Share

6. Melamar

Author: Yuli F. Riyadi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Yang paling menyeramkan saat ini adalah tatapan mata Gyan yang menghunus. Kavia tahu pria itu satu-satunya orang yang paling kesal di sini. Mungkin merasa rencana pernikahannya sudah disabotase. Tapi Kavia berusaha masa bodo.

Javas di sisinya tampak tenang. Tangannya meletakkan cangkir ke meja kembali setelah berhasil menyesap isinya. Kembali pria itu menatap Daniel dan Delotta yang duduk tepat di seberangnya.

"Maaf jika kedatangan saya begitu tiba-tiba. Tapi saya ke sini dengan niat baik." Dia menoleh ke sisi Kavia. "Dengan tulus, saya berniat meminang putri cantik Anda dan menjadikannya istri saya." Kembali matanya menatap Daniel. "Saya harap Pak Daniel dan Bu Delotta menyambut niat baik saya."

"Kalian kenal di mana?" tanya Gyan menyambar. Sejak tadi dia terus mengawasi pria yang dibawa adiknya itu.

Meski terdengar tidak sopan lantaran pertanyaan itu menyela proses pinangan itu, Javas tetap menjawab. "Kami mengenal di sebuah kafe."

"Berapa lama kalian saling kenal?"

Mendengar pertanyaan itu Kavia kontan gelisah. Dia buru-buru menjawab sebelum Javas yang melakukannya terlebih dulu. "Satu tahun lalu. Kami kenal di kafe satu tahun lalu. Ayolah, Mas. Biarkan Javas menyelesaikan ini."

Kening Gyan berkerut. "Kamu kenapa ngebet banget sih? Aku di sini itu mau melindungi kamu. Kamu adikku, wajar dong aku banyak tanya sama calon suami dadakanmu itu."

Bibir Kavia mengerut. Dia sudah menduga kalau kakaknya itu pasti akan mengintervensi mami dan papinya soal Javas ini.

"Javas pria baik dan dia juga dari keluarga baik-baik."

"Oh ya?" Alis Gyan menanjak sebelah. "Kalau dia serius seharusnya dia bawa orang tuanya ke sini untuk ikut melamar kamu."

Kavia hendak membalas, tapi dengan cepat Javas menahan lengannya. Pria itu lantas tersenyum tipis. "Kedua orang tua saya sudah meninggal sejak saya berusia 15 tahun."

Detik itu juga Gyan merasa mati kutu. Dia memundurkan badan dan langsung mengucapkan kata maaf.

"Saya hanya memiliki seorang kakek. Dan dua paman dari pihak Ibu," ucap Javas lagi.

"Jadi benar kakekmu itu Javendra Wirahardja?" tanya Daniel mulai angkat suara.

"Benar, Pak."

Daniel mengangguk-angguk. "Ya, aku pernah dengar Javendra memiliki seorang cucu. Sejak orang tuamu meninggal dia yang mengurus perusahaan keluarga. Tapi beberapa tahun ke belakang saya sempat mendengar perusahaan kalian sempat mengalami gonjang-ganjing."

Rumor itu ternyata benar-benar menyebar luas. Javas menarik napas. Dia tidak menduga wanita yang secara random dia ajak menikah ternyata bukan dari keluarga sembarangan. Javas tahu Blue Jagland Corp. Perusahaan properti besar yang sedang merambah bisnis di bidang pariwisata perhotelan.

Javas tersenyum. "Benar. Tapi kami bisa mengatasi itu semua. Anda bisa melihat index saham perusahaan kami sekarang."

"Ya, ya saya tahu. Saham kalian menguat dibanding perusahaan lain yang satu bidang dengan kalian."

Ada kebanggaan tersendiri mendengar Daniel mengetahui prestasi perusahaannya sekarang. Itu akan makin memudahkan misinya menikahi Kavia.

"Kembali ke tujuan awal. Saya meminta izin kepada Anda untuk menikahi Kavia."

Lagi-lagi Daniel tidak langsung menjawab. Dia malah menatap istrinya yang juga masih bungkam. Dia tidak meragukan latar belakang pria muda di depannya. Hanya saja pernikahan yang terkesan dadakan ini begitu mengganjal. Apalagi Gyan, putra pertamanya sedang mempersiapkan pernikahanya dua bulan ke depan.

"Saya sebenarnya bingung. Saat Kavia memberitahu kami tentang rencana pernikahan kalian yang mendadak ini. Apakah ada urgensi tertentu? Maaf, bukan kami ingin menghalangi, tapi ini masih terasa ganjil. Atas dasar apa kalian memutuskan menikah secepat ini?"

Sebelum datang menemui orang tua Kavia, Javas sudah memprediksi pertanyaan ini. Jadi, sebisa mungkin dia sudah mempersiapkan jawaban yang masuk akal.

"Saya mencintai putri Anda." Javas menoleh lagi kepada Kavia, kali ini ditambah bumbu adegan meraih tangan wanita itu. "Sebenarnya saya juga berjanji pada diri sendiri jika suatu saat menemukan wanita yang tepat, maka saya tidak akan menunda lagi untuk segera menikahinya. Dan saya bersyukur Kavia menjadi wanita yang tepat itu."

"Tapi dua minggu?" Daniel menyipit. "Pernikahan macam apa yang dipersiapkan dalam waktu dua minggu? Sebagai orang tua saya ingin membuat pernikahan putri saya berkesan."

"Kalau itu yang Anda cemaskan, Anda tak perlu khawatir. Saya sudah mempersiapkannya dengan matang," sahut Javas penuh rasa percaya diri. Sedikit lagi, sedikit lagi dia akan mendapat izin dari orang tua bermata biru itu.

Daniel tampak menghela napas. Dia melirik istrinya, yang juga menatapnya. Sepertinya Delotta juga tidak bisa berbuat banyak. Melihat keseriusan Javas, dia tampak luluh.

"Oke, saya—"

"Aku nggak mau dilangkah, Pi," sela Gyan yang sudah melihat gelagat sang papi akan menyetujui pernikahan mereka.

Masalah pun datang. Malam itu perdebatan tentang siapa yang duluan menikah menjadi makin alot. Kavia menyarankan untuk mereka menikah bersama. Namun, Gyan menolak tegas. Dia tetap ingin pernikahannya dilaksanakan terlebih dulu. Nyaris saja kepala Kavia meledak. Sebelum Delotta akhirnya menengahi perdebatan mereka dan memutuskan Gyan menikah lebih dulu secara agama.

***

Kavia berputar di depan Javas. Saat ini dirinya tengah melakukan fitting baju pengantin di sebuah butik bridal ternama. Salah satu privillege orang seperti Javas, dengan cepat dia bisa mendapatkan sepasang baju pengantin yang dibuat secara eksklusif oleh desainer kondang. Wanita itu bingung melihat tampang Javas yang malah melongo tanpa memberi komentar apa pun.

"Apa gaun ini nggak cocok?" tanya Kavia sembari memperhatikan gaun yang melekat pas di tubuhnya. "Aku pasti kelihatan gendut." Dia mencebik. Merasa kesal sendiri dia pun meminta pegawai butik memilihkan gaun lain.

"Nggak, jangan!" cegah Javas saat menyadari Kavia meminta gaun lain. "Kamu cocok pakai gaun itu. Aku suka."

"Aku nggak kelihatan gendut?"

"Nggak, siapa yang bilang begitu?" Javas beranjak berdiri dan mendekati Kavia. Sebenarnya dia tidak menyangka dengan balutan gaun pengantin warna putih Kavia makin terlihat cantik. Itu sebabnya dia sempat tercengang. "Kamu cantik."

Hanya satu kalimat singkat, tapi cukup membuat bibir merah Kavia melengkung. Wanita itu kembali menghadap cermin. Mata birunya mengerjap indah. Dia yakin di hari pernikahannya nanti, Fabby akan menyesal sudah berani mematahkan hatinya.

Kavia mendongak ketika Javas yang sudah berganti setelan jas pengantin berdiri di sampingnya. "Wow, ganteng juga calon suamiku," ujarnya seraya menggerak-gerakkan alis.

Sembari menyugar rambut, Javas berujar, "bukannya memang seharusnya begitu? Suamimu harus lebih tampan dari mantan kamu."

Wajah Kavia terlihat mengeras. Dia kembali menghadap cermin, memperhatikan penampilan dirinya dan Javas di pantulan cermin dengan serius. Keduanya tampak serasi. Tidak akan ada yang tahu jika keduanya memiliki tujuan tertentu di pernikahan nanti.

"Kalian benar-benar perfect couple goal," ucap seorang wanita dengan gaun off-shoulder berwarna maroon. Dia desainer yang menangani baju pengantin mereka. "Nggak perlu ada perbaikan khusus karena rancangan saya begitu pas di tubuh semampai calon istri Pak Javas."

"Terima kasih," balas Kavia singkat.

"Pak Javas Anda beruntung mendapat calon istri secantik Mbak Kavia."

Tanpa diduga Javas menarik pinggang Kavia dari samping hingga tubuh wanita itu merapat padanya. "Ya, kamu bisa fotokan kami berdua?"

Dan keesokan harinya berita tentang pernikahan mereka pun dengan cepat menyebar ke seantero negeri. Foto-foto mereka yang tengah fitting di butik tersebar di beberapa media elektronik dan menjadi perbincangan hangat. Kavia tidak menduga jika pengaruh Javas yang hanya seorang CFO begitu besar.

Related chapters

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    7. Topeng

    Mungkin ini berlebihan, tapi Kavia melakukannya. Siang ini dia berdandan habis-habisan lantaran ada janji temu dengan Fabby. Bahkan daripada lelaki itu, dia datang terlebih dulu ke tempat yang dijanjikan. Namun sudah sepuluh menit menunggu, batang hidung lelaki itu belum juga tampak. Kavia mulai gelisah di tempat. Beberapa kali dia menengok jam tangan, dan pintu masuk restoran secara berganti. Seharusnya memang tidak semudah ini dia membuat janji temu. Namun dia tidak memungkiri bahwa ada rindu yang menggebu pada lelaki itu. Suara dehaman membuat Kavia terkesiap. Dadanya mendadak berdebar kencang. Itu suara Fabby, dia yakin. Dan...benar. Sontak Kavia berdiri. "Hai, sori. Nunggu lama," ujar pria berambut ikal itu saat berada di depan Kavia. Dia bergerak mendekat, hendak mencium pipi Kavia, tapi secara refleks wanita itu menghindar. Pria itu sempat tertegun, sebelum mengucapkan maaf lagi. Sudah menjadi kebiasaan. Dia lupa kalau hubungan mereka sekarang sudah tidak seperti dulu lagi.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    8. Dua Kali Lipat Sakitnya

    Tisu di mobil Javas hampir habis. Kavia terus menggunakan itu untuk menyeka pipinya yang terus saja basah. Setelah meninggalkan restoran, dadanya yang terasa sesak meledak. Dia tidak tahan dan menangis kencang di dalam mobil. Memaki dengan berbagai macam umpatan. Rasa sakit itu bukannya hilang malah bertambah parah. "Sebenarnya apa yang kamu tangisi? Kamu sudah berhasil membuat mereka bungkam," ujar Javas sambil fokus ke jalan raya yang terpantau ramai lancar. "Aku, aku cuma nggak nyangka aja. Ternyata orang yang selama ini kuanggap teman baik, menyimpan benci sebegitu dalam. Aku pikir selama ini dia tulus. Sumpah, ini sakit banget." Kembali air mata Kavia menderas. "Jadi semua yang dia tunjukkan selama ini palsu. Aku bingung, sebagai teman aku berusaha bersikap baik, tapi ternyata dia menilai lain." Javas membelokkan kemudi memasuki sebuah gerbang kawasan perumahan elit dalam kota. Begitu melewati pintu gerbang yang dijaga ketat oleh dua sekuriti, pemandangan sekitar berubah menj

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    9. Bekas

    Langkah Kavia terhenti saat mendengar tepuk tangan meriah dari arah dalam rumah Jemma. Refleks dia meremas lengan Javas. Dia tahu betul itu tepuk tangan apa. Pasti mereka sudah berhasil menyematkan cincin satu sama lain. "Kenapa berhenti?" tanya Javas menoleh. Dia melihat wajah cantik Kavia menegang. "Kavia, ingat kata-kataku. Kamu bisa lebih bahagia dari mereka. Angkat dagumu tinggi-tinggi. Tanamkan pada diri kamu bahwa kamu jauh lebih beruntung karena memiliki calon suami yang lebih segalanya dari mantan kamu. Dan kamu akan selalu menang dari bekas temanmu itu." Kata-kata Javas lagi-lagi berhasil menyuntikkan semangat di hati Kavia. Dia menatap ke depan. Wajah sedihnya berubah menjadi lebih angkuh. "Hm, ayo kita jalan." "Good. Kamu wanita paling beruntung malam ini," ucap Javas tersenyum sambil menepuk pelan tangan Kavia sesaat. Saat hendak mencapai pintu masuk seseorang terdengar memanggil. Keduanya kembali menghentikan langkah dan menoleh ke asal datangnya suara. Dari posisiny

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    10. Tidak Mau Bercinta

    Asap putih baru saja Kavia embuskan dari mulut. Dia berusaha membuang pikirannya yang kacau bersama kepulan-kepulan asap yang dia buat. Meski belum sepenuhnya, beban dalam dirinya sedikit membaik. Dian juga beberapa kali meyakinkan wanita itu bahwa dirinya akan selalu ada. Wanita berbadan subur itu sempat menitipkan Kavia pada penjagaan Javas ketika dia pamit pulang lantaran harus ke rumah sakit untuk menjaga adiknya yang baru saja operasi usus buntu. Saat ini Kavia dan Javas ada di VVIP room salah satu kelab malam setelah berhasil pergi dari pesta pertunangan sialan itu. Mata biru itu melirik gelas bir yang Javas dorong ke dekatnya. "Bir?" Kavia mengangkat sebelah alisnya lalu terkekeh. "Ini nggak akan cukup. Aku butuh yang kadar alkoholnya lebih tinggi. Seenggaknya beri aku whiskey." Javas menggeleng, menautkan tangannya, dan menatap wanita itu. "Kita harus menjaga kesehatan untuk beberapa hari ke depan. Kamu butuh tubuh yang fit di pernikahan kita nanti." "Astaga, Javas. Itu han

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    11. Pesta Pernikahan

    Dengan mantap Javas menyambut tangan Kavia. Bibirnya melengkung sempurna. Diiringi musik romantis, keduanya memasuki ballroom yang sudah disulap menjadi taman buatan penuh bunga yang sempurna. Di atas walkway yang terbuat dari kaca, mereka melangkah diiringi tepukan tangan para tamu undangan. Javas tidak main-main soal pernikahan mewah yang dia janjikan kepada Kavia. Hanya dalam dua minggu, dia bisa menyelesaikan segalanya. Kavia tampak puas dengan tema yang diusung. Jika menatap langit-langit, dia akan menemukan bergerombol bunga putih menggantung berhiaskan lampu strip yang unik. Meja-meja tamu undangan di-set mengelilingi sebuah pohon buatan yang sangat estetik. Candle light yang menyebar di segala penjuru membuat suasana makin romantis. Belum lagi pilar-pilar buatan berwarna putih di beberapa area. Semuanya membuat Kavia merasa sedang berada di negeri dongeng. Wedding cake di salah satu sudut walkway menjadi pelengkap yang sempurna. Cake itu bertingkat-tingkat dengan ukuran sanga

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    12. 365 Hari

    "Aku pikir Kakek Javendra nggak kenal papi," bisik Kavia ketika memperhatikan interaksi antara Daniel dan Javendra. "Jangankan Kakek, aku aja tau papi kamu. Hanya saja aku nggak pernah berinteraksi dengan papi kamu. Papi itu.... Serius seumuran kakek?" Dengan mata mengerjap ragu Javas menoleh ke istrinya. Kavia terkekeh. Pertanyaan ini sudah sering Kavia dengar. Dilontarkan dengan kalimat lain, tapi isinya kurang lebih sama. Tidak ada yang percaya kalau Daniel itu sudah kakek-kakek. Meskipun sebagian rambutnya sudah memutih, tapi tubuhnya masih sangat fit dan tegap. Bahkan Dian membandingkan Daniel serupa Richard Armitage. Ngaco! (seketika pov readers searching Richad Armitage wkwk) "Tahun ini papi genap 76 tahun," jawab Kavia seraya menatap sang papi yang terlihat masih bercengkrama dengan Kakek Javendra. "What?" Javas benar-benar menunjukkan ekspresi tidak percaya yang begitu kentara. "I think he's in his 50s."Sekarang Kavia tergelak seraya menutup mulutnya. "Please, jangan ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    13. Tato Bunga Anggrek

    Kavia agak kaget melihat apa yang Javas tunjukkan. Tanpa sadar dia menelan ludah melihat begitu besarnya milik pria itu. "Kenapa kamu diam saja? Tidak tertarik untuk menyentuhnya?" goda Javas. Dia menyentak satu tangan Kavia dan mengarahkan ke kejantanannya yang sudah mengacung sempurna. "Ja-Javas.""Kenapa kamu mendadak gugup? It's yours. Kamu bisa melakukan apa pun padanya." Kavia masih mematung saat sebelah tangannya berhasil menyentuh milik pria itu. Keras dan menantang, bahkan satu genggamannya pun tak cukup. "Yakin kamu nggak mau merasakannya?" Javas makin gencar menggoda. Dia menuntun tangan Kavia bergerak naik turun di sepanjang batang berotot miliknya. Sementara wajahnya kembali menunduk dan menyasar puncak dada Kavia yang memerah. "Ah—Javas." Refleks mata wanita itu terpejam kala Javas kembali memainkan puncak dadanya. Satu tangannya yang berada di bahu lebar pria itu meremas kencang. Dari dada, ciuman Javas kembali merambat ke pundak dan leher Kavia, lalu menggigit ba

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    14. Hadiah dari Kakek Javendra

    Kavia berlari-lari kecil keluar dari kamar ketika mendapat kabar dari Phil bahwa Kakek Javendra mengirimkan hadiah pernikahan untuknya. Javas sampai menurunkan kacamata bacanya melihat istrinya berlarian menuruni anak tangga. Phil yang mengikuti wanita itu hanya terkekeh kecil dengan tingkah sang istri bos itu. "Ada apa?" tanya Javas ketika Phil melewati pria itu. Pria yang selalu berpenampilan rapi itu menghentikan langkah. "Presdir mengirimkan hadiah buat Nyonya, Pak." "Oh ya?" Mendengar itu Javas langsung melepas kacamatanya. Dia lantas berdiri dan menyusul Kavia ke depan rumah. Dari teras, dia bisa melihat sebuah mobil jenis sedan dengan warna dark gray doff terparkir cantik di halaman rumah. Pita merah mengelilingi mobil keluaran terbaru pabrikan Jerman tersebut. Sial! Itu adalah mobil yang Javas incar karena diluncurkan dalam jumlah terbatas. Hanya tujuh unit di dunia. Bagaimana Kakek bisa mendapatkannya? Sementara itu Kavia berjingkrak-jingkrak bahagia mendapat hadiah itu.

Latest chapter

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Berkuda

    Selagi Karel tenang bermain bersama Kakek Javendra dan para asisten, Kavia dan Javas melipir ke arena berkuda. Kavia kangen menunggangi Evelyn. Kuda betina putih itu terawat dengan sangat baik saat Kavia melihatnya. Hewan tangguh berkaki empat itu ternyata masih mengenali wanita itu dengan baik. "Sayang! Ayo cepat!" teriak Javas di atas kudanya. Kavia melambaikan tinggi tangannya ke arah Javas, lalu bergerak menaiki pelana kuda. "Evelyn, kita susul suamimu sekarang," ujar Kavia sambil mengusap pelan leher betina tangguh yang dia tunggangi. Dengan cepat dia pun memacu kudanya menyusul Javas. Keduanya mengendarai kuda-kuda itu mengelilingi tanah lapang. Melewati penangkaran rusa milik Kakek, dan sebuah danau buatan yang dipenuhi angsa putih. Pohon-pohon rindang masih tumbuh dengan subur di beberapa area. Setelah beberapa lama saling berkejaran dengan Javas, Kavia menghentikan kudanya di dekat pepohonan yang tumbuh di tepi danau. "Kayak udah lama banget nggak ke sini. Aku kangen men

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Drama Kakek

    "Semua yang ada di sini kelak akan menjadi milikmu, Nak." Mata tua Javendra mengedar. Melihat betapa luasnya tanah yang dia miliki. Belum lagi rumah yang dia huni. Rumah kebanggaannya yang sampai saat ini masih eksis di pinggiran kota. Rumah masa depan yang sebenarnya dulu dia siapkan untuk putranya, Ravendra. "Mau bagaimana lagi? Papamu nggak mau menempati rumah ini dan memiliki rumah sendiri. Jadi rumah ini akan kakek wariskan padamu." Javendra terus mengajak Karel ngobrol. Seolah bayi sembilan bulan itu paham apa yang dia bicarakan. "Malah sekarang papamu beli rumah baru. Padahal apa salahnya tinggal di sini sama kakek. Iya kan? Toh rumah ini nanti bakal jadi milik kamu." Tidak jauh dari tempat pria tua itu, Kavia menggeser duduk memepet suaminya dan berbisik. "Kakek kenapa?" "Dia lagi jadi pemeran utama drama keluarga," sahut Javas asal, yang langsung mendapat pukulan ringan di lengan kanannya. Dia mengaduh sambil mengusap lengannya. "Apa sih, Yang? Aku ngomong bener kok."

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Mata Genit

    "Dia sudah nggak bekerja di anak cabang HYOT lagi." Kabar itu membuat Kavia yang sudah merebah segera mengangkat badannya lagi. "Sejak kapan?" Javas mengangkat bahu. "Kamu peduli banget?" Alis tebalnya tertaut. Agak tidak suka istrinya makin kepo. "Bukan peduli, tapi setahuku dia dulu berjuang banget buat dapat posisi bagus di perusahaan tempatnya bekerja." "Mungkin dia dapat tawaran yang lebih bagus." "Mungkin gara-gara dia dimutasi ke luar pulau." Javas menghela napas panjang lalu menarik tangan Kavia agar bergerak memeluknya. "Kenapa sih bahas mantan terus? Kamu nggak ada rencana buat ketemuan lagi kayak dulu kan?" Kavia mesem-mesem tak jelas mendengar pertanyaan Javas. Ekpresi dan cara bicara pria itu membuat Kavia makin merasa dicintai. Mungkin jika pertanyaan itu terlontar saat mereka masih belum menyadari perasaan masing-masing, Kavia bakal jawab iya-iya aja. Javas menjauhkan diri dan menatap Kavia. "Kok malah senyum-senyum?" Matanya refleks memelotot. "Jangan bilang ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Apa Kabar, Kavia?

    "Aku di farmer market. Kalian langsung ke sini aja ntar." "Oke. Kami masih di jalan. Tungguin kami ya, Macan.... " Kavia tersenyum mendengar suara Javas di seberang sana. Tangannya masih sibuk memilih buah pear di rak. "Oke, aku tutup dulu ya. Hati-hati, nggak usah ngebut." Tidak lama, dia mematikan panggilan dari suaminya itu dan kembali melanjutkan memilih buah segar yang tertata rapi di rak. Akhir-akhir ini Kavia senang membuat salad buah. Stok salad di kulkas cepat habis karena ternyata Javas juga menyukai salad buatannya itu. Senyumnya kembali merekah saat melihat rak bagian apel. Apel adalah buah yang wajib ada di rumah lantaran buah itu menjadi salah satu favoritnya. Mata Kavia tertarik dengan apel bulat yang terletak di tumpukan paling atas. Kulitnya mengkilat dan terlihat besar. Namun saat tangannya terjulur untuk meraih buah tersebut, tangan lain lebih dulu melakukannya. Sehingga tanpa sengaja tangannya menangkup tangan orang itu. Kavia refleks menarik tangannya. "Maaf.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Pumping

    "Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Sofa Baru

    "Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Terlanjur Sayang

    Kecuali barang-barang yang ada di kamar Karen, tidak ada lagi barang yang Kavia bawa dari rumah Javas. Rumah dan isinya ditinggalkan begitu saja seolah sudah tidak berguna lagi. Bahkan ketika Javas meminta alat-alat gym untuk ikut dipindahkan, Kavia menolak tegas. "Nggak bisa. Siapa yang jamin alat-alat itu streril dari kalian?" Penolakan Kavia membuat Javas menganga tak percaya. "Ya ampun, Sayang. Kami nggak melakukan sampai sejauh itu. Rumah itu masih dalam keadaan kosong waktu itu. Ak—" Ucapan Javas kontan terhenti ketika dengan cepat Kavia mengangkat tangannya. "Aku nggak mau dengar dongeng jadul percintaan kamu lagi. Oh ya, soal sofa di ruang tamu itu, udah aku bakar." "Apa? Itu sofa bisa kita jual buat beli yang baru kalau kamu nggak mau pake lag—" Kembali Javas merapatkan mulut saat Kavia melotot padanya. "Oke, terserah kamu," lanjutnya pasrah. Benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dia selamatkan. Dia menatap rumah besar kebanggaannya dengan pandangan merana. Ruma

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Perkara Rumah

    Mata Kavia berbinar saat melihat Javas sudah ada di kamar ketika dia datang. Seperti malam kemarin, pria itu masih membaca buku yang sama sebelum tidur. Buku tentang ilmu parenting. Alih-alih Kavia, malah Javas yang gencar belajar soal parenting, padahal siangnya pria itu masih berjibaku dengan tumpukan pekerjaan. Kavia mengambil sebuah flyer dari dalam tas. Flyer yang sengaja dia bawa dari kantor papinya. Dengan senyum yang dibuat semelengkung mungkin, wanita itu menghampiri Javas yang masih terlihat fokus. "Pa," panggilnya lirih sembari beranjak duduk di sisi Javas. "Hm." "Lihat ini deh."Pandangan Javas langsung teralihkan sesaat. Matanya melirik benda yang Kavia bawa. "Apa tuh?" tanya dia sebelum balik lagi ke bacaannya. "Ini flyer perumahan elite terbarunya Blue Jagland. Proyek milik Mas Gyan."Javas hanya mengangguk-angguk. Matanya masih lurus menatap barisan huruf di depannya. "Hunian kelas atas yang cuma ada 10 unit. Lokasinya juga nggak jauh dari kantor kamu. Strategis

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Face and body care

    Kavia membuka pintu kamar dengan pelan. Takut mengganggu dua anak dan ayah yang sedang terlelap dengan tenang. Hampir-hampir dia tertawa melihat posisi Karel yang tidur terlentang dengan tangan dan kaki yang merentang. Salah satu kakinya bahkan mengenai wajah Javas lantaran posisi tidurnya berlawanan arah dengan papanya. Javas sendiri terlihat sangat lelah. Mukanya kucel, ada beberapa stiker yang menempel di wajahnya. Rambutnya bahkan acak-acakan tak karuan. Kavia mendekati pria itu dengan hati-hati lantas berjongkok tepat di dekatnya. Tangannya terulur, mengusap wajah Javas. "Sayang, banguuun," bisiknya pelan, tepat di dekat telinga Javas. Hanya satu kali tiupan ringan, mata Javas langsung memicing. Pria itu terjaga dengan segera, dan agak terkejut menemukan kaki Karel ada di depan mulutnya. "Astaga," desahnya lirih. Membuat Kavia kontan terkikik pelan. Dengan hati-hati, Javas menyingkirkan kaki Karel sebelum beringsut. "Kamu baru pulang?" tanyanya setelah berhasil bangkit dari a

DMCA.com Protection Status