Rong Tian menarik napas dalam, menenangkan debaran jantungnya. Ia menendang tanah berpasir dengan ujung sepatu, menguji daya dorongnya.
Sensasi aneh yang sempat menyelimuti pikirannya perlahan menghilang, berganti dengan pemahaman akan keunikan sepatu ini.
WUUT!
Tubuhnya terangkat dengan kecepatan mengagumkan, melayang lima meter di udara. Jubah hitam yang ia kenakan berkibar liar, membuka lebar seperti sayap kelelawar yang hendak memburu mangsa dimalam hari.
Lalu sesuatu terjadi.
Hembusan angin tipis nyaris tak terdengar, namun tubuhnya kembali terangkat, kali ini lebih tinggi dari yang ia perkirakan. Rong Tian terbelalak, gua yang seharusnya menjadi tujuannya kini terlewatkan begitu saja!
Ia mengeraskan rahangnya. "Begini cara kerjanya...!" gumamnya, nyaris tak percaya.
Ia memicingkan mata, memperhatikan lebih saksama. Jubah hitam itu ternyata bukan sekadar kain biasa.
Di baliknya, terdapat dua baling-baling kecil yang tersembunyi, nyaris tak terlihat. Sedangkan sepatu yang ia pakai bukan sekadar alas kaki, melainkan perangkat dengan sistem mekanis canggih yang memberinya kemampuan melompat luar biasa.
Dari ketinggian belasan meter, pemandangan di bawahnya tampak begitu kecil.
Hembusan angin pagi menyapu wajahnya, membawa hawa dingin gurun yang menusuk hingga ke tulangnya. Seketika itu juga, ia menyadari bahaya lain—ia harus segera mengendalikan pendaratannya!
Namun, bagaimana caranya?
Panik melandanya ketika tubuhnya mulai kehilangan momentum dan gravitasi mulai menariknya kembali. Rong Tian mencoba mengendalikan keseimbangan, tapi tanpa pegangan yang tepat, laju penurunannya justru semakin cepat!
BAM!
Tubuhnya menghantam pasir, menciptakan lubang kecil di sekitarnya.
Ia mengerang, bersiap menanggung rasa sakit, tetapi—anehnya—tak ada luka atau nyeri yang terasa. Rong Tian mengangkat tangannya, memeriksa tubuhnya. Tidak ada goresan, bahkan pakaian yang ia kenakan tetap utuh.
Sebuah pemikiran melintas di benaknya.
Ini bukan sekadar pakaian biasa. “Ini adalah perangkat yang dirancang untuk seorang kultivator kelas Grand master!” kegembiraan seketika melanda.
Dia mengepalkan tangan. "Aku harus menguasainya," desisnya semakin antusias.
Sejak saat itu, ia tak membuang waktu. Ia terus berlatih, mencoba memahami mekanisme jubah dan sepatu tersebut. Setiap lompatan yang gagal, setiap pendaratan yang kurang sempurna, semuanya ia pelajari dengan tekun.
Hari mulai menjelang senja saat akhirnya ia berhasil mengendalikan peralatan tersebut sepenuhnya.
Napasnya masih sedikit memburu, tetapi ada kepuasan yang terpancar di wajahnya. Dengan satu lompatan terakhir, kali ini terarah dan presisi, ia melayang menuju gua di atas tebing, tempat di mana peti kayu kecil yang ia temukan sebelumnya menunggunya.
Dalam kegelapan gua, matanya berkilat.
Rong Tian berdiri di dalam gua, napasnya masih berat setelah perjalanan panjang dan latihan melelahkan.
Matanya menyapu ruang sempit itu, memastikan bahwa tempat ini benar-benar bisa menjadi perlindungan sementara. Ia melirik ke bawah—gurun yang gelap membentang tanpa batas, dihuni oleh makhluk-makhluk buas yang siap merobek tubuhnya kapan saja.
"Di sini aku akan bertahan hidup! Di sini aku aman dari ancaman makhluk buas, binatan iblis yang berkeliaran di bawah sana!" bisiknya lirih.
Kegalauan yang menghantuinya sejak jatuh ke Abyss of Suffering lenyap. Kini hanya ada satu hal—bertahan hidup dan membalas mereka yang membuangnya ke tempat terkutuk ini.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia membuka peti kayu itu lebih lebar, membongkar isinya dengan cermat.
Tiba-tiba, matanya membulat. Ia menarik sebuah gulungan sutra tua yang terlipat rapi, di bagian depannya terukir karakter kuno yang samar-samar masih bisa terbaca meskipun sudah termakan usia.
"Salinan teknik Qinggong Raja Kelelawar Hitam," gumamnya.
Dadanya berdebar. Qinggong adalah teknik gerak luar biasa dalam dunia persilatan—menguasainya bisa membuat seseorang bergerak dengan kecepatan dan ketangkasan seperti siluman, nyaris tak tersentuh lawan.
Rong Tian menelan ludah, matanya berbinar tajam. Ia semakin bersemangat membongkar lebih dalam, mencari apa lagi yang tersembunyi di dalam peti ini.
Jari-jarinya kemudian menemukan sebuah kitab lain, lebih tua, lebih lusuh, dengan tulisan tangan yang nyaris pudar di atas kertas yang telah menguning.
"Catatan Harian Raja Kelelawar Hitam!" suaranya mengandung keterkejutan sekaligus rasa hormat.
Ia terdiam sejenak, merenungi namanya. “Raja Kelelawar Hitam... Nama ini pasti bukan sembarangan.”
Pikiran itu mendorong Rong Tian untuk mengambil sebuah batu kasar di sudut gua. Dengan ujung jarinya yang kotor oleh pasir dan debu, ia mulai mengukir, membentuk permukaannya hingga menyerupai tablet batu.
Dengan penuh penghormatan, ia menggoreskan nama itu di atasnya. “Raja Kelelawar Hitam!”
Selesai mengukir, Rong Tian menarik napas dalam-dalam. Ia kemudian berlutut, melakukan upacara sederhana.
Di hadapan batu tablet yang baru ia buat, ia membungkuk, menekan dahinya ke tanah yang dingin.
"Tuanku Raja Kelelawar Hitam, hamba Rong Tian memberi hormat pada Anda." Suaranya bergetar ringan, bukan karena takut, tetapi karena keyakinan bahwa pertemuannya dengan warisan ini bukan kebetulan.
"Meski kita tidak pernah bertemu secara langsung, hamba merasa bahwa ini adalah kehendak langit. Dengan ini, hamba mengakui Anda sebagai Master!"
Saat kata-kata itu meluncur dari bibirnya, angin dingin berhembus ke dalam gua.
Langit yang tadinya tenang tiba-tiba berubah. Gelombang mendung mengalir cepat menutupi cahaya bulan, menyelimuti jurang dalam kegelapan yang pekat.
Guruh menggelegar!
Cahaya petir memancar di langit, menyambar dengan intensitas yang mengguncang. Seakan-akan Langit dan Bumi merespons, menyaksikan sumpah Rong Tian yang baru saja ia ucapkan.
Ia tetap bersujud, tak bergerak sedikit pun meskipun angin bertiup semakin kencang.
Malam ini, Rong Tian bukan lagi sekadar pemuda yang terbuang. Hari ini, ia adalah murid dari seorang legenda yang telah lama menghilang , dan akan muncul dengan membuat heboh dunia persilatan.
Bersambung
Semenjak pertempuran dahsyat yang mengguncang dunia lebih dari seratus tahun lalu, pertarungan dua Immortal yang legendaris telah mengubah wajah Benua Longhai selamanya.Dua sosok abadi itu, dengan kekuatan yang melebihi batas imajinasi manusia biasa, mengamuk di medan pertempuran – langit. Mereka menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka—bumi terbelah, langit terbakar.Kekuatan mereka tidak hanya merobek tatanan alam, tetapi juga mengubah dataran fisik yang ada di Benua Longhai.Pertempuran yang berlangsung tanpa ampun itu menimbulkan konsekuensi yang tak terbayangkan.Selama pertarungan itu, daratan yang sebelumnya tenggelam di dalam lautan muncul kembali ke permukaan, menyebabkan terjadinya penyatuan dua benua yang selama ini terpisah.Benua Longhai yang legendaris kini bergabung dengan Benua Podura, menjadikannya satu kesatuan daratan yang luas.Para saksi sejarah mencatat bahwa pemenang dari pertempuran itu adalah Rong Guo, pemimpin Sekte Wudang yang legendaris.Kem
“Bunuh dia!” perintah Mo Zhengsheng. Suaranya penuh ancaman, memotong udara seperti pedang.Telunjuknya menunjuk lurus ke arah makhluk misterius berbentuk kelelawar yang melayang di kegelapan malam.Disisi lain, sayap kelelawar raksasa itu terlihat lebar, dan membentuk siluet menakutkan di bawah cahaya bulan sabit.“Formasi Pedang!” teriak Han Shan. Wajahnya yang penuh bekas luka tampak garang di bawah bayangan malam.Suaranya menggema, memecah keheningan, tampak berusaha membangkitkan semangat para kultivator.Dalam gelapnya malam, sepuluh kultivator segera bergerak. Mereka membentuk formasi pedang dengan presisi yang telah dilatih ratusan kali.Mo Zhengsheng, sebagai pemimpin, melangkah maju. Golok di tangannya berkilat, lalu diayunkannya ke arah cakrawala dengan gerakan cepat dan mematikan.Tsing!Kilatan golok menyambar seperti petir, memotong udara dengan kecepatan yang sulit diikuti mata. Energi spiritual yang terkumpul di mata golok itu berlari ke udara, siap memanggang makhluk
Saat sepuluh kultivator dari Ekspedisi Phoenix Merah dilanda keterkejutan, mendapati kenyataan bahwa sosok siluman kelelawar itu ternyata manusia, bulu kuduk mereka serentak berdiri.Udara malam yang tadinya tenang seketika berubah menjadi tegang, dipenuhi oleh aura misteri yang menggeliat dari sosok yang terperangkap dalam jaring.“Apa yang terjadi?” suara salah satu kultivator pecah, memecah kesunyian.“Ada sesuatu yang dilakukan manusia iblis itu?” tanya yang lain, matanya waspada menatap ke arah sosok yang bergerak-gerak di dalam jaring.“Dia menakut-nakuti kita. Ayo kita habisi dia!” teriak seorang kultivator dengan suara penuh amarah.Namun, sebelum mereka sempat bertindak, dari balik jaring yang menutupi sosok mirip siluman kelelawar itu, terdengar suara tiupan seruling.Bunyinya melengking, menusuk telinga, dan membuat bulu kuduk mereka semakin berdiri. Suara itu seperti berasal dari dunia lain, memecah keheningan malam dengan nada yang tak terduga.Suiiit…Bunyi seruling itu
Gurun Hadarac dilanda kesunyian yang pekat setelah kejadian beberapa saat yang lalu.Sosok yang mirip manusia, namun memiliki ciri-ciri kelelawar, melemparkan sebuah jimat ke udara. Dalam sekejap, ledakan dahsyat mengguncang wilayah itu, memecah kesunyian malam.Tiba-tiba, dua makhluk iblis bersayap muncul dari balik debu yang beterbangan.Mereka adalah dua burung rajawali hitam raksasa, tubuhnya kekar dengan sayap yang membentang lebar, menebarkan aura kegelapan yang menggetarkan.“Bawa pergi semua barang jarahan itu,” perintah sosok itu dengan suara serak, menunjuk ke arah gerobak yang dipenuhi muatan berharga milik Ekspedisi Phoenix Merah.WUSSH!Dua rajawali hitam itu menancapkan cakar-cakar tajam mereka ke atap gerobak, lalu dengan kekuatan yang luar biasa, mereka mengangkatnya ke udara. Rajawali beserta dua gerobak itu terbang menjauh, meninggalkan jejak debu dan keheningan yang semakin dalam.Sosok manusia kelelawar itu mendengus dingin, matanya yang merah menyala memandang ke
“Pemimpin sekte—Pemimpin Tian... tolong keluar. Dengarkan laporan hamba...” Suara Mo Zhengsheng menggema di pelataran Sekte Langit Murni, tangan tak henti-hentinya mengguncang bel peringatan.Bunyi nyaring bel itu memecah kesunyian pagi, menarik perhatian para murid dan penatua yang bergegas berkumpul. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi riuh rendah, dipenuhi oleh desas-desus dan tatapan penasaran.Dari balik pintu aula utama, muncul sosok Penatua Duan Meng. Wajahnya memerah, alisnya berkerut dalam kemarahan. Matanya menyapu kerumunan sebelum akhirnya tertuju pada Mo Zhengsheng, yang masih berdiri dengan bel di tangan.“Mo Zhengsheng! Kau berani membuat keributan di sini? Sudah kukatakan sebelumnya, jika ada keluhan, sampaikan pada penatua pelataran luar, seperti aku!”“Apa kau pikir aturan sekte ini main-main?” suara Duan Meng menggelegar, penuh dengan otoritas yang tak terbantahkan.Mo Zhengsheng, yang dahulu hanya murid pelataran luar Sekte Langit Murni, memang tak pernah m
Pemuda itu duduk bersila di dalam gua yang gelap dan lembap, tempat yang telah lama menjadi persembunyiannya di Abyss of Suffering. Cahaya redup dari lampu minyak di dinding gua memantulkan bayangannya yang bergerak di dinding batu.Di hadapannya, terbentang sebuah buku tua yang kulitnya telah lapuk dimakan zaman.Buku itu adalah catatan peninggalan sang pewaris kultivasi iblis, warisan berharga yang ia pelajari dengan penuh ketekunan.Rong Tian membalik halaman demi halaman dengan cermat, matanya menelusuri setiap kata dan simbol yang tertulis di sana.Tanpa bimbingan seorang guru, ia harus mempelajari setiap langkah dalam kultivasi iblis ini dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan.“Kultivasi iblis adalah jalan tercepat menuju keabadian,” bisiknya dalam hati, mengingat peringatan yang telah ia baca berulang kali. Namun, teknik ini memanfaatkan energi spiritual yang jahat, menyebabkan banyak ahli kehilangan akal sehat atau binasa sebelum mencapai puncak.Pikirannya tertuju pada Amulet
“Tidak ada siapa-siapa. Kita sudah berada di sini selama waktu satu bakar hio. Mana mayat hidup yang kamu bilang?” Ekspresi Penatua Duan Meng tampak suram, wajahnya dingin seperti batu giok.Dengan bibir mencibir, matanya menyipit tajam menatap Mo Zhengsheng dengan tatapan penuh ketidaksukaan, membuat hati Mo Zhengsheng langsung jatuh ke tanah.Murid-murid Sekte Tao Langit Murni yang berdiri di belakangnya pun ikut melontarkan pandangan sinis. Udara malam di Gurun Hadarac yang menusuk tulang membuat semua merasa tak nyaman.Alangkah baiknya jika bisa memilih untuk berbaring di balik selimut tebal, menikmati kehangatan setelah seharian berlatih keras di dalam sekte.Namun, kini mereka terpaksa berdiri di tengah gurun yang gelap, menunggu sesuatu yang mungkin hanya rekaan Mo Zhengsheng, sehingga banyak yang meliriknya penuh cibiran.“Ya benar. Hampir satu jam kita di sini, tapi tak ada satu pun mayat hidup yang muncul. Apakah kamu benar-benar mengalami kejadian itu? Atau ini hanya akal-
Setelah peristiwa dahsyat di Gurun Hadarac, kekalahan Sekte Tao Langit Murni telah mengguncang dunia persilatan di ibukota Biramaki.Nama sosok misterius yang dijuluki Raja Kelelawar pun bergema di mana-mana, menjadi pusat perbincangan dari mulut ke mulut.Sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam, tak ada yang lebih menarik untuk dibicarakan selain pertarungan epik antara Siluman Kelelawar yang dijuluki Raja Kelelawar Hitam melawan Sekte Tao Langit Murni.Di setiap sudut kota, dari warung-warung arak yang ramai hingga rumah-rumah teh yang tenang, bahkan di tempat-tempat hiburan dan pelacuran, nama Raja Kelelawar terus bergema.“Katanya, dia meniup seruling iblis, dan tiba-tiba segerombolan mayat hidup bangkit dari dalam tanah! Sungguh mengerikan!” seorang lelaki berbisik dengan suara gemetar.“Ah, omong kosong! Mana mungkin ada orang yang bisa mengendalikan mayat hidup?” temannya menyangkal, tapi matanya berbinar penuh ketakutan.“Dengar baik-baik! Aku dapat cerita ini dari sa
Dari balik celah pintu ruyi berukir bulan purnama dan bintang, Rong Tian menahan napas. Tubuhnya menyatu dengan bayangan melalui teknik Yin Ying Gong (Seni Bayangan Tersembunyi), meridian spiritualnya berputar lambat untuk meminimalkan pancaran aura.Mata elangnya tak lepas dari pemandangan mencengangkan di hadapannya — Yue Lin, putri bungsu Kekaisaran Matahari Emas, berhadapan langsung dengan pemimpin Aliansi Lima Misteri.Niat awalnya, Rong Tian ingin menerobos dan menghancurkan pertemuan ini tertahan.Namun... Instingnya sebagai kultivator yang telah mencapai puncak tahap Kuasi Eliksir Emas membisikkan bahwa mengamati lebih lanjut akan memberinya keuntungan strategis yang lebih besar.Percakapan terjadi..."Sungguh mengesankan menemukan putri Khagan Matahari Emas menyusup ke markas rahasia kami," ujar sosok bertopeng emas dengan nada dingin bagai es abadi Gunung Kunlun, bangkit dari singgasana giok hitamnya."Apa tujuanmu sebenarnya?"Yue Lin membungkuk hormat dengan postur yi li s
Berbekal informasi yang ia dengar dari percakapan Yin Shan dengan Yue Lin beberapa hari lalu, Rong Tian tidak kesulitan menemukan pintu rahasia menuju Pavilyun Bulan Tersembunyi. Ia melakukan serangkaian segel tangan yang sama seperti yang dilakukan Yin Shan, dan pintu rahasia terbuka.Tangga spiral membawanya turun ke kedalaman bumi. Udara semakin dingin dan lembab, namun anehnya, semakin ke bawah, semakin terang cahaya yang menyambut.Pavilyun Bulan Tersembunyi ternyata sebuah struktur megah yang dibangun di bawah tanah. Pilar-pilar jade putih menyangga langit-langit yang dilukis dengan gambar bulan purnama dan ribuan bintang. Di tengah pavilyun, sebuah kolam cermin hitam memantulkan cahaya lilin, menciptakan ilusi bulan yang tenggelam dalam kegelapan.Rong Tian bergerak dengan hati-hati, menggunakan Teknik Penyembunyian Aura untuk menekan kehadirannya. Dari balik sebuah pilar, ia mengintip ke arah aula utama.Lima sosok duduk mengelilingi kolam cermin hitam. Empat di antaranya meng
Token itu terbuat dari jade putih dengan ukiran kuno yang berkilau kebiruan di bawah sinar bulan. "Dengarkan baik-baik. Kau harus pergi ke Pavilyun Bulan Tersembunyi malam ini juga, sebelum jam ketiga."Mata Yin Shan melebar, keterkejutan jelas terpancar. "Pavilyun Bulan Tersembunyi?” namun dia gembira. Dipercaya mendatangi langsung markas rahasia itu, membuat ada sedikit rasa bangga di hatinya."Ya, tempat pertemuan Aliansi Lima Misteri kami." Sosok bertopeng itu mengangguk, mata di balik topeng tengkoraknya berkilat seperti bintang malam."Kau akan menghadap langsung pada Tetua Agung, dan menyerahkan token ini. Ini adalah undangan untuk bergabung dalam perburuan pecahan peta harta karun Dinasti Xi Tian — pecahan peta yang kita cari-cari.""Aku mengerti... " Yin Shan berbisik, keterkejutan jelas di wajahnya yang masih memerah akibat arak."Menurut informasi terpercaya, pecahan peta berikutnya berada di Kota Benteng Utara, lokasi yang dipercaya sebagai bekas Dataran Jian Chao—tempat p
Angin malam menyapu lembut wajah Yin Shan yang masih memerah.Aroma arak Osmanthus berumur seratus tahun yang baru dia teguk di Pavilyun Bunga Peony masih menguar dari tubuhnya, bercampur dengan wewangian bedak safron dan minyak bunga peach dari para selir penghibur yang baru saja menemaninya.Langkahnya sedikit sempoyongan saat ia melintasi jalan setapak berbatu yang mengarah ke pinggiran Kota Bian Cheng, kota yang terkenal dengan perdagangan sutranya."Sialan, kenapa harus malam ini?" gumamnya sambil menyeka keringat di dahi dengan lengan jubah sutranya yang berwarna merah marun.Matanya yang setengah terpejam berusaha fokus pada sosok kecil berpakaian abu-abu yang bergerak cepat beberapa langkah di depannya, melompat ringan seperti burung walet di antara bayangan.Mata-mata itu—seorang pria kurus dengan bekas luka melintang di pipi kirinya—sesekali menoleh, memastikan Yin Shan masih mengikuti. Wajahnya tanpa ekspresi seperti topeng kayu, kontras dengan wajah Yin Shan yang masih men
"Misi seperti apa, Gong-gong? Pasti sesuatu yang membutuhkan keberanian dan keterampilan luar biasa," tanya Yue Lin, suaranya terdengar sungguh-sungguh tertarik seperti kupu-kupu mendekati bunga beracun."Menghabisi mata-mata Zhao Wei," jawab Yin Shan dengan bangga berlebihan yang membuat Rong Tian ingin tertawa. "Tangan ini yang mencabut nyawanya! Satu gerakan Jurus Telapak Penghancur Jiwa, dan rohnya langsung terkirim ke Neraka Kedelapan Belas!"Rong Tian mendengarkan dengan penuh perhatian, setiap kata terukir dalam ingatannya seperti pahatan di batu giok. “Zhao Wei—pria yang membawa peta harta karun Dinasti Xi Tian? Jadi dia begini ceritanya? Menarik...”"Gong-gong sungguh hebat dan tiada tanding," puji Yue Lin dengan nada kagum yang makin lama makin terdengar seperti racun bagi Rong Tian. "Tapi bukankah informasi seperti itu seharusnya dijaga kerahasiaannya seperti permata di mahkota raja?"Terdengar suara cawan keramik diletakkan keras ke meja kayu. "Tak ada yang perlu kutakutka
Saat itu..."Wajah Nona lebih indah dari Dewi Xi Wang Mu, jemari Nona lebih lincah dari Putri Langit Ketujuh yang menari di atas awan," puji Yin Shan, matanya memandang penuh nafsu pada Yue Lin yang kini duduk di hadapannya di Pavilyun Awan Ungu yang dihiasi lukisan-lukisan langka dan tirai sutra lima warna.Yue Lin hanya tersenyum tipis, jemarinya yang ramping dengan terampil menuangkan Arak Embun Pagi ke cawan giok Yin Shan. Gerakan tangannya begitu anggun, seolah-olah ia sedang memainkan sebuah melodi tanpa suara."Gong-gong terlalu memuji. Rendahan hanyalah daun kering yang terbawa angin takdir, kebetulan bisa memainkan sedikit nada untuk menghibur," jawabnya dengan suara merdu namun terdengar hampa."Jangan merendah. Aku tahu siapa dirimu sebenarnya," ujar Yin Shan dengan nada menggoda, qi-nya berfluktuasi karena pengaruh arak.Yue Lin tersentak, meski ekspresinya terkendali dengan baik seperti air danau yang tenang. "Apa maksud Gong-gong?""Maksudku," Yin Shan meneguk araknya, "
Ribuan lentera merah berselimut qi api menyala sepanjang lorong Pavilyun Bunga Peony—rumah hiburan paling mewah di Distrik Kesenangan Kota Bian Cheng. Cahayanya berpendar lembut, menciptakan atmosfer kemuliaan duniawi yang kontras dengan kegelapan di luar.Malam sudah melewati jam zi, namun aktivitas di tempat ini justru mencapai puncaknya seperti naga yang baru terbangun.Suara tawa para bangsawan, alunan melodi guzheng, dan denting cawan arak berpadu dalam simfoni kemewahan yang khas.Yin Shan berdiri di tepi panggung utama yang dihiasi ukiran phoenix dan naga, kedua matanya tak lepas dari sosok gadis jelita yang jemarinya menari bagai kupu-kupu di atas pipa berwarna giok.Jubah hitamnya yang dihiasi bordir emas menandakan statusnya yang tinggi. Sebagai murid inti Sekte Tengkorak Api dan murid langsung Ketua Sekte Ku Lou Huang, ia terbiasa dipandang dengan penuh hormat dan rasa takut. Namun malam ini, ada kegelisahan yang mengalir di meridian tubuhnya.Keringat dingin membasahi tel
Dengan gerakan tiba-tiba, An Ying melemparkan lima jarum hitam ke arah kedua lawannya. Salah satu berhasil menghindar, namun yang lain terkena di leher dan langsung tumbang."Sialan!" umpat sosok yang tersisa, semakin marah."Kau akan mati perlahan, dengan cara yang sangat menyakitkan!"An Ying tahu dia tidak bisa bertahan lebih lama. Tangannya gemetar saat merogoh kantong penyimpanan, mencari benda yang diberikan Raja Kelelawar Hitam.“Jimat teleportasi... dimana...”Sosok bertopeng tengkorak melesat maju, cakar besinya siap mencabik. An Ying akhirnya menemukan jimat yang dicari. Dengan sisa tenaganya, dia mengaktifkan jimat itu sambil membisikkan lokasi pertemuan dengan Raja Kelelawar Hitam."Kau tidak akan lolos!" Sosok bertopeng itu berteriak marah, cakarnya hampir mencapai leher An Ying.Namun terlambat. Dalam kilatan cahaya hitam, tubuh An Ying menghilang, meninggalkan sosok bertopeng itu menerjang udara kosong.+++Di kuil tua yang hampir runtuh di tepi Hutan Kabut Ungu, Rong T
Tubuh An Ying membeku di tempat persembunyiannya. Matanya tidak percaya dengan pemandangan di hadapannya. Samar-samar, ia mendengar suara-suara mencurigakan dari ruangan itu—suara-suara yang tampaknya berasal dari pertemuan rahasia. Perlahan, An Ying mengintip ke dalam, dan apa yang dilihatnya membuat napasnya tercekat.Sosok berjubah putih dengan bordir awan emas yang duduk di tengah ruangan itu—sosok yang memimpin seluruh pertemuan rahasia ini—adalah orang yang rasanya sangat dia kenal."Pemimpin Ling Xiao?" bisiknya nyaris tidak bersuara.Tak mungkin salah.Wajah aristokratik dengan jenggot putih tipis itu adalah milik Ling Xiao, Pemimpin Sekte Cahaya Surgawi dari wilayah Utara—salah satu sekte ortodoks yang paling dihormati di seluruh kekaisaran. Sosok yang selama ini dikenal sebagai simbol kemurnian dan kebenaran, kini terlihat duduk di tengah ruangan dengan aura kegelapan yang pekat.Napas An Ying tercekat. Pikiran-pikiran berkecamuk dalam benaknya. Bagaimana mungkin? Manusia s