Yolanda memasuki rumah sepetaknya yang gelap. Ia tinggal sendirian dan tak punya kerabat yang mau direpotkan olehnya. Yah, siapa juga yang akan mau mengurusi anak seorang penjahat seperti dirinya?
Yolanda menatap sekilas foto keluarga yang terdiri antara dirinya dan kedua orangtuanya. Foto usang namun ekspresi orang di foto itu tersenyum bahagia.
“Itu hanya kebohongan yang menyakitkan. Ayahku tak sebaik itu untuk pantas mendapatkan keluarga bahagia seperti di foto,” gumamnya lalu melenggang masuk kamar mandi.
Seraya mengeringkan rambutnya sehabis keramas, Yolanda mendekati jendela dan mengintip. Di luar sudah pagi dan banyak orang-orang melakukan aktivitasnya. Ada beberapa anak remaja yang berangkat sekolah, ada pula para pekerja kantoran yang berjalan tergesa agar tidak telat. Yolanda hanya memperhatikan kesibukan mereka di pagi hari dari dalam rumah kecil nan pengap ini. Ia tak pantas mengidamkan hal yang sama seperti mereka.
Usai puas memandangi orang-orang di luaran sana, Yolanda menutup lagi tirainya dan duduk di lantai yang hanya beralaskan kasur tipis. Waktunya untuk tidur.
Yola memejamkan matanya dan bisa cepat terlelap. Ya, efek lelahnya mungkin sehingga tubuhnya merespon cepat untuk istirahat.
Saat Yolanda sudah nyaman dalam mimpinya, ia terpaksa bangun karena mendengar gedoran keras dari pintu rumah. Tidak lantas dirinya bergegas membuka, Yola butuh memastikan siapa tamu yang tak diundang ini. Dan tebakannya benar, itu bukanlah tamu yang diharapkan. Seorang debt collector yang selalu membuat hidupnya serasa dikejar anjing gila.
Yolanda membekap mulutnya sendiri agar tak bersuara. Ia duduk menyender pada pintu dan hanya diam menunggu sampai penagih utang itu pergi dengan sendirinya.
Sudah jadi makanan sehari-hari bagi seorang Yolanda yang menjadi incaran para debt collector yang terus saja mengusiknya. Bukan karena dirinya berhutang banyak sampai tak bisa melunasinya ... itu salah besar. Yolanda bahkan tak pernah sekalipun berhutang apalagi pada rentenir dengan bunga yang tinggi.
Ini semua salah ayahnya yang sudah tiada itu. Ia mati meninggalkan hutang besar pada Yolanda. Ingin sekali dirinya menghujat ayahnya, tapi percuma saja karena kemarahannya takkan sampai pada liang lahat sang ayah.
Tiba-tiba saja ayahnya melarikan diri dari penjara dan membawanya serta sang ibu. Yolanda pikir otak ayahnya mungkin sudah gila sampai berani kabur dari penjara. Dan ternyata masih ada hal yang lebih gila lagi. Ayahnya membawa mobil ugal-ugalan dan seperti tengah dikejar sesuatu. Hal tak terduga menimpa di mana mobil yang dikendarai ayahnya terguling dan masuk jurang.
Hanya Yolanda saja yang hidup sedangkan orangtuanya meninggal di tempat. Namun, satu yang terkadang mengusik pikiran Yola.
“Bukan ayah yang melakukannya. Ayah bukan penjahat, Nak."
Ucapan terakhir yang ayahnya katakan saat tangannya yang berlumuran darah menyentuh pipi Yola. Dan setelah itu Yola pingsan. Saat sadar dirinya sudah menjadi anak sebatang kara yang dijauhi oleh masyarakat karena status ayahnya yang menjadi penjahat buron.
Hal mengerikan yang nyatanya masih harus Yolanda rasakan adalah waktu di pemakaman orangtuanya. Ia yang tengah menangis pilu di depan nisan ibu dan ayahnya. Ia yang menitikkan air mata bersamaan dengan turunnya hujan yang kian lebat. Kedatangan para penagih hutang yang membuat Yolanda makin terpuruk.
“Hey, Gadis Kecil! Kau harus bayar hutang ayahmu bagaimanapun caranya! Jika tak punya uang, maka kau bisa jual harga diri dan tubuhmu. Intinya, aku mau kau melunasinya hutang dan bunga yang ayahmu pinjam dariku!”
Bentakan itu bahkan masih terngiang di benaknya Yolanda. Ia tak tahu bahwa bunganya bahkan lebih besar dari hutang ayahnya dan terus bertambah meski ia mencoba mati-matian melunasinya. Seolah bunga pinjaman itu memang sengaja melilitnya agar tak bisa lepas.
Yolanda akhirnya memutuskan pindah kota. Toh, di kotanya yang dulu juga tak memiliki kondisi yang bagus. Rumahnya kosong melompong sebab isinya ia jual untuk membayar hutang dan kebutuhannya sehari-hari. Kala itu, Yola masih terlalu muda untuk mencari pekerjaan. Tak ada yang mau memperkerjakannya karena ia lulusan SMP dan umurnya masih terbilang muda untuk anak remaja bekerja. Toko atau tempat yang memperkerjakannya hanya akan kena sidak jika Yola bekerja.
Yola pikir dengan pindah kota, paling tidak semuanya akan sedikit lebih baik. Nyatanya, penagih hutang tetap saja bisa menemukannya. Mereka datang tiap hari ke kontrakannya yang hanya sepetak ini. Untungnya, bar tempat kerjanya sama sekali tak diketahui mereka. Jika iya, maka Yola sudah tamat sekarang karena sungguh debt collector yang mengejarnya ini terbilang sadis dan beringas.
Jika dapat uang gaji, Yola juga akan menyisihkan untuk membayar utangnya, kok. Hanya saja, bunganya terlalu besar dan sangat memberatkannya. Yola hanya bertanya-tanya kapan ia akan terbebas dari hutang-hutang yang bahkan tak ia nikmati hasilnya.
“Sepertinya dia tak ada di rumah. Kita datang besok lagi saja untuk menagihnya,” ujar salah satu dari tiga orang yang kini tengah berdiri di depan pintu rumahnya.
“Yasudah, kita pergi saja.” Lalu sahutan salah satunya membuat mereka beranjak dari pintu.
Yolanda menghela nafas lega. Ia ingin punya banyak harta dan menghasilkan banyak uang yang takkan ada habisnya. Ia tak mau seperti ini terus sepanjang hidupnya. Namun, bagaimana caranya? Jika jalan satu-satunya adalah menjajakan tubuhnya pada lelaki untuk dijamah ... maka TIDAK adalah jawaban tegasnya. Ia menolak menjadi pelacur, asal tahu saja.
Walaupun dengan tubuh sempurna dan pahatan indah wajahnya, Yola tetap berpendirian teguh bahwa ia takkan mau menjadi seorang pelacur. Wanita penggoda adalah hal paling menjijikkan baginya. Se-menyedihkan dirinya karena kekurangan harta, ia takkan mau menjual dirinya. Moto yang masih ia pegang erat sampai saat ini. “Kau bisa tak punya apa-apa, tapi hargailah dirimu dengan nilai tak terkira.”
Bukan maksud Yolanda sok suci atau apalah, tapi kata-kata yang ia tanamkan itulah yang menjadi kekuatannya sampai sekarang. Karena moto itu, Yola masih virgin dan menjaga aset paling berharga seorang wanita.
Banyak yang tak percaya bahwa Yolanda masihlah virgin tak tersentuh. Yah, apalagi alasannya jika bukan karena tempat kerjanya di sebuah klub malam?
Hanya pekerjaan itulah yang bisa Yolanda lakukan ... atau yang lebih tepatnya mau ia kerjakan. Karena di pagi-sore hari ia masihlah harus bersembunyi dari para debt collector. Bekerja sebagai pelayan toko biasa hanya akan menyulitkannya saat para penagih hutang datang ke tempat kerjanya.
Yolanda hanya bisa pasrah menjalani suratan takdirnya. Ya, berharap saja bahwa kelak dirinya akan merasakan buah dari kesabarannya ini.
Tak lama tercenung di daun pintu, seseorang kembali mengetuk pintunya namun kali ini jauh lebih sopan. Dan saat ia intip, itu adalah Arka.
“Hey, aku bawakan sarapan pagi untukmu,” sapa Arka semangat.
Yolanda sedikit menggeser berdirinya untuk memberi jalan agar Arka bisa masuk. Arka yang sudah hafal seperti apa Yolanda dan seluk beluknya, langsung menyelonong masuk untuk membuka lebar tirai hingga cahaya matahari masuk menyinari ruangan pengap ini.
“Sudah kubilang aku tak suka silau,” keluh Yolanda.
Arka mengangkat bahu tak peduli. Ia segera menata tempat untuk keduanya bisa makan dengan nyaman. Hanya duduk santai di lantai dan makan nasi bungkus, nyatanya sudah cukup bagi keduanya.
Yolanda sehabis makan inginnya langsung tidur, namun Arka menghalaunya.“Jangan tidur dulu! Ayo, ikut denganku ke tempat asyik!” ujarnya seraya menarik tangan Yola agar mau bangun.Astaga, dirinya itu sedang mengantuk dan ingin berleha-leha sebelum nanti malam kembali bekerja, gerundel Yola membatin.“Aku hari ini ulang tahun, loh. Jangan bilang bahwa dirimu lupa hari penting ini!” rengek Arka yang bersikeras mengajak Yola untuk keluar.Yola merotasikan bola matanya jengah. “Kau pikir aku bodoh? Mana ada ulang tahun sebulan dua sampai tiga kali? Alasanmu untuk mengajakku keluar itu sangatlah memuakkan, asal dirimu tahu saja,” sindirnya membuat Arka mencebik.Yah, Arka memang seringkali membodohinya agar mau diajak keluar di jam-jam seperti sekarang.Niatan Arka memang bagus, yaitu ingin menarik keluar Yola dari gua yang disebut rumah sepetak ini. Yolanda selalu mengurung dirinya di tempat pengap ini dan memilih tak mau berinteraksi dengan dunia luar. Ia hanya keluar saat malam sekedar
“Kenapa? Apa yang salah dengan tindakanku, hah?” kejutnya membuat Yolanda segera tersadar dari lamunannya.Yola menggigit bibirnya malu dan menunduk. Ia harus keluar dari situasi memalukan ini.“Eh, tapi aku benar-benar melihatmu ingin mencopet gadis itu, kok. Pandanganku tidak akan salah,” ujar Yola saat dirinya sudah berbalik menatap pria yang melihatnya angkuh.Sikap Yola yang sebelumnya tampak kikuk, kini sudah berubah menjadi pemberani.“Kau memang tampan, tapi kelakuanmu barusan membuat wajahmu tercoreng. Bagaimana jika tadi aku kelepasan berteriak agar semua orang menangkapmu, hah? Kujamin dirimu sekarang tengah diinterogasi polisi,” cemooh Yola yang makin menantang. Pria tampan bukan berarti mampu meluluhkan Yolanda.“Lalu, kau mau apa? Dirimu mau mengancamku, ya?” kelakar sang pria.Sepertinya Yolanda salah berhubungan dengan pria ini. Ia bisa tahu bahwa pria ini terlihat licik. Ia pasti sudah terbiasa memanfaatkan wajah tampannya untuk menjerat banyak wanita.Bukannya apa-ap
Yolanda terus menggerutu saat tangannya ditarik Arka. Ia yang berpikir bisa bahagia tidur seharian penuh, akhirnya harus dihantam kenyataan bahwa seorang Arka takkan membiarkannya tenang. Terbukti sekarang Arka tengah memaksanya untuk pergi ke pasar malam.“Yak! Kau pikir aku tak punya kerjaan? Kenapa mengajakku ke sini, sih?” gerundelnya selama perjalanan.“Kerja yang kau maksud pasti hanyalah tidur. Kau itu jangan jadi introvert berlebihan! Toh, harusnya kau bersyukur karena punya teman yang baik sepertiku yang sampai memikirkan dirimu.” Arka menukasnya dengan nada jengah.Yola bungkam saja saat tengah terpojok begini. Ia tak bisa mengelak lagi karena memang benar itu kenyataannya.Arka langsung menarik Yola menuju salah satu stand makanan. “Aku yang bayar malam ini. Hitung-hitung sebagai bentuk tanggung jawabku karena menculikmu keluar dari gua,” jelasnya santai.Yolanda yang awalnya mengambek segera berbinar mengetahui ia akan ditraktir. Yah, bisa menghemat pengeluarannya.“Gilira
Yolanda menggaruk frustrasi kepalanya hingga rambut panjangnya jadi berantakan. Ia memicing tajam pada Arka yang masih saja memegangi tangan kecil Leta dan terus mengekori ke mana dirinya pergi. “Hey, usir dia! Aku tak mau orang-orang berpikir aku ini berusaha menelantarkan anak.” Yola berbalik dan berteriak marah pada Arka.“Kau itu sungguh tega sekali. Leta masih kecil dan orangtuanya saja belum menemukannya. Kita harus menjaganya, bukan?” bantah Arka yang sangat iba pada Leta.Yolanda menggeleng keras. “Tidak harus, kok. Tinggalkan saja dia di sini sampai orangtuanya datang! Atau jika kau tak tega, maka rawat saja dia. Tapi aku tidak mau ikut-ikutan dan mau pulang.”Tak menunggu Arka menyahuti, Yola langsung berlari secepatnya untuk pergi. Ia tak mau diekori oleh dua orang itu yang menurutnya akan sangat merepotkan.Arka yang ditinggal juga tak pikir panjang untuk menggendong Leta dan mengejar Yola. Ia berteriak memanggil nama Yolanda agar membuat temannya itu malu dan berhenti me
“Kau tengah melamunkan apa? Jangan buat keadaan suram di tempat ini!” tegur Yola saat berjalan melewati Arka untuk mengambil gelas di sebelahnya. Arka tak biasanya suntuk seperti itu sampai beberapa kali pelanggan wanita menegurnya. Arka lah yang paling ramah ketimbang Yolanda jika menyangkut memberi pelayanan seperti sekarang. Makanya, Yolanda dibuat bingung dengan sikapnya yang aneh malam ini. “Entah kenapa, tapi aku teringat tentang Leta. Bagaimana kabarnya gadis kecil itu, ya?” ucap Arka yang malah mendapat jitakan dari Yola. “Kau pasti sudah gila. Kenapa memikirkan bocah itu, hah? Sudahlah, lanjutkan pekerjaanmu dengan baik! Sehabis pulang nanti, aku pastikan akan membersihkan otakmu yang sudah terkontaminasi itu,” ungkap Yola begitu frontal. Arka membuatnya jadi sebal sendiri. Menyesal juga sudah menanyakan alasan perubahan sikap tak biasanya ini. Yola sama sekali tak ingat soal bocah kecil yang mengganggunya itu. Sudah seminggu sejak pertemuan mereka dengan Leta malam itu da
“Kau sudah bertemu dengan Yardan? Maaf, aku harus lempar dia kepadamu karena aku tengah sibuk. Lalu, bagaimana hasilnya?” sosor Arka saat Yolanda baru saja memakai kembali apronnya.“Aku bilang bahwa kita tak butuh uangnya. Yah, aku memang sudah gila menolak rezeki itu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mau lagi berurusan dengan orang sepertinya,” ungkap Yola apa adanya.Awalnya Arka mau memotong ucapan Yola saat dirinya bilang bahwa menolak uang kompensasinya, namun ia bungkam di kalimat terakhir Yola. Yah, Arka memang tahu bahwa Yolanda benci berurusan dengan orang kaya. Menurutnya, orang dengan banyak harta selalu sombong dan menyepelekan orang-orang kecil tak berduit seperti dirinya.Arka kadang setuju dan kadang tidak dengan pemikirannya Yola yang satu ini. Namun, ia lebih memilih menghargai batasan yang sudah dibangun Yola.“Iya juga, sih, aku merasa bahwa Yardan adalah orang yang berduit. Terlihat sekali pakaiannya yang formal khas kantoran serta terlihat mahal. Memang lebih bai
Yolanda berjalan mendahului Arka dan keduanya memilih berpisah untuk mencari mangsa. Tapi kenyataannya, keduanya hanya duduk dan menatapi orang berlalu-lalang serta bergerombol di lantai dansa. Ada juga pole dance–tari tiang–yang ditarikan cukup erotis oleh penarinya membuat Yola meneguk ludah susah payah. Suasananya terlalu bising hingga memekakkan telinganya. Rasanya ia mau menyerah saja tanpa menyelesaikan tantangan yang ia buat dengan Arka. Biar saja ia relakan beberapa lembar uangnya untuk membayar hari ini karena itu lebih baik ketimbang dirinya berlama-lama di tempat tak nyaman ini.Yola menoleh ke kanan-kiri untuk mencari keberadaan Arka yang entah di mana batang hidungnya itu.“Jangan-jangan Arka sudah berhasil dapat mangsa?” tebak Yola lalu mendecih kesal setelahnya.Yola lalu turun dari kursi tinggi dan berjalan dengan menyempil di antara banyaknya orang yang tengah bergoyang heboh sambil bersorak tak karuan itu. Dirinya pastikan takkan mau masuk ke tempat seperti ini lagi.
Arka tengah kelimpungan memapah seorang wanita cantik yang mabuk berat ini. Ia banyak meracau tak jelas membuatnya kesulitan membawanya keluar dari diskotek.Beruntung sekali saat tiba di pintu keluar, ia bertemu dengan Yola yang tengah duduk-duduk santai di bangku depan.“Hey, buruan cepat bantu!” pekik Arka yang membuat Yola menyadari kedatangannya.“Eh, cewek mana yang kau bawa itu?— Dudukkan dulu di sini, Ar!” sahut Yola ikut panik.Ia berdiri untuk membantu Arka mendudukkan wanita yang teler itu di bangku. Saat sudah memastikan wanita itu tiduran nyaman di bangku panjang, Yola langsung mendelik pada Arka. Tanpa babibu ia melayangkan tempeleng mautnya ke kepala Arka.“Kenapa kau pukul aku, Yol?” protes Arka sembari mengelus kepalanya yang ditempeleng Yola kuat barusan.Yolanda mendengus. “Kau apakan wanita ini, hah? Dia sampai mabuk berat begitu. Apa ini caramu untuk bisa menggaet wanita dan memenangkan taruhan kita, ya? Wah, tak kusangka kau selicik ini,” sindirnya dengan delikan