Yolanda seperti biasa tengah sibuk meramu minuman untuk pelanggannya. Senyum manisnya tak luput membuat para pelanggan pria yang tengah duduk di bar stool terus menatapinya. Yolanda tak begitu mempermasalahkan hal itu karena memang sudah jadi hal lumrah jika ia bekerja di bidang ini.
“Hey, bagaimana jika habis ini temani aku ke hotel? Aku pastikan akan membayarmu dengan harga tinggi,” ajak seorang lelaki hidung belang tersenyum pongah padanya.
Yolanda mengacuhkannya dan tetap melakukan pekerjaannya sebagai bartender. Merasa tak dipedulikan, pria itu marah besar dan menggebrak bar counter.
“Kau itu jangan sok suci! Aku tahu betul bahwa dirimu sudah biasa menjajakan tubuhmu pada lelaki hidung belang,” amuknya dengan nafas memburu.
Kegiatan Yolanda terhenti dan dirinya meletakkan shaking set nya ke bar table agar bisa sepenuhnya menatap pelanggan tak tahu diri itu. Ia paling tak suka ada yang menyebutnya sok suci atau sejenisnya. Hey, dia memang masih suci dan belum tersentuh, kok.
“Bisa tinggalkan saja tempat ini? Maaf, tapi kami tak melayani pelanggan barbar seperti anda,” ujar Yola terlampau tenang.
Bukannya menurut dan segera pergi, lelaki hidung belang itu malah mengamuk padanya. Ia menaiki meja dan mencekik lehernya Yola sampai empunya terbatuk.
Beberapa pelanggan yang kebetulan ada di depan bar counter panik melihat aksi nekat pria itu. Namun, tak ada yang mau menolong Yola sama sekali sebab terlalu segan dengan pria garang yang tengah mencekiknya.
“Yak, lepaskan aku, Bodoh!” pekik Yola dengan nafas tercekatnya. Tangannya bergerak terus untuk memukuli tangan yang tengah mencekiknya itu.
Alunan musik keras yang memekakkan telinga, nyatanya membuat Yola pasrah akan keadaan. Tak ada yang mendengar jeritan kesakitannya dan juga tak ada yang peduli akan keselamatan dirinya.
Saat mata Yolanda mulai tertutup pasrah, seseorang menarik pinggangnya dengan gesit. Dan saat Yola membuka matanya, ia sudah ada di pelukan seorang lelaki.
“Kau tak apa-apa, Nona?” tanyanya yang segera diangguki oleh Yola.
Usai memastikan wanita di pelukannya aman, ia melepaskan Yolanda dan menatap dingin ke arah pria hidung belang.
“Sikap anda pada wanita, sungguh keterlaluan sekali. Memangnya apa salah wanita ini sampai anda mencekiknya?” semprotnya dengan suara berat dan maskulin.
Pria hidung belang menuding Yolanda dengan jari telunjuknya. “Ia mengusirku dan sok jual mahal,” adunya yakin bahwa pria yang tengah menginterogasinya ini akan berpihak padanya.
“Tapi, dia juga merendahkanku. Aku bukan wanita murahan, asal kalian tahu saja.” Yolanda segera menyanggahnya.
Tepat saat ketiganya tengah bersitegang, Arka datang dan segera menengahi. Ia juga bartender dan merupakan rekan kerjanya Yolanda. Bisa dibilang ia juga teman mainnya Yolanda.
Arka tadi sedang pergi mengantar salah satu pelanggan wanita yang mabuk berat. Jadi, ia terpaksa meninggalkan Yolanda untuk melayani pesanan minuman para pelanggan lainnya. Tapi saat ia kembali, malah disuguhi oleh perdebatan di bar counter. Ia menghela nafas sebab saking terbiasanya dengan aksi barbar pelanggan yang merasa kesal oleh sikapnya Yolanda. Yah, memang Yola itu hanya bekerja sebagai bartender bukannya menjual diri.
“Maaf, tapi bisakah anda pergi saja dari sini? Atasan kami pasti membenci keributan seperti ini, Tuan,” tutur Arka lembut agar tidak makin membuat geram pelanggannya.
Dengan perasaan super kesal dan rasa malu, lelaki hidung belang itu menyabet jaket dan angkat kaki dari bar itu.
Tersisa Yolanda dan pria yang menolongnya tadi, sebab Arka sudah kembali ke belakang bar counter untuk melayani pelanggan lainnya.
“Maaf, atas ketidaknyamanan nya, ya. Kalau aku boleh tahu, siapa namamu?” ujar Yola mencoba terdengar bersahabat.
“Panggil saja Yardan. Aku pergi kalau begitu. Sepertinya tempat ini sangat tidak cocok untukku,” sahut Yardan yang diikuti kekehan terlampau kecil sehingga malah terdengar canggung.
“Oh, baru pertama kali di night club, ya?” tanya Yola sekedar basa-basi.
Yardan mengangguk lalu pergi. Sedangkan Yolanda juga tak mau ambil pusing dan kembali ke tempatnya.
Saat sudah berdiri di sisi Arka, ia langsung dicekoki oleh pertanyaannya.
“Kau selalu saja bermasalah untuk mengendalikan amarahmu. Kenapa mulutmu tidak bisa diam saja saat pelanggan menggunjingmu? Kau jadi terus kena masalah seperti tadi itu karena membuat pelanggan kecewa,” cerocos Arka berbisik.
Yola mendecih. “Hey, aku hanya tidak suka dipandang rendah karena pekerjaanku. Yah, aku memang peracik minuman di bar seperti ini, tapi aku bukan wanita murahan yang menjajakan tubuhnya pada lelaki,” sanggahnya tak mau disalahkan.
“Iya-iya, aku paham. Tapi, kau juga harusnya bisa mengerti pandangan banyak orang pada kita yang bekerja di tempat seperti ini. Kita hanya akan dianggap hina oleh mereka,” jelas Arka lalu tersenyum saat memberikan gelas berisi wiski pada pelanggan wanita di depannya.
Jika sudah pembicaraan sampai tahap ini, maka Yola akan memilih diam. Ia tetap tak bisa terima akan kebenaran itu. Tetapi, berhenti dari pekerjaannya yang sekarang juga bukanlah jalan keluarnya.
Arka melirik Yola sebentar lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
*****
“Kau langsung pulang?” tegur Arka saat keduanya berbarengan keluar dari diskotek.
Yolanda sepertinya tengah merajuk dan tak mau bicara dengannya, Arka menebaknya. Yah, sudah sering hubungan keduanya seperti ini. Nanti juga akan kembali akur lagi, kok.
“Bagaimana jika kita pergi jalan-jalan dulu? Yah, pagi buta begini tak ada salahnya olahraga lebih cepat,” kekeh Arka yang mencoba santai.
Yola masih diam dan tak mau merespon candaannya. Arka lalu mengusak kasar rambutnya dan berjalan di depan Yolanda dengan menatap wajahnya. Ia tengah berjalan mundur lebih tepatnya.
“Hey, sudah mengambeknya! Kau tidak seru sekali, sih, begitu saja marah,” hela Arka sambil menaik-turunkan alisnya menggoda.
“Kau juga, sih, sama menyebalkannya. Kau tahu sendiri bagaimana kesalnya aku jika dihina, tapi dirimu malah ikut mengejek. Intinya, aku sebal denganmu,” tukas Yola membuka suaranya setelah sekian purnama Arka memancingnya.
Arka tertawa renyah akhirnya ditanggapi oleh Yolanda.
“Ya, maafkan. Aku bicara begitu juga untuk kebaikanmu, loh. Sudah ada berapa kasus yang hampir sama karena sikapmu itu,” tukas Arka seraya meringis imut.
“Oh iya, kau tadi kenal dengan pria yang membantumu, tidak? Kurasa dia bukan pelanggan tetap di tempat kita, ya, kan? Wajahnya tampak asing dan sikap canggungnya membuatku berpikir bahwa dirinya masih pertama kali pergi ke diskotek,” celoteh Arka yang malah menggosipkan lelaki yang tadi membantu Yola.
Yolanda kembali memutar kejadian beberapa saat lalu. Yah, ia juga bisa menebak bahwa pria itu baru pertama kali ke tempat seperti bar.
“Aku hanya tahu namanya Yardan—sekedar itu saja,” ungkap Yolanda santai.
Arka mengangguk paham lalu berjalan dengan benar, yaitu di sebelah Yolanda.
Yolanda memasuki rumah sepetaknya yang gelap. Ia tinggal sendirian dan tak punya kerabat yang mau direpotkan olehnya. Yah, siapa juga yang akan mau mengurusi anak seorang penjahat seperti dirinya?Yolanda menatap sekilas foto keluarga yang terdiri antara dirinya dan kedua orangtuanya. Foto usang namun ekspresi orang di foto itu tersenyum bahagia.“Itu hanya kebohongan yang menyakitkan. Ayahku tak sebaik itu untuk pantas mendapatkan keluarga bahagia seperti di foto,” gumamnya lalu melenggang masuk kamar mandi.Seraya mengeringkan rambutnya sehabis keramas, Yolanda mendekati jendela dan mengintip. Di luar sudah pagi dan banyak orang-orang melakukan aktivitasnya. Ada beberapa anak remaja yang berangkat sekolah, ada pula para pekerja kantoran yang berjalan tergesa agar tidak telat. Yolanda hanya memperhatikan kesibukan mereka di pagi hari dari dalam rumah kecil nan pengap ini. Ia tak pantas mengidamkan hal yang sama seperti mereka.Usai puas memandangi orang-orang di luaran sana, Yolanda
Yolanda sehabis makan inginnya langsung tidur, namun Arka menghalaunya.“Jangan tidur dulu! Ayo, ikut denganku ke tempat asyik!” ujarnya seraya menarik tangan Yola agar mau bangun.Astaga, dirinya itu sedang mengantuk dan ingin berleha-leha sebelum nanti malam kembali bekerja, gerundel Yola membatin.“Aku hari ini ulang tahun, loh. Jangan bilang bahwa dirimu lupa hari penting ini!” rengek Arka yang bersikeras mengajak Yola untuk keluar.Yola merotasikan bola matanya jengah. “Kau pikir aku bodoh? Mana ada ulang tahun sebulan dua sampai tiga kali? Alasanmu untuk mengajakku keluar itu sangatlah memuakkan, asal dirimu tahu saja,” sindirnya membuat Arka mencebik.Yah, Arka memang seringkali membodohinya agar mau diajak keluar di jam-jam seperti sekarang.Niatan Arka memang bagus, yaitu ingin menarik keluar Yola dari gua yang disebut rumah sepetak ini. Yolanda selalu mengurung dirinya di tempat pengap ini dan memilih tak mau berinteraksi dengan dunia luar. Ia hanya keluar saat malam sekedar
“Kenapa? Apa yang salah dengan tindakanku, hah?” kejutnya membuat Yolanda segera tersadar dari lamunannya.Yola menggigit bibirnya malu dan menunduk. Ia harus keluar dari situasi memalukan ini.“Eh, tapi aku benar-benar melihatmu ingin mencopet gadis itu, kok. Pandanganku tidak akan salah,” ujar Yola saat dirinya sudah berbalik menatap pria yang melihatnya angkuh.Sikap Yola yang sebelumnya tampak kikuk, kini sudah berubah menjadi pemberani.“Kau memang tampan, tapi kelakuanmu barusan membuat wajahmu tercoreng. Bagaimana jika tadi aku kelepasan berteriak agar semua orang menangkapmu, hah? Kujamin dirimu sekarang tengah diinterogasi polisi,” cemooh Yola yang makin menantang. Pria tampan bukan berarti mampu meluluhkan Yolanda.“Lalu, kau mau apa? Dirimu mau mengancamku, ya?” kelakar sang pria.Sepertinya Yolanda salah berhubungan dengan pria ini. Ia bisa tahu bahwa pria ini terlihat licik. Ia pasti sudah terbiasa memanfaatkan wajah tampannya untuk menjerat banyak wanita.Bukannya apa-ap
Yolanda terus menggerutu saat tangannya ditarik Arka. Ia yang berpikir bisa bahagia tidur seharian penuh, akhirnya harus dihantam kenyataan bahwa seorang Arka takkan membiarkannya tenang. Terbukti sekarang Arka tengah memaksanya untuk pergi ke pasar malam.“Yak! Kau pikir aku tak punya kerjaan? Kenapa mengajakku ke sini, sih?” gerundelnya selama perjalanan.“Kerja yang kau maksud pasti hanyalah tidur. Kau itu jangan jadi introvert berlebihan! Toh, harusnya kau bersyukur karena punya teman yang baik sepertiku yang sampai memikirkan dirimu.” Arka menukasnya dengan nada jengah.Yola bungkam saja saat tengah terpojok begini. Ia tak bisa mengelak lagi karena memang benar itu kenyataannya.Arka langsung menarik Yola menuju salah satu stand makanan. “Aku yang bayar malam ini. Hitung-hitung sebagai bentuk tanggung jawabku karena menculikmu keluar dari gua,” jelasnya santai.Yolanda yang awalnya mengambek segera berbinar mengetahui ia akan ditraktir. Yah, bisa menghemat pengeluarannya.“Gilira
Yolanda menggaruk frustrasi kepalanya hingga rambut panjangnya jadi berantakan. Ia memicing tajam pada Arka yang masih saja memegangi tangan kecil Leta dan terus mengekori ke mana dirinya pergi. “Hey, usir dia! Aku tak mau orang-orang berpikir aku ini berusaha menelantarkan anak.” Yola berbalik dan berteriak marah pada Arka.“Kau itu sungguh tega sekali. Leta masih kecil dan orangtuanya saja belum menemukannya. Kita harus menjaganya, bukan?” bantah Arka yang sangat iba pada Leta.Yolanda menggeleng keras. “Tidak harus, kok. Tinggalkan saja dia di sini sampai orangtuanya datang! Atau jika kau tak tega, maka rawat saja dia. Tapi aku tidak mau ikut-ikutan dan mau pulang.”Tak menunggu Arka menyahuti, Yola langsung berlari secepatnya untuk pergi. Ia tak mau diekori oleh dua orang itu yang menurutnya akan sangat merepotkan.Arka yang ditinggal juga tak pikir panjang untuk menggendong Leta dan mengejar Yola. Ia berteriak memanggil nama Yolanda agar membuat temannya itu malu dan berhenti me
“Kau tengah melamunkan apa? Jangan buat keadaan suram di tempat ini!” tegur Yola saat berjalan melewati Arka untuk mengambil gelas di sebelahnya. Arka tak biasanya suntuk seperti itu sampai beberapa kali pelanggan wanita menegurnya. Arka lah yang paling ramah ketimbang Yolanda jika menyangkut memberi pelayanan seperti sekarang. Makanya, Yolanda dibuat bingung dengan sikapnya yang aneh malam ini. “Entah kenapa, tapi aku teringat tentang Leta. Bagaimana kabarnya gadis kecil itu, ya?” ucap Arka yang malah mendapat jitakan dari Yola. “Kau pasti sudah gila. Kenapa memikirkan bocah itu, hah? Sudahlah, lanjutkan pekerjaanmu dengan baik! Sehabis pulang nanti, aku pastikan akan membersihkan otakmu yang sudah terkontaminasi itu,” ungkap Yola begitu frontal. Arka membuatnya jadi sebal sendiri. Menyesal juga sudah menanyakan alasan perubahan sikap tak biasanya ini. Yola sama sekali tak ingat soal bocah kecil yang mengganggunya itu. Sudah seminggu sejak pertemuan mereka dengan Leta malam itu da
“Kau sudah bertemu dengan Yardan? Maaf, aku harus lempar dia kepadamu karena aku tengah sibuk. Lalu, bagaimana hasilnya?” sosor Arka saat Yolanda baru saja memakai kembali apronnya.“Aku bilang bahwa kita tak butuh uangnya. Yah, aku memang sudah gila menolak rezeki itu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mau lagi berurusan dengan orang sepertinya,” ungkap Yola apa adanya.Awalnya Arka mau memotong ucapan Yola saat dirinya bilang bahwa menolak uang kompensasinya, namun ia bungkam di kalimat terakhir Yola. Yah, Arka memang tahu bahwa Yolanda benci berurusan dengan orang kaya. Menurutnya, orang dengan banyak harta selalu sombong dan menyepelekan orang-orang kecil tak berduit seperti dirinya.Arka kadang setuju dan kadang tidak dengan pemikirannya Yola yang satu ini. Namun, ia lebih memilih menghargai batasan yang sudah dibangun Yola.“Iya juga, sih, aku merasa bahwa Yardan adalah orang yang berduit. Terlihat sekali pakaiannya yang formal khas kantoran serta terlihat mahal. Memang lebih bai
Yolanda berjalan mendahului Arka dan keduanya memilih berpisah untuk mencari mangsa. Tapi kenyataannya, keduanya hanya duduk dan menatapi orang berlalu-lalang serta bergerombol di lantai dansa. Ada juga pole dance–tari tiang–yang ditarikan cukup erotis oleh penarinya membuat Yola meneguk ludah susah payah. Suasananya terlalu bising hingga memekakkan telinganya. Rasanya ia mau menyerah saja tanpa menyelesaikan tantangan yang ia buat dengan Arka. Biar saja ia relakan beberapa lembar uangnya untuk membayar hari ini karena itu lebih baik ketimbang dirinya berlama-lama di tempat tak nyaman ini.Yola menoleh ke kanan-kiri untuk mencari keberadaan Arka yang entah di mana batang hidungnya itu.“Jangan-jangan Arka sudah berhasil dapat mangsa?” tebak Yola lalu mendecih kesal setelahnya.Yola lalu turun dari kursi tinggi dan berjalan dengan menyempil di antara banyaknya orang yang tengah bergoyang heboh sambil bersorak tak karuan itu. Dirinya pastikan takkan mau masuk ke tempat seperti ini lagi.