Share

4. Sebuah Kontrak

Mungkin ini terlalu impulsif. Namun telepon singkat kemarin malam itu membawa Kavia bertemu lagi dengan Javas. Dian terus mendukungnya untuk bertemu dengan pria itu. Bukan di tempat Erland seperti waktu itu. Kali ini mereka bertemu di salah satu restoran yang berada di kawasan sebuah industri estate di pinggiran kota.

Kavia langsung bisa melihat pria itu ketika memasuki restoran. Javas terlihat lebih menonjol dibandingkan pengunjung lain sehingga wanita itu bisa dengan cepat menemukannya.

"Aku nggak tau kalau ada restoran di kawasan industri begini," ujar Kavia begitu sampai di meja Javas.

"Makanya aku meminta kita bertemu di sini agar kamu tau. Silakan duduk," sahut Javas sopan. Tidak seperti malam itu yang lebih santai, outfit Javas siang ini terlihat begitu sopan.

"Ini seperti kita sedang melakukan transaksi rahasia. Bertemu di kawasan yang menurutku kurang..." bola mata biru itu bergerak, mengedar ke sekeliling. "ramai."

Javas tertawa. Jenis tawa membuatnya semakin tampan seperti malam itu. "Pertemuan ini memang rahasia," ucapnya berubah jadi serius. Namun sejurus kemudian, pria itu tersenyum hangat. "Oke, kamu mau pesan apa?"

"Jadi apa yang membuatmu berubah pikiran?" tanya Javas setelah urusan pesan makanan selesai.

Tiba-tiba wajah Kavia mengeras. Dadanya merasakan kembali ngilu yang luar biasa mengingat undangan pertunangan sang mantan. "Aku ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan," ujarnya dingin. Mata birunya penuh kabut dendam.

Tanpa sadar bara api yang bisa Javas lihat di mata wanita itu membuat bibirnya melengkung. "Aku pasti akan membantu misimu, selama kamu membantu misiku juga."

"Sebenarnya ada misi apa di balik pernikahan yang kamu mau?"

Javas tersenyum kecil. "Aku nggak punya kewajiban untuk menjawab itu. Tapi aku bisa menjamin kamu nggak akan rugi menikah denganku."

Misterius sekali. Mata Kavia menyipit. "Aku nggak akan menikahi bos mafia kan?" Otaknya mungkin terdengar novel banget, tapi siapa tahu Javas ini pimpinan gembong narkoba atau pembunuh berdarah dingin. Benefit yang pria itu tawarkan tidak main-main. Wajar kan kalau Kavia curiga?

Sekali lagi Javas tertawa. Dia tampak mengambil sesuatu dari dalam kantong jasnya. Selembar kartu nama yang lantas dia letakkan di atas meja dan didorong ke arah wanita itu. "Ini kartu nama dan pekerjaanku."

Kavia langsung meraih kartu nama itu dan membacanya dengan seksama. Dia cukup tercengang dengan jabatan yang pria itu miliki dan perusahaan besar yang menaunginya. Javas Rashaka Wirahardja dengan gelas dua master di belakang namanya, saat ini menduduki jabatan sebagai CFO perusahaan besar HYOT. Siapa yang tidak tahu perusahaan yang memiliki anak cabang di mana-mana itu? Tidak heran pria itu menawarkan kemewahan.

Kavia berdeham sesaat setelah membaca kartu nama itu. Dirinya juga bukan wanita sembarangan. Dia juga lulusan magister bisnis di UBC, ya meskipun bukan cum laude seperti kakaknya. Dan sekarang pun dirinya menempati posisi yang lumayan bergengsi di perusahaan properti sang papi. Meskipun kerap kali Gyan bilang jabatannya itu hanya formalitas. Sialan. Dia benar-benar bekerja. Otaknya tidak sejongkok itu.

Baiklah, sekarang Kavia sudah memastikan pria di hadapannya menang level soal karir daripada sang mantan.

"Percaya kalau aku bukan mafia?"

"Itu hanya sebuah kartu nama kan?"

"Setelah bertemu kakekku nanti, kamu juga akan kuperkenalkan ke jajaran direksi perusahaan."

Sontak saja hal itu membuat Kavia ternganga. "Memang harus?"

Anggukan Javas terlihat begitu serius. "Itu yang paling penting. Mereka harus tahu aku memiliki istri."

Mata biru itu mengerjap. Sepertinya ini bukan permainan ringan. Apakah dia harus tetap maju? Atau...

Bunyi notif pesan masuk mengalihkan perhatiannya. Dengan segera Kavia menggulir layar ponsel. Pesan dari Dian lengkap dengan sebuah foto yang dikirim.

Dian : sent picture

Dian : Tanpa beban banget mereka berdua di mal. Rasanya pengin gue sleding mulut mereka.

Rasanya seperti ada yang menikam tepat di ulu hati ketika melihat foto Fabby dan si pengkhianat itu berciuman. Kavia memejamkan mata seraya menarik napas panjang. Menghalau hawa panas yang menyeruak masuk ke dadanya.

"Makin cepat kita menikah, itu makin baik," ucap Kavia setelahnya.

***

"Ada lagi yang ingin kamu tambahkan?" tanya Javas setelah memberi waktu pada Kavia untuk membaca isi perjanjian pra nikah yang asistennya buat.

Semua pasal yang Kavia baca tidak ada yang memberatkan. Larangan memiliki hubungan dengan pria lain selama masa pernikahan juga bukan masalah bagi Kavia.

"Aku tidak mau melakukan seks," ujar Kavia. Itu memang tidak tertuang dalam perjanjian, tapi ada pasal yang menyebutkan mereka tidur dalam satu kamar yang sama.

Untuk beberapa saat Javas terdiam. "Kenapa?"

"Aku tidak bisa melakukannya dengan orang yang tidak aku cintai."

Bisa dimengerti. "Oke. Aku hanya akan melakukannya kalau kamu yang minta. Tapi kita akan tetap tidur di kamar yang sama."

"Dengan satu bed tambahan."

"Are you kidding me?"

"Aku nggak bisa jamin kamu nggak akan menyerangku saat tidur."

Javas tampak menarik napas panjang. Lantas dengan terpaksa mengangguk. "Oke. Phil akan mengurusnya."

Keduanya lantas menandatangani kontrak itu di atas sebuah materai. Perjanjian itu praktis berlaku setelah mereka mengikrarkan janji pernikahan nanti dua minggu dari sekarang. Namun Kavia lupa tindakan impulsifnya itu berdampak pada keluarganya. Tidak mungkin dia menikah diam-diam tanpa keluarganya tahu. Mau tak mau dia harus mengenalkan sosok Javas ke tengah-tengah keluarganya.

"Menikah?!" Suara Delotta—maminya—melengking saat Kavia memberitahu rencana pernikahan dadakan itu.

Bukan hanya Delotta yang dibuat syok. Daniel dan Gyan yang berada di ruang sama pun tak kalah terkejut.

"Jokis kamu nggak lucu, Vi," respons Gyan. Dia tahu adiknya suka iseng dan agak bandel, tapi dia tak menyangka keusilannya sekarang ini benar-benar terdengar menyebalkan.

"Sayang, kamu nggak serius kan?" tanya Daniel, papinya, yang tampak paling bisa mengendalikan ekspresi.

"Dua Minggu lagi. Lusa dia berencana datang untuk melamar Kavi ke papi."

"What?!" seru Gyan tertahan. Yang berencana menikah itu dirinya, kenapa jadi adiknya nyerobot begini? Dia mengusap wajah menahan geram. "Kamu jangan main-main ya, Vi? Apa yang merasuki kamu?"

"Sebelumnya kamu nggak pernah mengatakan apa pun ke kami. Tapi kenapa tiba-tiba membawa kabar mengejutkan begini?" Delotta tampak cemas. Pikirannya mulai menduga-duga ke hal negatif. "Kamu nggak apa-apa kan, Nak?" tanya wanita itu hati-hati.

Daniel melambaikan tangannya. "Come here, Baby," pintanya pada anak keduanya itu.

Kavia menurut. Dia mendekat dan duduk di antara Daniel dan Delotta. Dua tangannya meremas ujung dress yang dia pakai.

"Kavi Sayang. Apa kamu tau pernikahan itu apa?" tanya Daniel lembut. Yang disambut anggukan putrinya itu. "Pernikahan itu sebuah keputusan besar di hidup seseorang. Secara batin dan lahir kita harus punya kesiapan matang sebelum menjalani itu. Pernikahan itu bukan permainan."

"Aku tau, Pi. Tapi aku beneran nggak main-main."

"Sayang." Kali ini Delotta meraih tangan putrinya dengan perlahan. "Nggak terjadi sesuatu sama kamu kan, Nak?" tanya wanita itu hati-hati.

"Kalau mami menyangka aku hamil. Aku berani mami periksa sekarang. Aku nggak hamil, Mam."

Delotta menggigit bibir, tatapnya beralih kepada suaminya, lalu bergulir ke putra pertamanya. Dia bingung menyikapi persoalan ini.

"Siapa laki-laki itu? Fabby?" tanya Gyan menyipitkan mata.

"Bukan."

"Siapa, Nak? Mereka dari keluarga baik-baik kan?" tanya Daniel ikut penasaran.

Sebelum menjawab, mata serupa milik Daniel itu menatap berganti sang mami, papi, juga Gyan. "Javas. Namanya Javas Rashaka Wirahardja."

Gyan di depannya mengernyitkan kening. Dia belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. Kecuali...

"Wirahardja dari HYOT?" tanya Daniel menyipitkan mata birunya yang masih saja bersinar di usianya yang terbilang senja.

"Papi tahu?" Mata Kavia melebar. Jika sang papi tahu itu artinya Javas memang dari keluarga baik-baik.

Daniel memundurkan badan perlahan lantas mengangguk. "Kalau memang dia serius. Papi tunggu kedatangannya besok lusa," pungkas Daniel, yang langsung membuat Kavia mengembuskan napas lega.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status