Ternyata, untuk membuka peti kecil itu, Rong Tian tidak memerlukan tenaga besar atau keterampilan khusus.
“Semoga ini berhasil,” gumamnya pelan, menekan tombol panel di peti dengan hati-hati. Bunyi ‘Klik’ terdengar seiring dengan pergerakan mekanisme di dalamnya, menandakan bahwa peti itu siap terbuka.
Saat tutup peti terangkat, aura kuno yang pekat, ditambah dengan bau lembap yang sangat tua, langsung tercium.
Rong Tian menarik napas dalam-dalam, merasakan betapa tuanya benda ini. Ia mengangkat penutupnya dengan gerakan cekatan, seolah khawatir jika gerakan yang salah akan merusak benda berharga di dalamnya.
Cahaya temaram menyinari isi peti, menampakkan sebuah busana yang sudah lama namun tidak rusak tersembunyi di bagian paling atas.
Rong Tian mengangkat benda itu dengan hati-hati. Sebuah jubah hitam dengan motif rumit berwarna emas di tiap sisi.
Jubah panjang dan lembut itu terasa lentur di tangannya, seakan mengundang untuk segera dikenakan.
"Busana ini... terlihat penuh misteri, tapi juga sangat megah," pikirnya, terpesona oleh keindahan dan keanggunannya.
Tanpa ragu, ia mengenakan busana itu, meski rasa sakit di tubuhnya akibat luka yang ditinggalkan setelah dibuang ke tempat terkutuk masih terasa.
Setelah mengenakan busana hitam itu, Rong Tian menyampirkan jubah panjangnya yang berayun di angin, dan seketika angin dingin yang tajam berhembus kencang.
WUSH!
Di bawah sinar matahari pagi, jubah itu berkibar dengan elegan. Rong Tian merasa ada sesuatu yang asing merayapi benaknya. Ia tidak tahu apa, tapi sepertinya ada hubungan antara dirinya dan busana ini.
“Mengapa aku merasa busana ini seperti memang ditujukan untukku?” pikirnya, bingung namun penasaran. P
ada saat yang sama, ia merasakan sesuatu yang mengejutkan—lukanya, yang sebelumnya menganga, mulai terasa lebih baik.
Ketika melihat luka di perutnya, meski masih ada bekas sayatan, sobekan yang disebabkan oleh serangan tangan kosong itu kini sudah menyatu.
Luka yang tadinya menganga kini tampak hampir sembuh sepenuhnya. Hanya tersisa bekas merah dalam bentuk bekas tidak teratur.
"Ajaib!" Rong Tian terdiam.
Ia menyentuh luka itu dengan hati-hati, merasakan keajaiban yang baru saja terjadi.
"Apakah busana dan jubah ini sebuah artefak kuno? Peninggalan seorang grandmaster bela diri mungkin?" pikirnya, penuh kekaguman dan rasa ingin tahu.
Ekspresi Rong Tian berubah seketika.
Wajahnya yang semula suram dan penuh keputusasaan kini terlihat lebih terang. Seolah kabut yang menyelimuti dirinya telah sirna, membawa serta rasa kosong yang menyertai langkahnya.
Kini, ada secercah harapan baru yang mulai tumbuh dalam hatinya, menggantikan keputusasaan yang sebelumnya menguasai.
Rong Tian memandang ke kiri dan kanan, matanya tajam mengamati sekitar. Ia mencari tempat yang aman untuk berlindung. Niatnya jelas: membongkar isi peti di tempat yang terlindungi, jauh dari gangguan.
Namun, sejauh mata memandang, hanya tumpukan makam yang tidak terurus dan kerangka manusia yang tampak rapuh di bawah debu tebal. Kerangka-kerangka itu mungkin sudah berdiam di sana selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad.
Wajah Rong Tian cemberut, ia merasa seolah-olah tempat ini sudah lama terlupakan oleh waktu, namun tetap dihuni oleh aura yang menakutkan.
Bulu kuduknya meremang, dan rasa ngeri menyelimuti hatinya.
"Ternyata semalaman aku menginap di pemakaman, di The Abyss of Suffering. Pantas saja aku merasa merinding, seperti ada sesuatu yang mengawasi dari balik kegelapan," pikirnya dengan hati yang berdebar.
Semalam, karena sibuk menggali, ia tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya. Langit yang kelam hanya disinari rembulan yang suram membuatnya hanya fokus menggali pasir, untuk menemukan peti ini.
Merasa tak nyaman, Rong Tian cepat-cepat memindai sekitar. “Semuanya tampak kering, gersang, tak ada satu pohon pun!” pikirnya, semakin merasa terasing di Abyss of Suffering.
Matanya terhenti pada sebuah gua yang hampir tersembunyi di balik batu cadas dan tanah kering, nyaris tak terlihat.
Ekspresi wajahnya berubah, terbaca jelas rasa lega yang datang begitu saja.
"Aku memutuskan untuk berlindung di gua itu," gumamnya, langkahnya kini bergegas menuju gua itu. Gua itu tampaknya menjadi satu-satunya harapan untuk melindungi dirinya dari ancaman makhluk buas di malam hari.
Namun, ketika berdiri di kaki bebatuan cadas yang terjal, hati Rong Tian terjatuh. Gua itu ternyata terlalu tinggi untuk dijangkau.
Ia bukan seorang kultivator pengejar keabadian dengan kekuatan luar biasa.
Fisiknya yang masih lemah membuatnya ragu, bahkan untuk mendekati gua tersebut. Rasa putus asa kembali menguasai hatinya. Namun, saat itulah sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya.
"Jika bandul kalung bermotif kelelawar itu memiliki kuasa mengusir serigala, bukankah ada kemungkinan bahwa peti ini menyimpan harta benda lainnya dengan kekuatan serupa?" pikirnya, perlahan menemukan secercah harapan.
Tanpa membuang waktu, Rong Tian kembali membongkar peti yang terletak di bawah batu cadas tinggi.
Kali ini, ia menemukan sesuatu yang lebih menarik. Setelah meletakkan jubah hitam yang sebelumnya dikenakannya kembali ke dalam peti, ia melihat sepasang sepatu bot tergeletak di lapisan setelah jubah.
"Sepatu?" gumamnya, menatap sepatu bot hitam yang serasi dengan busana dan jubah yang baru saja dikenakannya.
Sepatu bot itu tampak biasa, namun Rong Tian tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang muncul dalam dirinya.
"Warnanya hitam legam, serasi dengan baju dan jubahku tadi. Apakah sepatu ini juga memiliki efek magis, sama seperti kalung motif kelelawar?" pikirnya, masih merasa heran dengan temuan tersebut.
Dengan rasa penasaran yang membuncah, Rong Tian mengenakan sepatu bot itu.
Ketika sepatu itu menyentuh kakinya, ia merasakan keajaiban yang sama seperti sebelumnya.
Sepatu itu terasa begitu pas, seakan dirancang khusus untuk kakinya yang panjang dan kekar. Sekali lagi, perasaan yang tak terlukiskan menggelayuti pikirannya.
"Mengapa baik jubah maupun sepatu ini terasa seperti diciptakan untukku?" pikirnya dengan takjub, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menghubungkannya dengan benda-benda ini.
Rong Tian melompat kegirangan, tubuhnya terangkat tinggi.
Senyum lebar menghiasi wajahnya. Tapiii...
WUUUT.
"Ini—ini..." kata Rong Tian dengan suara terbata-bata, hampir tidak percaya.
Tubuhnya meluncur ke udara, melompat setinggi lima meter. Itu adalah lompatan tertinggi yang pernah ia lakukan sepanjang hidupnya.
Saat kakinya menyentuh tanah kering yang berpasir, ia kembali merenung.
"Akan aku coba lagi. Apakah ini karena sepatu bot hitam itu, atau hanya kebetulan semata?" pikirnya, penuh rasa penasaran. WUUT! Sekali lagi, tubuhnya melesat.
Kali ini, ia berhasil melompat hampir mencapai enam meter. Ekspresi wajahnya berubah, penuh kebahagiaan.
Ada perasaan puas yang memenuhi dadanya. "Aku berhasil memecahkan misteri ini!" desisnya, gembira.
"Sepatu ini memiliki mekanisme yang memungkinkan aku melompat lebih tinggi." Semangatnya membara, dan tanpa ragu, ia mencoba lagi, berniat mencapai gua yang terletak tinggi di atasnya.
Namun, meskipun ia terus berusaha, dalam sepuluh percobaan melompat, Rong Tian belum juga berhasil mencapai gua tersebut.
"Gua itu terlalu tinggi… mungkin sekitar sepuluh meter. Sementara lompatan terbaikku hanya enam meter," gumamnya, wajahnya kembali muram.
"Nampaknya, keinginan untuk memiliki tempat berlindung harus aku lupakan…"
Kekecewaan menghantamnya lagi.
Ia menatap peti yang tergeletak di dekatnya, dengan jubah hitam panjang dan lebar itu yang berkibar tertiup angin.
Tanpa disangka, sebuah ide muncul begitu saja.
"Jika sepatu ini bisa membantuku melompat lebih tinggi, bagaimana jika aku menggabungkannya dengan jubah hitam itu? Mungkin ada kekuatan tersembunyi yang bisa meningkatkan lompatan aku," pikirnya dengan cepat, semangat baru mulai muncul dalam dirinya.
Dengan gesit, Rong Tian meraih kembali baju dan jubah hitam yang sempat ia kenakan.
Begitu ia mengenakannya, perasaan percaya dirinya seketika kembali. Seolah ada aura yang mengalir dalam dirinya, mengisi seluruh tubuhnya dengan energi yang tak tampak.
Ia menatap gua yang tinggi itu, dan dalam hati berdoa, "Semoga dengan mengenakan dua benda ini, aku bisa mencapainya."
Bersambung
Rong Tian menarik napas dalam, menenangkan debaran jantungnya. Ia menendang tanah berpasir dengan ujung sepatu, menguji daya dorongnya.Sensasi aneh yang sempat menyelimuti pikirannya perlahan menghilang, berganti dengan pemahaman akan keunikan sepatu ini.WUUT!Tubuhnya terangkat dengan kecepatan mengagumkan, melayang lima meter di udara. Jubah hitam yang ia kenakan berkibar liar, membuka lebar seperti sayap kelelawar yang hendak memburu mangsa dimalam hari.Lalu sesuatu terjadi.Hembusan angin tipis nyaris tak terdengar, namun tubuhnya kembali terangkat, kali ini lebih tinggi dari yang ia perkirakan. Rong Tian terbelalak, gua yang seharusnya menjadi tujuannya kini terlewatkan begitu saja!Ia mengeraskan rahangnya. "Begini cara kerjanya...!" gumamnya, nyaris tak percaya.Ia memicingkan mata, memperhatikan lebih saksama. Jubah hitam itu ternyata bukan sekadar kain biasa.Di baliknya, terdapat dua baling-baling kecil yang tersembunyi, nyaris tak terlihat. Sedangkan sepatu yang ia pakai
Semenjak pertempuran dahsyat yang mengguncang dunia lebih dari seratus tahun lalu, pertarungan dua Immortal yang legendaris telah mengubah wajah Benua Longhai selamanya.Dua sosok abadi itu, dengan kekuatan yang melebihi batas imajinasi manusia biasa, mengamuk di medan pertempuran – langit. Mereka menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka—bumi terbelah, langit terbakar.Kekuatan mereka tidak hanya merobek tatanan alam, tetapi juga mengubah dataran fisik yang ada di Benua Longhai.Pertempuran yang berlangsung tanpa ampun itu menimbulkan konsekuensi yang tak terbayangkan.Selama pertarungan itu, daratan yang sebelumnya tenggelam di dalam lautan muncul kembali ke permukaan, menyebabkan terjadinya penyatuan dua benua yang selama ini terpisah.Benua Longhai yang legendaris kini bergabung dengan Benua Podura, menjadikannya satu kesatuan daratan yang luas.Para saksi sejarah mencatat bahwa pemenang dari pertempuran itu adalah Rong Guo, pemimpin Sekte Wudang yang legendaris.Kem
“Bunuh dia!” perintah Mo Zhengsheng. Suaranya penuh ancaman, memotong udara seperti pedang.Telunjuknya menunjuk lurus ke arah makhluk misterius berbentuk kelelawar yang melayang di kegelapan malam.Disisi lain, sayap kelelawar raksasa itu terlihat lebar, dan membentuk siluet menakutkan di bawah cahaya bulan sabit.“Formasi Pedang!” teriak Han Shan. Wajahnya yang penuh bekas luka tampak garang di bawah bayangan malam.Suaranya menggema, memecah keheningan, tampak berusaha membangkitkan semangat para kultivator.Dalam gelapnya malam, sepuluh kultivator segera bergerak. Mereka membentuk formasi pedang dengan presisi yang telah dilatih ratusan kali.Mo Zhengsheng, sebagai pemimpin, melangkah maju. Golok di tangannya berkilat, lalu diayunkannya ke arah cakrawala dengan gerakan cepat dan mematikan.Tsing!Kilatan golok menyambar seperti petir, memotong udara dengan kecepatan yang sulit diikuti mata. Energi spiritual yang terkumpul di mata golok itu berlari ke udara, siap memanggang makhluk
Saat sepuluh kultivator dari Ekspedisi Phoenix Merah dilanda keterkejutan, mendapati kenyataan bahwa sosok siluman kelelawar itu ternyata manusia, bulu kuduk mereka serentak berdiri.Udara malam yang tadinya tenang seketika berubah menjadi tegang, dipenuhi oleh aura misteri yang menggeliat dari sosok yang terperangkap dalam jaring.“Apa yang terjadi?” suara salah satu kultivator pecah, memecah kesunyian.“Ada sesuatu yang dilakukan manusia iblis itu?” tanya yang lain, matanya waspada menatap ke arah sosok yang bergerak-gerak di dalam jaring.“Dia menakut-nakuti kita. Ayo kita habisi dia!” teriak seorang kultivator dengan suara penuh amarah.Namun, sebelum mereka sempat bertindak, dari balik jaring yang menutupi sosok mirip siluman kelelawar itu, terdengar suara tiupan seruling.Bunyinya melengking, menusuk telinga, dan membuat bulu kuduk mereka semakin berdiri. Suara itu seperti berasal dari dunia lain, memecah keheningan malam dengan nada yang tak terduga.Suiiit…Bunyi seruling itu
Gurun Hadarac dilanda kesunyian yang pekat setelah kejadian beberapa saat yang lalu.Sosok yang mirip manusia, namun memiliki ciri-ciri kelelawar, melemparkan sebuah jimat ke udara. Dalam sekejap, ledakan dahsyat mengguncang wilayah itu, memecah kesunyian malam.Tiba-tiba, dua makhluk iblis bersayap muncul dari balik debu yang beterbangan.Mereka adalah dua burung rajawali hitam raksasa, tubuhnya kekar dengan sayap yang membentang lebar, menebarkan aura kegelapan yang menggetarkan.“Bawa pergi semua barang jarahan itu,” perintah sosok itu dengan suara serak, menunjuk ke arah gerobak yang dipenuhi muatan berharga milik Ekspedisi Phoenix Merah.WUSSH!Dua rajawali hitam itu menancapkan cakar-cakar tajam mereka ke atap gerobak, lalu dengan kekuatan yang luar biasa, mereka mengangkatnya ke udara. Rajawali beserta dua gerobak itu terbang menjauh, meninggalkan jejak debu dan keheningan yang semakin dalam.Sosok manusia kelelawar itu mendengus dingin, matanya yang merah menyala memandang ke
“Pemimpin sekte—Pemimpin Tian... tolong keluar. Dengarkan laporan hamba...” Suara Mo Zhengsheng menggema di pelataran Sekte Langit Murni, tangan tak henti-hentinya mengguncang bel peringatan.Bunyi nyaring bel itu memecah kesunyian pagi, menarik perhatian para murid dan penatua yang bergegas berkumpul. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi riuh rendah, dipenuhi oleh desas-desus dan tatapan penasaran.Dari balik pintu aula utama, muncul sosok Penatua Duan Meng. Wajahnya memerah, alisnya berkerut dalam kemarahan. Matanya menyapu kerumunan sebelum akhirnya tertuju pada Mo Zhengsheng, yang masih berdiri dengan bel di tangan.“Mo Zhengsheng! Kau berani membuat keributan di sini? Sudah kukatakan sebelumnya, jika ada keluhan, sampaikan pada penatua pelataran luar, seperti aku!”“Apa kau pikir aturan sekte ini main-main?” suara Duan Meng menggelegar, penuh dengan otoritas yang tak terbantahkan.Mo Zhengsheng, yang dahulu hanya murid pelataran luar Sekte Langit Murni, memang tak pernah m
Pemuda itu duduk bersila di dalam gua yang gelap dan lembap, tempat yang telah lama menjadi persembunyiannya di Abyss of Suffering. Cahaya redup dari lampu minyak di dinding gua memantulkan bayangannya yang bergerak di dinding batu.Di hadapannya, terbentang sebuah buku tua yang kulitnya telah lapuk dimakan zaman.Buku itu adalah catatan peninggalan sang pewaris kultivasi iblis, warisan berharga yang ia pelajari dengan penuh ketekunan.Rong Tian membalik halaman demi halaman dengan cermat, matanya menelusuri setiap kata dan simbol yang tertulis di sana.Tanpa bimbingan seorang guru, ia harus mempelajari setiap langkah dalam kultivasi iblis ini dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan.“Kultivasi iblis adalah jalan tercepat menuju keabadian,” bisiknya dalam hati, mengingat peringatan yang telah ia baca berulang kali. Namun, teknik ini memanfaatkan energi spiritual yang jahat, menyebabkan banyak ahli kehilangan akal sehat atau binasa sebelum mencapai puncak.Pikirannya tertuju pada Amulet
“Tidak ada siapa-siapa. Kita sudah berada di sini selama waktu satu bakar hio. Mana mayat hidup yang kamu bilang?” Ekspresi Penatua Duan Meng tampak suram, wajahnya dingin seperti batu giok.Dengan bibir mencibir, matanya menyipit tajam menatap Mo Zhengsheng dengan tatapan penuh ketidaksukaan, membuat hati Mo Zhengsheng langsung jatuh ke tanah.Murid-murid Sekte Tao Langit Murni yang berdiri di belakangnya pun ikut melontarkan pandangan sinis. Udara malam di Gurun Hadarac yang menusuk tulang membuat semua merasa tak nyaman.Alangkah baiknya jika bisa memilih untuk berbaring di balik selimut tebal, menikmati kehangatan setelah seharian berlatih keras di dalam sekte.Namun, kini mereka terpaksa berdiri di tengah gurun yang gelap, menunggu sesuatu yang mungkin hanya rekaan Mo Zhengsheng, sehingga banyak yang meliriknya penuh cibiran.“Ya benar. Hampir satu jam kita di sini, tapi tak ada satu pun mayat hidup yang muncul. Apakah kamu benar-benar mengalami kejadian itu? Atau ini hanya akal-
Dari balik celah pintu ruyi berukir bulan purnama dan bintang, Rong Tian menahan napas. Tubuhnya menyatu dengan bayangan melalui teknik Yin Ying Gong (Seni Bayangan Tersembunyi), meridian spiritualnya berputar lambat untuk meminimalkan pancaran aura.Mata elangnya tak lepas dari pemandangan mencengangkan di hadapannya — Yue Lin, putri bungsu Kekaisaran Matahari Emas, berhadapan langsung dengan pemimpin Aliansi Lima Misteri.Niat awalnya, Rong Tian ingin menerobos dan menghancurkan pertemuan ini tertahan.Namun... Instingnya sebagai kultivator yang telah mencapai puncak tahap Kuasi Eliksir Emas membisikkan bahwa mengamati lebih lanjut akan memberinya keuntungan strategis yang lebih besar.Percakapan terjadi..."Sungguh mengesankan menemukan putri Khagan Matahari Emas menyusup ke markas rahasia kami," ujar sosok bertopeng emas dengan nada dingin bagai es abadi Gunung Kunlun, bangkit dari singgasana giok hitamnya."Apa tujuanmu sebenarnya?"Yue Lin membungkuk hormat dengan postur yi li s
Berbekal informasi yang ia dengar dari percakapan Yin Shan dengan Yue Lin beberapa hari lalu, Rong Tian tidak kesulitan menemukan pintu rahasia menuju Pavilyun Bulan Tersembunyi. Ia melakukan serangkaian segel tangan yang sama seperti yang dilakukan Yin Shan, dan pintu rahasia terbuka.Tangga spiral membawanya turun ke kedalaman bumi. Udara semakin dingin dan lembab, namun anehnya, semakin ke bawah, semakin terang cahaya yang menyambut.Pavilyun Bulan Tersembunyi ternyata sebuah struktur megah yang dibangun di bawah tanah. Pilar-pilar jade putih menyangga langit-langit yang dilukis dengan gambar bulan purnama dan ribuan bintang. Di tengah pavilyun, sebuah kolam cermin hitam memantulkan cahaya lilin, menciptakan ilusi bulan yang tenggelam dalam kegelapan.Rong Tian bergerak dengan hati-hati, menggunakan Teknik Penyembunyian Aura untuk menekan kehadirannya. Dari balik sebuah pilar, ia mengintip ke arah aula utama.Lima sosok duduk mengelilingi kolam cermin hitam. Empat di antaranya meng
Token itu terbuat dari jade putih dengan ukiran kuno yang berkilau kebiruan di bawah sinar bulan. "Dengarkan baik-baik. Kau harus pergi ke Pavilyun Bulan Tersembunyi malam ini juga, sebelum jam ketiga."Mata Yin Shan melebar, keterkejutan jelas terpancar. "Pavilyun Bulan Tersembunyi?” namun dia gembira. Dipercaya mendatangi langsung markas rahasia itu, membuat ada sedikit rasa bangga di hatinya."Ya, tempat pertemuan Aliansi Lima Misteri kami." Sosok bertopeng itu mengangguk, mata di balik topeng tengkoraknya berkilat seperti bintang malam."Kau akan menghadap langsung pada Tetua Agung, dan menyerahkan token ini. Ini adalah undangan untuk bergabung dalam perburuan pecahan peta harta karun Dinasti Xi Tian — pecahan peta yang kita cari-cari.""Aku mengerti... " Yin Shan berbisik, keterkejutan jelas di wajahnya yang masih memerah akibat arak."Menurut informasi terpercaya, pecahan peta berikutnya berada di Kota Benteng Utara, lokasi yang dipercaya sebagai bekas Dataran Jian Chao—tempat p
Angin malam menyapu lembut wajah Yin Shan yang masih memerah.Aroma arak Osmanthus berumur seratus tahun yang baru dia teguk di Pavilyun Bunga Peony masih menguar dari tubuhnya, bercampur dengan wewangian bedak safron dan minyak bunga peach dari para selir penghibur yang baru saja menemaninya.Langkahnya sedikit sempoyongan saat ia melintasi jalan setapak berbatu yang mengarah ke pinggiran Kota Bian Cheng, kota yang terkenal dengan perdagangan sutranya."Sialan, kenapa harus malam ini?" gumamnya sambil menyeka keringat di dahi dengan lengan jubah sutranya yang berwarna merah marun.Matanya yang setengah terpejam berusaha fokus pada sosok kecil berpakaian abu-abu yang bergerak cepat beberapa langkah di depannya, melompat ringan seperti burung walet di antara bayangan.Mata-mata itu—seorang pria kurus dengan bekas luka melintang di pipi kirinya—sesekali menoleh, memastikan Yin Shan masih mengikuti. Wajahnya tanpa ekspresi seperti topeng kayu, kontras dengan wajah Yin Shan yang masih men
"Misi seperti apa, Gong-gong? Pasti sesuatu yang membutuhkan keberanian dan keterampilan luar biasa," tanya Yue Lin, suaranya terdengar sungguh-sungguh tertarik seperti kupu-kupu mendekati bunga beracun."Menghabisi mata-mata Zhao Wei," jawab Yin Shan dengan bangga berlebihan yang membuat Rong Tian ingin tertawa. "Tangan ini yang mencabut nyawanya! Satu gerakan Jurus Telapak Penghancur Jiwa, dan rohnya langsung terkirim ke Neraka Kedelapan Belas!"Rong Tian mendengarkan dengan penuh perhatian, setiap kata terukir dalam ingatannya seperti pahatan di batu giok. “Zhao Wei—pria yang membawa peta harta karun Dinasti Xi Tian? Jadi dia begini ceritanya? Menarik...”"Gong-gong sungguh hebat dan tiada tanding," puji Yue Lin dengan nada kagum yang makin lama makin terdengar seperti racun bagi Rong Tian. "Tapi bukankah informasi seperti itu seharusnya dijaga kerahasiaannya seperti permata di mahkota raja?"Terdengar suara cawan keramik diletakkan keras ke meja kayu. "Tak ada yang perlu kutakutka
Saat itu..."Wajah Nona lebih indah dari Dewi Xi Wang Mu, jemari Nona lebih lincah dari Putri Langit Ketujuh yang menari di atas awan," puji Yin Shan, matanya memandang penuh nafsu pada Yue Lin yang kini duduk di hadapannya di Pavilyun Awan Ungu yang dihiasi lukisan-lukisan langka dan tirai sutra lima warna.Yue Lin hanya tersenyum tipis, jemarinya yang ramping dengan terampil menuangkan Arak Embun Pagi ke cawan giok Yin Shan. Gerakan tangannya begitu anggun, seolah-olah ia sedang memainkan sebuah melodi tanpa suara."Gong-gong terlalu memuji. Rendahan hanyalah daun kering yang terbawa angin takdir, kebetulan bisa memainkan sedikit nada untuk menghibur," jawabnya dengan suara merdu namun terdengar hampa."Jangan merendah. Aku tahu siapa dirimu sebenarnya," ujar Yin Shan dengan nada menggoda, qi-nya berfluktuasi karena pengaruh arak.Yue Lin tersentak, meski ekspresinya terkendali dengan baik seperti air danau yang tenang. "Apa maksud Gong-gong?""Maksudku," Yin Shan meneguk araknya, "
Ribuan lentera merah berselimut qi api menyala sepanjang lorong Pavilyun Bunga Peony—rumah hiburan paling mewah di Distrik Kesenangan Kota Bian Cheng. Cahayanya berpendar lembut, menciptakan atmosfer kemuliaan duniawi yang kontras dengan kegelapan di luar.Malam sudah melewati jam zi, namun aktivitas di tempat ini justru mencapai puncaknya seperti naga yang baru terbangun.Suara tawa para bangsawan, alunan melodi guzheng, dan denting cawan arak berpadu dalam simfoni kemewahan yang khas.Yin Shan berdiri di tepi panggung utama yang dihiasi ukiran phoenix dan naga, kedua matanya tak lepas dari sosok gadis jelita yang jemarinya menari bagai kupu-kupu di atas pipa berwarna giok.Jubah hitamnya yang dihiasi bordir emas menandakan statusnya yang tinggi. Sebagai murid inti Sekte Tengkorak Api dan murid langsung Ketua Sekte Ku Lou Huang, ia terbiasa dipandang dengan penuh hormat dan rasa takut. Namun malam ini, ada kegelisahan yang mengalir di meridian tubuhnya.Keringat dingin membasahi tel
Dengan gerakan tiba-tiba, An Ying melemparkan lima jarum hitam ke arah kedua lawannya. Salah satu berhasil menghindar, namun yang lain terkena di leher dan langsung tumbang."Sialan!" umpat sosok yang tersisa, semakin marah."Kau akan mati perlahan, dengan cara yang sangat menyakitkan!"An Ying tahu dia tidak bisa bertahan lebih lama. Tangannya gemetar saat merogoh kantong penyimpanan, mencari benda yang diberikan Raja Kelelawar Hitam.“Jimat teleportasi... dimana...”Sosok bertopeng tengkorak melesat maju, cakar besinya siap mencabik. An Ying akhirnya menemukan jimat yang dicari. Dengan sisa tenaganya, dia mengaktifkan jimat itu sambil membisikkan lokasi pertemuan dengan Raja Kelelawar Hitam."Kau tidak akan lolos!" Sosok bertopeng itu berteriak marah, cakarnya hampir mencapai leher An Ying.Namun terlambat. Dalam kilatan cahaya hitam, tubuh An Ying menghilang, meninggalkan sosok bertopeng itu menerjang udara kosong.+++Di kuil tua yang hampir runtuh di tepi Hutan Kabut Ungu, Rong T
Tubuh An Ying membeku di tempat persembunyiannya. Matanya tidak percaya dengan pemandangan di hadapannya. Samar-samar, ia mendengar suara-suara mencurigakan dari ruangan itu—suara-suara yang tampaknya berasal dari pertemuan rahasia. Perlahan, An Ying mengintip ke dalam, dan apa yang dilihatnya membuat napasnya tercekat.Sosok berjubah putih dengan bordir awan emas yang duduk di tengah ruangan itu—sosok yang memimpin seluruh pertemuan rahasia ini—adalah orang yang rasanya sangat dia kenal."Pemimpin Ling Xiao?" bisiknya nyaris tidak bersuara.Tak mungkin salah.Wajah aristokratik dengan jenggot putih tipis itu adalah milik Ling Xiao, Pemimpin Sekte Cahaya Surgawi dari wilayah Utara—salah satu sekte ortodoks yang paling dihormati di seluruh kekaisaran. Sosok yang selama ini dikenal sebagai simbol kemurnian dan kebenaran, kini terlihat duduk di tengah ruangan dengan aura kegelapan yang pekat.Napas An Ying tercekat. Pikiran-pikiran berkecamuk dalam benaknya. Bagaimana mungkin? Manusia s