Yolanda sehabis makan inginnya langsung tidur, namun Arka menghalaunya.
“Jangan tidur dulu! Ayo, ikut denganku ke tempat asyik!” ujarnya seraya menarik tangan Yola agar mau bangun.
Astaga, dirinya itu sedang mengantuk dan ingin berleha-leha sebelum nanti malam kembali bekerja, gerundel Yola membatin.
“Aku hari ini ulang tahun, loh. Jangan bilang bahwa dirimu lupa hari penting ini!” rengek Arka yang bersikeras mengajak Yola untuk keluar.
Yola merotasikan bola matanya jengah. “Kau pikir aku bodoh? Mana ada ulang tahun sebulan dua sampai tiga kali? Alasanmu untuk mengajakku keluar itu sangatlah memuakkan, asal dirimu tahu saja,” sindirnya membuat Arka mencebik.
Yah, Arka memang seringkali membodohinya agar mau diajak keluar di jam-jam seperti sekarang.
Niatan Arka memang bagus, yaitu ingin menarik keluar Yola dari gua yang disebut rumah sepetak ini. Yolanda selalu mengurung dirinya di tempat pengap ini dan memilih tak mau berinteraksi dengan dunia luar. Ia hanya keluar saat malam sekedar pergi ke bar untuk bekerja. Sisanya, ia hanya gunakan waktu berdiam diri di rumahnya.
“Aku tidak suka kau menatapku iba begitu. Pergi saja sana! Aku mau tidur, Ar.” Pekikan mengejutkan Yola membuat Arka terenyak sebentar. Ia mengelus dada dramatis sebelum akhirnya bangkit.
Yola pikir temannya itu sudah menyerah, makanya ia kembali memejamkan matanya. Dan di saat itulah wajahnya malah disiram air. Siapa lagi pelakunya jika bukan Arka?
Yola memekik keras dan menendang-nendang udara kesal. Sungguh, Arka tengah berusaha memancing kemarahannya, bukan?
Arka mengulum senyumnya melihat kekesalan Yola akibat ulah usilnya.
“Akan kubunuh dirimu!” amuk Yola dengan mata memicing marah. Ia bangun dan siap menerjang Arka dengan segala kekuatannya.
Tapi, tak semudah itu bagi Yola membalas dendam. Dengan gesit Arka selalu menghindar saat Yola akan mencekalnya. Dan malah berakhir dengan Yolanda yang jatuh tersungkur saat Arka berhasil mengelak.
Yolanda makin kesal dan memukul lantai. “Yak, pendosa sepertimu memang harus kulenyapkan,” serunya yang kembali bangun dan berniat menangkap Arka yang licin seperti belut ini.
Maka, terjadilah adegan tangkap-ditangkap dalam rumah kos kecil itu. Arka terbahak mengejek Yola yang belum juga bisa menangkapnya. Sedangkan Yola sudah kepayang sebal akan aksi usil teman karibnya ini.
Hingga akhirnya Yolanda menyerah. Ia berselonjor pasrah akibat lelah yang melandanya. Arka memang paling bisa jika membuat Yola bergerak untuk olahraga seperti barusan.
“Ayo, keluar! Kau sudah berkeringat begitu, tinggal menambahinya sedikit dengan berjalan kaki mengelilingi taman. Kujamin tubuhmu akan bugar karena olahraga,” bujuk Arka dengan menyodorkan tangannya agar diraih Yola.
Yolanda menampiknya, namun ia berdiri juga. Ia menyabet asal jaket yang tergantung di pegangan lemari. Usai memakainya, tangannya bergerak lihai mengucir rambut panjang semampainya dan berjalan lebih dulu membuka pintu.
“Eh, sekalian ambilkan topiku itu!” pinta Yola teringat topinya belum ia bawa.
Arka mengangguk cepat dan ikut keluar. “Nih, pakailah dengan benar! Seperti ini maksudku,”—seraya memakaikan topi bisbol itu di kepala Yola dengan terbalik—“Nah, ini baru cantik dan cocok untukmu.”
Tawa Arka meledak saat melihat wajah jengahnya Yola.
“Kau mau mati, ya?” kecam Yolanda lalu mengunci pintu rumahnya dan membalik topi agar terpasang dengan benar.
“Jangan dulu, lah. Pahalaku belum banyak dan aku juga masih menabung dosa, kok,” sahut Arka ringan.
Yola mendecih setuju. Ya, dosa keduanya terlalu banyak sedangkan pahala saja belum ditabung.
*****
Saat ini Yolanda tengah duduk santai di bangku taman menunggui Arka kembali dari membeli minuman. Yah, meskipun hanya berjalan memutari taman, tapi ia sungguh kelelahan. Katakan saja fisiknya lemah! Karena memang Yola itu tipe mageran. Ia jauh lebih suka jika diminta tidur ketimbang melakukan kegiatan.
“Lama sekali, sih. Astaga, kau tadi ketiduran di tokonya, ya?” sindirnya saat Arka duduk di sebelahnya.
“Nih, minumanmu. Kau tidak tahu saja, sih, tadi ada keributan di tokonya. Aku yang sukanya kepo, jadi memilih tinggal di sana sebentar sampai ributnya selesai,” adunya Arka yang kemudian menenggak minuman dinginnya di botol.
Yola hanya geleng-geleng saja. Arka itu suka sekali ikut campur maupun ingin tahu urusan orang. Bukannya apa-apa, tapi bisa saja itu akan jadi bumerang baginya suatu saat nanti.
“Oh iya, malam nanti kau akan melakukan apa untuk mengisi waktu libur?” tanya Arka yang teringat bahwa 2 hari ini adalah jatah libur keduanya.
“Tidurlah. Memang mau apa lagi?” sahut Yola tenang dan ikut menenggak minumannya sendiri.
Arka yang mendengar jawaban lugasnya Yola hanya tersenyum tak ikhlas. Iya dirinya juga tahu bahwa tidur adalah hal terbaik yang bisa Yolanda lakukan. Tapi, masa tidur terus selama dua hari ini? Akan sangat membosankan baginya, loh. Namun mengajak Yola keluar juga sudah pasti butuh energi banyak.
“Bagaimana jika kita coba berkeliling mencoba minuman di bar lain? Yah, hitung-hitung bisa menambah wawasan dan ide untuk resep meracik minuman lainnya,” umbar Arka memberikan ide brilian.
Ia pikir Yolanda akan memujinya sebab menuturkan ide bagus begitu. Ia sudah tersenyum-senyum sejak tadi seraya menunggu respon Yola atas idenya.
Tetapi, Arka langsung melotot kaget karena Yola menempeleng kepalanya sedikit keras.
“Yak! Kau itu kenapa malah memukul kepalaku?” jerit Arka.
Yolanda mengangkat kedua alisnya menantang. “Ya salahkan dirimu itu! Kau tak berpikir dulu, sih. Memang uang dari mana untukmu membayar minumannya nanti? Aku dan kau sama-sama tahu bahwa kita ini kantong tipis,” sergahnya yang membuat Arka terkekeh malu.
“Oh iya, aku lupa soal budget nya,” ucapnya membenarkan.
Yola lalu menatap ke arah lain dan tepat saat itu ia melihat seorang pria tengah mendekati wanita yang menggendong bayi.
“Yak, dia pencopet!” seru Yola. Karena pekikkannya itulah Arka di sebelahnya dan beberapa orang yang lewat di sekitar langsung menoleh padanya.
Yolanda langsung terbatuk pelan dan menelan ludahnya gugup. Bukan dirinya yang mau ditatap curiga begitu, tapi pencopet yang ternyata sudah kabur mendengar pekikannya tadi. Mau mengadu pun rasanya hanya akan sia-sia. Ia menurunkan topinya hingga makin menutupi wajahnya. Beruntung ia pakai topi, jadi bisa digunakannya menutupi rasa malunya ini.
Arka yang kebetulan duduk di sebelahnya segera bergeser memberi jarak antara dirinya dan Yola. Seolah itu membuktikan bahwa dirinya tak kenal dengan Yolanda. Astaga, teman macam apa itu? Sungut Yola membatin.
“Hey, aku ke toilet umum dulu,” ujar Yola lirih saat berjalan melewati Arka yang terlihat sama sekali tak mengenalnya. Sungguh menyebalkan sekali temannya ini.
Yolanda menaikkan alisnya saat di depan sana ia melihat pria yang tadi dipergokinya ingin mencopet. Ia harus mengomelinya untuk menghapuskan rasa malu yang bertengger di hatinya sekarang.
“Yak, kau Tukang Copet! Berhenti di situ!” serunya memanggil dengan suara beroktaf tinggi.
Namun, bukannya berhenti dengan panggilan Yola, pria itu berjalan santai ke salah satu gang terdekat. Yolanda tak menyadari itu dan malah mengikutinya.
“Kau yang mencopet, tapi aku yang jadi malu dilihati banyak orang,” hina Yola saat pria pencopet itu berhenti dan berdiri membelakanginya.
“Yak, tunjukkan wajahmu itu! Kau pasti buruk rupa sampai tak berani menampakkan wajahmu,” tuding Yola lagi.
Pria di depannya itu melepas topinya dan berbalik menghadapnya. Yola terperangah menatap wajahnya. Sungguh, dirinya tak sedang bermimpi melihat pria ini, bukan?
“Kenapa? Apa yang salah dengan tindakanku, hah?” kejutnya membuat Yolanda segera tersadar dari lamunannya.Yola menggigit bibirnya malu dan menunduk. Ia harus keluar dari situasi memalukan ini.“Eh, tapi aku benar-benar melihatmu ingin mencopet gadis itu, kok. Pandanganku tidak akan salah,” ujar Yola saat dirinya sudah berbalik menatap pria yang melihatnya angkuh.Sikap Yola yang sebelumnya tampak kikuk, kini sudah berubah menjadi pemberani.“Kau memang tampan, tapi kelakuanmu barusan membuat wajahmu tercoreng. Bagaimana jika tadi aku kelepasan berteriak agar semua orang menangkapmu, hah? Kujamin dirimu sekarang tengah diinterogasi polisi,” cemooh Yola yang makin menantang. Pria tampan bukan berarti mampu meluluhkan Yolanda.“Lalu, kau mau apa? Dirimu mau mengancamku, ya?” kelakar sang pria.Sepertinya Yolanda salah berhubungan dengan pria ini. Ia bisa tahu bahwa pria ini terlihat licik. Ia pasti sudah terbiasa memanfaatkan wajah tampannya untuk menjerat banyak wanita.Bukannya apa-ap
Yolanda terus menggerutu saat tangannya ditarik Arka. Ia yang berpikir bisa bahagia tidur seharian penuh, akhirnya harus dihantam kenyataan bahwa seorang Arka takkan membiarkannya tenang. Terbukti sekarang Arka tengah memaksanya untuk pergi ke pasar malam.“Yak! Kau pikir aku tak punya kerjaan? Kenapa mengajakku ke sini, sih?” gerundelnya selama perjalanan.“Kerja yang kau maksud pasti hanyalah tidur. Kau itu jangan jadi introvert berlebihan! Toh, harusnya kau bersyukur karena punya teman yang baik sepertiku yang sampai memikirkan dirimu.” Arka menukasnya dengan nada jengah.Yola bungkam saja saat tengah terpojok begini. Ia tak bisa mengelak lagi karena memang benar itu kenyataannya.Arka langsung menarik Yola menuju salah satu stand makanan. “Aku yang bayar malam ini. Hitung-hitung sebagai bentuk tanggung jawabku karena menculikmu keluar dari gua,” jelasnya santai.Yolanda yang awalnya mengambek segera berbinar mengetahui ia akan ditraktir. Yah, bisa menghemat pengeluarannya.“Gilira
Yolanda menggaruk frustrasi kepalanya hingga rambut panjangnya jadi berantakan. Ia memicing tajam pada Arka yang masih saja memegangi tangan kecil Leta dan terus mengekori ke mana dirinya pergi. “Hey, usir dia! Aku tak mau orang-orang berpikir aku ini berusaha menelantarkan anak.” Yola berbalik dan berteriak marah pada Arka.“Kau itu sungguh tega sekali. Leta masih kecil dan orangtuanya saja belum menemukannya. Kita harus menjaganya, bukan?” bantah Arka yang sangat iba pada Leta.Yolanda menggeleng keras. “Tidak harus, kok. Tinggalkan saja dia di sini sampai orangtuanya datang! Atau jika kau tak tega, maka rawat saja dia. Tapi aku tidak mau ikut-ikutan dan mau pulang.”Tak menunggu Arka menyahuti, Yola langsung berlari secepatnya untuk pergi. Ia tak mau diekori oleh dua orang itu yang menurutnya akan sangat merepotkan.Arka yang ditinggal juga tak pikir panjang untuk menggendong Leta dan mengejar Yola. Ia berteriak memanggil nama Yolanda agar membuat temannya itu malu dan berhenti me
“Kau tengah melamunkan apa? Jangan buat keadaan suram di tempat ini!” tegur Yola saat berjalan melewati Arka untuk mengambil gelas di sebelahnya. Arka tak biasanya suntuk seperti itu sampai beberapa kali pelanggan wanita menegurnya. Arka lah yang paling ramah ketimbang Yolanda jika menyangkut memberi pelayanan seperti sekarang. Makanya, Yolanda dibuat bingung dengan sikapnya yang aneh malam ini. “Entah kenapa, tapi aku teringat tentang Leta. Bagaimana kabarnya gadis kecil itu, ya?” ucap Arka yang malah mendapat jitakan dari Yola. “Kau pasti sudah gila. Kenapa memikirkan bocah itu, hah? Sudahlah, lanjutkan pekerjaanmu dengan baik! Sehabis pulang nanti, aku pastikan akan membersihkan otakmu yang sudah terkontaminasi itu,” ungkap Yola begitu frontal. Arka membuatnya jadi sebal sendiri. Menyesal juga sudah menanyakan alasan perubahan sikap tak biasanya ini. Yola sama sekali tak ingat soal bocah kecil yang mengganggunya itu. Sudah seminggu sejak pertemuan mereka dengan Leta malam itu da
“Kau sudah bertemu dengan Yardan? Maaf, aku harus lempar dia kepadamu karena aku tengah sibuk. Lalu, bagaimana hasilnya?” sosor Arka saat Yolanda baru saja memakai kembali apronnya.“Aku bilang bahwa kita tak butuh uangnya. Yah, aku memang sudah gila menolak rezeki itu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mau lagi berurusan dengan orang sepertinya,” ungkap Yola apa adanya.Awalnya Arka mau memotong ucapan Yola saat dirinya bilang bahwa menolak uang kompensasinya, namun ia bungkam di kalimat terakhir Yola. Yah, Arka memang tahu bahwa Yolanda benci berurusan dengan orang kaya. Menurutnya, orang dengan banyak harta selalu sombong dan menyepelekan orang-orang kecil tak berduit seperti dirinya.Arka kadang setuju dan kadang tidak dengan pemikirannya Yola yang satu ini. Namun, ia lebih memilih menghargai batasan yang sudah dibangun Yola.“Iya juga, sih, aku merasa bahwa Yardan adalah orang yang berduit. Terlihat sekali pakaiannya yang formal khas kantoran serta terlihat mahal. Memang lebih bai
Yolanda berjalan mendahului Arka dan keduanya memilih berpisah untuk mencari mangsa. Tapi kenyataannya, keduanya hanya duduk dan menatapi orang berlalu-lalang serta bergerombol di lantai dansa. Ada juga pole dance–tari tiang–yang ditarikan cukup erotis oleh penarinya membuat Yola meneguk ludah susah payah. Suasananya terlalu bising hingga memekakkan telinganya. Rasanya ia mau menyerah saja tanpa menyelesaikan tantangan yang ia buat dengan Arka. Biar saja ia relakan beberapa lembar uangnya untuk membayar hari ini karena itu lebih baik ketimbang dirinya berlama-lama di tempat tak nyaman ini.Yola menoleh ke kanan-kiri untuk mencari keberadaan Arka yang entah di mana batang hidungnya itu.“Jangan-jangan Arka sudah berhasil dapat mangsa?” tebak Yola lalu mendecih kesal setelahnya.Yola lalu turun dari kursi tinggi dan berjalan dengan menyempil di antara banyaknya orang yang tengah bergoyang heboh sambil bersorak tak karuan itu. Dirinya pastikan takkan mau masuk ke tempat seperti ini lagi.
Arka tengah kelimpungan memapah seorang wanita cantik yang mabuk berat ini. Ia banyak meracau tak jelas membuatnya kesulitan membawanya keluar dari diskotek.Beruntung sekali saat tiba di pintu keluar, ia bertemu dengan Yola yang tengah duduk-duduk santai di bangku depan.“Hey, buruan cepat bantu!” pekik Arka yang membuat Yola menyadari kedatangannya.“Eh, cewek mana yang kau bawa itu?— Dudukkan dulu di sini, Ar!” sahut Yola ikut panik.Ia berdiri untuk membantu Arka mendudukkan wanita yang teler itu di bangku. Saat sudah memastikan wanita itu tiduran nyaman di bangku panjang, Yola langsung mendelik pada Arka. Tanpa babibu ia melayangkan tempeleng mautnya ke kepala Arka.“Kenapa kau pukul aku, Yol?” protes Arka sembari mengelus kepalanya yang ditempeleng Yola kuat barusan.Yolanda mendengus. “Kau apakan wanita ini, hah? Dia sampai mabuk berat begitu. Apa ini caramu untuk bisa menggaet wanita dan memenangkan taruhan kita, ya? Wah, tak kusangka kau selicik ini,” sindirnya dengan delikan
Yardan segera menggendong Livia untuk membawanya masuk ke dalam. Tertinggal dua orang yang saling berpandangan dengan wajah ambigu.“Jika tahu dia sudah menikah, untuk apa lagi aku menyukainya Yol? Hancur sudah perasaanku,” sungut Arka lalu menggandeng tangan Yolanda untuk diajaknya pulang.“Yang sabar! Mungkin wanita itu memang bukan jodohmu. Ayolah bersemangat! Masih banyak wanita lajang lain di luaran sana,” kekeh Yola antara menenangkan si sahabat atau tengah mengejeknya.Tanpa keduanya sadari, Yardan keluar dari rumah dan mencari keberadaan mereka. Ia belum mengucapkan terima kasih karena telah mengantar Livia. Namun karena tak mendapati mereka di luar, Yardan lalu kembali masuk ke rumah. Ia harus mengurusi si Livia yang tengah mabuk itu.Yolanda dan Arka tidak langsung pulang. Keduanya mampir di salah satu minimarket membeli makanan cepat saji dan minuman kaleng beralkohol.“Maaf, tapi makanan ini sudah kadaluwarsa,” ucap penjaga kasir memberitahukan.“Kapan kadaluwarsanya?” tan