Arfeen mendekati ranjang Larena. Wanita itu tengah duduk melamun, ketika merasakan kehadiran Arfeen ia menoleh perlahan. Air mata kembali menggelinding di pipinya. Meski di dalam perutnya masih ada satu bayi lagi namun tetap saja ada rasa sakit yang masih tersimpan.Hati Arfeen sangat sakit melihat istrinya seperti itu, ia pun langsung merengkuh wanita itu ke dalam dekapan.Membiarkan wanita itu menangis di sana sampai benar-benar tenang. Setelah Larena berhenti menangis, ia membujuk ya untuk makan. "Aku tidak lapar!""Mungkin kau tidak, tapi bagaimana dengan baby-nya? Kau tega dia kelaparan, dia juga pasti bersedih karena saudaranya pergi. Tapi bukan berarti tak membutuhkan asupan!"Larena terperanjat, ya ... ia masih memiliki satu baby di dalam perutnya. Ia tak boleh membiarkan baby-nya kelaparan meski ia sedang bersedih. Ia tak ingin terjadi sesuatu dengan bayi yang satunya lagi, ia tak ingin kehilangan lagi.Akhirnya ia pun mau makan disuapi oleh sang suami. "Sekarang kau isti
Rohan masih belum menjawab pertanyaan Arfeen. Tentu saja ia memiliki alasan kuat untuk tak langsung mengatakannya, tapi mungkin jika ia tetap bungkam, tuan muda Mahesvara bisa saja menghabisinya saat ini juga. Dan jika ia mati, siapa yang akan menyelamatkan Dara. Ia sudah berjanji akan mengeluarkan Dara dari tempat terkutuk itu. Rohan membalas tatapan Arfeen. Bukankah pria di depannya ini bisa membantu? Ia sangat berkuasa bukan?"Informasi ini sangat mahal, Tuan Muda. Saya yakin orang itu sudah tahu bahwa saya mencoba menggagalkan rencananya. Dan mungkin saat ini ... dia sedang mengincar satu-satunya orang yang paling berharga dalam hidup saya!"Arfeen menyipitkan mata, dari informasi yang dikumpulkan Agha. Rohan memang memiliki seorang kekasih, tapi saat ini kekasihnya menjadi salah satu penari striptis di Butterfly Night Club. Rohan beberapa kali mencoba membawanya kabur namun selalu gagal. Bahkan sekarang Rohan tak lagi bisa datang ke tempat itu. Arfeen mengagumi kesetiaan pria
"Jaya Mahesa!" Ulang Arfeen menyebut nama itu, Rohan sama sekali tak berani bereaksi. Ada nada getir dalam suara Arfeen. Orang kepercayaan sang kakak, kenapa Jay menargetkan calon anaknya? Apakah kakaknya tahu tentang hal ini? Arfeen tahu betul, Jay sangat memprioritaskan kakaknya. Pria itu akan melakukan apa pun asalkan bisa membuat Lyra bahagia. Sejak dulu, Jay menyimpan perasaan kepada Lyra. Tapi bagi Lyra Jay hanyalah orang yang memang pantas ia andalkan, bukan sebagai pendamping hidup. Melainkan tangan kanannya, algojonya. Jay tak pernah mempermasalahkan hal itu. Meski ia hanya akan dianggap budak oleh Lyra, ia rela asalkan tetap diperbolehkan berada di sisi wanita itu. Lyra tak pernah melarang Jay melakukan apa pun, bahkan ia juga bisa melakukan apa yang ia inginkan selama itu bisa membuat Lyra aman dan bahagia. Tentu saja Arfeen tidak akan menanyakan hal ini kepada Lyra secara langsung karena ia takut akan menyinggung hati kakaknya. Tapi ia kan langsung menanyakan itu kep
Arfeen keluar dari dalam kamar mandi hanya mengenakan handuk melilit pinggangnya. "Wah ... ada tamu rupanya!" Mata Larisa tak berkedip menyaksikan pandangan indah di depan matanya. Ia tak pernah menyangka jika Arfeen memiliki tubuh sebagus itu. Kedua matanya sampai tak berkedip. Arfeen berdiri bersandar tembok dengan santai. Ia melirik sang istri yang tampak sebal. "Arfeen, kenapa tak pakai baju?" sungut Larena. "Bajunya di lemari!" Arfeen menunduk lemari pakaian dengan dagu yang terhalangi orang-orang. Semua mata pun menoleh arah yang dituju Arfeen. Jadi akhirnya beberapa dari mereka menggeser tubuhnya baru Arfeen berjalan ke lemari untuk mengambil pakaian. Dan ia memilih mengenakannya di kamar sebelah, setelah rapi baru kembali ke kamarnya. "Kau mau ke mana?" tanya Larena yang melihat sang suami rapi. Ini kan hari Sabtu, seharusnya Arfeen bisa di rumah saja menemaninya. Arfeen mengambil sepatu dan duduk di ujung kasur untuk mengenakannya. Semua mata memperhatikan dirinya. "
"Lebih baik kita bicara di luar saja, Larena masih butuh ketenangan!" ajak Viera yang tahu perbincangan ini akan memanas. Tentunya Viera tak ingin Larena sampai keguguran lagi. Putrinya itu sedang mengandung calon pewaris klan Mahesvara. Ia yakin jika anak yang dilahirkan Larena itu laki-laki, cucunya itu yang akan mewarisi tahta Arfeen nantinya. Itu sebabnya ia harus membujuk Vano untuk mengalah saja pada menangunya. Entah suaminya itu bersalah atau pun tidak, akui saja jika ia memang salah dan meminta pengampunan dari Arfeen, mungkin masalahnya bisa beres. Arfeen sangat mencintai Larena, jadi ia yakin jika pemuda itu pasti akan memaafkan suaminya.Semua membenarkan ucapan Viera, mereka pun berbicara di ruang tamu. Sementara Jean masuk ke kamar Larena membawa bubur pesanan wanita itu. Sementara Arfeen saat ini berada di markas, latihan fisik. Ia berlatih dengan Jordi. Arfeen tak pernah menyangka jika rupanya Jordi nyaris setangguh dirinya. Ia tak pernah mengetahui rekam jejak Jor
"Kita akan lihat apakah istriku cocok denganmu atau tidak. Jika dia tidak cocok aku tak bisa menerimamu!""Saya mengerti, Tuan Muda."Dara hanya ingin membalas Budi pria yang ada di hadapannya. Ia tahu ia tak memiliki apa pun untuk bisa membalas kebaikannya, selain tenaga dan kesetiaan. Seperti Rohan yang memutuskan untuk mengabdi padanya, ia juga akan melakukan hal yang sama. Mengabdi pada tuan muda Mahesvara.Ia berharap istri dari tuan muda Mahesvara bersedia menerimanya sebagai pelayan.Itu jauh lebih baik daripada ia harus mempertontonkan tubuhnya kepada para pria hidung belang di klub. Bahkan melayani nafsu bejat mereka. Ia memang mendapatkan uang tips yang lumayan dari pekerjaannya itu. Tapi itu semua tidak akan bisa membeli kebahagiaan. Semalam setelah penggrebekan terjadi, dna memberikan keterangan sebagai saksi pad apihak kepolisian. Ia mengikuti Rohan ke kontrakannya, ia sengaja tak membawa semua uang yang ia dapatkan sebagai tips. Ia tak mau mengunakan uang itu lagi. "M
Tubuh Arfeen terpelanting ke lantai ring. Semua orang tercekat menyaksikan hal itu. "Kubilang apa ... Hardi itu tidak terkalahkan!" ujar salah satu penonton yang memasang taruhan untuk Hardi."Hei, apa kau tidak tahu siapa yang menjadi lawan Hardi saat ini?" saut teman yang satunya lagi. "Aku dengar dia adalah Tuan Muda keluarga Mahesvara!" jawab si orang pertama. Pria berjaket biru itu menyimpulkan senyum miring. "Dia adalah Zagan, raja mafia yang menjadi ketua federasi. Itu sebabnya aku berani pasang taruhan tinggi untuknya!" "Apa katamu? Zagan? Ketua federasi ... maksudmu kelompok jaringan hitam yang menguasai Asia itu?" saut pria yang mendukung Hardi. "Iya. Aku yakin dia bisa mengalahkan Hardi Suwiryo, lihat saja beberapa menit lagi. Apa yang terjadi saat ini baru pemanasan untuknya!" Terus terang pria ini belum pernah melihat langsung seperti apa rupa Zagan sebelum hari ini. Ia pikir pria itu berwajah sangar karena biasanya ketua mafia memang sangar meskilun tampan. Tapi Za
"Hah, kenapa?" seru Larena terkejut namun tak bergerak dari posisinya. Arfeen menghampiri sang istri, "Jangan tengkurap begitu, nanti kalau anak kita penyok bagaimana?"Kedua mata Larena melebar seketika. Penyok? Dan detik berikutnya wanita itu malah tertawa terpingkal-pingkal. Jelas saja hal itu membuat Arfeen bingung, pemuda itu menggaruk belakang kepala dengan wajah bodoh. Memangnya ada yang lucu apa! Sampai sang istri tertawa seperti itu. Larena sampai menelentangkan tubuh, memegangi perutnya yang sampai terasa sakit. "Wife, aku sedang khawatir kenapa kau malah tertawa? Posisimu tadi itu membahayakan anak kita!" Larena menghentikan tawa, mencoba mengontrolnya. Nafasnya jadi sedikit terengah. "Aduh, yang membuat perutku sakit justru karena tertawa. Kau itu sangat lucu!" keluar lagi tawa ringan. "Lu-lucu?" beo Arfeen melotot. Larena hanya memutar kepala menatap pemuda itu. "Usia kandunganku masih 2 bulan, bahkan anak kita belum ketahuan bentuknya seperti apa!" ia bangkit dan m