Ini adalah kejutan yang luar biasa.Rencana Rendi memberikan syok terapi bagi semua orang.Semua mata tertuju pada Rendi yang dengan bangganya merangkul pinggang Elsa.Aku peringatkan. Berhenti bekerja dengan Leo dan pulang ke rumah. Waktumu tiga hari Vania.Pesan dari Gavi mengalihkan Vania dari drama di depannya.Memangnya apa yang bisa dilakukan Gavi jika tiga hari itu berakhir?Vania tidak lagi serumah, di kantor pun juga Gavi tak akan berani berbuat nekat. Vania pun menganggap pesan itu seperti angin lalu.Karena ada yang jauh lebih penting yaitu hubungannya dengan Valerie.‘’Bajingan! Berengsek kalian!’’Prang!Kini cermin di tembok menjadi korban. Yang dilempar Delia dengan bingkai foto keluarga.‘’Elsa sudah hamil empat bulan, mas tidak mungkin meninggalkan…’’‘’Apa?’’Itu berarti usia kandungan Elsa sama seperti Sandra. Vania menganga akan kebetulan itu.‘’Aku dan Alin tidak akan sudi kamu punya istri lagi!’’ teriak Delia sebelum meninggalkan ruangan. Disusul oleh Valerie kem
‘’Aku tahu Gia butuh sosok ayah. Tapi bisa, kan, kamu cari laki-laki lain di luar sana?’’Terpojok tak berdaya.Vania memang senang Gia mendapatkan pengganti Gavi, tetapi, Vania tidak berharap lebih. Kasarnya hanya sebatas menumpang kasih sayang. Antara ayah dan anak.Tidak ada hubungan dengannya.‘’Apa yang bisa mbak lakukan agar kamu tidak seperti ini lagi?’’ tanya Vania ditengah tangisnya.Rasa iba hilang tersapu emosi. Menyisakan segunung kebencian dan entah bagaimana menghilangkannya.Valerie pun tidak tahu Vania harus apa. Dirinya hanya tidak mau Leo dan Vania bertemu lagi. Titik.‘’Kalau kamu punya rasa malu, tinggalkan pekerjaan sebagai sekretaris suamiku!’’‘’Ada lagi?’’Padahal hanya dua kata, tetapi seakan menantangnya. Kedua tangan Valerie mengepal bersama napas memburu. ‘’Ada lagi? Menurutmu aku sampai seperti ini karena hal lain?!’’ sentaknya.‘’Bukan itu, Val. Kamu membahas Gia, mungkin kamu akan senang bila anakku tidak lagi memanggil Mas Leo papa.’’Walau tidak diut
Air mata masih ada, rasa sakit pun masih terasa denyutannya. Sepanjang perjalanan tidak ada yang bisa dilakukan Vania selain menggerakkan kemudi, menekan pedal gas maupun rem. Lidah terasa kaku untuk sekedar mengeluarkan beberapa kalimat. Padahal beberapa kali ada panggilan telepon dari Leo, namun Vania tidak memiliki kekuatan lagi untuk mengangkat.Susah payah dengan mempertaruhkan rumah tangganya Leo ingin memperingatkan Vania, tetapi tidak ada jawaban. Di tempat lain, Leo diburu rasa khawatir. Sedangkan Vania, diselimuti kabut kesedihan. Berduka atas hilangnya suatu kepercayaan yang menjadi penyebab terputusnya ikatan.Belum sampai rumah pun Vania sudah bingung bagaimana menghadapi Vira.Dipecat dari pekerjaan Vania masih bisa menjelaskannya. Tetapi marahnya Valerie padanya? Vania tidak tau harus mulai dari mana.Lagi-lagi harus bertengkar karena pria. Di saat itu, barulah Vania menyadari ada mobil yang mengikutinya.Tadi warna hitam, sekarang warna silver.Vania buru-buru men
‘’Val, kalau ada masalah jangan dibiarkan berlarut, Nak. Apalagi sama saudara sendiri.’’Anak Vira hanya ada dua. Jika saling berselisih bagaimana bisa saling menyayangi seperti harapannya dan mendiang sang suami.Tadi malam Vira mimpi buruk tentang Vania. Tubuhnya terbujur kaku setelah digigit ular. Padahal Valerie ada didekat sang kakak, namun Valerie hanya menonton dan tidak menolong.Paginya sebelum meminta Valerie datang, Vira bertanya pada Vania dan akhirnya terbongkarlah kejadian kemarin siang.Menurut Vira, semua masalah bisa diselesaikan dengan bicara dari hati ke hati terlebih pada kakak kandung.‘’Dari dulu mama selalu bela Mbak Van. Sekarang juga sama. Kenapa mama nggak ngerti perasaan Valerie, sih, Ma.’’Vira bergeser beberapa senti di sebelah Valerie. Mendekati dengan maksud.Sebagai seorang ibu, tidak ada niatnya untuk membela Vania atau berat sebelah. Vira hanya ingin anak-anaknya berdamai.‘’Jangan salah paham, Nak. Mama yakin, Vania sudah bicara sejujur-jujurnya.’’‘
Bertahun-tahun menyimpannya, mempertanyakan apakah rasa itu masih ada, kini Leo memberanikan diri bertanya.Vania tampak bahagia akan pernikahannya yang kedua sebelum badai datang, begitu pula Leo yang kini masih bertahan walau sedikit di terpa angin ribut.‘’Tidak,’’ Vania berkata jujur.Walau Leo adalah mantan terbaik. Tetapi tidak mampu membuatnya menyisakan perasaan meski hanya sedikit.Hatinya sudah kosong.Sekosong harapannya untuk bisa mendapatkan laki-laki yang tepat.Laki-laki terakhir sehidup semati denganya. Tampaknya tidak akan bisa Vania jumpai.Hidup meninggalkan masa lalu, tidak akan membuat masa depannya lebih cerah.Vania sudah pasrah.Kini tinggal bagaimana Tuhan saja. ‘’Dalam status pernikahan aku memang janda. Tadi aku tidak sendiri, Mas. Aku masih punya mama dan Gia.’’Leo jadi tersentuh hatinya.Vania sangat baik. Begitu bijak menyikapi masalah. Juga Vania telah banyak berubah. Asam garam di hidupnya mengajarkannya menjadi wanita kuat. Berprinsip teguh dan berke
‘’Kayaknya nggak perlu nunggu Elsa deh. Nanti juga paling dikasih tau lewat grup.’’Grup?Grup apa?Vania masuk dalam grup kantor di aplikasi hijau, tetapi, pembahasan disana seputar pekerjaan tidak ada yang lain.Apa jangan-jangan, ada grup yang tidak diketahuinya?‘’Sudah, yuk, kita pulang.’’Ting.Suara lift terbuka, bisik-bisik tetangga itu juga ikut hilang.Setelahnya Vania langsung menatap meja kosong di depannya, pada komputer tanpa sang tuan.Rendi dan Elsa sama-sama tidak masuk. Vania mendengar jika Arka dan Naya datang, artinya, sidang seperti dulu akan terulang.Tapi syukurlah, karena Vania bisa leluasa memeriksa tanpa takut ketahuan.‘’Astaga.’’Banyak sekali foto-fotonya di folder Elsa. Terutama ketika bersama Leo. Potret dengan sudut berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda pula.Bahkan foto yang kelihatan seakan Vania ingin memeluk Leo pun terkirim pada Valerie.‘’Ya Tuhan.’’Juga pada grup kantor. Kecuali dirinya, Rendi dan Leo, semua karyawan ada di sana.Namun le
‘’Kenapa kamu kelihatan kayak orang gelisah gitu, sih, Mas? Ayo dimakan.’’Susah payah Valerie memasak, tetapi Leo malas-malasan untuk menyantap. Berbeda dengan Rian. Begitu lahap sampai lauk untuk Leo dihabiskannya sendiri.‘’Iya, Papi. Enak kok ini ikannya. Nih Rian makannya bersih sampai ke tulang-tulangnya.’’ Benar-benar hanya tersisa tulang belulang saja.Bahkan untuk membalas pembenaran Rian saja bibir Leo terasa berat untuk berucap.Kembali Leo mengecek ponselnya. Nihil. Tidak ada balasan dengan dua centang tak berwarna. Artinya dibaca pun tidak.‘’Rian. Sudah makannya, Nak? Sekarang masuk ke kamar, ya.’’‘’Siap, Mami.’’ Begitu melihat pintu Rian menutup, seketika Valerie merampas ponsel yang sejak tadi dipegang Leo.‘’Mbak Van? Ngapain kamu chat-chat dia sih, Mas?’’ Valerie melotot, sakit sekali berada di posisinya. ‘’Vania lagi ngerjain kerjaan mas yang deadlinenya besok. Mas penasaran dia masih di kantor apa tidak,’’ serunya dengan wajah khawatir.Belum lagi. Tak lama Vira
‘’Mbak!’’Dengan segera Leo menutupi tubuh Vania dengan jas, lalu melarikanbta menuju rumah sakit secepat mungkin.Sepanjangan perjalanan Valerie menangis tidak henti-hentinya. Tidak bisa membayangkan kejadian itu seperti apa, hingga dirinya begitu terpukul.Baru beberapa jam dilihatnya, tapi kejadian itu merenggut Vania lebih cepat.Dalam perjalanan Vania masih tak sadarkan diri. Banyak memar di berbagai titik. Darah beku berada di ujung bibir. Tak hanya itu, setitik air tersisa di ujung mata Vania.‘’Mas, cepat. Valerie mohon mas.’’Begitu tiba di rumah sakit Vania langsung ditangani. Keadaannya benar-benar buruk ternyata ada benturan di kepala yang baru dilihat Valerie dan Leo.Mungkin itu disebabkan oleh benda tumpul.Dari pintu kaca Valerie melihat Vania tengah mengadu nasib, Vira pun tak kuasa melihat anak sulungnya terbaring berjuang sendirian.Mimpi ular itu benar-benar nyata.‘’Ma, Mbak Van, Ma.’’ Tangis sesal kian membanjiri. Vira dan Valerie saling berpelukan menguatkan sat