Jam makan siang tiba, cafe kejora ramai diserbu oleh pengunjung yang ingin makan siang di sana. Harga murah, menu variatif, dan rasa yang enak menjadi daya tarik tersendiri bagi pelanggan setia cafe kejora spesialis penjual makanan cepat saji itu.
Milla sibuk mondar-mandir mengantarkan makanan ke meja pengunjung, kedua kakinya mulai terasa pegal, tapi gadis itu tetap berusaha bekerja dengan baik sambil memasang wajah ramah. "Silahkan Om, makanan dan minuman pesanannya," ucap Milla sambil meletakan pesanan di atas meja. "Wuih, cantik juga nih pelayan," celetuk seorang pria tua berkacamata dan berperut gendut. "Minta nomor ponselnya dong Dek," goda temannya yang lain. "Maaf, Om saya nggak punya ponsel," Milla berbohong. Dia sedikit menekuk wajahnya dan menunjukan rasa tidak sukanya pada dua pria hidung belang itu. "Mau nggak jadi sugar baby Om? Nanti Om kasih kamu ponsel i-phone pro max keluaran terbaru sama uang jajan tiap minggu," lanjut pria itu lagi. "Maaf Om, tapi selera saya oppa-oppa Korea, atau minimal mirip sama Gabriel Prince," jawab Milla asal dan kemudian pergi meninggalkan pria itu dengan langkah buru-buru. Adalah Milla Rahmawati, gadis berusia 20 tahun. Cantik, seksi, berkulit putih dan menjadi dambaan banyak lelaki baik muda maupun tua. Sikapnya yang cuek dan sedikit angkuh menjadi daya tarik tersendiri, tapi dia selalu menolak semua pria yang mengutarakan cinta kepadanya dengan kalimat sedikit kasar. Dia bukannya tidak tertarik pada lawan jenis, tapi dia minder karena berasal dari keluarga yang tidak punya. Sementara pria yang mengejarnya rata-rata orang kaya atau Om-Om hidung belang seperti tadi. "Woilah ...! Ikan kakap dilepas begitu saja!" celetuk Sonia rekan kerja Milla. "Buat kamu saja sana kalo kamu mau, aku mah ogah jadi gadis simpanan badut Ancol," ucap Milla kesal. "Kamu tuh maunya punya pacar yang seperti apa sih Mill? Ditaksir spek artis nggak mau, spek model nggak mau, spek duda araban nggak mau, sama Om-Om juga nggak mau," Sonia menggerutu panjang pendek. "Gadis miskin sepertiku tuh nggak ada waktu buat pacaran Nia. Aku cuma mau fokus kerja, cari uang yang banyak buat modal usaha sama biaya pengobatan adek aku yang lagi dirawat di rumah sakit sekarang." Sonia terdiam, dia tau bagaimana rasanya menjadi tulang punggung keluarga. Karena saat ini posisinya dan Milla sama. Jangankan memikirkan soal pacaran, memikirkan kesenangan sendiri juga tidak pernah. Semua waktu, pikiran, dan tenaga habis dicurahkan untuk keluarga mereka. "Aku ikut prihatin buat adek kamu yang lagi sakit, semoga cepat sembuh ya. Maaf, aku cuma bisa bantu doa aja," Sonia mengusap pundak Milla pelan. "Iya, terimakasih Nia." Milla mengukir senyum. *** Pulang kerja, Milla pergi ke rumah sakit. Dia menemui Ibunya yang sedang menunggu Yudi, adik semata wayang Milla yang divonis dokter menderita gagal ginjal. Sudah hampir seminggu Yudi dirawat, tapi belum ada perubahan sama sekali. Lasmi duduk di sisi ranjang, dia menangis tanpa henti sampai matanya merah dan bengkak. Putranya harus segera dioperasi, biayanya sekitar 200 juta. Dari mana Lasmi bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Untuk makan sehari-hari saja dia bergantung pada gaji anak pertamanya. "Ada apa Bu? Kenapa Ibu menangis sampai seperti itu?" tanya Milla penasaran. Ada rasa khawatir dihatinya, dia takut ada hal buruk yang belum dia ketahui. "Yudi harus segera dioperasi, biayanya kurang lebih dua ratus juta," tutur Lasmi. Jeder....! Kalimat itu terdengar seperti suara gemuruh di siang hari bagi Milla. Uang 200 juta terlalu banyak, mau cari dimana dia? Hutangnya pada sang Bos untuk menebus obat Yudi bulan lalu saja belum dicicil sama sekali. Milla berusaha untuk tetap tegar agar Ibunya tidak bertambah payah. Bagaimanapun caranya, dia harus bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi adiknya dalam waktu cepat. "Milla, apa kita jual rumah saja ya?" Lasmi menyodorkan sebuah ide gila. "Jangan Bu, kalau rumah itu di jual nanti kita mau tinggal dimana? Di kolong jembatan?" larang Milla. Salain harta satu-satunya, rumah itu juga sudah sangat tua. Kalaupun dijual harganya tidak akan bisa tembus sampai 200 juta. "Terus kita mau cari uang sebanyak itu dimana?" Lasmi kembali menangis histeris. Dia merasa stres dan tertekan. "Milla coba pinjam uang ke Bos Milla aja ya Bu, siapa tau dia mau ngasih. Kebetulan dia orangnya baik sama pegawainya," ujar Milla. "Iya, coba kamu pinjam sama dia. Tapi nanti bayarnya bagaimana?" Lasmi memasang wajah bingung. "Potong gaji bulanan Milla Bu." ucap Milla tanpa ragu. Lasmi memeluk Milla, dia merasa bersalah pada anak pertamanya itu. Milla terlalu muda untuk menjadi tumpuan keluarga, terlebih dia seorang perempuan. Lasmi tidak enak hati karena terus menerus membebani Milla, tapi hanya Milla lah satu-satunya harapan Lasmi dan Yudi saat ini. "Maafin Ibu ya Mill, Ibu sama sekali nggak bisa bantu kamu. Malah cuma bisa membebani kamu," lirih Lasmi. "Milla sama sekali nggak merasa di bebani Bu, Milla senang bisa menjadi andalan Ibu dan Yudi. Semoga saja dengan begitu rejeki Milla dimasa depan jadi lancar," "Amin... Semoga saja jalan rejeki kamu dimasa depan lancar, enteng jodoh dan sehat selalu," imbuh Lasmi. "Milla mau pergi ke rumah Bos dulu ya Bu," pamit Milla. "Iya, hati-hati di jalan!" pesan Lasmi. Milla pergi meninggalkan Ibunya, dia bergegas menuju rumah Bosnya dengan menaiki ojek yang biasa mangkal di depan rumah sakit tempat adiknya dirawat. Bersambung...Jonathan sibuk memainkan keyboard laptopnya, dia belum keluar dari ruang kerjanya sejak pagi, padahal hari ini adalah hari minggu. Tidak ada waktu bagi duda berusia 35 tahun itu untuk bersantai, hampir 20 jam sehari dia habiskan waktunya untuk bekerja dengan keras.Lelah, letih, tidak pernah Jonathan rasa. Semua bisa dia obati dengan membeli semua barang mewah yang dia mau. Mobil, apartemen, hotel, bahkan sebuah pulau pribadi bisa dibelinya dengan mudah.Brakkk...!Seorang wanita tua masuk ke dalam ruang kerja Jonathan. Dia adalah Maya Ibu dari Jonathan, wanita paling menyebalkan dan cerewet yang pernah hidup dimuka bumi ini. Meski sebal pada Ibunya sendiri, Jonathan tetap menyayanginya."Kapan kamu mau mencarikan Ibu baru untuk cucuku Jonathan?" tanya Maya.Jonathan mencopot kacamatanya dan menaruhnya di atas meja, dia menatap Ibunya dengan tatapan tajam penuh arti."Bu, berhentilah memintaku untuk mencari Ibu baru bagi Cantika. Berhentilah juga menjodohkan aku dengan anak atau cucu
Loh, Milla?" Jonathan terkejut saat melihat salah satu pegawainya ada di teras rumahnya."Selamat malam Pak," Milla meringis."Kamu ngapain malam-malam datang kesini?" Jonathan sedikit heran."Ada hal penting yang mau saya bicarakan sama Bapak," ucap Milla."Baiklah, ayo masuk ke dalam," ajak Jonathan.Milla dan Jonathan masuk ke dalam ruang tamu, keduanya duduk saling berhadapan. Milla meremas ujung dres yang dikenakannya untuk menghilangkan rasa gugup, ini kali pertama dia akan meminjam uang dalam jumlah besar pada Bosnya. Selain takut dimarahi oleh pria itu, Milla juga takut tidak diberi pinjaman uang.Terbayang rasa malu yang harus Milla tanggung jika dia tidak diberi pinjaman. Apa lagi jika Bosnya membocorkan hal itu pada rekan kerja Milla yang lain. Tapi Milla harus tetap mencobanya, pokoknya pantang mundur sebelum mencoba."Hal penting apa yang mau kamu bicarakan denganku?" tanya Jonathan terus terang."Adik saya terkena gagal ginjal Pak, dia harus segera dioperasi. Biayanya se
Satu minggu kemudian....Milla dan Jonathan telah resmi menjadi suami istri, Yudi yang masih duduk dibangku SMP menjadi wali nikah bagi Milla. Lasmi masih tak menyangka, putrinya yang baru berusia 20 tahun telah dipersunting oleh duda satu anak yang tampan dan kaya raya berusia 35 tahun. Semua bermula karena terhimpit biaya operasi Yudi.Awalnya Lasmi kurang menyetujui pernikahan ini, dia ragu rumah tangga Milla dan Jonathan akan langgeng karena menikah tidak didasarkan cinta. Tapi setelah dibujuk dengan berbagai cara oleh Cantika anak Jonathan, Lasmi akhirnya luluh juga."Anak itu sangat menyukai kamu ya," bisik Lasmi pada Milla. Dia hanya menjawab dengan anggukan saja karena Jonathan ada disebelahnya. Dia takut salah bicara dan membuat pria itu tersinggung.Maya terus memandangi anak menantunya yang tampil cantik dalam balutan kebaya berwarna putih. Maya tau kalau Milla adalah pegawai Jonathan yang berpendidikan minim, tapi dia tidak masalah yang penting Jonathan mau menikah dan men
Milla bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dia tidak peduli jika malam ini Jonathan memilih tidur dengan Alex daripada dirinya. Lagi pula Milla juga tidak bisa tidur dengan orang lain selain dengan Ibunya atau Yudi.Selesai mandi, Milla memakai daster. Dia memakai pengharum khusus ketiak, lalu memakai skincare ringan agar wajah dan kulit tubuhnya glowing. Dibanding dengan pakaian dan pernak perniknya, Milla lebih suka berinvestasi pada tubuhnya.Milla naik ke atas kasur berukuran besar, dia berguling kesana-kemari seperti anak kecil yang sedang bermain salju. Ini pertama kalinya Milla tidur diatas kasur empuk, besar dan lembut. Andai Ibu dan adiknya bisa ikut merasakan nikmatnya tidur diatas kasur kamar hotel VVIP ini.Baru saja hendak menutup mata, seseorang datang mengetuk pintu kamar."Bapak? Bukannya Bapak mau tidur sama Om Alex ya?" cicit Milla."Aku punya kamar sendiri, kenapa juga aku harus tidur di kamar asistenku?" Jonathan menaikan alisnya sebelah."He... H
Restoran alam sutera, pukul 07.15 menit.Milla menatap semua makanan yang tertata di atas meja, terlihat enak dan menggiurkan. Beberapa jenis diantaranya belum pernah Milla makan sama sekali, entah dia akan doyan atau tidak.Jonathan mengambil satu centong nasi, dia mengambil beberapa jenis lauk lalu menaruhnya dihadapan Milla. Pria itu juga menuang segelas air, menyiapkan sendok dan garpu.'Apa dia sedang melayaniku?' batin Milla.Alex tersenyum melihat bongkahan es kutub Utara di depannya mulai meleleh. Dia belum pernah melihat Bosnya melayani perempuan selain mendiang istrinya, diam-diam Alex mengabadikan momen manis itu dan mengirimkannya pada bu Maya."Makan yang banyak, biar cepat besar," goda Jonathan."Saya juga sudah besar Pak, sudah dua puluh tahun. Saya bukan anak-anak lagi," ucap Milla sewot."Oh, aku salah ya. Habis tinggi badanmu hanya beda beberapa senti dengan anakku sih," Jonathan terkekeh.Milla cemberut, dia paling tidak suka kalau ada yang mengungkit soal tinggi ba
Milla merasa perutnya nyeri, punggungnya panas dan juga pegal. Hari ini adalah jadwalnya Milla mendapatkan tamu bulanan, wanita cantik itu pergi ke kamar mandi untuk mengeceknya."Duh, kenapa harus sekarang? Aku lupa nggak bawa pembalut lagi di koper," keluh Milla.Milla keluar dari kamar mandi, dia berpegangan pada tembok dan berjalan merambat. Jonathan memperhatikan istrinya yang sedang cosplay menjadi ratu cicak, dia heran karena Milla terlihat kesakitan."Ada apa?" Jonathan sedikit khawatir."Saya sakit perut Pak," sahut Mila sambil meringis."Diare?" tebak Jonathan."Enggak,""Datang bulan?" tebak pria itu lagi."Iya Pak,"Jonathan bangkit dari duduknya, dia menghampiri Milla dan memapahnya sampai ke sofa. Tanpa disuruh, pria itu membuat segelas teh manis hangat untuk Milla."Ini, minumlah sedikit-sedikit," ucap Nathan sambil menyodorkan segelas teh manis pada Milla."Makasih. Kalo boleh merepotkan, bisa nggak Bapak belikan saya pembalut di luar? Kebetulan saya nggak bawa simpena
Setelah tiga malam menginap di hotel, Jonathan mengajak Milla kembali ke rumah. Padahal Milla belum puas jalan-jalan dan menikmati pemandangan alam di sekitar pantai. Terlebih, jika sudah sampai ke kota x tempat mereka tinggal, mereka akan sibuk dengan kegiatan masing-masing.Milla menatap keluar jendela, mengamati pepohonan yang tumbuh berjajar di pinggir jalan. Siapa yang merawat mereka? Kenapa mereka bisa tumbuh dengan kuat dan rapih? Milla sedang gabut, bahkan hidup pohon saja dia pikirkan, padahal hidupnya sendiri masih semrawut dan berantakan."Pegang ini," Jonathan menyodorkan sebuah kartu ATM pada Milla."Untuk apa kartu itu?" tanya Milla dengan tatapan polos."Ini untuk belanja keperluan dapur, rumah, jajan Cantika, dan kebutuhan pribadimu. Kamu juga boleh kasih sebagian untuk biaya hidup keluargamu tiap bulan. Soal biaya sekolah Cika dan lainnya aku yang urus," jelas Jonathan."Baik, saya akan terima kartu itu. Terimakasih." Milla sedikit menundukkan wajahnya ke bawah."Jang
Jonathan terpaku di depan foto mantan istrinya yang masih tergantung manis di dinding ruang kerja. Senyum wanita itu begitu manis, tatapannya teduh tapi cemerlang seperti bintang di langit malam.Nama wanita itu adalah Renata, dia pergi meninggalkan rumah demi pria lain beberapa saat setelah melahirkan Cantika. Karena hal itu, Jonathan sempat terpuruk dan membenci kehadiran putrinya karena wajahnya mirip sang Ibu. Sampai akhirnya waktu menghapus rasa benci itu dan merubahnya jadi rasa sayang.Awalnya Jonathan mengira, setelah Renata tidak akan ada wanita lain yang bisa menghidupkan api asmara yang ada di hatinya. Tapi ternyata perkiraan Jonathan meleset, Milla bocah kemarin sore bisa melakukannya hanya dengan waktu beberapa hari saja. Bahkan, Jonathan tidak perlu alasan untuk menyukai wanita muda.Tok... Tok... Tok....Pintu ruang kerja Jonathan di ketuk, Alex masuk ke dalam ruangan untuk membawa sebuah pesan dari Ibu Maya."Sarapan sudah siap, seluruh anggota keluarga sudah menunggu
Ruang istirahat khusus pegawai.Tomy duduk menyendiri, dia memikirkan tentang Agatha yang belum juga memberinya kabar setelah menerima pengakuan cinta darinya. Apakah gadis itu marah padanya? Atau, dia bersikap acuh karena ingin menjauhi Tomy dan menolak Tomy secara halus?"Bang, kok melamun?" suara Toni, adik Tomy, membuyarkan lamunannya. Toni duduk di sebelahnya dan menatapnya dengan penasaran. "Keliatannya serius banget. Ada masalah?"Tomy menggeleng cepat. "Nggak, cuma lagi capek aja."Toni mengernyit, jelas tidak percaya. "Yakin? Soalnya dari tadi mukamu kayak orang lagi galau. Habis di tolak cewek ya?"Tomy tertawa kecil, berusaha menutupi kegundahannya. "Nggak ada apa-apa. Udahlah, jangan banyak tanya."Toni menatap kakaknya dengan penuh selidik, tapi akhirnya memilih untuk tidak memaksa. "Yaudah, kalau kamu butuh cerita, aku ada di sini." Tomy hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Dalam hati, ia bertanya-tanya, sampai kapan ia harus menunggu jawaban dari Agatha? Apakah perasa
Dion menatap tunangannya, Icha, dengan senyum hangat. Hari ini adalah akhir pekan yang telah ia rencanakan sejak lama, sebuah kencan yang seharusnya hanya untuk mereka berdua. Namun, ide spontan muncul di benaknya, dan ia memutuskan untuk mengajak serta adiknya, Agatha, serta pegawainya, Tomi."Seru, kan? Kita bisa jalan bareng," kata Dion riang saat mereka berkumpul di depan mal.Agatha mengangguk senang. "Iya, setidaknya aku nggak merasa mengganggu kencan kalian."Tomi yang berdiri di sampingnya hanya tersenyum malu-malu. Sejak lama ia memendam perasaan terhadap Agatha, dan kesempatan ini adalah momen langka baginya untuk lebih dekat dengannya.Mereka memulai hari dengan makan siang di sebuah restoran favorit Icha. Sambil menyantap hidangan, obrolan mengalir dengan santai. Dion dan Icha sesekali bercanda mesra, sementara Agatha dan Tomi lebih banyak mendengar dan sesekali bertukar pandang canggung."Kamu nggak banyak bicara, Tom," kata Dion sambil menepuk pundak pegawainya. "Biasany
Acara pertunangan Icha dan Dion selesai, keduanya nampak bahagia, begitu juga dengan keluarga besar mereka. Tamu undangan mengucapkan selamat, terutama Cantika dan Yudi. Yudi menarik nafas lega karena akhirnya Dion menemukan pengganti Cantika di hatinya. Pria itu sempat khawatir suatu saat nanti Dion akan berusaha merebut Cantika kembali dari sisinya. "Jadi, kalian harus menunggu sampai berapa tahun lagi untuk menikah?" Tomi menyenggol lengan Dion pelan. "Segera setelah Icha lulus SMA kami akan menikah," sahut Dion. "Tapi aku ingin kuliah dan mengambil beberapa kursus lagi," keluh Icha. "Tenanglah, setelah menikah aku mengizinkanmu untuk kuliah dan ambil kursus," "Terimakasih, kamu baik sekali," "Baru tau kalau abangku baik?" Agatha menggoda Icha. "Dia baik karena ikut mendiang Ibuku, kalau dia ikut Ayahku hem..... Dia akan jadi seorang pemain," lanjut Icha. Hendri yang mendengar hal itu lngsung berjalan menghampiri putrinya dan menjewer telinganya pelan. Agatha mema
Jam istirahat sekolah, kantin. Icha dan agatha bertemu, Icha terus berkata belum siap untuk dilamar pada Agatha walaupun sebenarnya Icha telah cinta mati pada Dion. Bukan karena belum yakin, melainkan karena dia belum lulus sekolah SMA. "Jangan sekali-kali menolak tawaran baik dari abangku Icha, kamu tau kan? abangku itu banyak yang naksir. Kalau kamu kalah cepat nanti dia digoda sama cewek lain," "Iya juga sih, tapi...." Icha masih sedikit ragu. "Hanya lamaran saja kok, belum lulus juga nggak apa-apa," Agatha terus mengompori Icha agar mau dilamar oleh kakaknya.Fani dan Clarissa berjalan mendekati Icha, mereka duduk mengapit Icha di sebelah kanan dan kiri. Mereka sedikit bingung, akhir akhir ini Icha sering sekali bergaul dengan agatha. Sebenarnya ada hubungan apa diantara mereka berdua?Parahnya, Icha tidak pernah mengajak Fani dan Clarissa bergabung saat sedang bersama. Seolah mereka sedang membicarakan sesuatu yang rahasia."Icha sombong sekarang ya, lunga teman baru lupa sam
Hendri dan Agatha baru saja pulang dari jalan-jalan. Mereka membeli banyak barang belanjaan, hingga harus meminta bantuan supir untuk mengangkutnya. "Ayah pulang. Eh.... Ada siapa ini?" Hendri bertanya pada Dion yang sedang mengobrol dengan Icha berdua di ruang tv. Dia memperhatikan Icha dengan seksama, muda, cantik, rupanya Dion memiliki selera yang bagus. "Dia calon menantimu," sahut Agatha. "Oh, jadi ini yang namanya Icha?" "Iya, Om. Hallo, saya Icha," Icha memperkenalkan diri. "Hallo, saya Ayahnya Dion. Silahkan kalian berdua mengobrol, santai saja, anggap rumah sendiri," ujar Hendri. Dia membawa Agatha pergi dari ruangan itu agar tidak mengganggu momen bagus kakaknya. Icha menunduk malu, omongan Agatha tadi terngiang di telinganya. bisa bisanya icha dibilang calon mantu, padahal lamaran saja belum. Tapi dalam hati Icha merasa senang, itu artinya Icha di terima dengan baik oleh keluarga Dion. "Nanti aku antar pulang ya," ujar Dion. "Jangan, katanya kamu lagi sakit. Aku pul
Hari minggu tiba, Dion mengajak Icha pergi ke suatu tempat untuk makan siang bersama. Gadis itu tampil sangat imut dengan dres bunga yang memiliki banyak hiasan renda di bagian roknya. Dion tak bisa memalingkan pandangannya dari wajah gadis itu, membuat Icha salah tingkah karena di tatap secara berlebihan di tempat umum. Beberapa gadis di sekitar icha merasa cemburu, karena Dion memperlakukannya dengan sangat manis. "Jangan menatapku seperti itu kak, aku malu!" bisik Icha sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. "Kenapa harus malu? seharusnya kamu merasa beruntung karena di tatap dan di perhatikan oleh pria tampan sepertiku," seloroh Dion. "Heleh, kambuh lagi narsisnya," keluh Icha. Dion memesan banyak makanan, dia juga memesan empat gelas juice buah dan empat botol air mineral. Sementara di meja itu hanya duduk dua orang saja, Dion dan Icha. Icha sedikit bingung, sampai sepasang suami istri datang menghampiri meja mereka. Dia wanita yang pernah Icha lihat tempo hari sedang be
Dion baru saja membeli sebuah bunga untuk Icha, di dalam toko dia tak sengaja bertemu dengan Cantika. Alhasil, Dion mengajak Cantika duduk cantik di cafe sekitar untuk mengobrol dan bertukar kisah sebentar. Cantika terlihat lebih cantik, lebih gemuk dari biasanya. Wajahnya cerah, ceria, suaminya benar-benar mengurusnya dengan baik. Dion ikut bahagia, karena teman sekaligus cinta pertamanya nampak sangat bahagia dengan kehidupannya. "Bagaimana kabarmu?" tanya Dion. "Baik. Kamu sendiri bagaimana?" "Baik juga," "Siapa nama bocah SMA yang kamu kencani itu hem?" goda Cantika. "Namanya Icha, dia manis, imut dan lucu," "Seleramu sudah berubah ternyata," "Ha.... Ha.... Ha.... Tidak ada yang tau tentang nasib orang kedepannya bukan?" Dion dan Cantika asyik berbincang, mereka menceritakan tentang kehidupan masing-masing. Cantika yang telah jadi IRT lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, sementara dion yang jadi pebisnis lebih sering ada di luar daripada ada di rumah. Tanpa
Agatha keluar dari kelas, dia berjalan mengendap-endap mengikuti ke arah Icha pergi. Agatha ingin menangkap basah Kakaknya yang masih meluangkan waktu untuk antar jemput Icha walaupun pekerjaannya banyak. Tapi pria itu selalu menolak kalau Agatha yang minta diantar jemput. Sepertinya Dion lebih sayang dan perhatian pada kekasihnya daripada Agatha, hal itu membuat Agatha cemburu, iri dan dengki. Dion membuka pintu mobil, saat Icha hendak masuk tiba tiba Agatha muncul. Dia menahan Icha dan mendorongnya menjauh, kemudian Agatha masuk dan duduk di kursi mobil paling depan. "Agatha, kamu apa apaan si?" omel Dion. "Biar dia duduk di kursi belakang," seloroh Agatha. "Heh, kamu itu sudah punya supir pribadi. Kenapa juga harus ikut nyempil di sini? Abang mau pacaran tau tidak? Ganggu saja! Cepat keluar dari sini!" usir Dion. "Sudah lah kak, jangan ribut. Malu dilihat orang, biar aku duduk di belakang saja," Icha menengahi. Agatha tersenyum, dia senang karena Icha mau mengalah untukn
Agatha mendekati Kakaknya yang sedang makan sambil main ponsel di dapur. Dia mengendap seperti maling karena ingin membuat pria itu terkejut tapi gagal. "Aku tau kamu mau membuatku terkejut, Agatha," "Kok bisa tau?" "Parfummu bisa kucium dari jarak lima puluh kilo meter," "Alah, lebay!" Agatha menyeret kursi, dia duduk tepat di hadapan Dion. Berita Dion telah memiliki pacar tersebar luas, Tomi pelaku gosip itu menyebar hingga seantero kota X. "Siapa gadis itu?" "Apa maksudmu Agatha?" Dion keluar dari game dan meletakan ponselnya. "Siapa gadis bodoh yang mau menjadi pacarmu itu?" "Dia teman sekolahmu, juga teman les karate mu," Kemarin saat menjemput Icha, dia tak sengaja melihat Icha dan agatha tengah berbincang di taman sekolah. Keduanya tampak akur dan dekat, seolah olah sudah menjadi teman lama. "Siapa namanya?" "icha," "Hah? dia adik kelasku dan umurnya belum genap tujuh belas tahun? kakak mengencani anak di bawah umur?" Agatha sedikit terkejut. Tapi itula