Share

58. Pria Idaman

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Sori, sori, gue telat."

Kavia menoleh lalu berdecak melihat kedatangan Dian. Wanita bertubuh gemoy itu nyengir bak kuda sambil menarik kursi di depan Kavia.

"Lo belum pesen?" tanya Dian melihat meja cuma diisi secangkir kopi.

"Ya belumlah, gue kan nunggunin lo." Alis Kavia mengeriting sebal, tapi Dian di depannya cuma terkekeh.

"Sori ya udah nunggu lama. Maklum bestie lo ini sekarang jadi orang sibuk."

Kavia hanya mencibir. Tangannya lantas terangkat, memanggil pelayan kafe.

"Klien gue kali ini agak bawel makanya lama. Mana jalanan tadi macet lagi. Untung gue naik ojek," terang Dian sambil membolak-balik buku menu. Keduanya lantas memesan beberapa menu camilan dan kopi. Yang merupakan cangkir kedua bagi Kavia.

"Eh iya, Vi. Gue tadi juga ketemu Javas," cetus Dian begitu pelayan yang mencatat pesanan mereka pergi.

Mendengar nama Javas disebut Kavia berusaha tampak biasa saja. "Oh ya, di mana?"

"Ya di sana juga. Kayaknya mereka lunch meeting agak gedean deh. Soalnya satu meja p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Anies
ini rumit sih wkwkwk harapannya yang terbaik aja sih buat KaJav. makasih udah up hari ini thor SEMANGAT
goodnovel comment avatar
Indah Suwarni
kavia pergi javas kelimpungan,ngakak sah pergi coba masuk kan Erland ke hubungan mereka ini,jangan nanti Thor sekarang aja biar rame sekalian panas sekalian tu si javas ............
goodnovel comment avatar
Intan
thor buat kavia pergi biar javas bisa merasakan cinta.y...please buat kavia galau untuk 1tahun tanpa orang baru.. biarkan attar hadir thor mengisi hari" kavia pasti seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    59. Pelukan Terakhir

    Kavia menengok jam di atas nakas, lalu kalender yang tertera di bagian kiri jam digital itu. Helaan napasnya terdengar berat. Matanya terpejam sementara punggungnya terhempas ke sandaran kursi yang dia duduki. Dia tahu Javas sedang menunggunya di ruang kerja, tapi dengan sengaja dirinya mengulur waktu. Hari ini akhirnya tiba. Hari di mana Kavia harus meninggalkan rumah ini. Tidak banyak yang dia bawa. Semua barang yang dia beli dengan uang Javas selama satu tahun menjadi istri pria itu sengaja dia tinggal. Kavia hanya membawa barang-barang lamanya saja, yang memang dari awal miliknya. Mbak Rami kembali memanggil. Wanita yang sudah menemani harinya di rumah ini tampak murung. "Ditunggu Pak Javas, Nyonya." Itu udah panggilan ketiga yang dibalas Kavia hanya dengan anggukan. Setelah Mbak Rami mundur, Kavia bangkit dari kursi seraya menyeret kopernya keluar kamar. Dia bergerak melangkah menuju ruang kerja Javas di lantai satu. Sebisa mungkin dia memasang wajah sedatar biasanya. Berusaha

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    60. Perayaan

    Sebuah tangan menangkap botol yang sedang Kavia tenggak isinya. Kavia tahu pemilik tangan itu, maka dari itu dia hanya perlu menyentak tanpa melihat wajah orangnya. Sejak satu jam lalu pria itu memang terus mengawasinya dari balik meja bar. "Udah cukup, Pretty. Malam ini kamu terlalu banyak minum." Kavia berkelit ketika Erland berusaha merebut botol minumnya lagi. "Aku harus banyak minum. Kamu jangan terus melarangku, Erland. Dan sebaiknya kamu lanjutkan pekerjaanmu di bar itu." "Udah ada yang gantiin aku." Erland kembali merebut botol itu lagi, dan kali ini berhasil. Yang Erland lakukan jelas membuat Kavia jengkel. Wanita itu berkacak pinggang seraya menuding pria itu dengan sengit. "Erland, aku nggak pernah ganggu kerjaan kamu. Kenapa kamu ganggu aku terus?!" "What's going on with you? Where's Javas?" Bukannya menjawab, Kavia malah bergerak menyandarkan punggung dengan malas ke sofa. Wajahnya menengadah, sementara matanya terpejam. "Aku nggak tau. Mungkin dia udah tidur." "A

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    61. Kamar Erland

    "Kavia, aku nggak akan membiarkanmu pergi." Suara itu terdengar jelas dan familier. Kavia mencoba mencari sumber suara berasal. Kepalanya celingukan, tubuhnya berputar-putar. Hingga tatapnya kemudian jatuh pada sosok samar yang muncul dari kejauhan. Seorang pria dengan tangan terulur berjalan mendekat. Memperlihatkan senyum manis yang mampu membuat Kavia terpaku. Kavia menyambut tangan pria itu dan menyentuhnya dengan dada berdebar. "Javas..." Seperti nyata tangan itu benar-benar menggenggamnya. Menggenggam erat seolah takut terlepas. Hanya saja, bukankah semua sudah berakhir? Kenyataan ini seakan menghantam kesadaran Kavia seutuhnya. Lalu tiba-tiba matanya terbuka, dadanya berdebar kencang, dan napasnya naik turun begitu cepat. "Itu cuma mimpi," gumamnya lirih seraya mengatur napas. Namun sejurus kemudian, rasa sakit di kepala menyerang. Membuat wanita itu refleks meringis. Sebelah tangannya terangkat dan meremas rambut. Dia ingat segalanya. Perpisahan dengan Javas, lalu mabuk

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    62. Kesayanganku

    "Ada apa?" Erland yang sedang sibuk di dapur mendongak saat Kavia muncul dari kamarnya. Wanita itu mengenakan jubah mandi. Rambutnya setengah basah. Hanya saja wajahnya terlihat lebih pucat. "Kamu muntah lagi?" tanya Erland saat wanita itu mendekat. Kavia hanya mengangguk dan memperhatikan apa yang Erland masak. Bau bawang putih goreng sudah tercium dari kamar beberapa saat lalu. "Kamu bikin apa?" tanya Kavia yang malah tambah pusing ketika mendekat. Dia terpaksa menutup hidungnya. "Garlic toast bread kesukaan kamu." "Masa sih? Kok baunya bikin enek." Hampir-hampir spatula Erland melayang. Dia memang sudah tidak pernah memasak garlic toast bread sejak putus dari Kavia, tapi tidak menyangka saja wanita itu akan blak-blakan mengejeknya. "Ini enak, Pretty. Rasanya masih sama kok kayak dulu.""Oh ya?""Sebentar lagi matang. Kamu duduk dan tunggu. Oke?" Kavia mengangguk dan menuruti ucapan Erland. Kakinya bergerak menuju meja makan. Namun, ketika hidungnya mencium aroma bawang berca

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    63. Permintaan Tidak Masuk Akal

    "Bubur polos as you want, My Pretty." Kavia melirik pintu yang baru saja terbuka. Erland muncul lengkap dengan senyum lebar. Wajahnya segar dan ganteng seperti biasanya. Di tangannya menenteng sebuah paper bag berwarna cokelat. "Aku bawa bubur kacang ijo juga. Kali aja tengah malam kamu lapar. Bumil kan sering lapar," ujar pria itu sembari membongkar isi paper bag. "Mau aku suapin apa makan sendiri?" "Berisik. Udah sini mana buburnya," sahut Kavia sebal. Dia memesan bubur polos karena tidak tahan dengan bumbu kuahnya yang menyengat. Padahal kata Erland itu biasa saja. Erland meninggikan posisi tempat tidur Kavia lalu membuka meja lipat yang terselip di sisi tempat tidur tersebut. Dengan hati-hati dia meletakkan bubur hangat di meja itu. Dia sendiri lantas mengambil satu cup bubur kacang hijau dan makan bersama wanita itu. "Kamu nggak ngasih tau siapa pun soal kondisiku kan?" tanya Kavia di tengah kegiatan makannya. Kunyahan Erland melambat. Sebenarnya dia masih tidak habis menge

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    64. Perkara Menjaga

    Dibandingkan beberapa hari lalu, wajah Kavia saat ini terlihat lebih segar. Warna kemerahan juga sudah terlihat di pipinya. Erland menjaganya dengan baik. Terlebih soal makanan, sebisa mungkin Erland menuruti semua apa yang Kavia inginkan. Ujung mata Kavia melirik sosok Javas yang berjalan mendekat padanya. Sejujurnya dia merindukan pria itu. Sekuat tenaga dia menahan diri untuk tidak menghambur ke pelukan pria yang sudah beberapa hari lalu tidak dia lihat. "Mau aku kupasin buah?" tanya Javas, membuka suara terlebih dulu lantaran Kavia masih terlihat diam dan memasang wajah datar tanpa ekpresi. Tangannya terjulur mengambil sebuah apel di keranjang buah dan pisau kecil di sana. "Aku nggak mau apa-apa," sahut Kavia tanpa menatap pria itu. Tubuhnya bergerak ke samping dan mengubah posisi membelakangi pria itu. "Aku mau tidur." "Hm, oke." Javas meletakkan kembali apel dan pisau itu, lalu beranjak membenarkan selimut milik Kavia. Namun, tanpa diduga wanita itu menyentaknya hingga selim

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    65. Sedekat Itu.

    Keesokan pagi ketika Kavia sedang sarapan bubur buatan Erland lagi—lantaran dia menolak makanan dari rumah sakit—Daniel dan Delotta berkunjung. Kavia agak terkejut melihat kedua orang tuanya muncul. Setelah Javas, sekarang mami dan papi. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Erland. Namun pria itu pura-pura tidak melihat ketika Kavia melotot padanya. "Sayang, kenapa nggak cepet bilang sih kalau kamu masuk rumah sakit?" tanya Delotta dengan wajah menyesal lantaran baru tahu sang putri dirawat. "Maaf, Mam. Aku nggak mau bikin papi sama mami khawatir." Tidak ada jawaban lain yang bisa Kavia pikirkan. Niat awal akan memberi kabar orang tuanya setelah keluar dari rumah sakit gagal. Kavia tidak tahu sejak kapan Erland jadi ember begini. Dia yakin sebentar lagi Gyan pun akan menyusul datang. "Kamu kan putri kami meskipun udah nikah. Kami masih berhak tahu keadaan kamu, Nak." "Iya, iya, Aku minta maaf, Mam." Kavia buru-buru memeluk pinggang sang mami, mencegah wanita itu mengomel lebih banyak

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    66. Kamu Masih Istriku

    "Gila lo ya!" Kavia menjauhkan ponsel dari telinga mendengar jeritan Dian di ujung telepon sana. "Kavia! Lo anggap gue apa?!" Kembali teriakan Dian menggelegar. Suaranya benar-benar berbanding lurus dengan badannya. "Masa gue tau lo masuk RS dari orang lain? Mana baru taunya pagi tadi lagi. Yang bener aja!" "Nggak usah lebay! Gue juga baru pegang ponsel sekarang. Makanya gue langsung telepon lo.""Gue baru bisa jenguk lo pulang kerja ntar, Vi. Lo baik-baik aja kan?" Di ujung sana suara Dian berubah lembut. "Gue baik kok. Gue—" "Apa bener yang Erland bilang kalau lo hamil?" potong Dian cepat. "Hm ya." Mata Kavia melirik pintu. Sudah beberapa menit lalu Javas pergi. Ini kesempatan bagi Kavia untuk membahas suatu hal yang tertunda dengan Dian. "Lo udah nemu apartemen yang gue mau?" "Sebenarnya udah ada. Tapi, Vi. Lo kan hamil.""Emang kenapa kalau gue hamil? Gue nggak mungkin balik ke rumah Javas meskipun gue hamil." "Emang Javas bakal biarin?"Kavia menarik napas panjang. Kehami

Bab terbaru

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Berkuda

    Selagi Karel tenang bermain bersama Kakek Javendra dan para asisten, Kavia dan Javas melipir ke arena berkuda. Kavia kangen menunggangi Evelyn. Kuda betina putih itu terawat dengan sangat baik saat Kavia melihatnya. Hewan tangguh berkaki empat itu ternyata masih mengenali wanita itu dengan baik. "Sayang! Ayo cepat!" teriak Javas di atas kudanya. Kavia melambaikan tinggi tangannya ke arah Javas, lalu bergerak menaiki pelana kuda. "Evelyn, kita susul suamimu sekarang," ujar Kavia sambil mengusap pelan leher betina tangguh yang dia tunggangi. Dengan cepat dia pun memacu kudanya menyusul Javas. Keduanya mengendarai kuda-kuda itu mengelilingi tanah lapang. Melewati penangkaran rusa milik Kakek, dan sebuah danau buatan yang dipenuhi angsa putih. Pohon-pohon rindang masih tumbuh dengan subur di beberapa area. Setelah beberapa lama saling berkejaran dengan Javas, Kavia menghentikan kudanya di dekat pepohonan yang tumbuh di tepi danau. "Kayak udah lama banget nggak ke sini. Aku kangen men

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Drama Kakek

    "Semua yang ada di sini kelak akan menjadi milikmu, Nak." Mata tua Javendra mengedar. Melihat betapa luasnya tanah yang dia miliki. Belum lagi rumah yang dia huni. Rumah kebanggaannya yang sampai saat ini masih eksis di pinggiran kota. Rumah masa depan yang sebenarnya dulu dia siapkan untuk putranya, Ravendra. "Mau bagaimana lagi? Papamu nggak mau menempati rumah ini dan memiliki rumah sendiri. Jadi rumah ini akan kakek wariskan padamu." Javendra terus mengajak Karel ngobrol. Seolah bayi sembilan bulan itu paham apa yang dia bicarakan. "Malah sekarang papamu beli rumah baru. Padahal apa salahnya tinggal di sini sama kakek. Iya kan? Toh rumah ini nanti bakal jadi milik kamu." Tidak jauh dari tempat pria tua itu, Kavia menggeser duduk memepet suaminya dan berbisik. "Kakek kenapa?" "Dia lagi jadi pemeran utama drama keluarga," sahut Javas asal, yang langsung mendapat pukulan ringan di lengan kanannya. Dia mengaduh sambil mengusap lengannya. "Apa sih, Yang? Aku ngomong bener kok."

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Mata Genit

    "Dia sudah nggak bekerja di anak cabang HYOT lagi." Kabar itu membuat Kavia yang sudah merebah segera mengangkat badannya lagi. "Sejak kapan?" Javas mengangkat bahu. "Kamu peduli banget?" Alis tebalnya tertaut. Agak tidak suka istrinya makin kepo. "Bukan peduli, tapi setahuku dia dulu berjuang banget buat dapat posisi bagus di perusahaan tempatnya bekerja." "Mungkin dia dapat tawaran yang lebih bagus." "Mungkin gara-gara dia dimutasi ke luar pulau." Javas menghela napas panjang lalu menarik tangan Kavia agar bergerak memeluknya. "Kenapa sih bahas mantan terus? Kamu nggak ada rencana buat ketemuan lagi kayak dulu kan?" Kavia mesem-mesem tak jelas mendengar pertanyaan Javas. Ekpresi dan cara bicara pria itu membuat Kavia makin merasa dicintai. Mungkin jika pertanyaan itu terlontar saat mereka masih belum menyadari perasaan masing-masing, Kavia bakal jawab iya-iya aja. Javas menjauhkan diri dan menatap Kavia. "Kok malah senyum-senyum?" Matanya refleks memelotot. "Jangan bilang ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Apa Kabar, Kavia?

    "Aku di farmer market. Kalian langsung ke sini aja ntar." "Oke. Kami masih di jalan. Tungguin kami ya, Macan.... " Kavia tersenyum mendengar suara Javas di seberang sana. Tangannya masih sibuk memilih buah pear di rak. "Oke, aku tutup dulu ya. Hati-hati, nggak usah ngebut." Tidak lama, dia mematikan panggilan dari suaminya itu dan kembali melanjutkan memilih buah segar yang tertata rapi di rak. Akhir-akhir ini Kavia senang membuat salad buah. Stok salad di kulkas cepat habis karena ternyata Javas juga menyukai salad buatannya itu. Senyumnya kembali merekah saat melihat rak bagian apel. Apel adalah buah yang wajib ada di rumah lantaran buah itu menjadi salah satu favoritnya. Mata Kavia tertarik dengan apel bulat yang terletak di tumpukan paling atas. Kulitnya mengkilat dan terlihat besar. Namun saat tangannya terjulur untuk meraih buah tersebut, tangan lain lebih dulu melakukannya. Sehingga tanpa sengaja tangannya menangkup tangan orang itu. Kavia refleks menarik tangannya. "Maaf.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Pumping

    "Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Sofa Baru

    "Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Terlanjur Sayang

    Kecuali barang-barang yang ada di kamar Karen, tidak ada lagi barang yang Kavia bawa dari rumah Javas. Rumah dan isinya ditinggalkan begitu saja seolah sudah tidak berguna lagi. Bahkan ketika Javas meminta alat-alat gym untuk ikut dipindahkan, Kavia menolak tegas. "Nggak bisa. Siapa yang jamin alat-alat itu streril dari kalian?" Penolakan Kavia membuat Javas menganga tak percaya. "Ya ampun, Sayang. Kami nggak melakukan sampai sejauh itu. Rumah itu masih dalam keadaan kosong waktu itu. Ak—" Ucapan Javas kontan terhenti ketika dengan cepat Kavia mengangkat tangannya. "Aku nggak mau dengar dongeng jadul percintaan kamu lagi. Oh ya, soal sofa di ruang tamu itu, udah aku bakar." "Apa? Itu sofa bisa kita jual buat beli yang baru kalau kamu nggak mau pake lag—" Kembali Javas merapatkan mulut saat Kavia melotot padanya. "Oke, terserah kamu," lanjutnya pasrah. Benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dia selamatkan. Dia menatap rumah besar kebanggaannya dengan pandangan merana. Ruma

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Perkara Rumah

    Mata Kavia berbinar saat melihat Javas sudah ada di kamar ketika dia datang. Seperti malam kemarin, pria itu masih membaca buku yang sama sebelum tidur. Buku tentang ilmu parenting. Alih-alih Kavia, malah Javas yang gencar belajar soal parenting, padahal siangnya pria itu masih berjibaku dengan tumpukan pekerjaan. Kavia mengambil sebuah flyer dari dalam tas. Flyer yang sengaja dia bawa dari kantor papinya. Dengan senyum yang dibuat semelengkung mungkin, wanita itu menghampiri Javas yang masih terlihat fokus. "Pa," panggilnya lirih sembari beranjak duduk di sisi Javas. "Hm." "Lihat ini deh."Pandangan Javas langsung teralihkan sesaat. Matanya melirik benda yang Kavia bawa. "Apa tuh?" tanya dia sebelum balik lagi ke bacaannya. "Ini flyer perumahan elite terbarunya Blue Jagland. Proyek milik Mas Gyan."Javas hanya mengangguk-angguk. Matanya masih lurus menatap barisan huruf di depannya. "Hunian kelas atas yang cuma ada 10 unit. Lokasinya juga nggak jauh dari kantor kamu. Strategis

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Face and body care

    Kavia membuka pintu kamar dengan pelan. Takut mengganggu dua anak dan ayah yang sedang terlelap dengan tenang. Hampir-hampir dia tertawa melihat posisi Karel yang tidur terlentang dengan tangan dan kaki yang merentang. Salah satu kakinya bahkan mengenai wajah Javas lantaran posisi tidurnya berlawanan arah dengan papanya. Javas sendiri terlihat sangat lelah. Mukanya kucel, ada beberapa stiker yang menempel di wajahnya. Rambutnya bahkan acak-acakan tak karuan. Kavia mendekati pria itu dengan hati-hati lantas berjongkok tepat di dekatnya. Tangannya terulur, mengusap wajah Javas. "Sayang, banguuun," bisiknya pelan, tepat di dekat telinga Javas. Hanya satu kali tiupan ringan, mata Javas langsung memicing. Pria itu terjaga dengan segera, dan agak terkejut menemukan kaki Karel ada di depan mulutnya. "Astaga," desahnya lirih. Membuat Kavia kontan terkikik pelan. Dengan hati-hati, Javas menyingkirkan kaki Karel sebelum beringsut. "Kamu baru pulang?" tanyanya setelah berhasil bangkit dari a

DMCA.com Protection Status