‘’Mbak!’’Dengan segera Leo menutupi tubuh Vania dengan jas, lalu melarikanbta menuju rumah sakit secepat mungkin.Sepanjangan perjalanan Valerie menangis tidak henti-hentinya. Tidak bisa membayangkan kejadian itu seperti apa, hingga dirinya begitu terpukul.Baru beberapa jam dilihatnya, tapi kejadian itu merenggut Vania lebih cepat.Dalam perjalanan Vania masih tak sadarkan diri. Banyak memar di berbagai titik. Darah beku berada di ujung bibir. Tak hanya itu, setitik air tersisa di ujung mata Vania.‘’Mas, cepat. Valerie mohon mas.’’Begitu tiba di rumah sakit Vania langsung ditangani. Keadaannya benar-benar buruk ternyata ada benturan di kepala yang baru dilihat Valerie dan Leo.Mungkin itu disebabkan oleh benda tumpul.Dari pintu kaca Valerie melihat Vania tengah mengadu nasib, Vira pun tak kuasa melihat anak sulungnya terbaring berjuang sendirian.Mimpi ular itu benar-benar nyata.‘’Ma, Mbak Van, Ma.’’ Tangis sesal kian membanjiri. Vira dan Valerie saling berpelukan menguatkan sat
Arka segera berbaring di brankar bersebelahan dengan Vania. Mantan menantunya itu terlihat sangat mengenaskan. Bersiap mendonorkan darahnya.Valerie bertanya-tanya mengapa Leo enggan menolong bahkan hingga semua keluarga ada di dalam pun, Leo tetap tidak masuk.Tetapi Valerie bersyukur karena papa mertuanya mau membantu.Mungkin sejak dulu dan kini, Valerie selalu tahu jika menantu yang disayang Arka hanyalah Vania dan belum tergantikan hingga sekarang.Walau tidak tampak, tetapi semua orang bisa mengetahuinya.Kasih sayang yang tidak dilontarkan lewat kata, namun lewat tatapan dan juga pengorbanan.‘’Itu mama kamu sudah dikasih darah sama opa, artinya bentar lagi sembuh, Gi.’’ Alia terus menyemangati Gia meski matanya sudah sangat mengantuk. ‘’Kira-kira kapan mamaku sadar?’’ tanya Gia langsung.‘’Tidak sekarang, Sayang. Mungkin setelah prosesnya selesai. Dan sekarang, Mama Vania butuh istirahat,’’ jelas Lili yang memang mengerti itu semua.‘’Sebaiknya kita antarkan anak-anak pulang
Banyak mobil-mobil polisi terparkir di halaman ketika Sandra sampai di gerbang. Yura dan Dani keluar bersama seorang polisi, artinya, tidak ada penangkapan sama sekali.Sandra lekas putar arah mencari kemana Gavi. Tengah malam ditemani tetesan air hujan, juga bayi yang masih di dalam perut, otak Sandra memikirkan di mana Gavi sekarang.Rumah sakit?Tidak mungkin.‘’Elsa, kamu tahu di mana Gavi?’’ tanyanya begitu panggilan terhubung.‘’Hah? Gavi? Apa kamu lupa kita sudah tidak bertukar tempat lagi?’’ jawab Elsa setengah mengantuk. Tak heran karena sekarang sudah hampir setengah satu pagi.‘’Maksudku, apa kamu tahu dia di mana? Apa dia pernah cerita punya rumah lain atau…’’Saat itulah Sandra melihat suami yang dirinya cari.Gavi masuk ke dalam sebuah rumah mewah. ‘’Sudah dulu. Aku nggak jadi tanya!’’‘’Dasar.’’Diam-diam Sandra memarkirkan mobilnya. Dilihatnya Gavi masuk tanpa kesulitan, artinya, Gavi lah pemilik rumah tersebut.Sandra memukul kemudi kesal. Bertanya-tanya mengapa Gavi
‘’Tidak, Gavi. Tidak. Aku tidak tahu apa yang ku katakan. Aku hanya salah bicara. Akh—’’Jambakan kembali di dapat demi mendapat sebuah kebenaran.Gavi membuat Sandra berdiri dan melihat matanya untuk berkata jujur. Mata yang dipikir Gavi tidak pernah ada dusta di dalamnya. Mata yang tadinya hanya terlihat cinta untuknya tapi kini menyimpan kebusukan.‘’Katakan yang sebenarnya atau kau akan mendapatkan yang lebih parah dari ini,’’ bentaknya. Mengangkat Sandra lebih tinggi hingga membuat wanita itu menjerit.‘’Ampun, Gav. Ampun!’’‘’Cepat katakan!’’Hidupnya dipermainkan, Gavi tidak akan tinggal diam.‘’Aku yang mengurus perceraian kalian. Aku menyewa orang melakukannya.’’Bugh!Tubuh Sandra jatuh dari lantai.Bukan karena Gavi kehilangan keseimbangan tetapi, ingin memberi Sandra pelajaran. Pecutan terakhirnya adalah surat cerai itu. Sehingga dirinya bagai manusia kurang akal dan berakhir menggila di kantor Leo. ‘’Aku melakukannya karena mencintaimu, Gav. Aku tidak mau kamu terus-teru
Hari terus berganti. Malam pun semakin larut. Suara hujan diiringi petir sesekali terdengar di telinga.Tidak hanya itu. Di rumah sakit, Valerie bisa mendengar doa tulus dipanjatkan lebih dari tempat ibadah manapun.Berharap orang terkasih bisa pulih.Tanpa jaket dan sejuknya udara, tidak lantas membuat Valerie gemetar kedinginan. Rasanya begitu putus asa, setelah menyaksikan sudah tiga hari Vania masih belum sadar.Valerie takut, bila Vania tidak akan bangun lagi.Prasangka buruknya menuntun Valerie berbuat kejam pada sang kakak. Dan entah apakah Valerie bisa menyampaikan maaf secara langsung atau tidak, jika mengkonsumi obat pun Vania harus lewat selang infus.Jika hanya disediakan sedetik, Vania bangun dari koma lalu kembali terlelap, Valerie akan bersujud memohon maaf atas kekhilafannya.Terlalu mencintai Leo menjadikan rasa cemburu yang tidak terkontrol. Saat ini hanya bisa memandang monitor berisi garis-garis naik turun penanda kehidupan. Seakan-akan pada garis berwarna hijau it
‘’Siapa yang nggak punya otak, Al?’’ Tiba-tiba saja Rian sudah berada di sebelah Rico.‘’Itu tuh, Mas.’’ Menunjuk si kembar dengan mulut yang dimajukan.‘’Kalian apakan adikku?’’ ‘’Jangan salah paham, Sepupu. Kami hanya bercanda.’’ Raffi cengengesan lalu menyenggol lengan Rico untuk ikut tertawa. ‘’Dasar kalian!’’ Alia menggeleng-geleng tetapi sesaat kemudian sudah berdamai lagi.Rian melihat sedikit embun di mata Gia, tetapi tidak berkata apapun. Ingin berempati namun kelakuannya selama ini membuatnya malu untuk tiba-tiba memberi perhatian.‘’Kamu sudah nggak sedih lagi, kan?’’ ‘’Sedikit,’’ jawab Gia pelan.‘’Ayo kita main. Nanti papa aku jemput, terus ngajak kita main di mall,’’ jabar Alia dengan rasa bahagia.Lili dan Nathan sudah menganggap Gia juga sebagai anak mereka. Sangat tidak tega melihat Gia sendirian bertemankan Pak Sena dan Inah saja. Apalagi Alia sering bercerita, betapa sedihnya Gia selama sekolah.Tidak adanya kemajuan tentang Vania, berpengaruh besar pada sang pu
‘’Iya, Ma. Tapi Gia takut kalau nanti di sekolah ada Tante Sandra lagi. Boleh nggak, Gia bawa om-om itu besok?’’ Gia menunjuk pengawal di depan ruangan.Sebagai ibu, Vania sedih anaknya jadi merasa terancam. Seolah keselamatannya berada di ujung tanduk.Seharusnya Vania menjadi tameng terdepan untuk melindungi, tetapi di saat Gia membutuhkannya Vania malah terbaring sakit.Dan ketika bangun penyerangan itu sudah terjadi.‘’Gimana, Ma? Boleh, nggak?’’ pintanya penuh harap.‘’Jangan om itu, ya. Om lain saja. Gimana kalau Pak Sena?’’ Vania tidak mau merepotkan Valerie. Takutnya Valerie kian benci padanya.Sudah bagus Valerie ada bersamanya walau tidak berkata apapun sejak dirinya bangun. Meski sebenarnya Vania mengharapkan pelukan hangat juga beberapa kalimat dari sang adik. ‘’Tentu boleh. Gia mau yang mana?’’ Valerie mendekati ponakannya, seolah menawarkan mainan boneka.Sejak tadi menunggu waktu yang tepat, akhirnya ada pembicaraan yang bisa membuatnya terlibat.Vania menatap Valerie d
‘’Kamu mau menikah lagi?’’Begitulah yang didengar Leo.Valerie mendesah panjang. Membuatnya harus mengulang lagi. Mengatakannya saja sudah sangat sulit apalagi ini sampai dua kali.Wanita kuat sekalipun akan rapuh bila meminta sang suami mendua.‘’Dengar, nggak? Tolong nikahi Mbak Van,’’ ucapnya lemah tanpa berkedip.Kata-kata itu membuat Leo membesarkan matanya. Sekaligus menggelengkan kepala. Lalu tertawa merasa tidak masuk akal.‘’Sayang, pikiran kamu nggak beres di sini. Sebaiknya kita pulang ke Kalimantan. Mas pesan tiket sekarang.’’ Leo mengambil ponsel dan langsung membuka aplikasi pemesanan penerbangan, tetapi, Valerie menurunkannya.‘’Valerie serius!’’ Cara bicara Valerie bukanlah cara bicara yang biasanya. Leo merasa permintaan itu sangat konyol. Karena tidak sama seperti meminta permen ataupun tas mahal. Leo mengira jika menurut apa yang diinginkan Valerie semua akan lebih mudah ke depannya. Tetapi dugaannya salah.Dirinya pun sampai hati tidak mau membantu Vania lagi.