Tak ada yang sanggup mengalikan mood seorang Tristan saat ini. Satu sisi, ia seolah trauma akibat pengkhianatan Celine. Namun, disisi lainnya dirinya seolah berbisik bahwa Andin yang penurut dan mengerti dirinya, harus dipertahankan bagaimana pun caranya. Bisakah Tristan tidak usah memilih saja? Di seluruh penjuru dunia, Tristan percaya pasti ada wanita yang sanggup mencintai dengan ketulusan kadar tinggi. Hanya saja keretakan di hatinya membuat Tristan dilema, seolah tak ada lagi makhluk berjenis wanita yang memiliki setia paling tinggi. Sanggupkah dirinya bertahan dalam pengkhianatan ini? Sanggupkah ia menjalani hari tanpa bayangan pengkhianatan istri tercinta? Sanggupkah ia menutup mata dan telinga agar ia tidak jauh dari Celine? Baiklah, kali ini Tristan mantap untuk berpisah dari Celine. "Leon," panggilnya pada sang Asisten pribadinya itu. "Ya, tuan," jawab Leon datar. "Bawa Andhini ke rumah Mom segera, bawa ia ke rumah utama. Lakukan secepatnya dan urus segalanya!" peri
Angin malam berhembus perlahan......Menembus pori-pori kulit seorang wanita yang tengah terpekur lama menatap jalanan ibu kota yang cukup ramai.Langit malam nampak gelap tertutup kabut.Rembulan yang biasanya menyinari bagian belahan bumi, Kini nampak muram. Cahaya titik bintang yang bertaburan seperti malam-malam sebelumnya, kini tak lagi terlihat.Menyembunyikan sinar yang sejatinya sangat terang.Andhini Shakira........Wanita berusia 20 tahun itu menatap nyalang langit yang demikian gelap nan bermuram durja, Sama dengan hatinya yang bergejolak penuh keraguan dan kekecewaan.Perlahan namun pasti,Butiran kristal cair itu tak urung jatuh jua.....Membawa kepedihan yang mendalam, mendeklarasikan pada dunia bahwa dirinya...... tengah berduka.Menjadi simpanan seorang pria yang cukup mapan, bukanlah pilihannya.Ada kehidupan ibu dan adiknya di kampung yang harus ia penuhi. Belum lagi biaya sekolah yang tak
Seorang pria bertubuh tegap tengah menatap pemandangan jalanan ibu kota di balik jendela mobilnya.Pikirannya melanglang buana entah kemana.Rasa tak nyaman dan firasat buruk tetiba menghinggapinya. Menumbuhkan banyak emosi yang ia simpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri.Akmal Sanjaya.Pria berkulit putih bersih dengan tubuh tinggi nan kokoh, adalah pria satu anak bersama Arini Wulan Sanjaya.Tatapan matanya tajam dan mudah mengintimidasi siapapun.Hidungnya mancung dengan alis tebal yang membingkai mata tajamnya.Tulang pipi dan tulang rahangnya demikian kokoh dengan rambut hitam legam yang membingkai wajahnya.Dada bidangnya, menunjukkan kehangatan bagi siapapun yang jatuh dalam dekapannya.Lengan kokohnya menjanjikan berjuta kekuatan untuk wanita manapun yang takluk di bawah kendali permainan nya.Langkah lebarnya, menawarkan kepastian langkah hidup bagi siapapun yang bersedia menjadi pendampingnya.Sa
Sebuah mobil melaju kencang membelah jalanan ibu kota. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi.Seperti di kejar waktu, Akmal melajukan mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit terdekat.Jemarinya mencengkeram erat kemudi, Nafasnya memburu karna merasa luar biasa takut, beberapa titik darah menodai kemeja cerahnya dan bagian sudut lengan.Sesal......Sesal mendera ketika ia mendapati Andini tak berdaya di bawah kebrutalan tindakannya yang telah menyiksa Andhini.Di bangku belakang, Andhini nampak kepayahan dengan nafasnya yang mulai tersengal.Air mata bercampur darah di sisi wajahnya, menunjukkan betapa menyedihkannya Dhini saat ini.Di samping Dhini, Arini nampak cemas menggenggam tangan Dhini yang dingin dan berkeringat. Sekedar untuk menepis saja, Dhini sudah tak kuat lagi."Lakukan lebih cepat lagi, mas. Jangan biarkan sesuatu terjadi pada Dhini dan bayinya. Kumohon, jangan buang waktumu. Anakmu dan ibunya butuh pertolongan s
Suara tangisan bayi laki-laki demikian menggema di seluruh ruangan. Tubuh mungilnya telah terlepas dari banyaknya selang dan peralatan medis lainnya. Satu bulan sudah usianya. Akmal setiap hari selalu menyambangi keberadaan putranya itu. Kini, Dhini juga telah di perbolehkan pulang. Hubungan Dhini dan Akmal tak juga menemui kejelasan. Bagi Dhini, Haidar putranya hanya miliknya seorang. Akmal sudah jelas-jelas tak lagi peduli akan keberadaan Haidar semenjak enam bulan lalu. Hari ini, Akmal akan kembali datang ke rumah Dhini dengan mengajak serta ibunya, orang tua Akmal yang masih tersisa. Ayah Akmal telah tiada semenjak sebelas tahun yang lalu, mewariskan sebuah perusahaan pada putra satu-satunya. Beruntung, Akmal dapat mengembangkan perusahaan warisan mendiang ayahnya itu. "Kau benar-benar telah memikirkan hal ini matang-matang, Akmal? Ben
"Kau tak mau keluar sekarang juga? Baiklah, aku tak keberatan untuk menghukummu. Dengar Andhini, aku bisa saja membawa Haidar putra kita untuk pergi jauh darimu. Kau pikir hanya hidupmu yang hancur? Aku bahkan lebih dari sekedar hancur saat itu. Aku juga merasa bersalah dan berulang kali aku merasa berdosa. Bila kau memang tak mau menemuiku, maka Haidar aku pastikan akan jatuh ke tanganku karna aku adalah ayah biologisnya." Dhini membeku mendengarnya. Haidar? Di bawa pergi? Oh ya tuhan.... Pria macam apa si Akmal ini? Tidak bisakah ia memikirkan perasaan Andhini sedikit saja? Setelah Dhini di perlakukan dengan sangat kasar, kini..... Akmal akan membawa paksa bayinya pergi. Lama Dhini termenung dan mencerna kata-kata yang di lontarkan Akmal. Pintu terbuka dengan kasar. Sayangnya......... Terlambat.
Seorang wanita tengah menatap kosong pada hamparan langit yang luas, menikmati indahnya senja tanpa riak emosi, meninggalkan sebagian jiwanya entah kemana.Mungkin karna luruh bersamaan dengan tragedi yang di alaminya selama setahun terakhir ini. Tragedi pertama, karna ia harus kehilangan ayahnya, pria yang paling dekat dengannya. Meninggalkan beban batin yang mendalam beserta luka yang masih membekas hingga kini.Tragedi kedua, ia sungguh sangat terpaksa menerima pinangan lelaki yang usianya dua belas tahun lebih tua darinya, namun tetap terlihat gagah. Tak butuh waktu lama, kepolosan hatinya pun jatuh pada pesona pria yang berstatus suami orang dan telah memiliki seorang putri itu.Tragedi ketiga, dirinya harus di talak dengan cara yang sangat kejam oleh suami tercinta ketika dirinya lebih mempertahankan buah hati mereka daripada harus melakukan aborsi. Sungguh, kenangan itu masih membekas dalam otaknya hingga saat
Hari berganti, Minggu berlalu, bulan Terus berputar. Kini, Dhini telah merealisasikan rencananya dalam mendirikan sebuah booth stand di halaman parkir sebuah pusat perbelanjaan, yang berseberangan dengan wahana wisata.Dengan mengusung konsep rice bowl, dan tempatnya yang memakai bahan dasar bermaterial aluminium, Andhini memulai usahanya dengan tekad kuat dan niat baik demi kelurga.Di bantu adik dan juga ibunya, Andhini kini telah resmi meninggalkan rumah yang dulu Akmal belikan untuknya. Mobil yang dulu juga pemberian Akmal, Andhini tinggal begitu saja di rumah itu. Setelah menimbangnya dengan cukup matang, akhirnya di sinilah Andhini berada. Membuka stand booth bersama adiknya saat waktu menjelang makan siang.Semua itu bermula dari ide Andra, adik Andhini yang masih menduduki bangku SMA di kelas XI, dan benar saja, berbagai macam menu terjual habis dan laku keras.Tanpa terasa, i