Aku mau info, kayaknya beberapa bab ke depan aku nulisnya agak panjang dikit ya. Tapi, maaf up-nya suka lamaaa huhu. Makasih dah baca sampe sini {}
Claudia pernah mengatakan bahwa kehilangan tidak pernah mudah untuknya.Teringat ucapan itu membuat Ryuga mengusap sisi lengan kanan Claudia kala wanita tersebut terdiam beberapa saat.“M-maaf, Ryuga.” Suara Claudia terdengar bergetar menahan tangis. Claudia terlalu lemah jika itu menyangkut dengan orang tua, terlebih Sang Mama terkasih.Pandangan Claudia naik ke atas, berusaha menghalau air matanya yang sudah menggenang di sudut mata. Dan itu tidak luput dari pandangan Ryuga.Manik hitamnya menyorot lembut. “Tidak perlu dilanjutkan sekarang, Claudia,” ucap Ryuga. Dia tidak bisa mengukur kedalaman perasaan kesedihan seseorang, termasuk kesedihan yang Claudia rasakan. Pun, sebenarnya Ryuga juga tidak tahu seberapa dalam perasaan Claudia terhadapnya.Apakah hanya sebatas menyukai? Menyukai sekali? Atau sangat menyukai sekali?Kepala Ryuga menggeleng samar. Kenapa Ryuga harus memikirkan itu sekarang. Situasinya tidak tepat. Tanpa aba-aba, Ryuga membawa Claudia ke dalam pelukannya.‘Aku m
Setelah membujuk Ryuga dengan menuruti apa yang pria itu inginkan, Claudia akhirnya bisa merealisasikan untuk melukis pria itu.Walaupun … ya, bibir cherry-nya sedikit bengkak akibat ulah Ryuga. Claudia mencoba untuk tidak memusingkannya.Dan di sinilah keduanya sekarang. Ryuga duduk di sofa sambil menyilangkan kaki. Manik hitamnya menatap lurus ke depan. Tidak ada senyum di bibir tipis menggodanya.Terhitung sudah belasan menit berlalu Ryuga tetap pada posisi itu. Ketika Claudia sibuk dengan kanvas dan pensil di tangannya, Ryuga memanfaatkan itu dengan memikirkan kejadian beberapa menit sebelumnya.“Jangan tersenyum memperlihatkan gigi ya, Ryuga,” pinta Claudia setelah meletakkan kanvas pada penyangga lukisan.Mendengarnya, Ryuga merasa heran. Dia sudah tampan dengan setelan jas hitam kulit yang dikenakannya tadi. Dan Claudia bilang apa?“Kenapa?” heran Ryuga menaikkan satu alisnya. Manik hitamnya menatap Claudia dibalik kanvasnya penuh selidik. Ryuga mendengus geli. “Takut terpesona
Mengangkat telepon tanpa seizin pemiliknya bukan tindakan yang dibenarkan. Tapi, Ryuga tidak dapat menahan rasa penasarannya sehingga dia berujung menerima telepon dari Sam. Urusan bagaimana respons Claudia akan Ryuga pikirkan nanti saja. “Ada keperluan apa menghubungi tunanganku?” Tanpa berbasa-basi, Ryuga melayangkan pertanyaan dengan suaranya yang ketus. Meskipun baru dua kali bertemu, Sam mengenali suara pria yang tiba-tiba saja mengangkat telepon Claudia. Sam tahu betul jika itu Ryuga Daksa. “Rupanya Claudia bersamamu,” gumam Sam menghela napas lega. Mendengarnya, Ryuga mengembuskan napas kasar. “Kalau tidak ada hal penting yang ingin kamu katakan, aku matikan sambungan– “Ryuga,” sela Sam di seberang sana dengan tegas. Pada akhirnya Sam memutuskan bicara, “Apa Claudia baik-baik saja?” Pertanyaan Sam membuat Ryuga terkekeh hambar. Rasanya benar-benar lucu. Setelah semua yang terjadi, Sambara masih berani mengkhawatirkan Claudia? “Tentu, Claudia baik-baik saja bersamaku,” s
TRINGSebuah pesan diterima seorang gadis yang tengah menatap dirinya melalui cermin. Mata besarnya menunduk sesaat untuk mengintip notifikasi si pengirim pesan. Tertera nama Daddy-nya.[My Daddy: send a photo]“Grammie, sudahkah? Aruna mau baca pesan dari Daddy,” ucapnya memberitahu. Mata besarnya kembali menatap cermin, sedikit naik untuk melihat presensi Emma yang sedang mengikat rambut Aruna dengan model dua kuncir kuda.“Sebentar, satu ikatan lagi,” balas Emma yang sibuk dengan aktivitas mengikat rambut sang cucu kesayangan.Satu dua lima detik setelahnya, Emma menatap puas melihat hasil karya keterampilannya pada rambut Aruna. Dia tersenyum saat menatap cermin, lebih tepatnya menatap ke arah Aruna.“Cucu Grammie yang cantik jadi tambah cantik kalau dikuncir kayak gini,” puji Emma menyentuh salah satu ujung ekor rambut Aruna.Alih-alih senang dipuji cantik, Aruna memanyunkan bibirnya. “Aruna cantik ‘kan ya, Grammie? Kayaknya nggak malu-maluin buat Dirga ajak ke tongkrongannya,” k
‘Pergi … nggak, ya?’ pikir Aruna. Namun, Aruna sudah terlanjur memesan makanan yang sudah dibawa dengan nampan di tangannya. Lagipula, masa Aruna harus pulang lagi? Dia sudah penuh usaha datang ke sini sendirian. Cake strawberry-nya sudah di tangan. Rasanya akan berbeda dinikmati di mansion alias lebih enak makan di tempat. “Kenapa tidak duduk? Kamu mau makan sambil berdiri?” tanya sosok yang menyebalkan di mata Aruna. Tanpa menggubris sosok pria tersebut, Aruna memilih meja yang bersebelahan dengan pria itu. Mau bagaimana lagi? Itu spot favorit Aruna di cafe ini. Dan meja sebelahnya juga sudah terisi. Selagi menaruh nampan di atas meja, Aruna melirik sekilas pada pasangan kekasih di sebelahnya yang sedang menghabiskan waktu di malam Minggu ini bersama. Sungguh miris. Claudia jadi teringat sosok kekasihnya yang masih tidak ada kabar. Sebelum duduk, Aruna memutuskan meraih ponsel dan memotret cake strawberry tersebut. “Ekhem, apa boleh mengabaikan dosen– “Sore, Pak Dimitri,” sel
Selagi menunggu Dimitri selesai dengan pekerjaannya, Aruna meraih ponsel dan mulai sibuk mengedit foto untuk diunggahnya di insta story. Tapi, di tengah-tengah itu Aruna teringat untuk mengabari Ryuga mengenai keberadaannya saat ini.[Aruna: Daddy, Aruna lagi di cafe yang biasanya. Selamat malam mingguan, Dad. Muachh.]Begitu pesannya terkirim, Aruna menyunggingkan senyum manisnya. Hal itu tidak luput dari perhatian Dimitri. Entah apa yang terlintas di kepalanya sehingga mengajak gadis itu untuk duduk satu meja dengannya.Mungkin benar untuk menemani Dimitri yang tengah patah hati.“Aduh, Daddy telepon lagi …,” ucap Aruna setengah khawatir melirik ke arah ponselnya.Dimitri dengan jelas mendengar ucapan Aruna. Pria itu mengalihkan pandangannya dari laptop agar bisa menatap mata besar Aruna. “Kenapa nggak diangkat?” tanya Dimitri penasaran. Selain itu, nada dering Aruna menurutnya terdengar berisik.Tidak salah Dimitri menganggapnya anak kecil karena nada dering Aruna adalah nada derin
Kedua alis yang hampir menyatu ditambah manik hitam yang menyorot tajam adalah ciri khas Ryuga Daksa ketika tengah kesal. Tapi, tetap saja pria itu terlihat tampan.Alhasil Claudia sampai harus menjauhkan diri dan mengalihkan pandangan dari pria itu setelah memberanikan diri merebut ponsel Ryuga. Dari sekian banyaknya kelemahan yang dia punya, Claudia lemah dengan pria tampan. Sungguh aneh. Tapi, keanehan itu pernah divalidasi sendiri oleh Ryuga.“Pak Dimitri sama Aruna kok bisa bareng?” tanya Claudia memastikan sekali lagi. Posisi Claudia membelakangi Ryuga. Dia menggigit ujung jempol kirinya seraya berpikir di tengah kepanikannya.Dimitri mengatakan apa tadi? Ingin bicara dengan Ryuga? Apa pria itu serius? Maksud Claudia, untuk apa?Telinga Ryuga mendengar jelas ucapan Claudia sebelumnya. Dia tidak pernah menyukai sosok Dimitri karena terang-terangan pria itu tertarik pada wanitanya. Dan kini Dimitri sedang bersama Aruna?Tidak bisa dibiarkan!Tubuh Ryuga segera bangkit dari sofa.
Ketika kaki Ryuga melangkah maju, refleks Claudia mundur satu langkah. Claudia melemparkan pandangan kemana saja asal tidak menatap manik hitam Ryuga. ‘Aku rasa aku bisa mati terbunuh hanya dengan menatap matanya Ryuga,’ ringis Claudia dalam batinnya. Dia meremas sisi kaos hitam oversize milik Ryuga yang terpasang di tubuhnya. Di seberang sana, belum sempat Dimitri memberikan validasi, Aruna menarik ponselnya dari tangan Dimitri. Pria itu membiarkan Aruna mengambil alih. Di tengah rasa keterkejutannya, Aruna menempelkan ponselnya pada telinga yang kiri. Dia berusaha bersuara dengan nada ceria, “Aruna pulang, Dad. Sekarang juga … iya. Jadi, Daddy nggak perlu repot-repot ke sini. Ya … Aruna pulang kok, beneran.” Rentetan ucapan itu terlontar dari mulut Aruna secara tidak beraturan namun jelas. Ryuga bisa menangkap maksud putrinya, termasuk mungkin saja Aruna berniat membela Dimitri. “Ar– BIP Sambungan telepon lebih dulu dimatikan. Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Ryuga menyadari
Seorang Riel Waluyo sangat bisa diandalkan dalam pekerjaan, terutama dalam situasi-situasi darurat. Seperti yang terjadi lima belas menit lalu saat Lilia jatuh pingsan. Tanpa banyak bicara, Riel langsung membawanya untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat bersama Idellia yang ikut membantu.“Tolong cepat ditangani, Sus!”Sementara Lilia ditangani oleh dokter jaga dan suster yang bertugas, Idellia langsung menatap Riel dan menepuk bahunya.“Aku mau membelikan Idellia air minum. Kamu bisa tunggu di sini temani Lilia ‘kan, Riel?” pinta Idellia penuh harap.Riel memberikan anggukan di kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.“Thanks!” ucap Idellia sambil berlari ke luar dari UGD. Di perjalanan tadi, dia sempat mengecek ponsel untuk melihat keberadaan calon suami Lilia yang sudah diberitahu ketika Idellia masih berada di mobil.[Idellia: Cepat ke RS Permata, El! Lilia pingsan.]Hanya selang beberapa menit dokter melakukan pemeriksaan, dia menolehkan wajah untuk menatap Riel–sat
“Aman kok, Clau, aman.”Jawaban Lilia tampak sangat meyakinkan. Bahkan untuk membuat Claudia percaya jika dirinya baik, Lilia mendaratkan satu tangannya di atas punggung tangan Claudia lantas mengusapnya lembut.“Lihat wajah gue … emang nggak kelihatan baik-baik aja, Clau?” Selagi bertanya, air wajah Lilia menunjukkan bahwa dirinya terlihat baik.Itu dia masalahnya. Jika Idellia sangat ekspresif, Lilia adalah kebalikannya. Kedua sepupu itu memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jadi, Claudia tidak bisa memastikan. Ditambah Claudia belum terlalu mengenal Lilia lebih jauh lagi. Claudia sendiri tipe manusia yang cukup tertutup dan sulit membuka diri. Pun, dia juga merasa Lilia masuk ke dalam tipe tersebut. Itu sebabnya keduanya cocok berteman.Claudia berdehem, “Oke, aku berusaha percaya semuanya baik.” Hatinya merasa sedih. Dia paling dekat dengan Lilia dibandingkan teman-teman dosennya yang lain.Senyum Lilia mengembang, walau kelihatan agak sedikit canggung. Kepalanya mengangguk pel
Siang itu, Claudia sudah memiliki janji akan makan siang bersama Lilia. Dan sesuai janji Ryuga, dia tidak akan membiarkan Claudia kehilangan waktu bersama temannya meskipun sudah menikah. Hanya saja, ini tidak sesuai yang dibayangkan Claudia. Pandangannya melirik Ryuga yang melangkah bersamanya ke dalam cafe. Mendadak langkahnya berhenti. Otomatis, di sebelahnya Ryuga juga menghentikkan langkah. “Tidak bisakah kamu meninggalkanku berdua saja dengan Lilia, Ryuga?” Suara Claudia terdengar putus asa. Satu kakinya menghentak kesal. Bukan apa-apa, pertemuan makan siang ini hanya untuk dia dan Lilia. Pasti ada sesuatu, duga Claudia, mengingat Lilia tidak mengikutsertakan teman-temannya yang lain. Sebuah masalah karena Ryuga ‘kan tidak diajak. Belum sempat Ryuga memberikan respons, suara Claudia mengudara lagi. “Ayo berpisah di sini saja, Ryuga.” Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia sedikit keberatan harus meninggalkan Claudia seorang diri. Tapi, itu pilihan Claudia. Dengan suara yang en
Claudia seringkali masih kesulitan untuk menolak permintaan Ryuga dalam urusan ranjang. Akan tetapi, sebagian besar alasannya adalah Claudia sendiri juga menikmati aktivitas keduanya. Seperti yang terjadi beberapa saat lalu, Claudia ikut dengan Ryuga ke perusahaan dan menuruti permintaannya. Mengingat itu kembali membuat Claudia tidak tahan untuk menjambak sisi rambutnya. Dia menghela napas. “Aku rasa aku sudah tidak waras!” cibir Claudia sambil menatap dirinya di depan cermin toilet. Pakaiannya sedikit berantakan dengan beberapa kancing atas yang terbuka. Ketika Ryuga menyentuhnya tadi, itu terasa tidak nyaman bagi Claudia. Tidak seperti biasanya. Demikian, dia meminta Ryuga untuk tidak menjangkau bagian dada. Setengah penasaran, Claudia mencoba menyentuh salah satu dadanya sendiri. ‘Kenapa terasa sakit, ya?’ batin Claudia sambil mengernyitkan dahinya samar. Kedua alisnya bertaut. Namun, Claudia tidak ingin memikirkannya lebih lanjut. Cepat-cepat Claudia merapikannya lalu turun
“Sudah dua bulan ….”Pagi itu tiba-tiba saja Aruna bernyanyi dengan suara yang sumbang. Mata besarnya menatap Ryuga dan Claudia bergantian. Kepalanya miring ke arah kiri. Dia pun menyeletuk, “Kapan Aruna bisa tidur bareng Daddy sama Mommy Clau?”Dua bulan waktu yang cukup bagi Ryuga dan Claudia memiliki waktu berdua. Apalagi beberapa kali Aruna mengungsikan dirinya menginap di mansion agar orang tuanya bisa bebas berpacaran. Bukankah Aruna cukup pengertian?Sekarang, Aruna juga ingin bermanja-manja pada Ryuga dan Claudia. Masa bodoh dengan umur. Toh, Aruna setuju ‘Umur hanyalah angka.’Kemudian gadis itu bertopang dagu menggunakan kedua tangan. Mata besarnya mengerjap beberapa kali seraya memasang wajah yang penuh harap layaknya emoji.Claudia yang melihat itu terkekeh pelan. Dia menaikkan satu tangannya di atas meja makan untuk bertopang dagu. Dia berpikir sejenak, “Mmm, tanya Daddy saja, Aruna,” jawab Claudia sambil melirik Ryuga penuh maksud.“Kalau Mommy sendiri, malam ini juga ay
Ada pun, di sisi lain seorang gadis muda juga wajahnya ikut memanas dibalik selimut yang dikenakan. Beberapa detik lalu, dia mendengar suara yang memanggilnya dari luar kamar. “Anjani Ruby.”DEGSuara berat itu lagi-lagi mengudara di dalam kamar hotel yang ditempatinya. Anjani menahan napas dibalik selimut. Itu … jelas-jelas bukan suara Aruna.“Gue tahu lo nggak sakit, lo cuma menghindar dari gue ‘kan?”Mata Anjani memejam erat-erat dengan debar jantung berdebar keras mendengar celetukkan suara berat familier itu di luar kamar. Anjani merasa gamang, haruskah dia menyudahi aksi menghindarinya ini?‘Tapi, aku terlalu malu untuk menunjukkan wajah di hadapan Aland hiyaaaa!’ batin Anjani menjerit. Bahkan sangking malunya, dia tidak sanggup menceritakan hal itu pada Aruna tadi. Sangking malunya, Anjani bahkan memutuskan tidak ikut dalam acara resepsi pesta Ryuga dan Claudia.Gadis itu hanya bisa berguling-guling di atas ranjang tidur sambil memikirkan kejadian di kolam renang yang terus b
Malam itu acara resepsi berjalan lancar dan terkendali. Para tamu undangan terus berdatangan dan memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin. Kebanyakan tamu-tamu yang hadir didominasi oleh kenalan Rudi dan Aji. Pun, Ryuga sendiri hanya mengundang kolega bisnis yang dia percaya. Kini, Tirta datang beserta istri untuk memberikan ucapan selamat. Sosok Tirta memeluk Ryuga erat-erat. “Selamat sekali lagi, Ryu.” Terdengar nada suara Tirta yang mengatakannya penuh keharuan. Akhirnya setelah sekian lama menduda, teman dekatnya itu pun menikah. Keharuan lain dirasakan Tirta karena menyaksikan sendiri perjalanan kisah cinta Ryuga dan Claudia yang cukup berliku. Ryuga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia balas menepuk punggung Tirta. “Mmm, terima kasih, Ta.” Selagi masih berpelukan, Tirta berkesempatan untuk berbisik di telinga Ryuga, “Kamu akan suka hadiah dariku, Ryu. Jangan lupa digunakan sebaik-baiknya dengan Claudia!” Mendengar ucapan Tirta, tampaknya Ryuga tahu apa yang dihadiahkan
Beberapa jam kemudian, saat malam menjelang acara resepsi dimulai, Aruna yang baru selesai dirias langsung tergopoh-gopoh melangkah menuju sebuah ruangan yang sudah dipersiapkan menjadi ruang tunggu pengantin.‘Pokoknya harus sempat ketemu Mommy Clau dulu!’ batin Aruna bertekad. Sebab sudah dipastikan nanti malam dia tidak akan bertemu dengan ibu sambungnya.Di sisi lain, Aruna senang karena akhirnya Ryuga dan Claudia menikah sehingga bisa hidup bersama. Di sisi lain, Aruna juga ingin memiliki banyak waktu bersama Claudia lebih lama. Tapi, Aruna lihat-lihat Ryuga sering kedapatan tidak mau berbagi Claudia dengannya.Aruna memasang senyum lemah begitu menemukan Ryuga dan Riel yang tengah mengobrol di depan ruangan pengantin. Tangannya terangkat, melambaikan tangan. “Daddy!” seru Aruna. Mata besarnya memicing, “Mommy Clau mana, Dad?” sambungnya sambil celingukan.Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga langsung menjawab, “Masih di dalam, Aruna,” tunjuknya sambil mengangkat jari dan menga
Di sisi lain restoran, terdapat dua kolam renang dalam hotel Azzata. Satu berada di luar dan satu berada di dalam. Kolam renang privat di dalam ruangan terhubung dengan toilet dan ruangan ganti. Meskipun di luar juga terdapat fasilitas yang sama. Tapi, tadi … Anjani pergi ke kamar mandi yang berada dalam untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Siapa sangka dia akan menemukan dua sosok pemuda yang sedang berenang berduaan?! Tanpa menyapa, Anjani terburu memasuki salah satu bilik kamar mandi. ‘Ada hal penting yang lebih darurat!’ Begitu Anjani ke luar dari toilet sekitar sepuluh menit kemudian, dia bermaksud menyapa dua sosok pemuda yang dikenalinya itu. Namun, pandangannya hanya bisa menangkap satu sosok pemuda saja yang masih di area kolam renang. ‘Loh, kok cuma Aland aja, sih? Perasaan tadi sama Dirga ‘kan?’ batin Anjani terdiam di depan pintu kamar mandi. Sesaat, dia merasa gamang untuk meneruskan langkah. Jantungnya berdebar lebih cepat mendapati pemuda itu sendirian. Suara bati