Pemuda itu duduk bersila di dalam gua yang gelap dan lembap, tempat yang telah lama menjadi persembunyiannya di Abyss of Suffering. Cahaya redup dari lampu minyak di dinding gua memantulkan bayangannya yang bergerak di dinding batu.Di hadapannya, terbentang sebuah buku tua yang kulitnya telah lapuk dimakan zaman.Buku itu adalah catatan peninggalan sang pewaris kultivasi iblis, warisan berharga yang ia pelajari dengan penuh ketekunan.Rong Tian membalik halaman demi halaman dengan cermat, matanya menelusuri setiap kata dan simbol yang tertulis di sana.Tanpa bimbingan seorang guru, ia harus mempelajari setiap langkah dalam kultivasi iblis ini dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan.“Kultivasi iblis adalah jalan tercepat menuju keabadian,” bisiknya dalam hati, mengingat peringatan yang telah ia baca berulang kali. Namun, teknik ini memanfaatkan energi spiritual yang jahat, menyebabkan banyak ahli kehilangan akal sehat atau binasa sebelum mencapai puncak.Pikirannya tertuju pada Amulet
“Tidak ada siapa-siapa. Kita sudah berada di sini selama waktu satu bakar hio. Mana mayat hidup yang kamu bilang?” Ekspresi Penatua Duan Meng tampak suram, wajahnya dingin seperti batu giok.Dengan bibir mencibir, matanya menyipit tajam menatap Mo Zhengsheng dengan tatapan penuh ketidaksukaan, membuat hati Mo Zhengsheng langsung jatuh ke tanah.Murid-murid Sekte Tao Langit Murni yang berdiri di belakangnya pun ikut melontarkan pandangan sinis. Udara malam di Gurun Hadarac yang menusuk tulang membuat semua merasa tak nyaman.Alangkah baiknya jika bisa memilih untuk berbaring di balik selimut tebal, menikmati kehangatan setelah seharian berlatih keras di dalam sekte.Namun, kini mereka terpaksa berdiri di tengah gurun yang gelap, menunggu sesuatu yang mungkin hanya rekaan Mo Zhengsheng, sehingga banyak yang meliriknya penuh cibiran.“Ya benar. Hampir satu jam kita di sini, tapi tak ada satu pun mayat hidup yang muncul. Apakah kamu benar-benar mengalami kejadian itu? Atau ini hanya akal-
Setelah peristiwa dahsyat di Gurun Hadarac, kekalahan Sekte Tao Langit Murni telah mengguncang dunia persilatan di ibukota Biramaki.Nama sosok misterius yang dijuluki Raja Kelelawar pun bergema di mana-mana, menjadi pusat perbincangan dari mulut ke mulut.Sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam, tak ada yang lebih menarik untuk dibicarakan selain pertarungan epik antara Siluman Kelelawar yang dijuluki Raja Kelelawar Hitam melawan Sekte Tao Langit Murni.Di setiap sudut kota, dari warung-warung arak yang ramai hingga rumah-rumah teh yang tenang, bahkan di tempat-tempat hiburan dan pelacuran, nama Raja Kelelawar terus bergema.“Katanya, dia meniup seruling iblis, dan tiba-tiba segerombolan mayat hidup bangkit dari dalam tanah! Sungguh mengerikan!” seorang lelaki berbisik dengan suara gemetar.“Ah, omong kosong! Mana mungkin ada orang yang bisa mengendalikan mayat hidup?” temannya menyangkal, tapi matanya berbinar penuh ketakutan.“Dengar baik-baik! Aku dapat cerita ini dari sa
DUAR!Pintu kamar bekas kandang itu hancur berantakan, terlempar ke dalam ruangan oleh tendangan keras. Debu beterbangan, menyelimuti udara yang sudah pengap.Dari balik asap debu, sosok Rong Tian muncul dengan berani, diikuti oleh Paman Wu yang wajahnya dipenuhi kekhawatiran.Di dalam ruangan, Han Zhi dan Fen Hua, dua pelayan yang seharusnya menjaga kediaman ini, justru sedang menganiaya Rong Ma, ayah Rong Tian.Cambuk di tangan Han Zhi mencabik-cabik udara sebelum mendarat di tubuh Rong Ma yang sudah lemah. Setiap pukulan meninggalkan bekas merah yang kontras dengan kulit pucatnya.“Mengapa kau tidak mati saja?” geram Han Zhi, suaranya penuh kebencian. “Dua tahun ini kau hanya jadi beban! Menghabiskan uang untuk pengobatan dan makanan, padahal kau sudah tidak berguna!”Fen Hua, yang berdiri di samping Han Zhi, ikut menyemangati dengan kata-kata pedas. “Benar! Lebih baik kau mati saja! Anakmu yang sudah mati itu hanya membawa sial. Gara-gara dia, gaji kami dipotong untuk membiayai pe
“Apa kita punya kesempatan meminta Daozhun itu untuk mendoakan kamar terpencil di bagian belakang?” tanya perempuan itu sambil berjalan di koridor yang sunyi. Suaranya berbisik, seolah takut terdengar oleh sesuatu yang tak terlihat.“Tentu,” jawab pelayan laki-laki di sampingnya, suaranya sama rendah. “Aku yakin Rong Tian yang muncul tadi siang adalah hantu. Dia pasti hantu penasaran. Jelas-jelas dia sudah mati. Aku mendengar sendiri dari para kultivator ketika mereka berbicara di ruang Wakil Menteri dua tahun yang lalu!”Mereka berdua adalah Fen Hua dan Han Zhi—dua pelayan yang pernah menyiksa Rong Ma, ayah Rong Tian.Sejak kemunculan Rong Tian tiba-tiba, keduanya diliputi ketakutan.Sepanjang hari, mereka menghindari area belakang kediaman, takut bertemu dengan “hantu” yang mereka yakini masih berkeliaran.Namun, ketakutan mereka sedikit terobati saat seorang Imam Tao dari Sekte Langit Murni tiba di kediaman. Imam itu bernama Dai Duyi, seorang kultivator di tahap Awal, level 5 penye
Fen Hua berlari terbirit-birit, napasnya tersengal-sengal. Beberapa kali dia terjatuh, tapi langsung bangkit dan terus berlari. Dia ingin berteriak, tapi suaranya hanya keluar sebagai lenguhan sapi yang pelan. Rasanya seolah tenggorokannya dicekik oleh ketakutan yang tak terkatakan.“Aku sudah mati. Aku sudah mati. Tolong, selamatkan aku!” jeritnya dalam hati, tapi tak ada yang mendengar.Herannya, meski dia merasa berlari sangat kencang, ujung koridor di bagian belakang kediaman seolah tak pernah tercapai. Rasanya seperti berlari di labirin yang berkelok-kelok, hanya untuk kembali ke tempat yang sama.TOLONG!Fen Hua berteriak sekali lagi tanpa suara saat dia melihat mayat Han Zhi terbaring tak bernyawa di depannya. Mata Han Zhi terbuka lebar, menatap kosong ke arahnya. Sorot matanya yang tanpa ekspresi membuat bulu kuduk Fen Hua berdiri.Kaki Fen Hua seketika gemetar, tulang-tulangnya terasa lemas. Dia tidak bisa lagi berlari. Rasa ketakutan yang melumpuhkan membuatnya terkencing di
Rong Tian memaki dalam hati, suaranya bergemuruh seperti guntur yang tertahan. “Dasar perempuan jahat! Jika bukan karena belas kasihan yang tersisa, nyawamu sudah kurenggut sejak awal!”Tatapan matanya yang tajam bagai belati menusuk langsung ke jantung Fen Hua. Namun, alih-alih ketakutan, perempuan paruh baya itu justru semakin keras melolong, suaranya memecah kesunyian malam seperti ratapan di tengah pemakaman.Seketika mata RongTian menjadi mulai gelap. Ada aura jahat roh penasaran mulai merayap menguasai pikirannya, tapi Rong Tian segera meraba bandul berukir lima kelelawar yang tersembunyi di balik lengan bajunya.Ia menahan nafas dalam hitungan detik, sesudahnya membuang nafas, tampak lega.“Syukurlah bandul kelelawar ini masih ada,” bisiknya, ada suara suka cita tersembunyi di balik napasnya yang pendek.Begitu bebas dari cengkeraman roh jahat, Rong Tian tak membuang waktu. Kakinya menjejak lantai dengan mantap, dan tubuhnya melesat seperti kilat, menghilang dari pandangan sebe
Setelah malam kejadian di kediaman Wakil Menteri, Kota Biramaki gempar. Kabar tentang kemunculan Siluman Kelelawar dari Gurun Hadarac menyebar seperti api di tengah rumput kering.Setiap sudut kota ramai membicarakan kemungkinan bahwa makhluk legendaris itu telah memasuki wilayah mereka.Kebenaran tentang Siluman Kelelawar itu diumumkan oleh Pemimpin Sekte Tao Langit Murni, Tian Zhang.Setelah Dai Duyi melaporkan kejadian saat bertarung melawan Rong Tian, malam itu juga di aula sekte di Gunung Qingyun, yang hanya berjarak sepuluh menit dari ibukota, Tian Zhang duduk di balik meja kayu jati.Kuas di tangannya menari-nari di atas kertas.“Siluman Kelelawar iblis itu nyata,” tulisnya, tinta hitam mengalir lancar di atas kertas darikulti kayu.“Kini dia telah merambah dan masuk ke ibukota. Dia menghabisi seorang pelayan pria di kediaman Wakil Menteri Adat dan Budaya. Namun, beruntung murid Sekte Langit Murni kami, Dai Duyi, berhasil mengusirnya setelah pertarungan sengit selama lima ratus
"Baiklah," Pemimpin Tian akhirnya berkata, suaranya memecah keheningan yang mencekam, bagai gema di lembah sunyi. "Jika Pemimpin An begitu ingin melihat Pedang Berhati Api, maka keinginanmu akan terpenuhi. Namun, ingatlah, setiap tindakan memiliki konsekuensi yang tak terhindarkan."Namun, sebelum Pemimpin Tian sempat menyentuh kotak kayu hitam itu, sebelum ia sempat membuka rahasia yang tersimpan di dalamnya, An Ying tiba-tiba bergerak, bagai hantu yang melesat dalam kegelapan. Tanpa peringatan, tanpa tanda, ia mengayunkan telapak tangannya ke depan, gerakan yang begitu cepat hingga mata biasa tak mampu menangkapnya, hanya merasakan hembusan angin yang dingin."Teknik Tapak Bayangan Iblis!"Seketika, asap hitam pekat, bagai tinta yang tumpah, bergulung-gulung dari telapak tangannya, membentuk pusaran yang mengerikan, pusaran yang siap menelan segalanya. Asap itu bergerak, bagai makhluk hidup yang haus darah, melesat ke arah kotak kayu hitam dengan kecepatan yang luar biasa, bagai
Tiba-tiba, dari arah tenda para kultivator kelas tiga, sebuah bayangan hitam melesat dengan kecepatan luar biasa. Sosok itu bergerak bagaikan angin, meninggalkan jejak kabut tipis di belakangnya. Dalam sekejap mata, ia telah mendarat dengan anggun di tengah arena, tepat di hadapan Pemimpin Tian dan Wakil Pemimpin Zheng.Pria itu mengenakan jubah hitam dengan sulaman awan kelabu yang bergerak-gerak seperti hidup. Wajahnya yang tampan namun dingin dihiasi senyum mengejek. Rambutnya yang panjang terikat rapi dengan hiasan perak berbentuk tengkorak kecil. Ketika ia bergerak, aroma harum yang memabukkan menyebar ke seluruh arena, dibawa oleh hembusan angin yang tiba-tiba muncul."Pemimpin Sekte Bayangan Kegelapan!""An Ying!""Bagaimana mungkin dia berani datang ke sini?"Bisikan-bisikan ketakutan segera menyebar di seluruh arena. Para kultivator tingkat rendah mundur beberapa langkah, berusaha menjaga jarak dari aroma harum yang kini memenuhi udara.Para penatua dari berbagai sekte sege
Ketika ketegangan antara Mu Cai dan Guang Jiang mencapai puncaknya, suara lantang memecah keheningan, bagai guntur membelah langit, menghentikan badai yang nyaris meledak."Pemimpin Sekte Langit Murni, Yang Mulia Tian Zhang, dan Wakil Pemimpin Zheng Yunru memasuki podium kehormatan!"Suara protokoler bergema, mengguncang arena, memecah konsentrasi semua orang. Semua mata beralih dari konfrontasi yang nyaris meledak menuju podium utama, tempat para pemimpin sekte akan berdiri.Mu Cai dan Guang Jiang, yang siap bertarung, langsung menurunkan tangan, menarik kembali energi spiritual mereka, seolah tersadar dari mimpi buruk yang mengerikan.Dua ular emas milik Mu Cai menghilang, kembali ke jubahnya, seolah hanya khayalan belaka.Di tenda sekte kelas tiga, bisik-bisik mulai terdengar, bagai desiran angin yang membawa rahasia dari dunia lain."Lihat Pemimpin Tian! Auranya lebih kuat dari lukisan," bisik seorang pemuda, matanya tak berkedip, terpukau oleh kehadiran sang pemimpin."Ssst! Pemi
Dalam sekejap, dua ular berwarna emas muncul dari balik lengan jubahnya, bagai jelmaan iblis yang haus darah, berkilauan di bawah sinar matahari yang menyinari arena terbuka.Sisik mereka memantulkan cahaya bagai permata yang mematikan, mata mereka berkilat berbahaya dengan aura pembunuh yang dingin, seolah mereka adalah perwujudan dari kematian itu sendiri.Tubuh mereka bergerak secepat kilat, bagai sambaran petir yang membelah udara, melesat menuju Zhao Hua dengan taring beracun yang siap menancap, siap menghancurkan segalanya.Tepat ketika ular-ular itu hampir mencapai targetnya, ketika kematian sudah di depan mata, Mu Cai menghentikan tiupan seruling. Kedua ular emas itu membeku di udara, hanya beberapa inci dari wajah dan leher Zhao Hua, taring mereka berhenti hanya satu sentimeter dari kulit halus gadis itu.Hembusan racun mereka bahkan terasa mengikis kulitnya, seolah racun itu mampu melenyapkan segalanya.Wajah Zhao Hua seketika berubah pucat pasi, bagai kertas yang kehilangan
"Itu Mu Cai, pemimpin Suku Xuefeng," jawab seorang kultivator tua, suaranya dipenuhi rasa hormat. "Kecantikannya termasyhur di seluruh Benua Longhai. Konon, ia adalah titisan dewi!"Dalam sekejap, semua mata tertuju pada Mu Cai. Para pria menatapnya dengan kekaguman yang mendalam, sementara para wanita memandangnya dengan iri yang tersembunyi.Bahkan Guang Jiang, yang dikenal sebagai sosok yang sulit terkesan, tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Matanya terus mengikuti sosok Mu Cai, seolah ia telah menemukan sebuah harta karun yang tak ternilai harganya.Zhao Hua, yang tadinya menjadi pusat perhatian, kini terlupakan, bagai debu yang tertiup angin. Wajahnya memerah karena cemburu dan amarah yang membara.Dia mencengkeram lengan Chang Zhong dengan kuat, kukunya yang tajam hampir menancap di kulit pemuda itu, menyalurkan rasa frustasinya."Apa hebatnya dia?" bisik Zhao Hua dengan nada sinis, suaranya dipenuhi dengki."Hanya karena dia dari Suku Xuefeng, semua orang memperlakukannya se
Rong Tian duduk tenang, menyatu dengan para kultivator Sekte Bintang Tiga. Jubah putihnya yang sederhana nyaris tak terlihat di tengah kerumunan, namun matanya yang tajam tak pernah berhenti mengamati, menelisik arena dengan tatapan setajam elang, menunggu saat acara dimulai.Sementara itu, di kaki Gunung Qingyun, tepat di area gerbang masuk, kekacauan merebak, menyebar bagai wabah. Para murid Sekte Langit Murni berkerumun, wajah mereka diliputi kepanikan yang mencekam."Lihat mereka!" teriak seorang murid, suaranya sarat ketakutan, menunjuk lima rekannya yang tergeletak tak berdaya di tanah. "Mereka tiba-tiba ambruk, tanpa sebab yang jelas!"Lima murid Sekte Langit Murni terbaring dengan wajah sepucat mayat, tubuh mereka bergetar hebat, seolah dihantam kekuatan tak kasat mata."Ini pasti serangan sihir gelap!" seru seorang murid senior, suaranya sarat amarah dan keputusasaan. "Hanya kultivator aliran iblis yang mampu melakukan serangan keji seperti ini!"Kepanikan menyebar bagai api
Fang Long tersenyum tipis, mengangguk dengan anggun. Dia mempersilakan rombongan menuju podium VIP di puncak arena, tempat para tamu terhormat akan duduk. Zhao Hua dan Chang Zhong berjalan di belakang, mendapatkan tempat istimewa di barisan depan.Begitu duduk, Zhao Hua langsung mengamati sekeliling dengan pandangan merendahkan, tatapannya menyapu seluruh arena dengan cermat. "Sungguh sederhana," gumamnya dengan suara cukup keras agar didengar semua orang. "Di Sekte Pedang Cahaya, kami tidak akan pernah menggelar acara seperti ini."Dia menyentuh kursi tempat duduknya dengan ujung jari, seolah-olah kursi itu kotor dan tak pantas untuk disentuh. "Dekorasi ini sungguh ala kadarnya. Tidak ada sentuhan keindahan sama sekali."Para murid Sekte Langit Murni mengepalkan tangan, menahan amarah yang membara di dalam dada mereka. Beberapa melirik Zhao Hua dengan tatapan membunuh, ingin segera membungkam mulutnya yang sombong.Guang Jiang, yang mendengar komentar Zhao Hua, justru tersenyum, seny
Pagi hari di Gunung Qingyun, diselimuti kabut tipis yang berembus lembut, dipenuhi kesibukan luar biasa. Para murid Sekte Langit Murni, bagaikan deretan bangau putih yang anggun, bersiap dengan jubah upacara kebesaran mereka. Warna putih bersih memantulkan cahaya matahari pagi, menciptakan pemandangan yang memesona. Mereka berbaris rapi di sepanjang jalan setapak menuju arena utama di puncak gunung, tempat perhelatan akbar akan dimulai. Seorang tamu dari Sekte Bintang Empat, bernama Liu Wei, berbisik kepada rekannya dari Sekte Bintang Tiga, Zhang Hui. "Lihatlah, para murid Sekte Langit Murni! Gerak-gerik mereka begitu luwes, penuh dengan disiplin!" Zhang Hui mengangguk setuju, matanya mengamati dengan seksama. "Para pria tampak gagah, bahu mereka tegap, tatapan mata penuh tekad. Sementara para wanita, mereka memancarkan keteguhan yang memesona, seolah mampu menaklukkan langit." Seorang murid wanita Sekte Langit Murni melintas, jubah putihnya berkibar anggun ditiup angin. Rambut hit
Rong Tian, yang duduk beberapa meja di belakang mereka, memasang telinga dengan seksama, perhatiannya sepenuhnya terfokus pada percakapan itu. Tangannya meremas cangkir teh, menciptakan retakan halus pada permukaannya, tanda bahwa pikirannya sedang bekerja keras."Apakah ini ada hubungannya dengan rencana Guru Negara?" batin Rong Tian, mata hitamnya berkilat penuh curiga, firasat buruk mulai menyelimutinya.Pengunjung rumah teh lainnya juga bergerak mendekat, rasa ingin tahu mengalahkan rasa malu. Seorang pedagang bertubuh gemuk menyeret kursinya lebih dekat, seorang wanita berpakaian sutra hijau pura-pura membenarkan sanggulnya sambil memasang telinga, mencoba menangkap setiap kata yang terucap.Kultivator bertubuh kurus itu, seolah tersulut api semangat, mulai bercerita dengan lebih bersemangat. "Huo Xin Jian bukanlah sekadar pedang biasa! Ia memiliki kesadaran spiritual yang setara dengan kultivator tingkat tinggi! Bahkan lebih!"Pria separuh baya dengan bekas luka di wajahnya meni