‘’Val, kalau ada masalah jangan dibiarkan berlarut, Nak. Apalagi sama saudara sendiri.’’Anak Vira hanya ada dua. Jika saling berselisih bagaimana bisa saling menyayangi seperti harapannya dan mendiang sang suami.Tadi malam Vira mimpi buruk tentang Vania. Tubuhnya terbujur kaku setelah digigit ular. Padahal Valerie ada didekat sang kakak, namun Valerie hanya menonton dan tidak menolong.Paginya sebelum meminta Valerie datang, Vira bertanya pada Vania dan akhirnya terbongkarlah kejadian kemarin siang.Menurut Vira, semua masalah bisa diselesaikan dengan bicara dari hati ke hati terlebih pada kakak kandung.‘’Dari dulu mama selalu bela Mbak Van. Sekarang juga sama. Kenapa mama nggak ngerti perasaan Valerie, sih, Ma.’’Vira bergeser beberapa senti di sebelah Valerie. Mendekati dengan maksud.Sebagai seorang ibu, tidak ada niatnya untuk membela Vania atau berat sebelah. Vira hanya ingin anak-anaknya berdamai.‘’Jangan salah paham, Nak. Mama yakin, Vania sudah bicara sejujur-jujurnya.’’‘
Bertahun-tahun menyimpannya, mempertanyakan apakah rasa itu masih ada, kini Leo memberanikan diri bertanya.Vania tampak bahagia akan pernikahannya yang kedua sebelum badai datang, begitu pula Leo yang kini masih bertahan walau sedikit di terpa angin ribut.‘’Tidak,’’ Vania berkata jujur.Walau Leo adalah mantan terbaik. Tetapi tidak mampu membuatnya menyisakan perasaan meski hanya sedikit.Hatinya sudah kosong.Sekosong harapannya untuk bisa mendapatkan laki-laki yang tepat.Laki-laki terakhir sehidup semati denganya. Tampaknya tidak akan bisa Vania jumpai.Hidup meninggalkan masa lalu, tidak akan membuat masa depannya lebih cerah.Vania sudah pasrah.Kini tinggal bagaimana Tuhan saja. ‘’Dalam status pernikahan aku memang janda. Tadi aku tidak sendiri, Mas. Aku masih punya mama dan Gia.’’Leo jadi tersentuh hatinya.Vania sangat baik. Begitu bijak menyikapi masalah. Juga Vania telah banyak berubah. Asam garam di hidupnya mengajarkannya menjadi wanita kuat. Berprinsip teguh dan berke
‘’Kayaknya nggak perlu nunggu Elsa deh. Nanti juga paling dikasih tau lewat grup.’’Grup?Grup apa?Vania masuk dalam grup kantor di aplikasi hijau, tetapi, pembahasan disana seputar pekerjaan tidak ada yang lain.Apa jangan-jangan, ada grup yang tidak diketahuinya?‘’Sudah, yuk, kita pulang.’’Ting.Suara lift terbuka, bisik-bisik tetangga itu juga ikut hilang.Setelahnya Vania langsung menatap meja kosong di depannya, pada komputer tanpa sang tuan.Rendi dan Elsa sama-sama tidak masuk. Vania mendengar jika Arka dan Naya datang, artinya, sidang seperti dulu akan terulang.Tapi syukurlah, karena Vania bisa leluasa memeriksa tanpa takut ketahuan.‘’Astaga.’’Banyak sekali foto-fotonya di folder Elsa. Terutama ketika bersama Leo. Potret dengan sudut berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda pula.Bahkan foto yang kelihatan seakan Vania ingin memeluk Leo pun terkirim pada Valerie.‘’Ya Tuhan.’’Juga pada grup kantor. Kecuali dirinya, Rendi dan Leo, semua karyawan ada di sana.Namun le
‘’Kenapa kamu kelihatan kayak orang gelisah gitu, sih, Mas? Ayo dimakan.’’Susah payah Valerie memasak, tetapi Leo malas-malasan untuk menyantap. Berbeda dengan Rian. Begitu lahap sampai lauk untuk Leo dihabiskannya sendiri.‘’Iya, Papi. Enak kok ini ikannya. Nih Rian makannya bersih sampai ke tulang-tulangnya.’’ Benar-benar hanya tersisa tulang belulang saja.Bahkan untuk membalas pembenaran Rian saja bibir Leo terasa berat untuk berucap.Kembali Leo mengecek ponselnya. Nihil. Tidak ada balasan dengan dua centang tak berwarna. Artinya dibaca pun tidak.‘’Rian. Sudah makannya, Nak? Sekarang masuk ke kamar, ya.’’‘’Siap, Mami.’’ Begitu melihat pintu Rian menutup, seketika Valerie merampas ponsel yang sejak tadi dipegang Leo.‘’Mbak Van? Ngapain kamu chat-chat dia sih, Mas?’’ Valerie melotot, sakit sekali berada di posisinya. ‘’Vania lagi ngerjain kerjaan mas yang deadlinenya besok. Mas penasaran dia masih di kantor apa tidak,’’ serunya dengan wajah khawatir.Belum lagi. Tak lama Vira
‘’Mbak!’’Dengan segera Leo menutupi tubuh Vania dengan jas, lalu melarikanbta menuju rumah sakit secepat mungkin.Sepanjangan perjalanan Valerie menangis tidak henti-hentinya. Tidak bisa membayangkan kejadian itu seperti apa, hingga dirinya begitu terpukul.Baru beberapa jam dilihatnya, tapi kejadian itu merenggut Vania lebih cepat.Dalam perjalanan Vania masih tak sadarkan diri. Banyak memar di berbagai titik. Darah beku berada di ujung bibir. Tak hanya itu, setitik air tersisa di ujung mata Vania.‘’Mas, cepat. Valerie mohon mas.’’Begitu tiba di rumah sakit Vania langsung ditangani. Keadaannya benar-benar buruk ternyata ada benturan di kepala yang baru dilihat Valerie dan Leo.Mungkin itu disebabkan oleh benda tumpul.Dari pintu kaca Valerie melihat Vania tengah mengadu nasib, Vira pun tak kuasa melihat anak sulungnya terbaring berjuang sendirian.Mimpi ular itu benar-benar nyata.‘’Ma, Mbak Van, Ma.’’ Tangis sesal kian membanjiri. Vira dan Valerie saling berpelukan menguatkan sat
Arka segera berbaring di brankar bersebelahan dengan Vania. Mantan menantunya itu terlihat sangat mengenaskan. Bersiap mendonorkan darahnya.Valerie bertanya-tanya mengapa Leo enggan menolong bahkan hingga semua keluarga ada di dalam pun, Leo tetap tidak masuk.Tetapi Valerie bersyukur karena papa mertuanya mau membantu.Mungkin sejak dulu dan kini, Valerie selalu tahu jika menantu yang disayang Arka hanyalah Vania dan belum tergantikan hingga sekarang.Walau tidak tampak, tetapi semua orang bisa mengetahuinya.Kasih sayang yang tidak dilontarkan lewat kata, namun lewat tatapan dan juga pengorbanan.‘’Itu mama kamu sudah dikasih darah sama opa, artinya bentar lagi sembuh, Gi.’’ Alia terus menyemangati Gia meski matanya sudah sangat mengantuk. ‘’Kira-kira kapan mamaku sadar?’’ tanya Gia langsung.‘’Tidak sekarang, Sayang. Mungkin setelah prosesnya selesai. Dan sekarang, Mama Vania butuh istirahat,’’ jelas Lili yang memang mengerti itu semua.‘’Sebaiknya kita antarkan anak-anak pulang
Banyak mobil-mobil polisi terparkir di halaman ketika Sandra sampai di gerbang. Yura dan Dani keluar bersama seorang polisi, artinya, tidak ada penangkapan sama sekali.Sandra lekas putar arah mencari kemana Gavi. Tengah malam ditemani tetesan air hujan, juga bayi yang masih di dalam perut, otak Sandra memikirkan di mana Gavi sekarang.Rumah sakit?Tidak mungkin.‘’Elsa, kamu tahu di mana Gavi?’’ tanyanya begitu panggilan terhubung.‘’Hah? Gavi? Apa kamu lupa kita sudah tidak bertukar tempat lagi?’’ jawab Elsa setengah mengantuk. Tak heran karena sekarang sudah hampir setengah satu pagi.‘’Maksudku, apa kamu tahu dia di mana? Apa dia pernah cerita punya rumah lain atau…’’Saat itulah Sandra melihat suami yang dirinya cari.Gavi masuk ke dalam sebuah rumah mewah. ‘’Sudah dulu. Aku nggak jadi tanya!’’‘’Dasar.’’Diam-diam Sandra memarkirkan mobilnya. Dilihatnya Gavi masuk tanpa kesulitan, artinya, Gavi lah pemilik rumah tersebut.Sandra memukul kemudi kesal. Bertanya-tanya mengapa Gavi
‘’Tidak, Gavi. Tidak. Aku tidak tahu apa yang ku katakan. Aku hanya salah bicara. Akh—’’Jambakan kembali di dapat demi mendapat sebuah kebenaran.Gavi membuat Sandra berdiri dan melihat matanya untuk berkata jujur. Mata yang dipikir Gavi tidak pernah ada dusta di dalamnya. Mata yang tadinya hanya terlihat cinta untuknya tapi kini menyimpan kebusukan.‘’Katakan yang sebenarnya atau kau akan mendapatkan yang lebih parah dari ini,’’ bentaknya. Mengangkat Sandra lebih tinggi hingga membuat wanita itu menjerit.‘’Ampun, Gav. Ampun!’’‘’Cepat katakan!’’Hidupnya dipermainkan, Gavi tidak akan tinggal diam.‘’Aku yang mengurus perceraian kalian. Aku menyewa orang melakukannya.’’Bugh!Tubuh Sandra jatuh dari lantai.Bukan karena Gavi kehilangan keseimbangan tetapi, ingin memberi Sandra pelajaran. Pecutan terakhirnya adalah surat cerai itu. Sehingga dirinya bagai manusia kurang akal dan berakhir menggila di kantor Leo. ‘’Aku melakukannya karena mencintaimu, Gav. Aku tidak mau kamu terus-teru