Share

Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris
Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris
Penulis: Yuli F. Riyadi

1. Perintah Menikah

"Nikah?! Omong kosong apa ini?!"

Suara bariton itu naik satu oktaf. Mata pemilik suara itu melotot tak percaya. Spontan tangannya meremas kertas yang dia genggam dengan kesal. Dua alis tebal yang membingkai mata cokelatnya menyatu. Wajah tampannya memerah seketika. Javas Rashaka Wirahardja murka setelah membaca surat dari sang kakek yang memintanya untuk segera menikah.

"Bilang sama pria tua itu aku nggak mau menuruti perintahnya!" ujarnya kesal lalu melempar buntalan kertas yang dia remas ke arah pria dengan setelan jas abu yang berdiri di depannya.

"Presdir bilang warisan itu tidak akan pernah jatuh seutuhnya ke tangan Anda jika dalam satu bulan Anda belum membawa calon istri ke hadapannya," ucap Phil, nama pria berjas abu itu sembari masih mempertahankan senyumnya yang tenang.

"Damn it! Apa pria tua itu pikir mencari calon istri mudah?"

Phil tersenyum lagi, lantas bergerak maju untuk meletakkan amplop cokelat yang sedari tadi dia bawa. "Presdir menawarkan beberapa kandidat yang bisa Anda pilih di sini. Anda bisa mengencani mereka, lalu menentukan pilihan setelahnya."

"What?" Si tampan Javas mengusap wajah frustrasi. Dia menarik napas beberapa kali sebelum tangan kirinya menyambar amplop cokelat tersebut. Dengan malas, dia membuka ikatan tali amplop itu. Lalu mengeluarkan isinya. Berlembar-lembar foto wanita cantik kini tepat di depan matanya. "Apa kakek sudah gila? Aku disuruh mengencani wanita sebanyak ini?"

"Pilih salah satu yang Anda suka kalau begitu."

Lagi si pemilik rahang tegas itu membuang napas. Dilihatnya satu per satu foto-foto itu sampai akhir. Namun satu pun tak ada yang menarik di matanya. "Nggak ada yang menarik," tandasnya melempar foto terakhir.

Pria yang sudah bertahun-tahun menjadi asisten Javas itu menarik napas panjang. "Tidak heran kalau presdir mempercayai rumor yang beredar."

"Rumor apa?"

"Rumor kalau Anda penyuka sesama jenis."

"Are you kidding me?"

"Itulah yang saya dengar." Phil mengangkat bahu sambil membereskan foto-foto itu. Matanya menyipit ketika melihat salah satu wanita yang familiar. "Ini bukankah Aliya?" tanya pria itu sambil menunjukan foto itu pada Javas.

"Siapa Aliya?"

"Adik Amira."

Dengan cepat foto itu berpindah ke tangan Javas. "Apa iya?" Dia mengamati wajah di foto itu dengan seksama. Garis wajah itu memang mirip Amira. Namun senyumnya jelas beda. Sontak dia tertawa. "Fix, kakek benar-benar gila. Setelah gagal dengan kakaknya, aku ditawari mengencani adiknya. Sinting!"

"Tidak ada yang salah. Anda mau mencoba?" Alis Phil naik sebelah.

Namun cucu keluarga Wirahardja itu menggeleng tegas. "Sorry, aku tidak tertarik." Javas berdiri seraya melepas jas. "Kepalaku pusing aku mau cari angin."

"Semoga Anda beruntung."

Javas hanya tersenyum miring sambil mengayunkan langkah menuju pintu keluar. Dia tahu maksud kata 'beruntung' dalam kalimat asistennya itu. Agak menyebalkan memang. Selama ini dia menutup telinga perkara dirinya yang sudah lama sendiri. Tapi makin ke sana beritanya malah makin meresahkan. Penyuka sesama jenis mereka bilang? Itu jelas menyentil egonya sebagai pria sejati. Apollonya bereaksi melihat dada seksi, bukan dada berotot. Sialan!

***

Baru saja Javas keluar dari lift matanya menangkap adegan kekerasan. Dia sampai harus meringis mendengar bunyi keras telapak tangan seorang wanita yang mendarat sadis di pipi seorang pria. Dia bisa melihat wajah murka wanita itu, matanya melotot tajam seperti mau menerkam. Javas tidak peduli. Mungkin mereka hanya pasangan yang sedang bertengkar.

Langkah Javas langsung berbelok menuju koridor penghubung sebuah bar & cafe yang ada di rooftop gedung hotel yang dia pijak ini. Sebuah bar & cafe milik Erland, temannya, yang baru dibuka beberapa hari lalu. Dia melewatkan soft openingnya dan baru sempat datang malam ini.

Rooftop bar & cafe itu memiliki kubah kaca yang terbuka saat cuaca cerah seperti sekarang. Kubah itu akan bergerak menutup saat cuaca sedang tidak bersahabat. Saat masuk, Javas langsung suka dengan konsep yang Erland pilih itu.

Seorang pria tinggi dengan apron warna hitam di balik bar melambaikan tangan padanya. Dia Erland. Javas yang melihatnya langsung tersenyum dan dengan segera menghampiri pria tersebut.

"Akhirnya datang juga, Sob!" sapa Erland seraya mengangkat tangan memberi salam ala lelaki begitu Javas tepat di hadapannya.

"Sorry baru sempat ke sini." Javas mengamati suasana sembari duduk di salah satu stool. "Rame nih. Sukses kayaknya ini tempat."

"Thanks."

"Tiap hari begini?"

"Sejak buka seminggu lalu begini terus."

Javas menggeleng bangga. "Apa gue bilang. Sejak dulu harusnya lo incar tempat ini."

Erland tersenyum. "Kan harus cari modal dulu, Man."

Alasan klise yang sering Javas dengar. Padahal Javas tidak pernah keberatan jika Erland ingin dirinya berinvestasi pada bisnisnya.

"Oh ya? Mau minum apa? Gue traktir."

"Itu wajib. Yang enak di sini apa?"

"Well! Gue baru punya temuan racikan baru. Lo wajib coba karena ini pasti bakal enak banget."

Javas mengiyakan saja. Sambil menunggu Erland meracik minumannya dia memutar stool untuk melihat-lihat suasana bar ini. Ada live musik di sudut kafe. Di sudut lain ada gerombolan wanita yang tengah berhaha-hihi entah mengobrolkan apa. Lalu terlihat juga pasangan yang tengah menikmati hidangan kafe. Melirik ke meja lain Javas juga melihat---

"Sialan! Brengsek! Erland! Beri aku Smirnoff tanpa mix!"

Makian seorang wanita mengalihkan perhatian Javas. Ekor matanya melirik seseorang yang baru saja duduk di sebelahnya. Hanya terpaut satu stool sebagai jarak. Bukankah itu wanita yang di depan tadi? Wanita yang dengan sadis menampar pasangannya.

"Hei, What's up?" tanya Erland menanggapi wanita itu.

"Erland, Please," pinta wanita itu. Wajah gusarnya tidak bisa ditutupi.

"Oke, hanya satu sloki."

Diam-diam Javas memperhatikan wanita itu. Hidung wanita itu runcing jika dilihat dari samping. Dia memiliki rambut cokelat bergelombang sebatas punggung. Bibir merah mudanya terlihat mengkilap. Kulitnya putih dengan bentuk tubuh sedikit berisi. Lumayan seksi.

"Any problem, Pretty?" tanya Erland saat memberikan wanita itu satu sloki Smirnoff.

Javas sedikit terlupakan begitu wanita itu datang, untung dia sudah mendapatkan minumannya. Tiba-tiba saja wanita itu sesenggukan. Membuat Javas melirik di balik gelas minumannya. Dia menangis?

Erland langsung kalang kabut mencarikan wanita itu tisu. Dia terlihat khawatir. "Kamu bisa cerita pelan-pelan."

"Aku diputusin. Brengsek! Dia yang selingkuh aku yang diputusin!" ujar wanita itu lagi dengan nada sedih campur marah yang kental. "Dan kamu tau, siapa selingkuhannya? Sahabatku sendiri. Double kill banget kan?"

Wow, pantas saja pria tadi mendapat tamparan keras dari wanita itu. Diam-diam Javas memasang telinga. Merasa tertarik dengan sesi curhat wanita itu.

"I'm sorry to hear that, Honey. Aku yakin kamu bisa mendapat lelaki yang lebih baik daripada dia. Lelaki seperti itu nggak pantas kamu tangisi."

Sambil menyusut hidung mancungnya yang ikut berair, wanita itu mengangguk. "Ya, pasti itu. Aku bakal tunjukan sama pengkhianat-pengkhianat itu kalau aku bisa dapetin lelaki yang lebih baik segala-galanya. Makan tuh bekasku!"

Javas mengerjap saat melihat wanita itu langsung menandaskan isi slokinya dalam sekali teguk. Apa dia akan baik-baik saja? Satu detik, dua detik, sampai lima detik tidak ada yang berubah dari wanita itu. Javas pikir wanita itu bakal langsung mabuk.

"Satu sloki lagi, Please."

Erland menggeleng. "Aku buatin minuman lain. Sea breeze cocok buat hati yang lagi galau."

"Aku nggak galau! Aku bakal bikin dia menyesal udah mutusin aku dan malah bersama si pagar makan tanaman itu!"

"I know. Makanya jangan mabuk kalau kamu nggak galau."

"Satu botol vodka nggak akan bikin aku mabuk."

"Aku nggak mau berurusan sama Gyan."

"Dia lagi bucin sama calon istrinya. Nggak bakal ngurusin aku."

"Sorry, Dear."

Wanita itu menggeram jengkel. "Nyebelin banget sih. Aku obrak-abrik juga nih bar!"

"Kasih aja, Land. Gue yang tanggung jawab kalau dia mabuk." Akhirnya Javas angkat suara. Bibirnya melengkung ke atas saat wanita itu menoleh ke arahnya. "Hei, aku Javas," sapanya sembari mengulurkan tangan.

Wanita di depannya tidak langsung menyambut. Tatap birunya malah memperhatikan tampang Javas dengan seksama. Dari wajah, bola matanya bergerak turun ke bahu dan dada pria itu. Lumayan seksi dan tampan. Setelah sekian detik berlalu, barulah dia menyambut uluran tangan Javas.

"Kavia."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
arwa
seru kaaak
goodnovel comment avatar
Anies
yeey akhirya ketemu Kavia Javas juga, maksih, sukses ya thor karya barunya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status