Milla bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dia tidak peduli jika malam ini Jonathan memilih tidur dengan Alex daripada dirinya. Lagi pula Milla juga tidak bisa tidur dengan orang lain selain dengan Ibunya atau Yudi.
Selesai mandi, Milla memakai daster. Dia memakai pengharum khusus ketiak, lalu memakai skincare ringan agar wajah dan kulit tubuhnya glowing. Dibanding dengan pakaian dan pernak perniknya, Milla lebih suka berinvestasi pada tubuhnya. Milla naik ke atas kasur berukuran besar, dia berguling kesana-kemari seperti anak kecil yang sedang bermain salju. Ini pertama kalinya Milla tidur diatas kasur empuk, besar dan lembut. Andai Ibu dan adiknya bisa ikut merasakan nikmatnya tidur diatas kasur kamar hotel VVIP ini. Baru saja hendak menutup mata, seseorang datang mengetuk pintu kamar. "Bapak? Bukannya Bapak mau tidur sama Om Alex ya?" cicit Milla. "Aku punya kamar sendiri, kenapa juga aku harus tidur di kamar asistenku?" Jonathan menaikan alisnya sebelah. "He... He... He... Maaf, saya pikir Bapak dan Om Alex emh.... Itu...." Milla sedikit gelagapan. "Aku pria normal! Pikiranmu itu dangkal sekali!" dengus Jonathan kesal. Milla kembali naik ke atas kasur, Jonathan mengunci pintu, mematikan lampu dan berbaring disamping Milla. Suasana kamar menjadi hening, sunyi seperti kuburan baru. Tidak ada aktifitas apapun yang mereka lakukan selain merancang mimpi indah di alam bawah sadar mereka masing- masing. Breesss.... Hujan turun lebat tengah malam, selain menebarkan hawa dingin, hujan itu juga turun dengan membawa petir yang saling bersahutan. Mata Milla terbuka, dia takut petir. Tangannya meremas selimut dengan kuat, tubuhnya gemetar seperti orang yang sedang tersengat aliran listrik. "Kamu kenapa?" tanya Jonathan sambil memperhatikan gelagat aneh dari istrinya. "Saya takut petir Pak," sahut Milla. Merasa kasihan, Jonathan menarik Milla agar masuk dan bersembunyi dalam pelukannya. Dag.... Dig.... Dug.... Detak jantung Milla berdenyut tak karuan, begitu juga dengan detak jantung Jonathan. Milla bisa merasakannya karena saat ini telinga Milla menempel pada dada bidang pria itu. Aroma bunga lily tercium dari rambut panjang Milla yang terurai, Jonathan sempat memejamkan mata dan menghirup aroma lembut itu dalam-dalam. Jonathan bisa merasakan gejolak dalam dirinya yang naik kepermukaan, semakin lama tubuhnya semakin panas, tapi pria itu tetap berusaha untuk bersikap kalem. 'Ini baru mencium aroma rambutnya saja, apa lagi kalau aku...' batin Jonathan terputus. Dia tak ingin melanjutkan isi pikirannya yang tiba-tiba berubah jadi ngeres. "Tidurlah, aku akan menjagamu," lirih Jonathan. Milla hanya diam, perlahan gadis muda itu memejamkan kedua matanya kembali dan terbang ke alam mimpi. *** Pagi harinya.... Milla terbangun dari tidur lelapnya, tubuhnya terasa segar dan bugar. Tapi tidak dengan Jonathan, dia terlihat begitu lusuh dan dengan kedua mata yang mirip dengan panda. Apa pria itu tidak tidur semalaman? "Pagi," sapa Milla ramah. "Hemh...." sahut Jonathan singkat. "Bagaimana tidurnya Pak? Nyenyak?" tanya Milla sambil mengamati tiap titik wajah tampan suaminya itu. "Lumayan," Jonathan masih enggan menatap wajah Milla secara langsung. "Saya mau pergi mandi, setelah itu temani saya cari sarapan ya Pak. Saya lapar," ucap Milla. "Iya," Jonathan menganggukkan kepala. Milla pergi ke kamar mandi, dia menyalakan keran air untuk mengisi bathtub. Perasaanya sedang tidak menentu saat ini, dia terus memikirkan ekspresi wajah Jonathan yang aneh. Apa semalam telah terjadi sesuatu saat mereka tidur? Milla mencoba mengingat-ingat, tapi dia tidak berhasil mengingat apapun. Yang dia ingat hanya dia tidur dalam pelukan Jonathan dan menjadikan lengan pria itu sebagai bantal. "Ah, pasti lengan Pak Jonathan sakit sekarang. Aku bodoh sekali, kenapa juga harus menjadikan lengan pria itu sebagai bantal!" umpat Milla pada dirinya sendiri. Yang sebenarnya terjadi tadi malam.... Milla terus terusik karena suara petir yang berulang ulang. Gadis itu memeluk tubuh Jonathan erat, sambil sesekali meremasnya. Alarm tubuh Jonathan berbunyi, mengeluarkan tanda bahaya agar lebih waspada. Bulu kuduk berdiri, keringat keluar sebesar biji jagung melalui pori-pori tubuhnya. "Sial! Aku harus segera pergi dari dekapan gadis ini atau aku akan berubah menjadi seorang penjahat," lirih Jonathan. Dia mengangkat tangan Milla dan menyingkirkannya dari dada bidangnya. Tapi sayang usaha Jonathan gagal, Milla kembali memeluknya bahkan semakin erat. Gadis cantik itu juga mulai mengeluarkan suara keramat yang terasa menggelitik telinga Jonathan. "Eumh...." lenguh Milla. Dia mengangkat kakinya dan menaruhnya di atas kaki Jonathan, selimut yang Milla kenakan tersingkap, menunjukan pemandangan bagus yang tidak haram Jonathan lihat. "Huft...." Jonathan menghembuskan nafas kasar. Dia menggigit ujung bibir bawahnya seraya menahan gemuruh rasa yang mulai menyerang raganya. 'Milla, kamu rubah kecil yang sangat berbahaya!' ucap Jonathan dalam hati. Bersambung....Restoran alam sutera, pukul 07.15 menit.Milla menatap semua makanan yang tertata di atas meja, terlihat enak dan menggiurkan. Beberapa jenis diantaranya belum pernah Milla makan sama sekali, entah dia akan doyan atau tidak.Jonathan mengambil satu centong nasi, dia mengambil beberapa jenis lauk lalu menaruhnya dihadapan Milla. Pria itu juga menuang segelas air, menyiapkan sendok dan garpu.'Apa dia sedang melayaniku?' batin Milla.Alex tersenyum melihat bongkahan es kutub Utara di depannya mulai meleleh. Dia belum pernah melihat Bosnya melayani perempuan selain mendiang istrinya, diam-diam Alex mengabadikan momen manis itu dan mengirimkannya pada bu Maya."Makan yang banyak, biar cepat besar," goda Jonathan."Saya juga sudah besar Pak, sudah dua puluh tahun. Saya bukan anak-anak lagi," ucap Milla sewot."Oh, aku salah ya. Habis tinggi badanmu hanya beda beberapa senti dengan anakku sih," Jonathan terkekeh.Milla cemberut, dia paling tidak suka kalau ada yang mengungkit soal tinggi ba
Milla merasa perutnya nyeri, punggungnya panas dan juga pegal. Hari ini adalah jadwalnya Milla mendapatkan tamu bulanan, wanita cantik itu pergi ke kamar mandi untuk mengeceknya."Duh, kenapa harus sekarang? Aku lupa nggak bawa pembalut lagi di koper," keluh Milla.Milla keluar dari kamar mandi, dia berpegangan pada tembok dan berjalan merambat. Jonathan memperhatikan istrinya yang sedang cosplay menjadi ratu cicak, dia heran karena Milla terlihat kesakitan."Ada apa?" Jonathan sedikit khawatir."Saya sakit perut Pak," sahut Mila sambil meringis."Diare?" tebak Jonathan."Enggak,""Datang bulan?" tebak pria itu lagi."Iya Pak,"Jonathan bangkit dari duduknya, dia menghampiri Milla dan memapahnya sampai ke sofa. Tanpa disuruh, pria itu membuat segelas teh manis hangat untuk Milla."Ini, minumlah sedikit-sedikit," ucap Nathan sambil menyodorkan segelas teh manis pada Milla."Makasih. Kalo boleh merepotkan, bisa nggak Bapak belikan saya pembalut di luar? Kebetulan saya nggak bawa simpena
Setelah tiga malam menginap di hotel, Jonathan mengajak Milla kembali ke rumah. Padahal Milla belum puas jalan-jalan dan menikmati pemandangan alam di sekitar pantai. Terlebih, jika sudah sampai ke kota x tempat mereka tinggal, mereka akan sibuk dengan kegiatan masing-masing.Milla menatap keluar jendela, mengamati pepohonan yang tumbuh berjajar di pinggir jalan. Siapa yang merawat mereka? Kenapa mereka bisa tumbuh dengan kuat dan rapih? Milla sedang gabut, bahkan hidup pohon saja dia pikirkan, padahal hidupnya sendiri masih semrawut dan berantakan."Pegang ini," Jonathan menyodorkan sebuah kartu ATM pada Milla."Untuk apa kartu itu?" tanya Milla dengan tatapan polos."Ini untuk belanja keperluan dapur, rumah, jajan Cantika, dan kebutuhan pribadimu. Kamu juga boleh kasih sebagian untuk biaya hidup keluargamu tiap bulan. Soal biaya sekolah Cika dan lainnya aku yang urus," jelas Jonathan."Baik, saya akan terima kartu itu. Terimakasih." Milla sedikit menundukkan wajahnya ke bawah."Jang
Jonathan terpaku di depan foto mantan istrinya yang masih tergantung manis di dinding ruang kerja. Senyum wanita itu begitu manis, tatapannya teduh tapi cemerlang seperti bintang di langit malam.Nama wanita itu adalah Renata, dia pergi meninggalkan rumah demi pria lain beberapa saat setelah melahirkan Cantika. Karena hal itu, Jonathan sempat terpuruk dan membenci kehadiran putrinya karena wajahnya mirip sang Ibu. Sampai akhirnya waktu menghapus rasa benci itu dan merubahnya jadi rasa sayang.Awalnya Jonathan mengira, setelah Renata tidak akan ada wanita lain yang bisa menghidupkan api asmara yang ada di hatinya. Tapi ternyata perkiraan Jonathan meleset, Milla bocah kemarin sore bisa melakukannya hanya dengan waktu beberapa hari saja. Bahkan, Jonathan tidak perlu alasan untuk menyukai wanita muda.Tok... Tok... Tok....Pintu ruang kerja Jonathan di ketuk, Alex masuk ke dalam ruangan untuk membawa sebuah pesan dari Ibu Maya."Sarapan sudah siap, seluruh anggota keluarga sudah menunggu
Milla dan Jonathan turun dari mobil, Milla melirik ke kanan dan ke kiri mengamati situasi sekeliling. Jangan sampai ada pegawai lain yang melihat Milla datang bersama Jonathan, atau semuanya akan terbongkar.Menikah dengan Jonathan bukanlah sebuah prestasi, pria itu memiliki banyak penggemar di kalangan wanita khususnya para pegawainya sendiri. Milla berjalan mengendap-endap, dia mengintip dari balik dinding kaca mencari keberadaan sahabatnya yang bernama Sonia."Sedang apa kamu disitu?" Nathan menatap aneh istrinya yang berjongkok di bawah pot bunga berukuran besar."Anu Pak, saya sedang mencari Sonia," cicit Milla."Memangnya Sonia semut bisa nyelip di bawah pot?" Nathan menaikan alisnya sebelah."Eh, ya nggak juga Pak.""Ayo masuk," ajak Jonathan."Nggak mau, Bapak aja yang masuk duluan. Kalo bisa jangan sampai yang lain tau kalau kita sudah menikah ya Pak," pinta Milla."Kenapa memangnya? Kamu malu punya suami seperti aku?" Jonathan berkerut dahi."Bukan begitu, tapi...." omongan
Milla dan Jonathan turun dari dalam mobil, mereka langsung menuju cafe yang baru saja selesai dibangun. Tempatnya lebih luas dan besar, padahal tempat ini hanya cabang. Sepertinya Jonathan akan memerlukan banyak pegawai baru di tempat ini, letaknya yang strategis membuat Milla yakin kalau cafe ini akan selalu ramai pengunjung.Milla berkeliling seorang diri, sementara Jonathan sibuk berbincang dengan salah seorang pekerja disana. Tak disangka, Milla bertemu dengan teman lama. Namanya Iqbal, teman sekelas waktu SMA dulu. Milla tak menyangka murid paling pintar dan tampan di sekolahnha akan terdampar menjadi tukang bangunan."Milla?" Iqbal ternganga melihat temannya ada di sana."Iqbal? Kamu....?" Milla pura-pura terkejut."Seperti yang kamu lihat, ini pekerjaanku sekarang," ucap Iqbal dengan wajah sedikit malu."Nggak apa-apa, yang penting bisa menghasilkan uang halal. Apa lagi sekarang cari kerja kan susah," Milla memberi semangat secara tidak langsung."Sedang apa kamu disini?" tanya
Milla membuka mata, segera dia menoleh ke arah samping dan mendapati suaminya masih tertidur lelap. Milla membuka selimut yang menutupi tubuhnya, pakaiannya masih lengkap, semalam pria itu tidak melakukan sesuatu padanya.Milla berjalan lemas menuju kamar mandi, dia berdiri di depan wastafel sambil bercermin. Wajahnya nampak lebih cerah dari biasanya, mungkin karena tidurnya lelap semalam. Dan.... Apa itu? Milla melihat ada dua tanda merah di leher bagian depan."Ini kok bentuknya seperti.... Ah, sial. Pak Jonathan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan!" umpat Milla kesal. Gadis itu yakin dua tanda merah yang menempel di lehernya adalah ulah dari suaminya.Haruskah Milla protes pada Jonathan? Tapi yang dilakukan olehnya bukanlah sebuah kesalahan. Mereka pasangan suami istri dan Jonathan pria normal. Wajar jika dia menginginkan sesuatu dari Milla tanpa perlu bertanya terlebih dahulu.Milla keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap, dia mengeringkan rambutnya yang basah dengan s
Suasana rumah besar itu nampak sepi, seluruh penghuninya memiliki acara di luar kecuali Milla. Merasa jenuh, Milla mengajak Sonia bertemu di tempat favorit mereka nongkrong. Kebetulan hari ini adalah jatah Sonia libur, mereka bisa bertemu sekalian bertukar cerita. Usai pamit pada penjaga rumah, Milla pergi menuju taman kota dengan menaiki taxi. Tidak perlu waktu lama untuk tiba di tempat tujuan, tiga puluh menit kemudian Milla telah sampai dan langsung mencari keberadaan Sonia. "Milla!" panggil Sonia. Gadis itu melambaikan tangan kanannya sementara tangan kirinya sibuk memegangi semangkuk bakso. Sonia menunggu Milla di bangku taman, sejajar dengan gerobak bakso milik Mang Ujang langganan mereka. Cukup lama Milla dan Sonia tidak nongkrong di tempat itu, tepatnya sejak adik Milla sakit lalu Milla harus menghemat pengeluaran untuk jajan. "Udah lama nunggunya?" "Belum kok. Mau bakso?" "Mau lah," "Eh, kirain. Udah jadi Nyonya nggak doyan makan bakso lagi," "Jangan gitu dong,
Ruang istirahat khusus pegawai.Tomy duduk menyendiri, dia memikirkan tentang Agatha yang belum juga memberinya kabar setelah menerima pengakuan cinta darinya. Apakah gadis itu marah padanya? Atau, dia bersikap acuh karena ingin menjauhi Tomy dan menolak Tomy secara halus?"Bang, kok melamun?" suara Toni, adik Tomy, membuyarkan lamunannya. Toni duduk di sebelahnya dan menatapnya dengan penasaran. "Keliatannya serius banget. Ada masalah?"Tomy menggeleng cepat. "Nggak, cuma lagi capek aja."Toni mengernyit, jelas tidak percaya. "Yakin? Soalnya dari tadi mukamu kayak orang lagi galau. Habis di tolak cewek ya?"Tomy tertawa kecil, berusaha menutupi kegundahannya. "Nggak ada apa-apa. Udahlah, jangan banyak tanya."Toni menatap kakaknya dengan penuh selidik, tapi akhirnya memilih untuk tidak memaksa. "Yaudah, kalau kamu butuh cerita, aku ada di sini." Tomy hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Dalam hati, ia bertanya-tanya, sampai kapan ia harus menunggu jawaban dari Agatha? Apakah perasa
Dion menatap tunangannya, Icha, dengan senyum hangat. Hari ini adalah akhir pekan yang telah ia rencanakan sejak lama, sebuah kencan yang seharusnya hanya untuk mereka berdua. Namun, ide spontan muncul di benaknya, dan ia memutuskan untuk mengajak serta adiknya, Agatha, serta pegawainya, Tomi."Seru, kan? Kita bisa jalan bareng," kata Dion riang saat mereka berkumpul di depan mal.Agatha mengangguk senang. "Iya, setidaknya aku nggak merasa mengganggu kencan kalian."Tomi yang berdiri di sampingnya hanya tersenyum malu-malu. Sejak lama ia memendam perasaan terhadap Agatha, dan kesempatan ini adalah momen langka baginya untuk lebih dekat dengannya.Mereka memulai hari dengan makan siang di sebuah restoran favorit Icha. Sambil menyantap hidangan, obrolan mengalir dengan santai. Dion dan Icha sesekali bercanda mesra, sementara Agatha dan Tomi lebih banyak mendengar dan sesekali bertukar pandang canggung."Kamu nggak banyak bicara, Tom," kata Dion sambil menepuk pundak pegawainya. "Biasany
Acara pertunangan Icha dan Dion selesai, keduanya nampak bahagia, begitu juga dengan keluarga besar mereka. Tamu undangan mengucapkan selamat, terutama Cantika dan Yudi. Yudi menarik nafas lega karena akhirnya Dion menemukan pengganti Cantika di hatinya. Pria itu sempat khawatir suatu saat nanti Dion akan berusaha merebut Cantika kembali dari sisinya. "Jadi, kalian harus menunggu sampai berapa tahun lagi untuk menikah?" Tomi menyenggol lengan Dion pelan. "Segera setelah Icha lulus SMA kami akan menikah," sahut Dion. "Tapi aku ingin kuliah dan mengambil beberapa kursus lagi," keluh Icha. "Tenanglah, setelah menikah aku mengizinkanmu untuk kuliah dan ambil kursus," "Terimakasih, kamu baik sekali," "Baru tau kalau abangku baik?" Agatha menggoda Icha. "Dia baik karena ikut mendiang Ibuku, kalau dia ikut Ayahku hem..... Dia akan jadi seorang pemain," lanjut Icha. Hendri yang mendengar hal itu lngsung berjalan menghampiri putrinya dan menjewer telinganya pelan. Agatha mema
Jam istirahat sekolah, kantin. Icha dan agatha bertemu, Icha terus berkata belum siap untuk dilamar pada Agatha walaupun sebenarnya Icha telah cinta mati pada Dion. Bukan karena belum yakin, melainkan karena dia belum lulus sekolah SMA. "Jangan sekali-kali menolak tawaran baik dari abangku Icha, kamu tau kan? abangku itu banyak yang naksir. Kalau kamu kalah cepat nanti dia digoda sama cewek lain," "Iya juga sih, tapi...." Icha masih sedikit ragu. "Hanya lamaran saja kok, belum lulus juga nggak apa-apa," Agatha terus mengompori Icha agar mau dilamar oleh kakaknya.Fani dan Clarissa berjalan mendekati Icha, mereka duduk mengapit Icha di sebelah kanan dan kiri. Mereka sedikit bingung, akhir akhir ini Icha sering sekali bergaul dengan agatha. Sebenarnya ada hubungan apa diantara mereka berdua?Parahnya, Icha tidak pernah mengajak Fani dan Clarissa bergabung saat sedang bersama. Seolah mereka sedang membicarakan sesuatu yang rahasia."Icha sombong sekarang ya, lunga teman baru lupa sam
Hendri dan Agatha baru saja pulang dari jalan-jalan. Mereka membeli banyak barang belanjaan, hingga harus meminta bantuan supir untuk mengangkutnya. "Ayah pulang. Eh.... Ada siapa ini?" Hendri bertanya pada Dion yang sedang mengobrol dengan Icha berdua di ruang tv. Dia memperhatikan Icha dengan seksama, muda, cantik, rupanya Dion memiliki selera yang bagus. "Dia calon menantimu," sahut Agatha. "Oh, jadi ini yang namanya Icha?" "Iya, Om. Hallo, saya Icha," Icha memperkenalkan diri. "Hallo, saya Ayahnya Dion. Silahkan kalian berdua mengobrol, santai saja, anggap rumah sendiri," ujar Hendri. Dia membawa Agatha pergi dari ruangan itu agar tidak mengganggu momen bagus kakaknya. Icha menunduk malu, omongan Agatha tadi terngiang di telinganya. bisa bisanya icha dibilang calon mantu, padahal lamaran saja belum. Tapi dalam hati Icha merasa senang, itu artinya Icha di terima dengan baik oleh keluarga Dion. "Nanti aku antar pulang ya," ujar Dion. "Jangan, katanya kamu lagi sakit. Aku pul
Hari minggu tiba, Dion mengajak Icha pergi ke suatu tempat untuk makan siang bersama. Gadis itu tampil sangat imut dengan dres bunga yang memiliki banyak hiasan renda di bagian roknya. Dion tak bisa memalingkan pandangannya dari wajah gadis itu, membuat Icha salah tingkah karena di tatap secara berlebihan di tempat umum. Beberapa gadis di sekitar icha merasa cemburu, karena Dion memperlakukannya dengan sangat manis. "Jangan menatapku seperti itu kak, aku malu!" bisik Icha sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. "Kenapa harus malu? seharusnya kamu merasa beruntung karena di tatap dan di perhatikan oleh pria tampan sepertiku," seloroh Dion. "Heleh, kambuh lagi narsisnya," keluh Icha. Dion memesan banyak makanan, dia juga memesan empat gelas juice buah dan empat botol air mineral. Sementara di meja itu hanya duduk dua orang saja, Dion dan Icha. Icha sedikit bingung, sampai sepasang suami istri datang menghampiri meja mereka. Dia wanita yang pernah Icha lihat tempo hari sedang be
Dion baru saja membeli sebuah bunga untuk Icha, di dalam toko dia tak sengaja bertemu dengan Cantika. Alhasil, Dion mengajak Cantika duduk cantik di cafe sekitar untuk mengobrol dan bertukar kisah sebentar. Cantika terlihat lebih cantik, lebih gemuk dari biasanya. Wajahnya cerah, ceria, suaminya benar-benar mengurusnya dengan baik. Dion ikut bahagia, karena teman sekaligus cinta pertamanya nampak sangat bahagia dengan kehidupannya. "Bagaimana kabarmu?" tanya Dion. "Baik. Kamu sendiri bagaimana?" "Baik juga," "Siapa nama bocah SMA yang kamu kencani itu hem?" goda Cantika. "Namanya Icha, dia manis, imut dan lucu," "Seleramu sudah berubah ternyata," "Ha.... Ha.... Ha.... Tidak ada yang tau tentang nasib orang kedepannya bukan?" Dion dan Cantika asyik berbincang, mereka menceritakan tentang kehidupan masing-masing. Cantika yang telah jadi IRT lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, sementara dion yang jadi pebisnis lebih sering ada di luar daripada ada di rumah. Tanpa
Agatha keluar dari kelas, dia berjalan mengendap-endap mengikuti ke arah Icha pergi. Agatha ingin menangkap basah Kakaknya yang masih meluangkan waktu untuk antar jemput Icha walaupun pekerjaannya banyak. Tapi pria itu selalu menolak kalau Agatha yang minta diantar jemput. Sepertinya Dion lebih sayang dan perhatian pada kekasihnya daripada Agatha, hal itu membuat Agatha cemburu, iri dan dengki. Dion membuka pintu mobil, saat Icha hendak masuk tiba tiba Agatha muncul. Dia menahan Icha dan mendorongnya menjauh, kemudian Agatha masuk dan duduk di kursi mobil paling depan. "Agatha, kamu apa apaan si?" omel Dion. "Biar dia duduk di kursi belakang," seloroh Agatha. "Heh, kamu itu sudah punya supir pribadi. Kenapa juga harus ikut nyempil di sini? Abang mau pacaran tau tidak? Ganggu saja! Cepat keluar dari sini!" usir Dion. "Sudah lah kak, jangan ribut. Malu dilihat orang, biar aku duduk di belakang saja," Icha menengahi. Agatha tersenyum, dia senang karena Icha mau mengalah untukn
Agatha mendekati Kakaknya yang sedang makan sambil main ponsel di dapur. Dia mengendap seperti maling karena ingin membuat pria itu terkejut tapi gagal. "Aku tau kamu mau membuatku terkejut, Agatha," "Kok bisa tau?" "Parfummu bisa kucium dari jarak lima puluh kilo meter," "Alah, lebay!" Agatha menyeret kursi, dia duduk tepat di hadapan Dion. Berita Dion telah memiliki pacar tersebar luas, Tomi pelaku gosip itu menyebar hingga seantero kota X. "Siapa gadis itu?" "Apa maksudmu Agatha?" Dion keluar dari game dan meletakan ponselnya. "Siapa gadis bodoh yang mau menjadi pacarmu itu?" "Dia teman sekolahmu, juga teman les karate mu," Kemarin saat menjemput Icha, dia tak sengaja melihat Icha dan agatha tengah berbincang di taman sekolah. Keduanya tampak akur dan dekat, seolah olah sudah menjadi teman lama. "Siapa namanya?" "icha," "Hah? dia adik kelasku dan umurnya belum genap tujuh belas tahun? kakak mengencani anak di bawah umur?" Agatha sedikit terkejut. Tapi itula