Larena menggertakkan gigi, mamanya benar. Mereka mengundangnya datang ke acara reuni hanya untuk mencibirnya saja! Karir cemerlang yang ia toreh di La Viva rupanya tidak cukup membuatnya disegani dan dicintai teman-temannya. Keputusannya menunggu Damian kembali telah membuatnya terus menjadi bahan olokan sebagai perawan tua. Dan ketika ia menikah pun, ia masih menjadi bahan olokan karena status Arfeen sebagai tukang sapu jalan diketahui oleh sang paman dan dibongkar di hari pernikahannya. Kecurigaan beberapa pihak tentang pernikahan kontraknya dengan Arfeen pun kerap membuatnya terpojok. Dan jika pernikahannya dengan Arfeen suatu saat berakhir, itu akan semakin membuktikan bahwa memang benar ia menjalani pernikahan kontrak hanya demi mematahkan predikat perawan tuanya. Meski hal itu memang benar adanya, tapi ia tak ingin semua orang tahu. Sepertinya ia memang harus memantapkan hati untuk mencintai Arfeen dan melupakan Damian selamanya. Dengan begitu tidak akan ada lagi yang m
Semua yang ada di ruangan tercengang dengan apa yang terjadi. Seseorang dengan beraninya menampar Rere.Siapa yang tak mengenal Rere. Reana Dee Abrisham, keluarga Abrisham adalah keluarga terbesar nomor 5 di negeri ini setelah keluarga Purnomo.Rere adalah supermodel sejak duduk di bangku kuliah, ia menjadi primadona kampus.Larena lebih terkejut lagi karena yang baru saja menampar Rere adalah Jean.Rere memegang pipinya yang terasa panas, ia menatap Jean yang menatapnya dengan dingin."Siapa kau? Berani sekali kau menamparku?""Minta maaf!" perintah Jean."Apa?!""Minta maaf pada Nyonyaku!" sekali lagi ia meminta dengan nada mengancam.Tapi dengan angkuhnya Rere masih tak mau meminta maaf."Minta maaf? Kepada Larena? Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan meminta maaf padanya. Karena apa yang aku ucapkan itu semuanya tidak salah!"Kayla mendekat,
Mario mengeratkan pisau di tangannya, sementara Devon yang tak ingin mati konyol pun mencari celah untuk melarikan diri.Sayangnya Edi langsung menghadang. "Mau kabur, pengecut!"Mau tak mau Devon pun harus melawan Edi.Sementara Arfeen bertarung langsung dengan Mario. Jordi menghadapi sisanya.Pisau yang Mario pegang itu sudah dilumuri dengan racun. Jadi meski hanya mampu menggores lawan, namun dijamin racun itu akan dengan cepat menyebar ke pembuluh darah. Menyebabkan sesak nafas dan gagal jantung. Korbannya akan meninggal dalam hitungan menit jika tak segera mendapatkan anti racun.Arfeen berhasil menangkap tangan Mario yang hendak menusuknya kemudian membelokkan hingga pisau itu menusuk perut Mario. Memang tidak dalam karena Arfeen tak berniat menghabisi Mario sekarang. Ia hanya ingin memberikan pemuda itu peringatan.Arfeen tak pernah tahu bahwa pisau itu beracun. Ia melepaskan tangannya dari tangan M
Arfeen meloncat dari helikopter ketika benda itu mendarat di lapangan kompleks. Ia segera berlari ke rumah untuk memastikan Larena aman. Bi Ijah sangat terkejut saat membuka pintu karena tuan mudanya langsung masuk terburu-buru. "Apakah Larena ada di rumah, Bi?" tanyanya sambil terus berjalan. "Ada di kamar, Tuan. Ada apa?" Arfeen langsung menuju kamar, tak memedulikan Viera yang duduk di ruang tv. Larena membalik tubuhnya saking terkejut ketika pintu terbuka lebar begitu saja. "Arfeen?" serunya heran saat pemuda itu memasuki kamar dengan langkah lebar. Meraih tubuhnya dan memeriksa. "Kau baik-baik saja kan? Tak ada yang melukaimu kan?" Larena sangat terharu, ia pikir suaminya sangat cemas karena mendapat kabar dari Jean tentang perundungan mnya di reuni. "Aku baik-baik saja. Untungnya tak ada yang melukaiku." "Syukurlah!" Arfeen memeluknya. "Aku sangat khawatir." "Jean menjagaku dengan baik." Karena penasaran Viera pun mengecek ke kamar sang putri. Bersedekah samb
Arfeen meminta Indra dan timnya untuk menjaga rumah kediaman Vano Jayendra. Ada beberapa urusan yang harus ia selesaikan di luar. "Kau benar-benar tampak seperti bigbos. Mau ke mana?" tanya Larena menatapnya. Arfeen membenahi jasnya di depan cermin. "Menyelesaikan beberapa hal!" "Apakah akan sampai larut?" ada nada cemas yang bisa Arfeen rasakan dari suara wanita itu. "Tergantung," sautnya menoleh. "Tapi semoga cepat selesai!" Larena mengerucutkan bibir. Ia berharap Arfeen juga tak keluar rumah hari ini. Arfeen menyimpan senyum tipis, berjalan menghampiri. "Begitu selesai aku akan langsung pulang. Ok!" janjinya menyentuh pipi sang istri. Larena tak menjawab. Entah mengapa ia agak berat ketika suaminya hendak pergi. Apalagi setelah mendengar pengakuan pemuda itu yang tanpa sengaja membuat teman kampusnya kehilangan nyawa. Anehnya pihak kepolisian tidak akan ikut campur dalam masalah ini. Bukankah itu artinya ... suaminya sama berkuasanya dengan keluarga Panji Kesuma? Jadi benark
"Tentu saja, haa ...!" Tawa Kayla harus terhenti ketika pintu ruangannya terbuka begitu saja. Ia menoleh dengan kesal saat melihat salah satu pegawainya muncul. "Kau tak bisa ketuk pintu dul _" kalimatnya terhenti saat melihat Arfeen muncul. Ia pun menutup sambungan telepon dan meletakan benda itu ke meja seraya berdiri. Tentu saja ia mengenali wajah Arfeen dari video viral pernikahan Arfeen dan Larena. "Kau?" Arfeen berjalan santai dan langsung duduk di sofa yang nyaman. "Aku tidak mempersilakanmu duduk!" seru Kayla sedikit marah. "Aku tidak memerlukan persetujuanmu untuk duduk. Kau pasti mengenaliku kan?" saut Arfeen dengan seringai miring. Kayla menghela nafas kasar. Masih ada sikap arogan yang ia tampakan. "Mau apa kau ke sini? Apakah istrimu yang cengeng itu mengadu?" "Larena bukan pengadu, tapi aku tahu apa yang terjadi. Saat pengawalku menyuruhmu meminta maaf, seharusnya kau lakukan!" Ada ancaman di dalam suaranya. Kayla mengeluarkan tawa ejekan. "Memangnya ap
"Arghhh ...."Teriakan histeris keluar dari mulut mereka setelah mereka tahu bahwa itu adalah potongan lidah yang masih segar. Cairan merah masih menetes ke lantai sesekali. Salah satu dari mereka langsung menghubungi polisi. Namun ketika nama tuan muda Mahesvara disebut sebagai orang terakhir yang menemui Kayla Purnomo. Semua polisi pun jadi bungkam. Mereka menghentikan penyidikan dan langsung memasang police line di area itu. Sementara Kayla sudah dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan atas lukanya. Berita tentang apa yang terjadi pada Kayla pun langsung merebak di dunia Maya dan juga menjadi headline di berita nasional. Sayang sekali dalam berita itu tak dijelaskan siapa pelaku. Mereka menyatakan bahwa pelaku masih misterius dan akan diselidiki lebih lanjut. Larena juga membaca berita itu, ia sangat terkejut atas apa yang terjadi pada Kayla. Ia memang ingin wanita itu dihukum, tapi menurutnya apa yang terjadi pada Kayla itu cukup menakutkan. Lidah Kayla dipotong
Jordi membukakan pintu untuk Arfeen. Mereka sudah berada di halaman rumah Nina. Rumah itu memang tak terlalu besar, dan berada di kompleks perumahan kalangan menengah. Jordi mengiringi Arfeen ke teras rumah Nina. Jordi yang menekan bell. Tak menunggu lama, pintu terbuka dan wajah Nina muncul. Ia tak terlalu mengenali wajah Arfeen meski pernah menonton video viral pernikahannya. "Maaf, Anda mencari siapa Tuan?" "Apakah Anda Nina Firmansyah?" tanya Jordi. "Iya, saya sendiri.""Tuan saya ingin bertemu dengan Anda!"Nina menoleh ke arah Arfeen. "Maaf, ada masalah apa?"Jordi tak menjawab, Nina pun mengerti dan mempersilakan mereka masuk. Menuntun keduanya ke ruang tamu. "Silakan duduk, Tuan!" Arfeen memilih duduk di single sofa. "Apa aku boleh merokok?" "B-boleh!"Jordi memungut satu rokok dari kotaknya lalu menyelipkan ke bibir Arfeen. Juga menyulut ujungnya hingga menyala, Arfeen mengisap dan mengepulkan asap putih. "Sayang, siapa yang datang?" tanya Heru menghampiri ruang tam
Arfeen terpaku menatap sosok di depannya itu. "Bella! Apa yang kau lakukan di sini?" "Menyelamatkanmu dari para gadis itu, apalagi?" jawab wanita itu dengan senyum hangat. "Aku masih bisa mengatasi mereka sendiri!" "Oya, lalu kenapa kau lari?" "Aem!" Arfeen kebingungan untuk menjawab. "Ayolah, Arfeen. Kau memang seorang Casanova, tapi kau benci dikerubungi para gadis. Seharusnya kau menempatkan pengawalan ketat untuk mengantisipasi. Di acara seperti ini sudah pasti jati dirimu akan terbongkar!" Arfeen menghela nafas panjang. "Terima kasih, tapi aku harus pergi!" ia hendak melangkah namun Bella kembali menyandarkan tubuhnya menggunakan telunjuk. "Kau mau aku berteriak bahwa kau sedang melecehkan aku?" Arfeen menyimpulkan senyum miring. "Kau mengancamku?" "Aku hanya ... argh!" kalimat Bella belum berlanjut karena Arfeen sudah lebih dulu membalik tubuh wanita itu yang kini justru dirinya yang bersandar tembok dengan tangan Arfeen di lehernya. "Dengar Bella, sudah aku katakan
"Rena, apa kau tega pada Kakek?" seru Ferano yang mencoba membujuk cucunya. Dua orang polisi sudah memegangi lengannya kanan dan kiri. "Larena, Papa sudah tua. Tega sekali kalian lalukan itu?" seru Arland tak terima. "Kami masih keluargamu!""Keluarga!" desis Arfeen dengan kecut, "Keluarga tidak menumbalkan anggota keluarganya sendiri."Arland menatap tajam kepada Arfeen. "Ini pasti ulahmu kan?" ia hendak menyerang nalun lekas digentikan oleh anak buah Arfeen. Kedua tangannya dicengkeram dan langsung diborgol ke belakang. "Lepaskan aku!"Buk!Satu tinju mendarat di wajah Arland. Nyaris semua anggota keluarga Jayendra sudah ditahan. "Arfeen!""Lancang kau hanya menyebutkan nama saja, panggil Tuan Zagan!" seru Gray. Mereka semua membeliak, Tuan Zagan?Jadi Arfeen ... Arfeen adalah Tuan Muda Mahesvara? Kenapa Lyra tak pernah memberitahu? "Tuan Muda, kami tidak melakukan kesalahan apa pun padamu. Tolong ampuni kami!" pinta Radika. Arfeen mengeraskan rahang. "Korban kecelakaan Papa
"Ahk, jangan terlalu kencang. Itu menyakitiku!"Seketika kedua mata Larena mendelik, ia melepas peluknya dna menatap wajah di bawahnya. Mata pemuda itu sudah membuka, tengah menatapnya. "Kau ... kau sudah siuman?" beonya. Arfeen mengulum senyum. "Jadi ... pesonaku begitu mengagumkan ya, sampai kau jatuh cinta berkali-kali?" celetuknya memainkan satu alis. "Sejak kapan kau sadar?" tanya Larena mencubit perut Arfeen. "Argh ... sakit, Wife. Sakit, aku masih sakit kenapa kau menganiaya aku?" protesnya mengelus bekas cubitan sang istri. Larena menatap wajah di depannya masih dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan kau sadar? Kau sengaja ingin membuatku takut? Hah?" air mata langsung mengalir deras di pipinya. Arfeen menyentuh pipi sang istri, mengusap cairan hangat itu dengan ibu jarinya. "Maaf!" ucapnya lirih. Larena pun langsung merebahkan diri ke pelukannya."Kenapa kau lakukan itu?" isaknya, "Aku pikir ... kau akan benar-benar meninggalkan aku ... jangan seperti itu lagi ...
"Keluarga Adipradana?" seru Vano. "Kau dan Arfeen?""Iya, Tuan. Saya dan Presdir sama-sama mimiliki darah kleuarga Adipradana. Presdir ... adalah cucu dari Jenderal Wira Adipradana!"Vano menghela nafas dalam. Pantas saja Arfeen berbeda dari semua keluarga Mahesvara yang lainnya. Anak itu jelas memiliki jiwa seorang pemimpin. Ternyata di dalam darahnya mengalir darah orang hebat. Larena sangat beruntung bisa menikahi dengannya. "Golongan darah Anda sama dengan pasien?" tanya si dokter. "Iya, Dok. Anda bisa mengambil sebanyak yang dibutuhkan!" jawabnya dengan iklas. "Mari ikut saya!"Jordi tetap harus melakukan mengecekan terlebih dahulu, setelah cocok baru transfusi bisa dilakukan. Beruntung Arfeen hanya membutuhkan dua kantung darah, sehingga masih bisa mengambil dari tubuh Jordi. Di luar ruangan, Larena masih menangis. Bahkan tangisnya kian pilu. Arfeen rela mengorbankan nyawa demi dirinya, pemuda itu membuktikan kata-kata yang rela mati demi dirinya. Sementara ia ... apa yang
"Arfeen!" suara Larena bergetar. Ia menggengam erat tangan pemuda itu yang terasa sangat dingin. Biasanya tangan Arfeen sangat hangat! Sekarang, ia benar-benar takut jika pemuda itu akan pergi untuk selamanya. Larena meletakan telapak tangan itu ke pipinya yang basah oleh cairan hangat yang tak bisa ia bendung. Berharap tangan dingin itu akan menghangat, nyatanya justru kian dingin. Ia bahkan menggosok telapak tangan Arfeen dengan kedua tangannya lalu kembali menempelkan pada pipinya. Tapi tetap tak berhasil. Dokter sedang mencoba menghentikan pendarahan di luka Arfeen. Peluru yang mengenainya berkaliber cukup besar, itu mengakibatkan darah terus mengalir keluar meski posisi Arfeen terngkurap. Tapi tak mungkin melakukan tindakan untuk mengeluarkan pelurunya di dalam helikopter. Sang dokter tak ingin mengambil resiko. Larena sungguh tak tega melihat kondisi punggung pemuda itu, tangisnya semakin menjadi. Berkali-kali ia mengecupi telapak tangan Arfeen yang ia genggam. Bahkan keti
"Larena!"Larena menghentikan langkah dua meter di hadapan Arfeen. Arfeen langsung berhambur memeluk wanita itu, Larena sama sekali tak memberikan respon apa pun. wanita itu hanya mematung, membiarkan sang suami memeluk tubuhnya. Karena mungkin saja itu akan menjadi pelukan terakhir mereka. Jujur saja Larena merasa merindukan pelukan itu. Ketika berada di dalam pelukan Arfeen ia merasa sangat tenang. Tapi ia hanya memikirkan bayi yang ada dalam kandungannya. Lyra bilang jika bayi itu lahir laki-laki maka itu akan menjadi ancaman, maka wanita itu akan datang untuk menghabisi putranya. Untuk itu ia harus menjauh dari Arfeen. Lagipula apa yang dilakukan lelaki itu juga banyak membuatnya kecewa. "Kau baik-baik saja kan? Lyra tidak menyakitimu?"Larena hanya menggeleng. Arfeen tampak sangat bahagia lalu memeluknya sekali lagi namun kali ini Larena menolak pelukannya. Hal itu membuat Arfeen terpaku. "Ada apa?""Aku ingin kita tetap berpisah!" pinta Larena. "Berpisah? Sayang!""Jang
Suara lembut itu membuat Tantra terpaku, rahangnya langsung mengeras menatap sepupunya. Wanita itu! Darah keluarga Wijaya rupanya lebih kuat di tubuh Lyra daripada keluarga Mahesvara. "Kau tak sepantasnya melakukan ini terhadap Kakek, Lyra.""Apakah aku meminta pendapatmu?" tanya Lyra sinis. Tentu saja hal itu membuat tangan terasa sedikit marah. Tapi Tantra tahu harusnya ia tak berdebat dengan Lyra. Sejak awal Lyra memang yang selalu menghasut dirinya untuk merasa iri kepada Arfeen. Bahkan selalu mendorongnya untuk membenci sepupunya itu. Tapi rupanya itu semua ada niat picik! Lyra hanya memanfaatkann dirinya untuk membenci Arfeen. Karena wanita itu membutuhkan dukungan. Tantra yang saat itu masih polos selalu berhasil termakan oleh bujukan dari Lyra untuk membenci Arfeen. Sejak kecil Lyra selalu berpura-pura baik di depan Arfeen dan juga selalu keluarga. Tapi di belakang ia selaku menatap Arfeen penuh benci. "Lyra, Seharusnya kau tak perlu melakukan ini!" ucap Radika. "Aku t
"Tantra!" desis Radika dengan bibir gemetar. Meski Tantra tak memiliki kelebihan seperti Arfeen, tapi pemuda itu tetap cucunya. "Tuan Muda, Tantra!" desis Liam."Kakek, jangan pikirkan aku!" seru Tantra yang sama sekali tak ada rasa takut. "Kelangsungan Klan Mahesvara jauh lebih penting dari nyawaku yang sama sekali tak berharga!" Tantra memberanikan diri berucap demikian. Ia masih ingin hidup, tapi jika hanya karena dirinya akuenya klan Mahesvara harus hancur, ia tidak akan pernah rela. Seumur hidupnya ia belum bisa memberikan kontribusi apa pun untuk keluarganya. Paling tidak nyawanya bisa berarti untuk bisa menyelamatkan kekuasaan klan Mahesvara. Ia yakin Arfeen mampu membawa keluarga Mahesvara menjadi lebih berjaya. Apalagi jika dalam pertarungan ini mereka menang. Maka ia tidak akan menyesal mati untuk itu. "Sepertinya kakekmu tidak menyayangimu, Tuan Muda Tantra. Sayang sekali ... harusnya kau memilih pihak yang benar untuk bisa mendapatkan hakmu!" Maher sengaja mengatakan
Arfeen memutuskan untuk mendekat. "Jadi kalian semua bersatu untuk menjatuhkan aku? Ini sangat menarik!" Dewa menyimpulkan senyum getir. "Andai saja sejak awal kau mau mengalah, ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan memberikan dukungan kepada klan Mahesvara, dan kita bisa bersama menjadi lebih besar!" Arfeen menimpai dengan tawa ringan yang getir. "Maaf, Tuan Dewa Wijaya. Aku tidak membutuhkan dukunganmu untuk bisa berjaya. Aku masih memiliki kemampuan!" "Sombong sekali, kau hanya beruntung karena terlahir sebagai anak lelaki, Arfeen. Jika tidak! Kau pasti sudah buang ke tong sampah!""Yakin? Aku ragukan itu, Kakek memiliki alasan kuat kenapa mempertahankan aku. Karena pada kenyataannya ... akulah yang kelak akan membuat nama Mahesvara semakin besar. Kau tidak percaya itu?""Jangan pernah bermimpi, karena hari ini ... akan menjadi hari terakhirmu menghela nafas!"Arfeen menaruh telunjuk di bibirnya seolah sedang berfikir. "Sayangnya setelah aku pikirkan ... hari ini tidak akan me