Share

Bab 7. Ryan? 

last update Last Updated: 2024-12-14 23:27:57

Pagi menyapa dengan lembut di tengah musim salju, saat butiran salju turun perlahan dari langit, menutupi dunia di luar dengan selimut putih yang bersih. Di dalam mansion megah mereka, Lily dan Lionel duduk di meja makan yang elegan, dikelilingi oleh ornamen-ornamen indah dan lampu gantung yang berkilau. Suasana hangat dan nyaman menyelimuti mereka, kontras dengan dinginnya cuaca di luar.

Lily menatap jendela besar yang menghadap ke taman, di mana salju menutupi setiap sudut, menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Wanita cantik itu menghirup aroma kopi yang baru diseduh, yang menghangatkan suasana hati dan tubuhnya. 

Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara, tetapi suasana hati Lily terasa jauh dari hangat. Wanita cantuk itu masih terbayang-bayang pesan yang dikirim oleh wanita asing bernama Paloma kepada suaminya. Meskipun dia berusaha untuk mengabaikannya, rasa kesal dan cemburu itu terus mengganggu pikirannya.

Lily menatap Lionel, yang tampak tenang dan santai, menikmati sarapannya tanpa menyadari badai emosi yang bergelora di dalam hati istrinya. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum memulai percakapan yang sudah lama ingin dia bicarakan.

“Lionel,” Lily memulai, suaranya sedikit bergetar. “Aku ingin kita pergi ke rumah sakit minggu ini.”

Lionel menatapnya dengan bingung, sendoknya terhenti di tengah jalan menuju mulutnya. “Rumah sakit? Kenapa?”

Lily menunduk sejenak, mengumpulkan keberanian. “Aku ingin melakukan program bayi tabung,” katanya pelan, berharap kata-katanya tidak terdengar terlalu mendesak.

Tampak reaksi Lionel tidak seperti yang Lily harapkan. Pria tampan itu menggelengkan kepala, ekspresinya berubah serius. “Kita sudah membahas ini sebelumnya. Aku tidak yakin itu keputusan yang tepat.”

Lily terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan oleh Lionel. “Kandunganku sehat, dan kau pun sehat, tapi Tuhan belum merestui kita memiliki anak, mungkin dengan cara bayi tabung akan membuat Tuhan setidaknya melihat pengorbanan kita.” 

“Aku tidak ingin membahas ini lagi, Lily. Kau terlalu banyak membebani pikiranmu dengan pembahasan anak,” jawab Lionel menegaskan.  

“Lionel, tapi—” 

“Aku harus berangkat ke kantor. Ada pekerjaan yang harus aku urus.” Lionel menyudahi sarapan, dia bangkit berdiri, hendak pergi dari tempat itu, tetapi geraknya terhenti di kala Lily menahan lengannya. 

“Mom sudah terus menerus membahas tentang anak. Aku juga yakin kau ingin segera memiliki anak. Apa salahnya kalau kita berupaya lebih keras?” tanya Lily seraya menatap sang suami. 

“Aku akan bicara pada Mom untuk tidak memaksamu. Jangan pikirkan perkataan Mom. Aku harus berangkat.” Lionel melepaskan tangan Lily yang menyentuh lengannya, lalu dia mengecup kening sang istri, dan melangkah pergi meninggalkan istrinya itu. 

Lily bergeming di tempatnya menatap Lionel yang mulai lenyap dari pandangannya. Hatinya merasakan sakit mendapatkan penolakan dari Lionel. Andai saja program bayi tabung bisa dilakukan sendiri, maka dia akan melakukan. Namun, tentu dia tak bisa melakukan sendiri. Tetap harus ada Lionel, sang suami yang berada di sisinya menemani selama proses bayi tabung. 

***

Lily memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Meskipun cuaca di luar masih dingin dengan sisa-sisa salju yang menempel di trotoar, suasana di dalam supermarket terasa hangat dan hidup. Lampu-lampu terang dan suara keramaian orang-orang yang berbelanja menciptakan suasana yang ramai.

Saat Lily berjalan menelusuri lorong-lorong, dia berusaha fokus pada daftar belanjaan di tangannya. Namun, perhatian dan pikirannya segera teralihkan ketika dia melihat sepasang anak kembar berlarian di antara rak-rak. Mereka tampak ceria, tertawa dan saling mengejar, dengan rambut ikal yang berkilau dan mata yang penuh keceriaan. 

Lily tidak bisa menahan senyumnya saat melihat mereka, tetapi di dalam hatinya, rasa iri mulai menggerogoti. Wanita cantik itu teringat akan impian yang selalu dia miliki—memiliki anak-anak yang lucu dan ceria seperti mereka. Rasa sakit itu kembali muncul, mengingatkan dia akan semua usaha yang telah mereka lakukan untuk memiliki keturunan. 

Setiap kali melihat anak-anak, hati Lily terasa teriris, dan hari itu tidak berbeda. Wanita cantik itu merasa seolah-olah ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, sesuatu yang tidak bisa dia capai meskipun dia telah berusaha sekuat tenaga.

Lily berhenti sejenak, menyaksikan anak-anak itu berlari dan bermain, tertawa riang. Dalam hatinya, dia menggumamkan doa, berharap agar Tuhan mendengarnya. ‘Ya Tuhan, tolong berikan aku kesempatan untuk mengandung. Berikanlah aku memberikan keturunan untuk Lionel, agar kami bisa merasakan kebahagiaan yang sama seperti mereka.’

Air mata Lily mulai menggenang di pelupuk matanya, tetapi dia cepat-cepat menghapusnya. Wanita itu tidak ingin terlihat lemah di tempat umum. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. “Aku akan berjuang. untuk impian ini. Kau tidak boleh lemah, Lily.” 

Lily melanjutkan berbelanja. Kali ini, dia berbelanja hanya sendiri. Tidak bersama dengan pelayan. Alasannya, karena dia sedang ingin berbelanja sendiri, tanpa ditemani siapa pun. Terkadang, menyendiri membuat hatinya menjadi tenang. 

Setelah puas memilih bahan-bahan makanan, Lily membayar belanjaannya ke kasir. Tatapannya fokus pada setumpuk barang-barang yang dia beli. Wanita cantik itu terbiasa mengurus urusan rumah tangga sendiri. Pelayan hanya membantunya, tapi tidak dijadikan sebagai tugas utama saat di dapur. Sebab, Lily menyukai membuatkan makanan istimewa untuk suaminya, dengan tangannya sendiri. 

“5.000 USD, Nyonya,” ucap sang kasir pada Lily. 

“Ah, ya, baik.” Lily hendak mengeluarkan black card-nya, tapi geraknya terhenti di kala ada sosok yang mengulurkan kartu pada kasir. 

“Pakai kartuku,” ucap pria itu pada sang kasir. 

“Baik, Tuan.” Sang kasir memproses pembayaran, dan sontak Lily terkejut. 

“Tuan, maaf—” Lily hendak mengeluarkan suara, tapi tenggorokannya seakan tercekat melihat sosok pria tampan di hadapannya. 

“Ini, Tuan.” Sang kasir memberikan kembali kartu pria itu.  

“Thanks.” Pria tampan itu menyimpan kartunya ke dalam dompet. 

Mata Lily melebar, merasa bahwa ini adalah sebuah mimpi. Sudah bertahun-tahun dia tak melihat sosok yang ada di hadapannya ini, tetapi sekarang sosok itu ada di depannya. 

“Ryan? Is that you?” tanya Lily dengan nada tercekat. 

Pria tampan itu tersenyum, menatap Lily hangat. “Long time no see, Lily. Senang sekali bisa bertemu denganmu.” 

“K-kau … k-kau ada di New York? S-sejak kapan?” tanya Lily lagi. 

“Nyonya, jika Anda ingin mengobrol silakan cari kafe. Saya ingin membayar,” seru wanita berambut pirang kesal karena Lily masih berada di depan kasir. 

“M-maaf.” Buru-buru, Lily menyingkir, dan pria tampan bernama Ryan membantu membawakan barang-barang belanjaan Lily. 

“Apa kau memiliki waktu untuk minum kopi bersamaku?” tawar Ryan hangat. 

Lily tampak panik. “T-tapi—” 

“Come on, Lily. Hanya sebentar saja. Aku janji. Anggap saja ini ucapan terima kasihmu, karena aku sudah membayar belanjaanmu,” ujar Ryan hangat. 

Lily merasa tidak enak menolak. Pun tak menampik ada banyak pertanyaan di kepalanya. Mengobrol di tengah jalan juga adalah hal yang tidak mungkin. “Baiklah, aku mau, Rylan,” jawabnya pada akhirnya setuju. 

Ryan tersenyum lembut, di kala Lily setuju. 

Related chapters

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 8. Kecurigaan yang Membentang 

    Lily berada di sebuah kafe kecil yang hangat di Brooklyn. Wanita cantik itu duduk di sudut dekat jendela, menyaksikan salju yang turun dengan lebat. Butiran-butiran salju berputar dan menari di udara sebelum akhirnya mendarat di jalanan yang sudah mulai tertutup lapisan putih. Suasana di dalam kafe terasa nyaman, dengan aroma kopi yang menggoda dan suara gemerisik gelas serta obrolan pengunjung lainnya. Di hadapan Lily ada Ryan, sosok yang sudah lama tidak bertemu dengannya, tersenyum sambil menyeruput cappuccino. “Kau terlihat semakin cantik Lily. Lama tidak bertemu, membuatmu semakin cantik,” puji Ryan dengan senyuman hangat di wajahnya. Pria tampan itu tak tahu sedikit pun dalam memberikan pujian pada Lily—yang memang terlihat luar biasa cantik. Lily hanya memoles wajahnya dengan riasan tipis. Coat berwarna cream dengan paduan celana panjang hitam, dan atasan berwarna hitam membuatnya tampil elegan. Pun tak lupa boat berwarna cream senada dengan coat sebagai penyempurna penampil

    Last Updated : 2024-12-15
  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 9. Tak LagI Sama 

    Tubuh Lily membeku mendengar suara wanita asing dari seberang sana. Suara yang tak pernah dia dengar sebelumnya. Pun selain dirinya, tak pernah ada yang mungkin berani menjawab telepon suaminya. Namun, siapa wanita asing itu? Jutaan pertanyaan muncul di kepalanya, menimbulkan sesak di dada. “Kau siapa?” tanya Lily, berusaha tenang. “Ah, aku adalah teman Lionel. Maaf, aku harus tutup dulu. Nanti kalau Lionel sudah keluar dari toilet, aku akan menyampaikan padanya,” ucap wanita itu—yang langsung menutup panggilan secara sepihak. “Tunggu—” Tuttt … tuttt … Panggilan sudah tertutup. Lily tampak sangat kesal. Dia mencoba kembali menghubungi nomor suaminya, tapi yang dia dapatkan adalah penolakan. Hatinya bergemuruh tak menentu menunjukkan rasa yang tak nyaman. “Siapa wanita itu?” gumam Lily seraya meremas ponselnya. Lily tidak bisa tenang, dia mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Wanita cantik itu ingin segera meminta penjelasan pada sang suami, tapi bagaimana bisa? Tadi, di ka

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 1. Takdir Belum Merestui

    “Negative, hasilnya masih negative.” Suara lembut terdengar putus asa dari seorang wanita cantik berambut cokelat tebal bernama Lily. Wanita itu tampak muram di kala hasil testpack-nya menunjukkan garis satu—yang menandakan hasilnya negative. Tidak ada harapan ada benih di dalam rahimnya. Lionel mengembuskan napas kasar. “Sudahku katakan, jangan selalu melakukan test kehamilan. Itu hanya membuatmu menjadi stress. Kenapa kau keras kepala sekali?!” serunya memberikan teguran pada sang istri. Lily semakin muram di kala dimarahi oleh sang suami. “A-aku hanya ingin segera memberikanmu keturunan, Sayang. Tahun ini sudah tahun kedua kita menikah, tapi aku belum bisa memberikanmu keturunan. Aku merasa gagal menjadi seorang wanita.” Mata Lily berkaca-kaca kala mengatakan hal itu. Wanita cantik berusia 24 tahun itu sudah menikah dengan Lionel De Vitto—pria yang sangat dia cintai selama dua tahun lamanya. Namun, sampai detik ini belum ada tanda-tanda kehamilan padanya. Setiap hari, Lily

    Last Updated : 2024-10-10
  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 2. Perkataan Menyakitkan Sang Mertua

    Lily duduk di tepi ranjang, menunggu kepulangan sang suami. Meski suaminya itu mengatakan pulang terlambat, tapi entah kenapa hatinya merasa tidak nyaman, dan tidak tenang. Dia merasakan seperti ada sesuatu hal yang mengusik ketenangan dalam dirinya. Hal tersebut yang membuat Lily menjadi sulit tidur. Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Salju di Manhattan semakin turun begit lebat. Lily menjadi sangat khawatir takut akan ada lagi badai salju, dan membuat suaminya menjadi sulit untuk pulang. “Aku harus menghubungi Lionel.” Lily memutuskan meraih ponselnya, dan menghubungi nomor sang suami. Namun, sayangnya beberapa kali nada tunggu terdengar, dan suaminya itu tak menjawab panggilannya. “Lionel tidak menjawabku. Apa dia benar-benar sangat sibuk?” gumam Lily lagi, yang terlihat jelas kemuraman di wajahnya. Suara pintu terbuka. Lily mengalihkan pandangannya, menatap sang suami yang berdiri di ambang pintu. Senyuman di wajah Lily terlukis. Wanita cantik itu langsung bangk

    Last Updated : 2024-10-16
  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 3. Memeriksa ke Dokter

    Lily mendatangi rumah sakit yang kerap dia kunjungi. Perkataan ibu mertuanya begitu menusuk, sampai membuatnya langsung bergegas ke rumah sakit. Wanita cantik itu bertekad kuat akan memberikan keturunan untuk sang suami. Walaupun dia kerap mendengar hasil yang belum membuahkan, tapi sampai kapan pun dia tak akan menyerah. “Selamat pagi, Nyonya De Vitto,” sapa sang dokter kandungan, dengan penuh keramahan. Lily tersenyum menatap sang dokter. “Selamat pagi, Dok.” “Nyonya, saya sedikit terkejut Anda ke sini sendiri. Saya pikir Anda akan bersama dengan Tuan De Vitto,” ujar sang dokter hangat. Lily sedikit muram kala mendengar ucapan sang dokter. Sudah lama dia mendatangi dokter kandungan hanya sendiri saja, tak bersama dengan sang suami. Bukan tanpa alasan, setiap kali dia mengajak suaminya, maka suaminya selalu mengatakan sibuk. Hal tersebut yang membuatnya kerap mengunjungi sang dokter seorang diri. “Suamiku sibuk, Dok,” jawab Lily lembut, terpaksa mengatakan ini. Sang dokter

    Last Updated : 2024-10-18
  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 4. Berhenti Cemburu Tidak Jelas!

    Lionel melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul dua pagi. Pria tampan itu melangkah masuk ke dalam mansion, dan seketika langkahnya terhenti di kala berpapasan dengan pelayan. “Selamat malam, Tuan,” sapa sang pelayan sopan. Lionel mengangguk singkat. “Apa ibuku masih di sini?” “Sudah tidak, Tuan. Nyonya Shada sudah pulang dari jam sepuluh malam,” jawab sang pelayan sopan. Lionel mengangguk lagi. “Di mana Lily? Apa dia sudah tidur?” “Tadi saya lihat Nyonya Lily ada di perpustakaan. Beliau bilang tidak bisa tidur, karena Anda belum pulang,” jawab sang pelayan lagi. Lionel mengembuskan napas kasar. ‘Wanita itu keras kepala sekali. Aku sudah memintanya untuk tidur duluan, kenapa malah belum tidur?’ gerutunya dalam hati. “Tuan, apa Anda ingin saya makan sesuatu? Jika iya, saya akan membuatkan makanan untuk Anda,” ucap sang pelayan menawarkan. Lionel menggelengkan kepalanya. “Aku masih kenyang. Aku ingin menyusul Lily sekarang.” “Baik,

    Last Updated : 2024-10-25
  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 5. Paloma yang Berusaha

    Lily duduk di tepi kolam renang, dengan sorot pandang lurus ke depan, seakan ada yang mengganggu ketenangan pikirannya. Embusan angin menerpa kulitnya, menyejukan membuat matanya sempat terpejam sebentar. Namun, di kala ketenangan itu menyergap, tiba-tiba saja terdengar dering ponsel, yang membuat Lily membuka mata—dan mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya yang terletak di atas meja. “Siapa yang menghubungiku?” gumam Lily, seraya mengambil ponselnya ke layar—dan menatap tertera nama ‘Amelia’ di sana. Senyuman di wajah Lily terlukis, Amelia adalah teman semasa kuliahnya dulu, dan sudah lama dia tak berhubungan dengan Amelia. Lily segera menggeser tombol hijau, untuk menerima panggilan itu. “Amelia?” sapa Lily kala panggilan terhubung. “Lily, apa kabar?” tanya Amelia dari seberang sana. Lily tersenyum. “Aku baik, bagaimana denganmu?” “Aku juga baik, ngomong-ngomong, kau sekarang di mana, Lily?” “Aku di mansion suamiku, Amelia. Kenapa?” “Apa kau sibuk?” “Hem, tidak

    Last Updated : 2024-10-25
  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 6. Siapa Wanita yang Makan Siang Bersamamu? 

    “Terima kasih sudah mengantarku, Amelia.” Lily melukiskan senyuman paksaan di wajahnya, di kala mobil Amelia telah berhenti di depan mansion-nya. Senyuman yang dia paksakan seharian ini, agar Amelia tidak curiga bahwa perasaannya kali ini sangat campur aduk. Amelia menatap cemas Lily yang tampak berbeda seharian ini. “Kau benar baik-baik saja, kan?” tanyanya khawatir. Lily mengangguk. “Ya, Amelia. Tentu aku baik-baik saja. Jangan khawatir.” Amelia terdiam sejenak, merasa ragu akan jawaban Lily. Namun, dia menyadari dirinya tak bisa bertanya lebih dalama. Sebab, bagaimanapun Lily sudah berumah tangga. Berbeda di masa dulu di mana Lily masih belum menikah, bisa bercerita banyak hal. “Baiklah, Lily. Sampai jumpa lagi. Jika nanti kau hadir di acara reuni, tolong kabari aku, ya?” pinta Amelia pada Lily. Lily mengangguk, dengan senyuman hangat di wajahnya. Detik selanjutnya, dia membuka seat belt—dan turun dari mobil Amelia. Tepat di kala dia sudah turun, mobil Amelia melaju meningga

    Last Updated : 2024-12-13

Latest chapter

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 9. Tak LagI Sama 

    Tubuh Lily membeku mendengar suara wanita asing dari seberang sana. Suara yang tak pernah dia dengar sebelumnya. Pun selain dirinya, tak pernah ada yang mungkin berani menjawab telepon suaminya. Namun, siapa wanita asing itu? Jutaan pertanyaan muncul di kepalanya, menimbulkan sesak di dada. “Kau siapa?” tanya Lily, berusaha tenang. “Ah, aku adalah teman Lionel. Maaf, aku harus tutup dulu. Nanti kalau Lionel sudah keluar dari toilet, aku akan menyampaikan padanya,” ucap wanita itu—yang langsung menutup panggilan secara sepihak. “Tunggu—” Tuttt … tuttt … Panggilan sudah tertutup. Lily tampak sangat kesal. Dia mencoba kembali menghubungi nomor suaminya, tapi yang dia dapatkan adalah penolakan. Hatinya bergemuruh tak menentu menunjukkan rasa yang tak nyaman. “Siapa wanita itu?” gumam Lily seraya meremas ponselnya. Lily tidak bisa tenang, dia mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Wanita cantik itu ingin segera meminta penjelasan pada sang suami, tapi bagaimana bisa? Tadi, di ka

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 8. Kecurigaan yang Membentang 

    Lily berada di sebuah kafe kecil yang hangat di Brooklyn. Wanita cantik itu duduk di sudut dekat jendela, menyaksikan salju yang turun dengan lebat. Butiran-butiran salju berputar dan menari di udara sebelum akhirnya mendarat di jalanan yang sudah mulai tertutup lapisan putih. Suasana di dalam kafe terasa nyaman, dengan aroma kopi yang menggoda dan suara gemerisik gelas serta obrolan pengunjung lainnya. Di hadapan Lily ada Ryan, sosok yang sudah lama tidak bertemu dengannya, tersenyum sambil menyeruput cappuccino. “Kau terlihat semakin cantik Lily. Lama tidak bertemu, membuatmu semakin cantik,” puji Ryan dengan senyuman hangat di wajahnya. Pria tampan itu tak tahu sedikit pun dalam memberikan pujian pada Lily—yang memang terlihat luar biasa cantik. Lily hanya memoles wajahnya dengan riasan tipis. Coat berwarna cream dengan paduan celana panjang hitam, dan atasan berwarna hitam membuatnya tampil elegan. Pun tak lupa boat berwarna cream senada dengan coat sebagai penyempurna penampil

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 7. Ryan? 

    Pagi menyapa dengan lembut di tengah musim salju, saat butiran salju turun perlahan dari langit, menutupi dunia di luar dengan selimut putih yang bersih. Di dalam mansion megah mereka, Lily dan Lionel duduk di meja makan yang elegan, dikelilingi oleh ornamen-ornamen indah dan lampu gantung yang berkilau. Suasana hangat dan nyaman menyelimuti mereka, kontras dengan dinginnya cuaca di luar.Lily menatap jendela besar yang menghadap ke taman, di mana salju menutupi setiap sudut, menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Wanita cantik itu menghirup aroma kopi yang baru diseduh, yang menghangatkan suasana hati dan tubuhnya. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara, tetapi suasana hati Lily terasa jauh dari hangat. Wanita cantuk itu masih terbayang-bayang pesan yang dikirim oleh wanita asing bernama Paloma kepada suaminya. Meskipun dia berusaha untuk mengabaikannya, rasa kesal dan cemburu itu terus mengganggu pikirannya.Lily menatap Lionel, yang tampak tenang dan santai, menikmati sara

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 6. Siapa Wanita yang Makan Siang Bersamamu? 

    “Terima kasih sudah mengantarku, Amelia.” Lily melukiskan senyuman paksaan di wajahnya, di kala mobil Amelia telah berhenti di depan mansion-nya. Senyuman yang dia paksakan seharian ini, agar Amelia tidak curiga bahwa perasaannya kali ini sangat campur aduk. Amelia menatap cemas Lily yang tampak berbeda seharian ini. “Kau benar baik-baik saja, kan?” tanyanya khawatir. Lily mengangguk. “Ya, Amelia. Tentu aku baik-baik saja. Jangan khawatir.” Amelia terdiam sejenak, merasa ragu akan jawaban Lily. Namun, dia menyadari dirinya tak bisa bertanya lebih dalama. Sebab, bagaimanapun Lily sudah berumah tangga. Berbeda di masa dulu di mana Lily masih belum menikah, bisa bercerita banyak hal. “Baiklah, Lily. Sampai jumpa lagi. Jika nanti kau hadir di acara reuni, tolong kabari aku, ya?” pinta Amelia pada Lily. Lily mengangguk, dengan senyuman hangat di wajahnya. Detik selanjutnya, dia membuka seat belt—dan turun dari mobil Amelia. Tepat di kala dia sudah turun, mobil Amelia melaju meningga

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 5. Paloma yang Berusaha

    Lily duduk di tepi kolam renang, dengan sorot pandang lurus ke depan, seakan ada yang mengganggu ketenangan pikirannya. Embusan angin menerpa kulitnya, menyejukan membuat matanya sempat terpejam sebentar. Namun, di kala ketenangan itu menyergap, tiba-tiba saja terdengar dering ponsel, yang membuat Lily membuka mata—dan mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya yang terletak di atas meja. “Siapa yang menghubungiku?” gumam Lily, seraya mengambil ponselnya ke layar—dan menatap tertera nama ‘Amelia’ di sana. Senyuman di wajah Lily terlukis, Amelia adalah teman semasa kuliahnya dulu, dan sudah lama dia tak berhubungan dengan Amelia. Lily segera menggeser tombol hijau, untuk menerima panggilan itu. “Amelia?” sapa Lily kala panggilan terhubung. “Lily, apa kabar?” tanya Amelia dari seberang sana. Lily tersenyum. “Aku baik, bagaimana denganmu?” “Aku juga baik, ngomong-ngomong, kau sekarang di mana, Lily?” “Aku di mansion suamiku, Amelia. Kenapa?” “Apa kau sibuk?” “Hem, tidak

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 4. Berhenti Cemburu Tidak Jelas!

    Lionel melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul dua pagi. Pria tampan itu melangkah masuk ke dalam mansion, dan seketika langkahnya terhenti di kala berpapasan dengan pelayan. “Selamat malam, Tuan,” sapa sang pelayan sopan. Lionel mengangguk singkat. “Apa ibuku masih di sini?” “Sudah tidak, Tuan. Nyonya Shada sudah pulang dari jam sepuluh malam,” jawab sang pelayan sopan. Lionel mengangguk lagi. “Di mana Lily? Apa dia sudah tidur?” “Tadi saya lihat Nyonya Lily ada di perpustakaan. Beliau bilang tidak bisa tidur, karena Anda belum pulang,” jawab sang pelayan lagi. Lionel mengembuskan napas kasar. ‘Wanita itu keras kepala sekali. Aku sudah memintanya untuk tidur duluan, kenapa malah belum tidur?’ gerutunya dalam hati. “Tuan, apa Anda ingin saya makan sesuatu? Jika iya, saya akan membuatkan makanan untuk Anda,” ucap sang pelayan menawarkan. Lionel menggelengkan kepalanya. “Aku masih kenyang. Aku ingin menyusul Lily sekarang.” “Baik,

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 3. Memeriksa ke Dokter

    Lily mendatangi rumah sakit yang kerap dia kunjungi. Perkataan ibu mertuanya begitu menusuk, sampai membuatnya langsung bergegas ke rumah sakit. Wanita cantik itu bertekad kuat akan memberikan keturunan untuk sang suami. Walaupun dia kerap mendengar hasil yang belum membuahkan, tapi sampai kapan pun dia tak akan menyerah. “Selamat pagi, Nyonya De Vitto,” sapa sang dokter kandungan, dengan penuh keramahan. Lily tersenyum menatap sang dokter. “Selamat pagi, Dok.” “Nyonya, saya sedikit terkejut Anda ke sini sendiri. Saya pikir Anda akan bersama dengan Tuan De Vitto,” ujar sang dokter hangat. Lily sedikit muram kala mendengar ucapan sang dokter. Sudah lama dia mendatangi dokter kandungan hanya sendiri saja, tak bersama dengan sang suami. Bukan tanpa alasan, setiap kali dia mengajak suaminya, maka suaminya selalu mengatakan sibuk. Hal tersebut yang membuatnya kerap mengunjungi sang dokter seorang diri. “Suamiku sibuk, Dok,” jawab Lily lembut, terpaksa mengatakan ini. Sang dokter

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 2. Perkataan Menyakitkan Sang Mertua

    Lily duduk di tepi ranjang, menunggu kepulangan sang suami. Meski suaminya itu mengatakan pulang terlambat, tapi entah kenapa hatinya merasa tidak nyaman, dan tidak tenang. Dia merasakan seperti ada sesuatu hal yang mengusik ketenangan dalam dirinya. Hal tersebut yang membuat Lily menjadi sulit tidur. Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Salju di Manhattan semakin turun begit lebat. Lily menjadi sangat khawatir takut akan ada lagi badai salju, dan membuat suaminya menjadi sulit untuk pulang. “Aku harus menghubungi Lionel.” Lily memutuskan meraih ponselnya, dan menghubungi nomor sang suami. Namun, sayangnya beberapa kali nada tunggu terdengar, dan suaminya itu tak menjawab panggilannya. “Lionel tidak menjawabku. Apa dia benar-benar sangat sibuk?” gumam Lily lagi, yang terlihat jelas kemuraman di wajahnya. Suara pintu terbuka. Lily mengalihkan pandangannya, menatap sang suami yang berdiri di ambang pintu. Senyuman di wajah Lily terlukis. Wanita cantik itu langsung bangk

  • Pesona Istri Yang Terabaikan   Bab 1. Takdir Belum Merestui

    “Negative, hasilnya masih negative.” Suara lembut terdengar putus asa dari seorang wanita cantik berambut cokelat tebal bernama Lily. Wanita itu tampak muram di kala hasil testpack-nya menunjukkan garis satu—yang menandakan hasilnya negative. Tidak ada harapan ada benih di dalam rahimnya. Lionel mengembuskan napas kasar. “Sudahku katakan, jangan selalu melakukan test kehamilan. Itu hanya membuatmu menjadi stress. Kenapa kau keras kepala sekali?!” serunya memberikan teguran pada sang istri. Lily semakin muram di kala dimarahi oleh sang suami. “A-aku hanya ingin segera memberikanmu keturunan, Sayang. Tahun ini sudah tahun kedua kita menikah, tapi aku belum bisa memberikanmu keturunan. Aku merasa gagal menjadi seorang wanita.” Mata Lily berkaca-kaca kala mengatakan hal itu. Wanita cantik berusia 24 tahun itu sudah menikah dengan Lionel De Vitto—pria yang sangat dia cintai selama dua tahun lamanya. Namun, sampai detik ini belum ada tanda-tanda kehamilan padanya. Setiap hari, Lily

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status