‘Pergi … nggak, ya?’ pikir Aruna. Namun, Aruna sudah terlanjur memesan makanan yang sudah dibawa dengan nampan di tangannya. Lagipula, masa Aruna harus pulang lagi? Dia sudah penuh usaha datang ke sini sendirian. Cake strawberry-nya sudah di tangan. Rasanya akan berbeda dinikmati di mansion alias lebih enak makan di tempat. “Kenapa tidak duduk? Kamu mau makan sambil berdiri?” tanya sosok yang menyebalkan di mata Aruna. Tanpa menggubris sosok pria tersebut, Aruna memilih meja yang bersebelahan dengan pria itu. Mau bagaimana lagi? Itu spot favorit Aruna di cafe ini. Dan meja sebelahnya juga sudah terisi. Selagi menaruh nampan di atas meja, Aruna melirik sekilas pada pasangan kekasih di sebelahnya yang sedang menghabiskan waktu di malam Minggu ini bersama. Sungguh miris. Claudia jadi teringat sosok kekasihnya yang masih tidak ada kabar. Sebelum duduk, Aruna memutuskan meraih ponsel dan memotret cake strawberry tersebut. “Ekhem, apa boleh mengabaikan dosen– “Sore, Pak Dimitri,” sel
Selagi menunggu Dimitri selesai dengan pekerjaannya, Aruna meraih ponsel dan mulai sibuk mengedit foto untuk diunggahnya di insta story. Tapi, di tengah-tengah itu Aruna teringat untuk mengabari Ryuga mengenai keberadaannya saat ini.[Aruna: Daddy, Aruna lagi di cafe yang biasanya. Selamat malam mingguan, Dad. Muachh.]Begitu pesannya terkirim, Aruna menyunggingkan senyum manisnya. Hal itu tidak luput dari perhatian Dimitri. Entah apa yang terlintas di kepalanya sehingga mengajak gadis itu untuk duduk satu meja dengannya.Mungkin benar untuk menemani Dimitri yang tengah patah hati.“Aduh, Daddy telepon lagi …,” ucap Aruna setengah khawatir melirik ke arah ponselnya.Dimitri dengan jelas mendengar ucapan Aruna. Pria itu mengalihkan pandangannya dari laptop agar bisa menatap mata besar Aruna. “Kenapa nggak diangkat?” tanya Dimitri penasaran. Selain itu, nada dering Aruna menurutnya terdengar berisik.Tidak salah Dimitri menganggapnya anak kecil karena nada dering Aruna adalah nada derin
Kedua alis yang hampir menyatu ditambah manik hitam yang menyorot tajam adalah ciri khas Ryuga Daksa ketika tengah kesal. Tapi, tetap saja pria itu terlihat tampan.Alhasil Claudia sampai harus menjauhkan diri dan mengalihkan pandangan dari pria itu setelah memberanikan diri merebut ponsel Ryuga. Dari sekian banyaknya kelemahan yang dia punya, Claudia lemah dengan pria tampan. Sungguh aneh. Tapi, keanehan itu pernah divalidasi sendiri oleh Ryuga.“Pak Dimitri sama Aruna kok bisa bareng?” tanya Claudia memastikan sekali lagi. Posisi Claudia membelakangi Ryuga. Dia menggigit ujung jempol kirinya seraya berpikir di tengah kepanikannya.Dimitri mengatakan apa tadi? Ingin bicara dengan Ryuga? Apa pria itu serius? Maksud Claudia, untuk apa?Telinga Ryuga mendengar jelas ucapan Claudia sebelumnya. Dia tidak pernah menyukai sosok Dimitri karena terang-terangan pria itu tertarik pada wanitanya. Dan kini Dimitri sedang bersama Aruna?Tidak bisa dibiarkan!Tubuh Ryuga segera bangkit dari sofa.
Ketika kaki Ryuga melangkah maju, refleks Claudia mundur satu langkah. Claudia melemparkan pandangan kemana saja asal tidak menatap manik hitam Ryuga. ‘Aku rasa aku bisa mati terbunuh hanya dengan menatap matanya Ryuga,’ ringis Claudia dalam batinnya. Dia meremas sisi kaos hitam oversize milik Ryuga yang terpasang di tubuhnya. Di seberang sana, belum sempat Dimitri memberikan validasi, Aruna menarik ponselnya dari tangan Dimitri. Pria itu membiarkan Aruna mengambil alih. Di tengah rasa keterkejutannya, Aruna menempelkan ponselnya pada telinga yang kiri. Dia berusaha bersuara dengan nada ceria, “Aruna pulang, Dad. Sekarang juga … iya. Jadi, Daddy nggak perlu repot-repot ke sini. Ya … Aruna pulang kok, beneran.” Rentetan ucapan itu terlontar dari mulut Aruna secara tidak beraturan namun jelas. Ryuga bisa menangkap maksud putrinya, termasuk mungkin saja Aruna berniat membela Dimitri. “Ar– BIP Sambungan telepon lebih dulu dimatikan. Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Ryuga menyadari
Mendengar desahan tertahan dari Claudia, Ryuga tidak ingin berhenti dari apa yang tengah dia lakukan pada Claudia.Kepala keduanya bergerak ke kiri dan ke kanan seiring Ryuga memperdalam aktivitasnya pada Claudia. Tangan Ryuga semakin naik dan berakhir di dagu Claudia agar wanita itu bisa mengimbanginya.Namun, setelah beberapa saat Claudia mulai merasakan pasokan oksigen di paru-parunya berkurang. Dia memberikan sinyal pada Ryuga untuk berhenti dengan cara menarik kuat-kuat dasi yang masih terpasang rapi di leher Ryuga.Tarikan itu kuat sekali sehingga membuat Ryuga merasa tengah dicekik. Kemudian Ryuga menggeram dan melepaskan tautan salivanya pada Claudia. Pria itu terbatuk pelan.Sementara Claudia sibuk meraup napas sebanyak mungkin sambil melihat ke arah Ryuga yang melepaskan dasinya kasar dengan satu kali tarikan.“M-maaf, Ryuga. Aku seharusnya–“Kamu berniat membunuhku, Claudia?” tanya Ryuga tidak benar-benar serius. Bahunya naik turun, Ryuga berusaha mengatur napasnya seraya m
Beberapa menit sebelumnya, seseorang tiba di apartemen Ryuga dengan membawa dokumen yang sebenarnya sudah diminta Ryuga dari pagi. Tapi, dia baru sempat menyerahkannya sekarang karena kesibukan.Pria itu melangkah santai. Hanya pada saat di ruang tamu, dia sempat berhenti dan menatap ke sekeliling. Ada sebuah lukisan yang belum selesai dan tas bahu wanita yang familier di matanya.Apakah Claudia ada di sini? Pikir batinnya.Kakinya kembali melangkah, mencari keberadaan Ryuga. Dia hendak menuju ruangan berikutnya: dapur. Namun, sebelum menuju ke sana, dia melewati kamar Ryuga yang ternyata pintunya terbuka.Matanya terbelalak seketika. Dia melihat pemandangan yang cukup mendebarkan. Sangking terkejutnya, dia menjatuhkan dokumen yang berada dalam genggamannya. Sontak itu menimbulkan suara.Detik setelahnya, dia cepat-cepat memungut dokumen tersebut dan berbalik pergi ke arah ruang tamu.Hanya soal waktu Ryuga akan datang sendiri–“Kenapa tidak bilang kamu akan datang … Riel?”Ya, pria i
Rok sepanjang betis Claudia tersingkap sampai di atas lutut wanita itu. Siapa yang tidak terkejut?!Pelakunya?! Pandangan Claudia tertuju pada Ryuga yang saat ini memasang wajah tidak bersalah. Pria itu mengabaikan seruan Claudia.“Diam sebentar, Claudia,” pinta Ryuga dengan tegas kala mendapati kaki Claudia hendak menjauh. Tangan Ryuga segera memegangi bagian belakang betis wanita itu.Napas Claudia terasa tercekat. Sentuhan kecil itu membuat wajah Claudia memanas. Dan pandangan Ryuga naik, menatap Claudia dengan sorotan yang lembut.“Aku hanya memeriksa apa kamu terluka, Claudia … aku tidak akan berbuat macam-macam.”Claudia membatin, ‘Pembohong!’Tidak macam-macam tapi jari-jari Ryuga mengusap-ngusap halus kakinya beberapa kali sebelum Ryuga benar-benar menaikkan rok Claudia lagi untuk memeriksa lututnya.Memang terlihat memerah, tapi tidak berdarah.“Tidak sakit kok, Ryuga,” ucap Claudia sambil meletakkan satu tangannya di pundak Ryuga.Claudia sedikit meremas pundak pria itu kala
‘Aesthetic … apanya?!’ Jantung Claudia rasanya mau copot karena bertubi-tubi menerima serangan tidak terduga yang dilakukan Ryuga padanya. “Tidak mau!” tolak Claudia merengut pelan. Tangannya mencoba mendorong bahu Ryuga agar menjauh darinya. Namun, alih-alih menjauh, Ryuga malah dengan iseng kian mendekatkan wajahnya ke arah leher Claudia, layaknya vampir yang mengincar darah di titik tersebut. Dia sengaja mengembuskan napasnya keras-keras di sana. Belum sempat menyentuh titik itu, sebuah cap tangan lima jari menempel tepat di wajah tampannya. Ryuga seketika memejamkan mata. Meskipun tidak begitu sakit, tapi tetap saja Ryuga terkejut. Pun, Claudia sendiri yang tidak kalah terkejut karena refleksnya terbilang tidak sopan. ‘Bisa-bisanya kamu, Claudia!’ rutuknya dalam hati. Cepat-cepat Claudia menarik tangannya. Dia meneguk ludahnya dalam-dalam. Pandangannya lamat-lamat menatap Ryuga. “Maaf, aku refleks, Ryuga,” sesal Claudia seraya meringis. “Sakitkah …?” Seharusnya Claudia lebi
Menjelang sore hari, usai semua acara sudah selesai, Claudia dan Ryuga baru akan pergi ke kamar hotel. Berdua saja. Aruna dan keluarganya juga menginap di hotel yang sama. Namun, berbeda lantai dan kamar. “Ryuga,” panggil Claudia sambil menolehkan wajah ke arah Ryuga. Pria itu balas menoleh, “Mmm?” Ryuga menyahut singkat sembari tangannya memberikan rematan halus di sisi lengan kanan Claudia. “Ada apa … sayang?” Manik hitam Ryuga yang menyorot Claudia dalam ditambah suara berat Ryuga yang terdengar seksi di telinganya, membuat Claudia meneguk ludah. Jujur saja, Claudia mulai merasa gugup membayangkan tidak hanya nanti malam dia dan Ryuga akan tinggal bersama, tetapi selamanya. Baru membayangkannya saja tiba-tiba pipi Claudia bersemu. Cepat-cepat dia menepis pikiran itu. ‘Mikir apa, sih, Clau!’ Untungnya Claudia mengajak Ryuga berbicara sehingga hal itu mengaburkan suara-suara di dalam pikirannya. “Kenapa kita tidak satu lantai dengan Aruna dan yang lain, Ryuga?” tanya Claudia pena
Pemberkatan pernikahan Ryuga dan Claudia berlangsung hanya beberapa jam saja. Toh, memang tamu yang hadir juga tidak banyak. Sebelum selesai, para tamu dipersilakan untuk menikmati jamuan yang sudah disiapkan di taman Azzata. Sementara Sang pengantin–Ryuga dan Claudia masih harus melakukan sesi foto, kali ini diminta untuk berfoto dengan sosok lain. “Misiii, Aruna mau ikut foto juga. Tapi, wajib di tengah!” celetuk Aruna–sesosok gadis yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk berada di antara Ryuga dan Claudia. Dengan berat hati, Ryuga melerai tautan tangannya dengan tangan Claudia. Ada sedikit ketidakrelaan. Mau tidak mau, Ryuga menggeser beberapa langkah agar Aruna bisa bersebelahan dengan Claudia. Pria itu berkomentar, “Setelah kamu, gantian Daddy juga mau di tengah, Aruna.” Nada suaranya seolah menyiratkan jika Aruna harus setuju dengan apa yang Ryuga katakan. Mata besar Aruna melirik Ryuga dengan horror. Sikap keposesifan Ryuga bahkan berlaku untuk putrinya sendiri. Aruna mengg
Lain halnya di ruangan mempelai pengantin pria, Ryuga saat ini hanya ditemani oleh sahabatnya, dr.Tirta. Pembawaan Ryuga yang tampak tenang diacungi jempol oleh sahabatnya. “Tinggal beberapa menit lagi prosesi pemberkatan pernikahan dimulai, Ryu,” beritahu Tirta saat melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. “Kamu dan Claudia akan menikah,” geleng Tirta masih tidak percaya sampai detik sekarang. Selaku orang yang paling mengenal Ryuga sedari lama, Tirta merasa takjub pada akhirnya Ryuga bisa menemukan seseorang yang dicintai dan juga mencintainya. Ryuga memperlihatkan senyum mahalnya. “Mmmm,” angguknya. Kemudian dia merasakan tepukan di pundaknya. Begitu Ryuga menoleh, dia menemukan wajah Tirta tahu-tahu sudah dekat dengannya. Pria itu berbisik di telinga Ryuga. “Sudah siap untuk malam pertamamu, Ryu?” Pertanyaan Tirta jelas menggoda Ryuga. Obrolan semacam ini terkadang terjadi saat pernikahan. Lagipula Tirta adalah orang terdekat Ryuga dan keduanya sama-sama pria. Air wajah R
Satu hari bergerak bak dalam satu kedipan. Karena saat membuka mata, Claudia tahu-tahu sudah ada di sebuah ruangan yang terdapat cermin berukuran besar di pojokan sehingga pandangannya tertuju ke arah sana. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Di depan cermin tersebut Claudia bisa melihat dirinya sendiri tengah duduk mengenakan gaun pengantin putih dan tengah memegangi buket bunga kecil dalam genggaman kedua tangannya. Wajah cantik yang dilihatnya adalah hasil make up dari satu jam yang lalu. Dia mengangkat satu tangan untuk menyentuh pipinya. Namun, tidak benar-benar menyentuh, dibiarkan mengambang. Claudia bergumam pelan, “I–ini bukan mimpi ‘kan?” Rasa-rasanya baru dua hari yang lalu dia masih sibuk bekerja di kampus, kemudian menghabiskan malam bersama teman-temannya, dan kejadiannya begitu cepat … hari pernikahannya sudah tiba. Claudia akan menikah dengan Ryuga–pria yang dia cintai. Pun, sebaliknya. Pintu besar di hadapannya diketuk. Sebuah suara berat menyeletuk dari luar, “
Mendadak saja Ryuga terkekeh hambar. Bahkan saat statusnya sudah resmi menjadi suami dari Claudia Mada nanti, Ryuga tetap harus menahan diri?! Wah, buruk sekali nasibnya. “Yang benar saja,” gumamnya pelan sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya. Dia sampai membuang wajahnya ke samping. Sial. Raut wajah Ryuga yang tampak kesal membuat Claudia keheranan. Dia bertanya, “Ada apa, Ryuga?” Claudia membenahi posisi duduknya. Sedikit ragu, dia meraih rahang pria itu dan mencoba menggerakkannya agar menatap lurus tepat pada netra matanya. Dia meralat pertanyaannya tadi, “Apa ada yang salah, Ryuga?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga memicingkan mata. Satu tangannya naik, meraih tangan Claudia di sisi rahangnya kemudian tanpa diduga Ryuga mendaratkan kecupan di pergelangan tangan Claudia. Napas Claudia tercekat. Dia tidak bisa berkutik saat pria itu menaikkan pandangan untuk bertukar pandangan. Jantung Claudia kian berdebar kencang. Pertama, karena aksi Ryuga barusan. Kedua, mere
“Claudia ….”Ekspresi wajah Ryuga sedikit memerah. Rahangnya tampak mengeras. Manik hitamnya menyorot tajam ke arah Claudia. Perlahan Ryuga melangkahkan kaki untuk berjalan mendekati wanitanya.‘Astaga, sepertinya aku membuat kesalahan!’ ringis Claudia dalam batinnya.Tanpa mengatakan apa pun, Ryuga segera menarik lembut tangan Claudia dan menyembunyikan tubuh wanita tersebut dari pandangan sosok pria lain di hadapannya.“Ayolah, yang benar saja,” dengus pria tersebut. Dia menunjuk dasinya yang belum selesai dipasangkan dengan jari-jari tangannya yang terluka. “Wanita itu belum selesai–“Wanita yang kamu maksud wanitaku, Argus Adiwilaga,” sela Ryuga penuh penekanan. Manik hitamnya menyorot tajam Argus.Sosok Argus Adiwilaga terkekeh sinis. Dia sama sekali tidak terintimidasi oleh Ryuga. Pria itu menyahut dengan santai. “Ya, tentu aku tahu siapa wanita cantik di belakangmu.”“Claudia Mada,” jeda Argus sambil berusaha mencuri pandang ke arah Claudia dibalik tubuh Ryuga.Sementara itu Cl
“Dirga.” Tidak hanya memanggil dengan lembut, Aruna juga mendaratkan satu tangannya di atas tangan Dirga. Mata besarnya menatap Dirga penuh harap. Pandangan Dirga jatuh, menatap tangan Aruna yang menyentuhnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, ada perasaan yang tidak bisa Dirga jabarkan dengan gamblang. “Please … Dirga.” Aruna tampak memohon dengan suara yang lirih. Firasatnya mendadak buruk. Lantas pandangan Dirga naik untuk menatap Aruna lagi. Sekelebat wajah Garvi muncul bak layar hologram. Gadis itu kembali berucap, “Kasih tahu aku maksud kamu apa, Dir?” Tangan Aruna meremat halus tangan pemuda itu. Terdengar embusan napas berat Dirga. “Besok selesai kuliah, gue jemput lo, Aruna. Kita ketemu sama Garvi.” Dirga mengatakan itu dengan nada suara yang final. Kepala Aruna mengangguk kuat-kuat. “Oke, besok aku ikut!” sahut Aruna terdengar antusias. Dia belum menyadari keanehan yang bisa ditemukan pada Dirga. Diam-diam pemuda itu bersyukur Aruna berhenti bicara dan berhenti bertanya. K
Selagi Aruna memundurkan langkah, sosok pria itu kian maju mendekati Aruna ditambah senyum seringaiannya yang tampak membuat ngeri.“T–to-long …,” gumam Aruna dengan napas yang terdengar putus-putus. Bahunya naik turun dan badannya tampak gemetar. Perasaannya bergemuruh. Entah apa yang membuatnya sampai bereaksi berlebihan seperti ini.“Runa?” panggil Anjani yang belum membaca keadaan. Dia kebingungan melihat Aruna yang tampak ringkih ketakutan.Sementara Lilia dan teman-temannya di belakang sana menyadari ada kejanggalan. Mereka persis di belakang Aruna. Dengan sigap Lilia langsung maju dan menempatkan dirinya di hadapan Aruna.Gadis itu segera dipegangi oleh Zoya dan Fanya di masing-masing kanan dan kiri. Fanya segera melayangkan pertanyaan, “Kamu baik-baik saja, Aruna?”Namun, Aruna belum memberikan respons. Zoya dan Fanya saling menatap satu sama lain seolah bertanya, ‘Apa yang terjadi?’“Aku mau berbicara dengan gadis kecil itu,” tunjuk sosok pria tadi ke arah Aruna yang tertutu
“Kamu lihat Aruna, Claudia?” Usai keluar dari ruangan pintu darurat, Ryuga melirik Claudia dan baru menanyakan soal putrinya. Sebelum tiba di kampus, selain mengirimkan pesan pada Bu Yuli, Ryuga juga mengirimkan pesan untuk Aruna. Tapi, tidak ada tanda-tanda Aruna membalas pesan bahkan membacanya. Claudia menggelengkan kepalanya ragu. “Aku belum bertemu Aruna hari ini, Ryuga.” Pun, Claudia sendiri tidak keluar jauh-jauh dari ruangan dosen dan prodi. Menelisik raut wajah tampan Ryuga yang tampak gelisah, Claudia memberikan rematan halus pada tangan pria itu. Pandangannya jatuh ke arah jam tangan yang dipakainya, mengira-ngira waktu yang tersisa sebelum acara dimulai. Lantas Claudia menatap Ryuga lagi. Dia meneguk ludahnya dalam-dalam. “Kamu keberatan kalau aku meminta bantuan Dirga untuk mencari Aruna, Ryuga?” Mendengar nama Dirga disebut, Ryuga menaikkan kedua alisnya. “Pemuda itu belum pergi, Claudia?” Ryuga tidak lupa pembicaraan Dirga dan Aruna di ruang tamu rumahnya pagi itu