Yolanda seperti biasa tengah sibuk meramu minuman untuk pelanggannya. Senyum manisnya tak luput membuat para pelanggan pria yang tengah duduk di bar stool terus menatapinya. Yolanda tak begitu mempermasalahkan hal itu karena memang sudah jadi hal lumrah jika ia bekerja di bidang ini.“Hey, bagaimana jika habis ini temani aku ke hotel? Aku pastikan akan membayarmu dengan harga tinggi,” ajak seorang lelaki hidung belang tersenyum pongah padanya.Yolanda mengacuhkannya dan tetap melakukan pekerjaannya sebagai bartender. Merasa tak dipedulikan, pria itu marah besar dan menggebrak bar counter.“Kau itu jangan sok suci! Aku tahu betul bahwa dirimu sudah biasa menjajakan tubuhmu pada lelaki hidung belang,” amuknya dengan nafas memburu.Kegiatan Yolanda terhenti dan dirinya meletakkan shaking set nya ke bar table agar bisa sepenuhnya menatap pelanggan tak tahu diri itu. Ia paling tak suka ada yang menyebutnya sok suci atau sejenisnya. Hey, dia memang masih suci dan belum tersentuh, kok.“Bisa
Yolanda memasuki rumah sepetaknya yang gelap. Ia tinggal sendirian dan tak punya kerabat yang mau direpotkan olehnya. Yah, siapa juga yang akan mau mengurusi anak seorang penjahat seperti dirinya?Yolanda menatap sekilas foto keluarga yang terdiri antara dirinya dan kedua orangtuanya. Foto usang namun ekspresi orang di foto itu tersenyum bahagia.“Itu hanya kebohongan yang menyakitkan. Ayahku tak sebaik itu untuk pantas mendapatkan keluarga bahagia seperti di foto,” gumamnya lalu melenggang masuk kamar mandi.Seraya mengeringkan rambutnya sehabis keramas, Yolanda mendekati jendela dan mengintip. Di luar sudah pagi dan banyak orang-orang melakukan aktivitasnya. Ada beberapa anak remaja yang berangkat sekolah, ada pula para pekerja kantoran yang berjalan tergesa agar tidak telat. Yolanda hanya memperhatikan kesibukan mereka di pagi hari dari dalam rumah kecil nan pengap ini. Ia tak pantas mengidamkan hal yang sama seperti mereka.Usai puas memandangi orang-orang di luaran sana, Yolanda
Yolanda sehabis makan inginnya langsung tidur, namun Arka menghalaunya.“Jangan tidur dulu! Ayo, ikut denganku ke tempat asyik!” ujarnya seraya menarik tangan Yola agar mau bangun.Astaga, dirinya itu sedang mengantuk dan ingin berleha-leha sebelum nanti malam kembali bekerja, gerundel Yola membatin.“Aku hari ini ulang tahun, loh. Jangan bilang bahwa dirimu lupa hari penting ini!” rengek Arka yang bersikeras mengajak Yola untuk keluar.Yola merotasikan bola matanya jengah. “Kau pikir aku bodoh? Mana ada ulang tahun sebulan dua sampai tiga kali? Alasanmu untuk mengajakku keluar itu sangatlah memuakkan, asal dirimu tahu saja,” sindirnya membuat Arka mencebik.Yah, Arka memang seringkali membodohinya agar mau diajak keluar di jam-jam seperti sekarang.Niatan Arka memang bagus, yaitu ingin menarik keluar Yola dari gua yang disebut rumah sepetak ini. Yolanda selalu mengurung dirinya di tempat pengap ini dan memilih tak mau berinteraksi dengan dunia luar. Ia hanya keluar saat malam sekedar
“Kenapa? Apa yang salah dengan tindakanku, hah?” kejutnya membuat Yolanda segera tersadar dari lamunannya.Yola menggigit bibirnya malu dan menunduk. Ia harus keluar dari situasi memalukan ini.“Eh, tapi aku benar-benar melihatmu ingin mencopet gadis itu, kok. Pandanganku tidak akan salah,” ujar Yola saat dirinya sudah berbalik menatap pria yang melihatnya angkuh.Sikap Yola yang sebelumnya tampak kikuk, kini sudah berubah menjadi pemberani.“Kau memang tampan, tapi kelakuanmu barusan membuat wajahmu tercoreng. Bagaimana jika tadi aku kelepasan berteriak agar semua orang menangkapmu, hah? Kujamin dirimu sekarang tengah diinterogasi polisi,” cemooh Yola yang makin menantang. Pria tampan bukan berarti mampu meluluhkan Yolanda.“Lalu, kau mau apa? Dirimu mau mengancamku, ya?” kelakar sang pria.Sepertinya Yolanda salah berhubungan dengan pria ini. Ia bisa tahu bahwa pria ini terlihat licik. Ia pasti sudah terbiasa memanfaatkan wajah tampannya untuk menjerat banyak wanita.Bukannya apa-ap
Yolanda terus menggerutu saat tangannya ditarik Arka. Ia yang berpikir bisa bahagia tidur seharian penuh, akhirnya harus dihantam kenyataan bahwa seorang Arka takkan membiarkannya tenang. Terbukti sekarang Arka tengah memaksanya untuk pergi ke pasar malam.“Yak! Kau pikir aku tak punya kerjaan? Kenapa mengajakku ke sini, sih?” gerundelnya selama perjalanan.“Kerja yang kau maksud pasti hanyalah tidur. Kau itu jangan jadi introvert berlebihan! Toh, harusnya kau bersyukur karena punya teman yang baik sepertiku yang sampai memikirkan dirimu.” Arka menukasnya dengan nada jengah.Yola bungkam saja saat tengah terpojok begini. Ia tak bisa mengelak lagi karena memang benar itu kenyataannya.Arka langsung menarik Yola menuju salah satu stand makanan. “Aku yang bayar malam ini. Hitung-hitung sebagai bentuk tanggung jawabku karena menculikmu keluar dari gua,” jelasnya santai.Yolanda yang awalnya mengambek segera berbinar mengetahui ia akan ditraktir. Yah, bisa menghemat pengeluarannya.“Gilira
Yolanda menggaruk frustrasi kepalanya hingga rambut panjangnya jadi berantakan. Ia memicing tajam pada Arka yang masih saja memegangi tangan kecil Leta dan terus mengekori ke mana dirinya pergi. “Hey, usir dia! Aku tak mau orang-orang berpikir aku ini berusaha menelantarkan anak.” Yola berbalik dan berteriak marah pada Arka.“Kau itu sungguh tega sekali. Leta masih kecil dan orangtuanya saja belum menemukannya. Kita harus menjaganya, bukan?” bantah Arka yang sangat iba pada Leta.Yolanda menggeleng keras. “Tidak harus, kok. Tinggalkan saja dia di sini sampai orangtuanya datang! Atau jika kau tak tega, maka rawat saja dia. Tapi aku tidak mau ikut-ikutan dan mau pulang.”Tak menunggu Arka menyahuti, Yola langsung berlari secepatnya untuk pergi. Ia tak mau diekori oleh dua orang itu yang menurutnya akan sangat merepotkan.Arka yang ditinggal juga tak pikir panjang untuk menggendong Leta dan mengejar Yola. Ia berteriak memanggil nama Yolanda agar membuat temannya itu malu dan berhenti me
“Kau tengah melamunkan apa? Jangan buat keadaan suram di tempat ini!” tegur Yola saat berjalan melewati Arka untuk mengambil gelas di sebelahnya. Arka tak biasanya suntuk seperti itu sampai beberapa kali pelanggan wanita menegurnya. Arka lah yang paling ramah ketimbang Yolanda jika menyangkut memberi pelayanan seperti sekarang. Makanya, Yolanda dibuat bingung dengan sikapnya yang aneh malam ini. “Entah kenapa, tapi aku teringat tentang Leta. Bagaimana kabarnya gadis kecil itu, ya?” ucap Arka yang malah mendapat jitakan dari Yola. “Kau pasti sudah gila. Kenapa memikirkan bocah itu, hah? Sudahlah, lanjutkan pekerjaanmu dengan baik! Sehabis pulang nanti, aku pastikan akan membersihkan otakmu yang sudah terkontaminasi itu,” ungkap Yola begitu frontal. Arka membuatnya jadi sebal sendiri. Menyesal juga sudah menanyakan alasan perubahan sikap tak biasanya ini. Yola sama sekali tak ingat soal bocah kecil yang mengganggunya itu. Sudah seminggu sejak pertemuan mereka dengan Leta malam itu da
“Kau sudah bertemu dengan Yardan? Maaf, aku harus lempar dia kepadamu karena aku tengah sibuk. Lalu, bagaimana hasilnya?” sosor Arka saat Yolanda baru saja memakai kembali apronnya.“Aku bilang bahwa kita tak butuh uangnya. Yah, aku memang sudah gila menolak rezeki itu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mau lagi berurusan dengan orang sepertinya,” ungkap Yola apa adanya.Awalnya Arka mau memotong ucapan Yola saat dirinya bilang bahwa menolak uang kompensasinya, namun ia bungkam di kalimat terakhir Yola. Yah, Arka memang tahu bahwa Yolanda benci berurusan dengan orang kaya. Menurutnya, orang dengan banyak harta selalu sombong dan menyepelekan orang-orang kecil tak berduit seperti dirinya.Arka kadang setuju dan kadang tidak dengan pemikirannya Yola yang satu ini. Namun, ia lebih memilih menghargai batasan yang sudah dibangun Yola.“Iya juga, sih, aku merasa bahwa Yardan adalah orang yang berduit. Terlihat sekali pakaiannya yang formal khas kantoran serta terlihat mahal. Memang lebih bai