Share

4. Sebuah Kontrak

last update Last Updated: 2024-06-04 12:59:45

Mungkin ini terlalu impulsif. Namun telepon singkat kemarin malam itu membawa Kavia bertemu lagi dengan Javas. Dian terus mendukungnya untuk bertemu dengan pria itu. Bukan di tempat Erland seperti waktu itu. Kali ini mereka bertemu di salah satu restoran yang berada di kawasan sebuah industri estate di pinggiran kota.

Kavia langsung bisa melihat pria itu ketika memasuki restoran. Javas terlihat lebih menonjol dibandingkan pengunjung lain sehingga wanita itu bisa dengan cepat menemukannya.

"Aku nggak tau kalau ada restoran di kawasan industri begini," ujar Kavia begitu sampai di meja Javas.

"Makanya aku meminta kita bertemu di sini agar kamu tau. Silakan duduk," sahut Javas sopan. Tidak seperti malam itu yang lebih santai, outfit Javas siang ini terlihat begitu sopan.

"Ini seperti kita sedang melakukan transaksi rahasia. Bertemu di kawasan yang menurutku kurang..." bola mata biru itu bergerak, mengedar ke sekeliling. "ramai."

Javas tertawa. Jenis tawa membuatnya semakin tampan seperti malam itu. "Pertemuan ini memang rahasia," ucapnya berubah jadi serius. Namun sejurus kemudian, pria itu tersenyum hangat. "Oke, kamu mau pesan apa?"

"Jadi apa yang membuatmu berubah pikiran?" tanya Javas setelah urusan pesan makanan selesai.

Tiba-tiba wajah Kavia mengeras. Dadanya merasakan kembali ngilu yang luar biasa mengingat undangan pertunangan sang mantan. "Aku ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan," ujarnya dingin. Mata birunya penuh kabut dendam.

Tanpa sadar bara api yang bisa Javas lihat di mata wanita itu membuat bibirnya melengkung. "Aku pasti akan membantu misimu, selama kamu membantu misiku juga."

"Sebenarnya ada misi apa di balik pernikahan yang kamu mau?"

Javas tersenyum kecil. "Aku nggak punya kewajiban untuk menjawab itu. Tapi aku bisa menjamin kamu nggak akan rugi menikah denganku."

Misterius sekali. Mata Kavia menyipit. "Aku nggak akan menikahi bos mafia kan?" Otaknya mungkin terdengar novel banget, tapi siapa tahu Javas ini pimpinan gembong narkoba atau pembunuh berdarah dingin. Benefit yang pria itu tawarkan tidak main-main. Wajar kan kalau Kavia curiga?

Sekali lagi Javas tertawa. Dia tampak mengambil sesuatu dari dalam kantong jasnya. Selembar kartu nama yang lantas dia letakkan di atas meja dan didorong ke arah wanita itu. "Ini kartu nama dan pekerjaanku."

Kavia langsung meraih kartu nama itu dan membacanya dengan seksama. Dia cukup tercengang dengan jabatan yang pria itu miliki dan perusahaan besar yang menaunginya. Javas Rashaka Wirahardja dengan gelas dua master di belakang namanya, saat ini menduduki jabatan sebagai CFO perusahaan besar HYOT. Siapa yang tidak tahu perusahaan yang memiliki anak cabang di mana-mana itu? Tidak heran pria itu menawarkan kemewahan.

Kavia berdeham sesaat setelah membaca kartu nama itu. Dirinya juga bukan wanita sembarangan. Dia juga lulusan magister bisnis di UBC, ya meskipun bukan cum laude seperti kakaknya. Dan sekarang pun dirinya menempati posisi yang lumayan bergengsi di perusahaan properti sang papi. Meskipun kerap kali Gyan bilang jabatannya itu hanya formalitas. Sialan. Dia benar-benar bekerja. Otaknya tidak sejongkok itu.

Baiklah, sekarang Kavia sudah memastikan pria di hadapannya menang level soal karir daripada sang mantan.

"Percaya kalau aku bukan mafia?"

"Itu hanya sebuah kartu nama kan?"

"Setelah bertemu kakekku nanti, kamu juga akan kuperkenalkan ke jajaran direksi perusahaan."

Sontak saja hal itu membuat Kavia ternganga. "Memang harus?"

Anggukan Javas terlihat begitu serius. "Itu yang paling penting. Mereka harus tahu aku memiliki istri."

Mata biru itu mengerjap. Sepertinya ini bukan permainan ringan. Apakah dia harus tetap maju? Atau...

Bunyi notif pesan masuk mengalihkan perhatiannya. Dengan segera Kavia menggulir layar ponsel. Pesan dari Dian lengkap dengan sebuah foto yang dikirim.

Dian : sent picture

Dian : Tanpa beban banget mereka berdua di mal. Rasanya pengin gue sleding mulut mereka.

Rasanya seperti ada yang menikam tepat di ulu hati ketika melihat foto Fabby dan si pengkhianat itu berciuman. Kavia memejamkan mata seraya menarik napas panjang. Menghalau hawa panas yang menyeruak masuk ke dadanya.

"Makin cepat kita menikah, itu makin baik," ucap Kavia setelahnya.

***

"Ada lagi yang ingin kamu tambahkan?" tanya Javas setelah memberi waktu pada Kavia untuk membaca isi perjanjian pra nikah yang asistennya buat.

Semua pasal yang Kavia baca tidak ada yang memberatkan. Larangan memiliki hubungan dengan pria lain selama masa pernikahan juga bukan masalah bagi Kavia.

"Aku tidak mau melakukan seks," ujar Kavia. Itu memang tidak tertuang dalam perjanjian, tapi ada pasal yang menyebutkan mereka tidur dalam satu kamar yang sama.

Untuk beberapa saat Javas terdiam. "Kenapa?"

"Aku tidak bisa melakukannya dengan orang yang tidak aku cintai."

Bisa dimengerti. "Oke. Aku hanya akan melakukannya kalau kamu yang minta. Tapi kita akan tetap tidur di kamar yang sama."

"Dengan satu bed tambahan."

"Are you kidding me?"

"Aku nggak bisa jamin kamu nggak akan menyerangku saat tidur."

Javas tampak menarik napas panjang. Lantas dengan terpaksa mengangguk. "Oke. Phil akan mengurusnya."

Keduanya lantas menandatangani kontrak itu di atas sebuah materai. Perjanjian itu praktis berlaku setelah mereka mengikrarkan janji pernikahan nanti dua minggu dari sekarang. Namun Kavia lupa tindakan impulsifnya itu berdampak pada keluarganya. Tidak mungkin dia menikah diam-diam tanpa keluarganya tahu. Mau tak mau dia harus mengenalkan sosok Javas ke tengah-tengah keluarganya.

"Menikah?!" Suara Delotta—maminya—melengking saat Kavia memberitahu rencana pernikahan dadakan itu.

Bukan hanya Delotta yang dibuat syok. Daniel dan Gyan yang berada di ruang sama pun tak kalah terkejut.

"Jokis kamu nggak lucu, Vi," respons Gyan. Dia tahu adiknya suka iseng dan agak bandel, tapi dia tak menyangka keusilannya sekarang ini benar-benar terdengar menyebalkan.

"Sayang, kamu nggak serius kan?" tanya Daniel, papinya, yang tampak paling bisa mengendalikan ekspresi.

"Dua Minggu lagi. Lusa dia berencana datang untuk melamar Kavi ke papi."

"What?!" seru Gyan tertahan. Yang berencana menikah itu dirinya, kenapa jadi adiknya nyerobot begini? Dia mengusap wajah menahan geram. "Kamu jangan main-main ya, Vi? Apa yang merasuki kamu?"

"Sebelumnya kamu nggak pernah mengatakan apa pun ke kami. Tapi kenapa tiba-tiba membawa kabar mengejutkan begini?" Delotta tampak cemas. Pikirannya mulai menduga-duga ke hal negatif. "Kamu nggak apa-apa kan, Nak?" tanya wanita itu hati-hati.

Daniel melambaikan tangannya. "Come here, Baby," pintanya pada anak keduanya itu.

Kavia menurut. Dia mendekat dan duduk di antara Daniel dan Delotta. Dua tangannya meremas ujung dress yang dia pakai.

"Kavi Sayang. Apa kamu tau pernikahan itu apa?" tanya Daniel lembut. Yang disambut anggukan putrinya itu. "Pernikahan itu sebuah keputusan besar di hidup seseorang. Secara batin dan lahir kita harus punya kesiapan matang sebelum menjalani itu. Pernikahan itu bukan permainan."

"Aku tau, Pi. Tapi aku beneran nggak main-main."

"Sayang." Kali ini Delotta meraih tangan putrinya dengan perlahan. "Nggak terjadi sesuatu sama kamu kan, Nak?" tanya wanita itu hati-hati.

"Kalau mami menyangka aku hamil. Aku berani mami periksa sekarang. Aku nggak hamil, Mam."

Delotta menggigit bibir, tatapnya beralih kepada suaminya, lalu bergulir ke putra pertamanya. Dia bingung menyikapi persoalan ini.

"Siapa laki-laki itu? Fabby?" tanya Gyan menyipitkan mata.

"Bukan."

"Siapa, Nak? Mereka dari keluarga baik-baik kan?" tanya Daniel ikut penasaran.

Sebelum menjawab, mata serupa milik Daniel itu menatap berganti sang mami, papi, juga Gyan. "Javas. Namanya Javas Rashaka Wirahardja."

Gyan di depannya mengernyitkan kening. Dia belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. Kecuali...

"Wirahardja dari HYOT?" tanya Daniel menyipitkan mata birunya yang masih saja bersinar di usianya yang terbilang senja.

"Papi tahu?" Mata Kavia melebar. Jika sang papi tahu itu artinya Javas memang dari keluarga baik-baik.

Daniel memundurkan badan perlahan lantas mengangguk. "Kalau memang dia serius. Papi tunggu kedatangannya besok lusa," pungkas Daniel, yang langsung membuat Kavia mengembuskan napas lega.

Related chapters

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    5. Si Tuan Takur

    Mungkin kakek tua itu seumuran Daniel, papinya. Atau bisa jadi lebih. Uban putihnya menutupi hampir semua kepalanya. Bahkan jambang dan kumisnya yang melintang pun berwarna putih. Mata legamnya yang terbingkai alis lebat itu menatap begitu tajam. Agak mengerikan seperti Tuan Takur Sing di serial India yang sering Bi Sari—asisten rumah tangga di rumah Kakek Ricko—tonton dulu jaman Kavia masih kecil. Malam ini Javas membawa Kavia ke rumah besar Kakek Javendra. Kakek yang menurut Javas sering berseberangan dengan dirinya. Dari sini Kavia tahu betapa kaya rayanya keluarga Wirahardja itu. Rumahnya serupa penthouse milik almarhum Nani di Florencia. Jika dibanding Fabby yang berasal dari keluarga biasa jelas mantannya itu kalah telak. Tapi Kavia mencintai pria biasa brengsek itu. Jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih ingin bersama Pria bedebah itu. Deheman keras membuat Kavia tersentak. Dia segera sadar dari kenyataan bahwa dirinya saat ini berada di ruang tamu besar keluar

    Last Updated : 2024-06-04
  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    6. Melamar

    Yang paling menyeramkan saat ini adalah tatapan mata Gyan yang menghunus. Kavia tahu pria itu satu-satunya orang yang paling kesal di sini. Mungkin merasa rencana pernikahannya sudah disabotase. Tapi Kavia berusaha masa bodo. Javas di sisinya tampak tenang. Tangannya meletakkan cangkir ke meja kembali setelah berhasil menyesap isinya. Kembali pria itu menatap Daniel dan Delotta yang duduk tepat di seberangnya. "Maaf jika kedatangan saya begitu tiba-tiba. Tapi saya ke sini dengan niat baik." Dia menoleh ke sisi Kavia. "Dengan tulus, saya berniat meminang putri cantik Anda dan menjadikannya istri saya." Kembali matanya menatap Daniel. "Saya harap Pak Daniel dan Bu Delotta menyambut niat baik saya." "Kalian kenal di mana?" tanya Gyan menyambar. Sejak tadi dia terus mengawasi pria yang dibawa adiknya itu. Meski terdengar tidak sopan lantaran pertanyaan itu menyela proses pinangan itu, Javas tetap menjawab. "Kami mengenal di sebuah kafe." "Berapa lama kalian saling kenal?" Mendengar

    Last Updated : 2024-06-21
  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    7. Topeng

    Mungkin ini berlebihan, tapi Kavia melakukannya. Siang ini dia berdandan habis-habisan lantaran ada janji temu dengan Fabby. Bahkan daripada lelaki itu, dia datang terlebih dulu ke tempat yang dijanjikan. Namun sudah sepuluh menit menunggu, batang hidung lelaki itu belum juga tampak. Kavia mulai gelisah di tempat. Beberapa kali dia menengok jam tangan, dan pintu masuk restoran secara berganti. Seharusnya memang tidak semudah ini dia membuat janji temu. Namun dia tidak memungkiri bahwa ada rindu yang menggebu pada lelaki itu. Suara dehaman membuat Kavia terkesiap. Dadanya mendadak berdebar kencang. Itu suara Fabby, dia yakin. Dan...benar. Sontak Kavia berdiri. "Hai, sori. Nunggu lama," ujar pria berambut ikal itu saat berada di depan Kavia. Dia bergerak mendekat, hendak mencium pipi Kavia, tapi secara refleks wanita itu menghindar. Pria itu sempat tertegun, sebelum mengucapkan maaf lagi. Sudah menjadi kebiasaan. Dia lupa kalau hubungan mereka sekarang sudah tidak seperti dulu lagi.

    Last Updated : 2024-06-26
  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    8. Dua Kali Lipat Sakitnya

    Tisu di mobil Javas hampir habis. Kavia terus menggunakan itu untuk menyeka pipinya yang terus saja basah. Setelah meninggalkan restoran, dadanya yang terasa sesak meledak. Dia tidak tahan dan menangis kencang di dalam mobil. Memaki dengan berbagai macam umpatan. Rasa sakit itu bukannya hilang malah bertambah parah. "Sebenarnya apa yang kamu tangisi? Kamu sudah berhasil membuat mereka bungkam," ujar Javas sambil fokus ke jalan raya yang terpantau ramai lancar. "Aku, aku cuma nggak nyangka aja. Ternyata orang yang selama ini kuanggap teman baik, menyimpan benci sebegitu dalam. Aku pikir selama ini dia tulus. Sumpah, ini sakit banget." Kembali air mata Kavia menderas. "Jadi semua yang dia tunjukkan selama ini palsu. Aku bingung, sebagai teman aku berusaha bersikap baik, tapi ternyata dia menilai lain." Javas membelokkan kemudi memasuki sebuah gerbang kawasan perumahan elit dalam kota. Begitu melewati pintu gerbang yang dijaga ketat oleh dua sekuriti, pemandangan sekitar berubah menj

    Last Updated : 2024-06-27
  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    9. Bekas

    Langkah Kavia terhenti saat mendengar tepuk tangan meriah dari arah dalam rumah Jemma. Refleks dia meremas lengan Javas. Dia tahu betul itu tepuk tangan apa. Pasti mereka sudah berhasil menyematkan cincin satu sama lain. "Kenapa berhenti?" tanya Javas menoleh. Dia melihat wajah cantik Kavia menegang. "Kavia, ingat kata-kataku. Kamu bisa lebih bahagia dari mereka. Angkat dagumu tinggi-tinggi. Tanamkan pada diri kamu bahwa kamu jauh lebih beruntung karena memiliki calon suami yang lebih segalanya dari mantan kamu. Dan kamu akan selalu menang dari bekas temanmu itu." Kata-kata Javas lagi-lagi berhasil menyuntikkan semangat di hati Kavia. Dia menatap ke depan. Wajah sedihnya berubah menjadi lebih angkuh. "Hm, ayo kita jalan." "Good. Kamu wanita paling beruntung malam ini," ucap Javas tersenyum sambil menepuk pelan tangan Kavia sesaat. Saat hendak mencapai pintu masuk seseorang terdengar memanggil. Keduanya kembali menghentikan langkah dan menoleh ke asal datangnya suara. Dari posisiny

    Last Updated : 2024-06-27
  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    10. Tidak Mau Bercinta

    Asap putih baru saja Kavia embuskan dari mulut. Dia berusaha membuang pikirannya yang kacau bersama kepulan-kepulan asap yang dia buat. Meski belum sepenuhnya, beban dalam dirinya sedikit membaik. Dian juga beberapa kali meyakinkan wanita itu bahwa dirinya akan selalu ada. Wanita berbadan subur itu sempat menitipkan Kavia pada penjagaan Javas ketika dia pamit pulang lantaran harus ke rumah sakit untuk menjaga adiknya yang baru saja operasi usus buntu. Saat ini Kavia dan Javas ada di VVIP room salah satu kelab malam setelah berhasil pergi dari pesta pertunangan sialan itu. Mata biru itu melirik gelas bir yang Javas dorong ke dekatnya. "Bir?" Kavia mengangkat sebelah alisnya lalu terkekeh. "Ini nggak akan cukup. Aku butuh yang kadar alkoholnya lebih tinggi. Seenggaknya beri aku whiskey." Javas menggeleng, menautkan tangannya, dan menatap wanita itu. "Kita harus menjaga kesehatan untuk beberapa hari ke depan. Kamu butuh tubuh yang fit di pernikahan kita nanti." "Astaga, Javas. Itu han

    Last Updated : 2024-06-28
  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    11. Pesta Pernikahan

    Dengan mantap Javas menyambut tangan Kavia. Bibirnya melengkung sempurna. Diiringi musik romantis, keduanya memasuki ballroom yang sudah disulap menjadi taman buatan penuh bunga yang sempurna. Di atas walkway yang terbuat dari kaca, mereka melangkah diiringi tepukan tangan para tamu undangan. Javas tidak main-main soal pernikahan mewah yang dia janjikan kepada Kavia. Hanya dalam dua minggu, dia bisa menyelesaikan segalanya. Kavia tampak puas dengan tema yang diusung. Jika menatap langit-langit, dia akan menemukan bergerombol bunga putih menggantung berhiaskan lampu strip yang unik. Meja-meja tamu undangan di-set mengelilingi sebuah pohon buatan yang sangat estetik. Candle light yang menyebar di segala penjuru membuat suasana makin romantis. Belum lagi pilar-pilar buatan berwarna putih di beberapa area. Semuanya membuat Kavia merasa sedang berada di negeri dongeng. Wedding cake di salah satu sudut walkway menjadi pelengkap yang sempurna. Cake itu bertingkat-tingkat dengan ukuran sanga

    Last Updated : 2024-06-28
  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    12. 365 Hari

    "Aku pikir Kakek Javendra nggak kenal papi," bisik Kavia ketika memperhatikan interaksi antara Daniel dan Javendra. "Jangankan Kakek, aku aja tau papi kamu. Hanya saja aku nggak pernah berinteraksi dengan papi kamu. Papi itu.... Serius seumuran kakek?" Dengan mata mengerjap ragu Javas menoleh ke istrinya. Kavia terkekeh. Pertanyaan ini sudah sering Kavia dengar. Dilontarkan dengan kalimat lain, tapi isinya kurang lebih sama. Tidak ada yang percaya kalau Daniel itu sudah kakek-kakek. Meskipun sebagian rambutnya sudah memutih, tapi tubuhnya masih sangat fit dan tegap. Bahkan Dian membandingkan Daniel serupa Richard Armitage. Ngaco! (seketika pov readers searching Richad Armitage wkwk) "Tahun ini papi genap 76 tahun," jawab Kavia seraya menatap sang papi yang terlihat masih bercengkrama dengan Kakek Javendra. "What?" Javas benar-benar menunjukkan ekspresi tidak percaya yang begitu kentara. "I think he's in his 50s."Sekarang Kavia tergelak seraya menutup mulutnya. "Please, jangan ka

    Last Updated : 2024-06-29

Latest chapter

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Berkuda

    Selagi Karel tenang bermain bersama Kakek Javendra dan para asisten, Kavia dan Javas melipir ke arena berkuda. Kavia kangen menunggangi Evelyn. Kuda betina putih itu terawat dengan sangat baik saat Kavia melihatnya. Hewan tangguh berkaki empat itu ternyata masih mengenali wanita itu dengan baik. "Sayang! Ayo cepat!" teriak Javas di atas kudanya. Kavia melambaikan tinggi tangannya ke arah Javas, lalu bergerak menaiki pelana kuda. "Evelyn, kita susul suamimu sekarang," ujar Kavia sambil mengusap pelan leher betina tangguh yang dia tunggangi. Dengan cepat dia pun memacu kudanya menyusul Javas. Keduanya mengendarai kuda-kuda itu mengelilingi tanah lapang. Melewati penangkaran rusa milik Kakek, dan sebuah danau buatan yang dipenuhi angsa putih. Pohon-pohon rindang masih tumbuh dengan subur di beberapa area. Setelah beberapa lama saling berkejaran dengan Javas, Kavia menghentikan kudanya di dekat pepohonan yang tumbuh di tepi danau. "Kayak udah lama banget nggak ke sini. Aku kangen men

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Drama Kakek

    "Semua yang ada di sini kelak akan menjadi milikmu, Nak." Mata tua Javendra mengedar. Melihat betapa luasnya tanah yang dia miliki. Belum lagi rumah yang dia huni. Rumah kebanggaannya yang sampai saat ini masih eksis di pinggiran kota. Rumah masa depan yang sebenarnya dulu dia siapkan untuk putranya, Ravendra. "Mau bagaimana lagi? Papamu nggak mau menempati rumah ini dan memiliki rumah sendiri. Jadi rumah ini akan kakek wariskan padamu." Javendra terus mengajak Karel ngobrol. Seolah bayi sembilan bulan itu paham apa yang dia bicarakan. "Malah sekarang papamu beli rumah baru. Padahal apa salahnya tinggal di sini sama kakek. Iya kan? Toh rumah ini nanti bakal jadi milik kamu." Tidak jauh dari tempat pria tua itu, Kavia menggeser duduk memepet suaminya dan berbisik. "Kakek kenapa?" "Dia lagi jadi pemeran utama drama keluarga," sahut Javas asal, yang langsung mendapat pukulan ringan di lengan kanannya. Dia mengaduh sambil mengusap lengannya. "Apa sih, Yang? Aku ngomong bener kok."

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Mata Genit

    "Dia sudah nggak bekerja di anak cabang HYOT lagi." Kabar itu membuat Kavia yang sudah merebah segera mengangkat badannya lagi. "Sejak kapan?" Javas mengangkat bahu. "Kamu peduli banget?" Alis tebalnya tertaut. Agak tidak suka istrinya makin kepo. "Bukan peduli, tapi setahuku dia dulu berjuang banget buat dapat posisi bagus di perusahaan tempatnya bekerja." "Mungkin dia dapat tawaran yang lebih bagus." "Mungkin gara-gara dia dimutasi ke luar pulau." Javas menghela napas panjang lalu menarik tangan Kavia agar bergerak memeluknya. "Kenapa sih bahas mantan terus? Kamu nggak ada rencana buat ketemuan lagi kayak dulu kan?" Kavia mesem-mesem tak jelas mendengar pertanyaan Javas. Ekpresi dan cara bicara pria itu membuat Kavia makin merasa dicintai. Mungkin jika pertanyaan itu terlontar saat mereka masih belum menyadari perasaan masing-masing, Kavia bakal jawab iya-iya aja. Javas menjauhkan diri dan menatap Kavia. "Kok malah senyum-senyum?" Matanya refleks memelotot. "Jangan bilang ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Apa Kabar, Kavia?

    "Aku di farmer market. Kalian langsung ke sini aja ntar." "Oke. Kami masih di jalan. Tungguin kami ya, Macan.... " Kavia tersenyum mendengar suara Javas di seberang sana. Tangannya masih sibuk memilih buah pear di rak. "Oke, aku tutup dulu ya. Hati-hati, nggak usah ngebut." Tidak lama, dia mematikan panggilan dari suaminya itu dan kembali melanjutkan memilih buah segar yang tertata rapi di rak. Akhir-akhir ini Kavia senang membuat salad buah. Stok salad di kulkas cepat habis karena ternyata Javas juga menyukai salad buatannya itu. Senyumnya kembali merekah saat melihat rak bagian apel. Apel adalah buah yang wajib ada di rumah lantaran buah itu menjadi salah satu favoritnya. Mata Kavia tertarik dengan apel bulat yang terletak di tumpukan paling atas. Kulitnya mengkilat dan terlihat besar. Namun saat tangannya terjulur untuk meraih buah tersebut, tangan lain lebih dulu melakukannya. Sehingga tanpa sengaja tangannya menangkup tangan orang itu. Kavia refleks menarik tangannya. "Maaf.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Pumping

    "Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Sofa Baru

    "Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Terlanjur Sayang

    Kecuali barang-barang yang ada di kamar Karen, tidak ada lagi barang yang Kavia bawa dari rumah Javas. Rumah dan isinya ditinggalkan begitu saja seolah sudah tidak berguna lagi. Bahkan ketika Javas meminta alat-alat gym untuk ikut dipindahkan, Kavia menolak tegas. "Nggak bisa. Siapa yang jamin alat-alat itu streril dari kalian?" Penolakan Kavia membuat Javas menganga tak percaya. "Ya ampun, Sayang. Kami nggak melakukan sampai sejauh itu. Rumah itu masih dalam keadaan kosong waktu itu. Ak—" Ucapan Javas kontan terhenti ketika dengan cepat Kavia mengangkat tangannya. "Aku nggak mau dengar dongeng jadul percintaan kamu lagi. Oh ya, soal sofa di ruang tamu itu, udah aku bakar." "Apa? Itu sofa bisa kita jual buat beli yang baru kalau kamu nggak mau pake lag—" Kembali Javas merapatkan mulut saat Kavia melotot padanya. "Oke, terserah kamu," lanjutnya pasrah. Benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dia selamatkan. Dia menatap rumah besar kebanggaannya dengan pandangan merana. Ruma

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Perkara Rumah

    Mata Kavia berbinar saat melihat Javas sudah ada di kamar ketika dia datang. Seperti malam kemarin, pria itu masih membaca buku yang sama sebelum tidur. Buku tentang ilmu parenting. Alih-alih Kavia, malah Javas yang gencar belajar soal parenting, padahal siangnya pria itu masih berjibaku dengan tumpukan pekerjaan. Kavia mengambil sebuah flyer dari dalam tas. Flyer yang sengaja dia bawa dari kantor papinya. Dengan senyum yang dibuat semelengkung mungkin, wanita itu menghampiri Javas yang masih terlihat fokus. "Pa," panggilnya lirih sembari beranjak duduk di sisi Javas. "Hm." "Lihat ini deh."Pandangan Javas langsung teralihkan sesaat. Matanya melirik benda yang Kavia bawa. "Apa tuh?" tanya dia sebelum balik lagi ke bacaannya. "Ini flyer perumahan elite terbarunya Blue Jagland. Proyek milik Mas Gyan."Javas hanya mengangguk-angguk. Matanya masih lurus menatap barisan huruf di depannya. "Hunian kelas atas yang cuma ada 10 unit. Lokasinya juga nggak jauh dari kantor kamu. Strategis

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Face and body care

    Kavia membuka pintu kamar dengan pelan. Takut mengganggu dua anak dan ayah yang sedang terlelap dengan tenang. Hampir-hampir dia tertawa melihat posisi Karel yang tidur terlentang dengan tangan dan kaki yang merentang. Salah satu kakinya bahkan mengenai wajah Javas lantaran posisi tidurnya berlawanan arah dengan papanya. Javas sendiri terlihat sangat lelah. Mukanya kucel, ada beberapa stiker yang menempel di wajahnya. Rambutnya bahkan acak-acakan tak karuan. Kavia mendekati pria itu dengan hati-hati lantas berjongkok tepat di dekatnya. Tangannya terulur, mengusap wajah Javas. "Sayang, banguuun," bisiknya pelan, tepat di dekat telinga Javas. Hanya satu kali tiupan ringan, mata Javas langsung memicing. Pria itu terjaga dengan segera, dan agak terkejut menemukan kaki Karel ada di depan mulutnya. "Astaga," desahnya lirih. Membuat Kavia kontan terkikik pelan. Dengan hati-hati, Javas menyingkirkan kaki Karel sebelum beringsut. "Kamu baru pulang?" tanyanya setelah berhasil bangkit dari a

DMCA.com Protection Status