjadi bahan senjata pada umumnya. Walaupun tidak seperti senjata sakti. Tulang manusia yang mereka gunakan sebagai senjata adalah tulang manusia pilihan. Manusia yang memiliki tulang kuat layaknya tulang para pendekar, yang mereka korbankan. Mereka melakukan upacara khusus agar tulang-tulang itu dapat digunakan sebagai senjata pusaka. Tidak hanya dengan upacara, tulang-tulang itupun masih menyimpan kekuatan ruh pemiliknya. Ruh yang telah berubah jahat karena dipengaruhi iblis."Tulang di tanganmu itu kurasa adalah senjata yang sangat hebat. Untuk apa kau menginginkan keris ini dan juga pedang milik Sekar Pandan?" Kedu

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 232. Berhadapan dengan Hang Dineshcarayaksa.

    Sekar Pandan melompat ke arah tubuh Ki Kriwil yang masih pingsan di tengah halaman. Tubuh renta itu tergeletak tak sadarkan diri di dekat tubuh Bimala dan Elakshi. Serangkum angin serangan dari belakang tiba-tiba menerjang tubuh ramping Sekar Pandan. Rupanya Hang Dineshcarayaksa tidak ingin gadis itu menyelematkan orang yang dia lempar ke halaman. Dia juga ingin Sekar Pandan tewas karena telah melumpuhkan Bimala dan Elakshi.Merasakan serangan, gadis itu membuang tubuhnya ke samping. Dia bergulingan sejenak sebelum melompat tinggi sambil mengirimkan pukulan tangan kosong ke Hang Dineshcarayaksa. Ajian Ombak Memecah Karang melabrak tubuh besar penguasa dasar jurang Hung Leliwungan.Hang Dineshcarayaksa yang mendapat pukulan balasan dengan kekuatan besar berteriak nyaring sambil melompat tinggi. Demikian pula dengan Raden Prana Kusuma. Pemuda itu juga menghindar dari serangan Sekar Pandan. Cahaya kuning kemerahan bablas dan menghantam sebatang pohon pisang.

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 231. Melawan Hang Dineshcarayaksa.

    Mendengar suara keras dari atap pondok, anak dan istri Ki Kriwil terbangun. Dengan muka pucat karena ketakutan, mereka menuju asal suara keras tersebut. Wajah tiga wanita itu terkesiap saat melihat ke atas.Atap pondok mereka jebol dan rusak. Kayu-kayu jatuh berserakan di bawahnya.Anak bungsu Ki Kriwil bergegas menuju pintu yang sebagian daunnya telah rusak. Gadis berbadan kurus dengan rambut tergerai sebahu itu menjerit sekuatnya. Di halaman pondok, dia melihat ayahnya tengah tergeletak dan dihampiri sosok tinggi besar berambut kriting gimbal."Ada apa, Nduk?" Ibunya bertanya.Gadis itu langsung memeluk ibunya dengan ketakutan. Air matanya telah jatuh dari tadi. "Ayah," lirihnya.Anak sulung Ki Kriwil segera berlari ke luar menghampiri tubuh ayahnya yang pingsan."Ayah." Dia menghambur dan memeluk tubuh kurus Ki Kriwil.Sosok laki-laki tinggi besar itu mendengkus. Tubuhnya membungkuk. Jari-jarinya yang berukuran b

DMCA.com Protection Status