Share

9. Bekas

Langkah Kavia terhenti saat mendengar tepuk tangan meriah dari arah dalam rumah Jemma. Refleks dia meremas lengan Javas. Dia tahu betul itu tepuk tangan apa. Pasti mereka sudah berhasil menyematkan cincin satu sama lain.

"Kenapa berhenti?" tanya Javas menoleh. Dia melihat wajah cantik Kavia menegang. "Kavia, ingat kata-kataku. Kamu bisa lebih bahagia dari mereka. Angkat dagumu tinggi-tinggi. Tanamkan pada diri kamu bahwa kamu jauh lebih beruntung karena memiliki calon suami yang lebih segalanya dari mantan kamu. Dan kamu akan selalu menang dari bekas temanmu itu."

Kata-kata Javas lagi-lagi berhasil menyuntikkan semangat di hati Kavia. Dia menatap ke depan. Wajah sedihnya berubah menjadi lebih angkuh. "Hm, ayo kita jalan."

"Good. Kamu wanita paling beruntung malam ini," ucap Javas tersenyum sambil menepuk pelan tangan Kavia sesaat.

Saat hendak mencapai pintu masuk seseorang terdengar memanggil. Keduanya kembali menghentikan langkah dan menoleh ke asal datangnya suara. Dari posisinya Javas melihat seorang wanita berbadan subur setengah berlari menghampiri dirinya. Uhm, tepatnya Kavia.

"Dian, kenapa lo lari-lari?" tanya Kavia mengerjap, melihat wajah penuh peluh sahabatnya. Napas Dian tersengal seperti habis maraton.

"Gue panggil-panggil lo dari tadi, Bego. Malah nggak nyahut-nyahut. Astaga, gue udah kayak mau mati," sahut Dian dengan napas ngos-ngosan. Sambil memegangi dadanya.

"Siapa juga yang suruh ngejar gue." Kavia mengerutkan pangkal hidungnya sebal.

"Kuyang, lo gue chat, gue telponin kagak diangkat-angkat. Gue cemas. Dan tadi gue juga sempet ke unit lo, tapi lo udah nggak ada. Gue pikir lo nggak datang ke sini." Napas Dian sudah lebih teratur. Matanya melirik pria jangkung di sebelah Kavia. Dan sudah bisa menebak siapa pria tampan itu.

"Kan lo yang kekeh suruh gue datang. Jadi ya gue datanglah."

Dian mesem-mesem tak jelas. Wajahnya yang berkeringat itu mendadak sumringah. Kavia tahu betul penyebabnya, bahkan wanita gemoy itu memberi kode padanya.

"Javas, dia Dian. Sahabatku," ucap Kavia memperkenalkan Dian pada Javas. "Dan, Di. Ini yang namanya Javas."

Tanpa malu-malu Dian langsung mengulurkan tangan. Dan ketika Javas menjabat tangan itu, dia menekan dengan begitu kencang sambil meringis lebar. "Perfect!" serunya dengan mata berbinar-binar, sampai Javas merasa aneh.

"Udah lepasin!" Kavia menepuk tangan Dian yang masih belum mau lepas dari tangan Javas.

"Astaga, Vi. Pelit banget sih," protes Dian dengan bibir manyun. Namun dia tersenyum lagi ketika menatap Javas. "Kalau calon suami lo modelan gini sih, gue yakin Fabby bakal jiper langsung."

"Thank you." Javas menyahut sambil tersenyum kecil. "Kita bisa masuk ke dalam?"

"Gaslah! Yang mesra ya kalian." Dian terkikik sambil menutup mulutnya. Lantas bergerak mengekori keduanya memasuki rumah dengan hiasan ornamen engagement. Dia tidak menyangka, bahwa pria bernama Javas bakal setampan itu. Sangat relate dengan suara empuknya yang dia dengar di telepon waktu itu.

Pestanya lumayan meriah. Banyak tamu yang hadir dan memberi selamat. Suara musik mengalun lembut mengiringi pesta tersebut. Sebagian tamu tampak asik berdansa, dan sebagian lainnya mengobrol sambil menikmati hidangan yang ada.

Seperti dugaan Javas. Kehadirannya langsung menyedot perhatian. Hampir semua mata tertuju kepada mereka. Bahkan ada yang terang-terangan memberikan jalan dan menyambut serta mengantar keduanya ke tempat pemilik acara berada.

Kembali Kavia meremas lengan Javas saat tatap birunya menemukan Fabby tengah berdansa bersama Jemma. Keduanya saling melempar tawa dan belum menyadari kehadirannya. Saat seseorang terlihat membisikkan sesuatu pada kedua orang itu, barulah mereka berhenti berdansa dan langsung menoleh ke arah kedatangan Kavia dan Javas. Tawa keduanya sontak pudar. Wajah Fabby bahkan tampak berubah mengeras.

"Saatnya beraksi. Kamu siap?" bisik Javas. Yang dibalas anggukan mantap oleh Kavia.

Keduanya lantas lanjut berjalan menghampiri mereka dengan langkah tegap. Seperti kata Javas, Kavia harus mengangkat dagu tinggi-tinggi dan menunjukkan aura penuh kebahagiaan. Dia berusaha, sangat berusaha meskipun hatinya terluka.

"Lo beneran datang rupanya," ucap Jemma terdengar penuh kemenangan. Bibirnya tersenyum miring.

"Oh jelas. Kan gue mau ngasih selamat ke lo," sahut Kavia tak kalah sinis. "Selamat ya, udah berhasil jadi pelakor. Cocok kok kalian."

Jemma terlihat ingin menyerang Kavia, tapi Fabby di sebelahnya segera menahan. "Jaga sikap kamu," desis lelaki itu.

Sementara Javas menarik sedikit Kavia agar menjaga jarak dengan Jemma. Namun, dia tidak menduga kalau wanita itu akan melepaskan diri dan malah makin maju.

"Tersinggung ya? Kan emang benar lo itu pelakor. Tapi emang pantes sih, cewek kayak lo emang pantesnya sama bekas gue. Dari dulu kan juga gitu, lo suka ngembat bekas gue."

Kata-kata pedas Kavia yang diucapkan dengan nada tenang, sukses menyulut emosi Jemma.

"Sialan! Ngaca! Lo punya kaca kan?! Sikap lo yang bikin Fabby berpaling ke gue! Bukan hanya gue, dia juga udah lama enek sama lo, Anjing!"

Teriakan Jemma sontak mengundang perhatian para tamu. Dalam sekejap suasana mendadak bising dan tidak kondusif. Apalagi Jemma telihat makin mencak-mencak.

Dengan tenang Kavia mundur dan kembali menggandeng lengan Javas. Emosinya sangat terkontrol dengan baik. Dia senang melihat Jemma mencak-mencak tak terkendali.

"Jemma, tenang! Kamu cuma jadi pusat perhatian para tamu," tegur Fabby dengan wajah memerah.

"Tapi, Fab! Cewek sialan ini menghina aku." Kembali Jemma menatap Kavia dengan berang. "Lo pasti sengaja kan datang ke sini buat merusak semuanya!"

Javas menahan Kavia yang terlihat akan membalas. "Sudah cukup. Jangan jatuhkan level kamu di sini," bisik pria itu mengingatkan.

"Gue cuma ngomong apa adanya. Kenapa lo marah-marah? Udah makin jelas level kita memang beda. Ya udahlah, gue juga ke sini cuma mampir kok, tiba-tiba ingat aja kalau malam ini ada acara pertunangan bekas pacar dan bekas temen gue," pungkas Kavia sebelum berbalik dengan menarik lengan Javas kembali. Dia lantas melangkah meninggalkan tempat itu. Namun baru beberapa langkah....

"Heh! Cewek sombong! Nggak heran semua ninggalin lo! Lo itu pantes buat ditinggalin! Lo itu sengak! Sok cantik! Mau menang sendiri! Dan gue yakin, cowok di samping lo pasti juga bakal lepehin lo, karena nggak tahan sama sikap lo yang suka ngatur!"

"Jemma, diam!"

"Tapi, Fab! Dia—"

"Aku bilang diam!"

Kembali hati Kavia merasa seperti ditikam. Dia menunduk dan memejamkan mata. Tangannya mencengkeram erat lengan Javas. Dadanya berdenyut nyeri.

"Jangan hiraukan, kita pulang. Oke?" bisik Javas lagi. Dia melepas pegangan Kavia pada lengannya, lalu berganti dirinya yang menggenggam tangan wanita itu.

Kavia mengangguk. Mencoba menulikan pendengarannya, lantas kembali berjalan di sisi Javas tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Tidak peduli pada keributan di acara itu setelahnya.

Dan begitu berhasil mencapai tempat mobil Javas terparkir, wanita itu langsung menyentuh dadanya yang terasa sesak. Sialan!

"Kavia, are you okay?" tanya Javas menyentuh bahu wanita itu.

"I'm not." Sekuat tenaga Kavia menahan diri agar tidak menangis. Kata-kata Jemma terus terngiang di kepalanya. Membuat dirinya bertanya-tanya, apa benar dia separah itu? Jika dipikir-pikir dari dulu memang dia sering ditinggal teman-temannya. Hanya Jemma dan Dian yang masih terus bertahan sejauh ini.

"Jangan pikirkan ucapan Mak Lampir itu, Vi!"

Itu suara Dian. Kavia yang menghadap body mobil segera berbalik. Dan begitu melihat satu-satunya sahabat yang tersisa itu, dia langsung memeluknya.

"Apa gue sejahat itu, Di?"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Michael Wirajaya
tlg author ya berbaik hati dgn menulis beberapa bab buat akhir pekan ini
goodnovel comment avatar
Anies
makasih udah Up lagi thor.. kejutan banget loh sabar ya Kavia kamu pasti bisa laluin ini, seiring berjalannya waktu semua akan baik² saja ditunggu kelanjutannya thor semangaaaat
goodnovel comment avatar
Teteng yeni
gak mungkin MLM ini up lagi kan????
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status