Yolanda menggaruk frustrasi kepalanya hingga rambut panjangnya jadi berantakan. Ia memicing tajam pada Arka yang masih saja memegangi tangan kecil Leta dan terus mengekori ke mana dirinya pergi.
“Hey, usir dia! Aku tak mau orang-orang berpikir aku ini berusaha menelantarkan anak.” Yola berbalik dan berteriak marah pada Arka.“Kau itu sungguh tega sekali. Leta masih kecil dan orangtuanya saja belum menemukannya. Kita harus menjaganya, bukan?” bantah Arka yang sangat iba pada Leta.Yolanda menggeleng keras. “Tidak harus, kok. Tinggalkan saja dia di sini sampai orangtuanya datang! Atau jika kau tak tega, maka rawat saja dia. Tapi aku tidak mau ikut-ikutan dan mau pulang.”Tak menunggu Arka menyahuti, Yola langsung berlari secepatnya untuk pergi. Ia tak mau diekori oleh dua orang itu yang menurutnya akan sangat merepotkan.Arka yang ditinggal juga tak pikir panjang untuk menggendong Leta dan mengejar Yola. Ia berteriak memanggil nama Yolanda agar membuat temannya itu malu dan berhenti melarikan diri dengan sendirinya.Cara yang dilakukan Arka berhasil. Dan Yola mau tak mau duduk dengan kekesalan yang menumpuk karena tak bisa kabur. Ia terlalu malu ditatapi banyak orang yang berseliweran.“Akan kupastikan ayahnya anak ini membayar ganti rugi atas rasa maluku sekarang,” tegas Yolanda dengan kedua tangan terkepal.Arka menahan senyumannya saja sebab senang bisa melihat Yola yang biasanya acuh menjadi kelimpungan seperti saat ini. Omong-omong, Leta sudah tertidur di pangkuannya Arka. Yah, namanya juga anak kecil jadi wajar tak tahan ngantuk.Yola mengayunkan kakinya sambil menatapi orang-orang. “Di mana ayahnya atau setidaknya keluarganya, sih? Sungguh, aku jadi berpikir anak ini sengaja ditelantarkan,” gerundelnya tak tahan.“Tunggu 5 menit lagi! Jika sampai kita tak mendapati tanda-tanda keluarganya Leta mencari, maka kita bisa bawa pulang anak ini.” Arka memberikan masukan yang malah langsung mendapat delikan tajamnya sang sahabat.“Kau sudah gila, hah? Untuk apa kita bawa pulang anak telantar ini? Jika mau mati—mati saja, namun jangan bawa aku!” sentaknya yang membuat Arka mengelus dada menyabarkan diri.“Iya-iya aku takkan memberikan masukan yang menurutmu gila itu. Kau itu memang punya masalah hidup apa, sih? Selama kita bersama, kau itu selalu banyak emosinya ketimbang penyabar.” Arka mencetus asal menyuarakan hatinya yang tersakiti ini.“Aku punya masalah tak punya uang. Jika memang bosan dengan amukanku, maka kau bisa berikan aku banyak uang dan harta melimpah. Aku takkan lagi membentakmu jika itu kau lakukan sekarang,” sahut Yolanda tak kalah pedasnya.Arka segera menggeleng cepat. Ia takkan bisa memberikan itu pada Yola karena bahkan taraf hidup dirinya sendiri saja masih kacau.Yolanda yang melirik Arka tengah terdiam langsung mendecih. Ia tahu temannya itu kicep mendengar permintaannya yang terkesan berlebihan. Tapi apa mau dikata, hidup itu memang tentang harta dan tahta. Jika tak punya itu, maka sama saja menderita. Yola lebih suka berpikir logika dan frontal, ketimbang jaim yang sok-sokan menolak atau naif tentang uang.Tepat 5 menit keduanya menunggu. Yola berdiri dan menepuk pakaian bagian belakangnya untuk menghilangkan debu yang mungkin menempel.“Tinggalkan saja anak ini di sini! Ayo, kita harus pulang dan bersiap bekerja!” titah Yolanda terdengar tegas tak bisa dibantah.Arka inginnya membawa pulang Leta, namun yang dikatakan Yola beberapa saat lalu bahwa untuk bertahan hidup saja mereka sudah kesulitan membuatnya jadi tak bisa memilih. Bagaimana ia akan mengurusi Leta dan menghidupinya jika diri sendiri saja juga sedang butuh uang?Meski berat hati, Arka akhirnya bangkit setelah meletakkan Leta di kursi. Gadis kecil ini masih tertidur dengan nyenyak, sehingga takkan merengek minta diajak jika ia dan Yola pergi meninggalkannya. Arka yang kebetulan memakai jaket kulit melepaskannya untuk ia selimutkan di tubuh mungilnya Leta.Yola yang melihat itu hanya mengangkat bahu. Ia memang tak punya perasaan, bukan?“Jika sudah, ayo pergi!” ucap Yola yang berniat berjalan dahulu namun terhenti saat seseorang menubruk bahunya hingga ia sedikit terhuyung.“Leta–ternyata kau di sini, Nak. Astaga, ayo bangun dan kita pulang! Ayah mencari-cari dirimu sejak tadi, loh.”Arka menyingkir dengan Yola dan saling berpandangan bingung. Tak lama kemudian keduanya mengangguk bersamaan karena menebak bahwa itu adalah ayahnya Leta.Leta yang bangun sembari mengucek matanya, merengek minta gendong. Ayahnya dengan segera mengangkatnya dan berjalan mendekati Yola serta Arka.“Ayah, aku bertemu mama dan paman baik, loh. Lihat! Aku bahkan diberi jaket oleh paman baik ini,” celoteh Leta yang entah bagaimana ia tiba-tiba menjadi bersemangat menceritakan apa saja yang terlintas di pikirannya.“Terima kasih sudah menjaga Leta. Saya takkan segan membalas kebaikan kalian berdua ....”Ucapan ayahnya Leta terhenti saat bersitatap dengan Yola maupun Arka. Wajah mereka berdua tidak asing baginya. Beberapa saat kemudian ia langsung tersenyum hangat. Yola adalah wanita yang ditolongnya dari pelanggan bar yang kemarin sedang mabuk.Arka yang juga ingat wajah Yardan segera mengajak bersalaman.“Senang bertemu dengan kau lagi,” ujar Arka ramah.“Yah, aku pun juga bersyukur mengetahui anakku ditemukan oleh kalian. Tak bisa bayangkan jika sampai Leta ditelantarkan orang atau malah buruknya diculik. Namamu siapa jika boleh tahu? Oh iya, namaku Yardan,” sahut Yardan ikut beramah-tamah.Arka menggaruk rambutnya canggung. Tak bisa bayangkan jika Yardan ini mengetahui apa saja yang terjadi pada Leta. Bagaimana Yolanda memperlakukan Leta dengan cukup buruk dan bahkan barusan berniat menelantarkannya. Pastinya Yardan takkan seramah ini, bukan?Sedangkan di benaknya Yolanda ia hanya bisa berharap bahwa Leta tak cerewet dengan mengatakan bahwa dirinya marah-marah dan bahkan ingin meninggalkan Leta. Ia tentu tak mau dilaporkan polisi dengan alasan menelantarkan anak, loh.“Kenalkan, aku Yolanda dan ini Arka. Sudah dulu, ya? Kami harus segera pergi. Jaga anakmu lebih baik lagi agar lain kali tak terjadi kehilangan seperti ini!” sergah Yola sebelum Yardan makin bertanya-tanya soal apa saja perbuatannya.Yola menarik tangan Arka yang terasa dingin menurutnya. Yah, sebenarnya ia juga sama dinginnya karena hal ini.“Ayo pulang dan melarikan diri dari mereka!” bisik Yola di telinga Arka.“Mama mau ke mana? Leta ikut dengan mama dan Om Arka, dong,” pekik Leta yang melihat Yola dan Arka menjauh.Yola menepuk jidatnya pedih meratapi nasib. Apa kata bocah cilik itu? Mama? Ingin sekali rasanya Yola menenggelamkan tubuhnya ke ceruk terdalam saking malunya. Ia itu masih virgin! Sudah ia katakan berapa kali hal itu. Ia paling tak suka dipanggil mama atau sebutan lainnya yang menjurus ke sana. Ia bahkan tak terpikir untuk menikah dan punya anak, kok.Sedang sibuk mengomel dalam hati, tak terasa Yardan dengan menggendong Leta sudah berdiri di depannya membuat Yola terkejut bukan main. Untung saja jantungnya masih baik-baik saja.“Em, maaf atas ucapan anakku. Mungkin juga ia sudah menyulitkanmu sejak tadi, ya? Sekali lagi maaf atas ketidaknyamanan ini. Aku janji akan membayar kalian kapan-kapan.” Yardan berucap maaf dan selepas itu pergi meninggalkan Yola dan Arka yang melongo.“Begitu saja? Dia sama sekali tak memberikan kita kompensasi dan malah menjanjikan sesuatu yang bahkan belum tentu dilunasinya.” Arka bergumam tak percaya.Jaket yang sebelumnya Arka berikan pada Leta sudah dikembalikan pada empunya. Jadi akan menyampirkan jaketnya ke bahu dan berjalan berdua dengan Yolanda sembari beberapa kali saling menghujat si Yardan tadi.“Kau tengah melamunkan apa? Jangan buat keadaan suram di tempat ini!” tegur Yola saat berjalan melewati Arka untuk mengambil gelas di sebelahnya. Arka tak biasanya suntuk seperti itu sampai beberapa kali pelanggan wanita menegurnya. Arka lah yang paling ramah ketimbang Yolanda jika menyangkut memberi pelayanan seperti sekarang. Makanya, Yolanda dibuat bingung dengan sikapnya yang aneh malam ini. “Entah kenapa, tapi aku teringat tentang Leta. Bagaimana kabarnya gadis kecil itu, ya?” ucap Arka yang malah mendapat jitakan dari Yola. “Kau pasti sudah gila. Kenapa memikirkan bocah itu, hah? Sudahlah, lanjutkan pekerjaanmu dengan baik! Sehabis pulang nanti, aku pastikan akan membersihkan otakmu yang sudah terkontaminasi itu,” ungkap Yola begitu frontal. Arka membuatnya jadi sebal sendiri. Menyesal juga sudah menanyakan alasan perubahan sikap tak biasanya ini. Yola sama sekali tak ingat soal bocah kecil yang mengganggunya itu. Sudah seminggu sejak pertemuan mereka dengan Leta malam itu da
“Kau sudah bertemu dengan Yardan? Maaf, aku harus lempar dia kepadamu karena aku tengah sibuk. Lalu, bagaimana hasilnya?” sosor Arka saat Yolanda baru saja memakai kembali apronnya.“Aku bilang bahwa kita tak butuh uangnya. Yah, aku memang sudah gila menolak rezeki itu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mau lagi berurusan dengan orang sepertinya,” ungkap Yola apa adanya.Awalnya Arka mau memotong ucapan Yola saat dirinya bilang bahwa menolak uang kompensasinya, namun ia bungkam di kalimat terakhir Yola. Yah, Arka memang tahu bahwa Yolanda benci berurusan dengan orang kaya. Menurutnya, orang dengan banyak harta selalu sombong dan menyepelekan orang-orang kecil tak berduit seperti dirinya.Arka kadang setuju dan kadang tidak dengan pemikirannya Yola yang satu ini. Namun, ia lebih memilih menghargai batasan yang sudah dibangun Yola.“Iya juga, sih, aku merasa bahwa Yardan adalah orang yang berduit. Terlihat sekali pakaiannya yang formal khas kantoran serta terlihat mahal. Memang lebih bai
Yolanda berjalan mendahului Arka dan keduanya memilih berpisah untuk mencari mangsa. Tapi kenyataannya, keduanya hanya duduk dan menatapi orang berlalu-lalang serta bergerombol di lantai dansa. Ada juga pole dance–tari tiang–yang ditarikan cukup erotis oleh penarinya membuat Yola meneguk ludah susah payah. Suasananya terlalu bising hingga memekakkan telinganya. Rasanya ia mau menyerah saja tanpa menyelesaikan tantangan yang ia buat dengan Arka. Biar saja ia relakan beberapa lembar uangnya untuk membayar hari ini karena itu lebih baik ketimbang dirinya berlama-lama di tempat tak nyaman ini.Yola menoleh ke kanan-kiri untuk mencari keberadaan Arka yang entah di mana batang hidungnya itu.“Jangan-jangan Arka sudah berhasil dapat mangsa?” tebak Yola lalu mendecih kesal setelahnya.Yola lalu turun dari kursi tinggi dan berjalan dengan menyempil di antara banyaknya orang yang tengah bergoyang heboh sambil bersorak tak karuan itu. Dirinya pastikan takkan mau masuk ke tempat seperti ini lagi.
Arka tengah kelimpungan memapah seorang wanita cantik yang mabuk berat ini. Ia banyak meracau tak jelas membuatnya kesulitan membawanya keluar dari diskotek.Beruntung sekali saat tiba di pintu keluar, ia bertemu dengan Yola yang tengah duduk-duduk santai di bangku depan.“Hey, buruan cepat bantu!” pekik Arka yang membuat Yola menyadari kedatangannya.“Eh, cewek mana yang kau bawa itu?— Dudukkan dulu di sini, Ar!” sahut Yola ikut panik.Ia berdiri untuk membantu Arka mendudukkan wanita yang teler itu di bangku. Saat sudah memastikan wanita itu tiduran nyaman di bangku panjang, Yola langsung mendelik pada Arka. Tanpa babibu ia melayangkan tempeleng mautnya ke kepala Arka.“Kenapa kau pukul aku, Yol?” protes Arka sembari mengelus kepalanya yang ditempeleng Yola kuat barusan.Yolanda mendengus. “Kau apakan wanita ini, hah? Dia sampai mabuk berat begitu. Apa ini caramu untuk bisa menggaet wanita dan memenangkan taruhan kita, ya? Wah, tak kusangka kau selicik ini,” sindirnya dengan delikan
Yardan segera menggendong Livia untuk membawanya masuk ke dalam. Tertinggal dua orang yang saling berpandangan dengan wajah ambigu.“Jika tahu dia sudah menikah, untuk apa lagi aku menyukainya Yol? Hancur sudah perasaanku,” sungut Arka lalu menggandeng tangan Yolanda untuk diajaknya pulang.“Yang sabar! Mungkin wanita itu memang bukan jodohmu. Ayolah bersemangat! Masih banyak wanita lajang lain di luaran sana,” kekeh Yola antara menenangkan si sahabat atau tengah mengejeknya.Tanpa keduanya sadari, Yardan keluar dari rumah dan mencari keberadaan mereka. Ia belum mengucapkan terima kasih karena telah mengantar Livia. Namun karena tak mendapati mereka di luar, Yardan lalu kembali masuk ke rumah. Ia harus mengurusi si Livia yang tengah mabuk itu.Yolanda dan Arka tidak langsung pulang. Keduanya mampir di salah satu minimarket membeli makanan cepat saji dan minuman kaleng beralkohol.“Maaf, tapi makanan ini sudah kadaluwarsa,” ucap penjaga kasir memberitahukan.“Kapan kadaluwarsanya?” tan
Yolanda akhirnya mengetahui fakta bahwa istri Yardan alias ibunya Aleta sudah meninggal dunia. Ketiganya kini tengah duduk di salah satu bangku beton yang sengaja dibuat di luar area pemakaman guna tempat istirahat para peziarah.Leta yang bertemu Yolanda tentu saja merasa senang. Ia bahkan merengek minta dipangku oleh Yola, dan perempuan ini menurutinya.Yardan sendirilah yang menceritakan soal kepergian sang istri. Ia katakan bahwa Laras sudah 4 tahun ini meninggal karena kecelakaan.“Istriku benar-benar mempertaruhkan hidupnya untuk melahirkan Leta. Ia yang waktu itu pendarahan hebat akibat kecelakaan, nyatanya tetap memilih agar Leta selamat keluar dari perutnya. Meski Leta pada akhirnya harus lahir prematur dan menjalani operasi sesar, dia mampu tumbuh menjadi anak sehat seperti sekarang.” Yardan menjelaskan itu dengan mata menerawang seolah mengingat kejadian beberapa tahun silam itu di mana ia kehilangan sang istri tercinta.Ada rasa senang juga sedih menyelimutinya kala itu. I
Yolanda memilih mendiamkan Yardan dan tak merespon apapun yang pria itu bicarakan. Jadi bisa dibayangkan sendiri bagaimana canggungnya situasi di mobil sekarang.“Jam sudah menunjukkan angka 10 malam, Yol. Apakah kau tak izin saja sekalian di tempat kerjamu? Kau juga takkan bisa ke sana dalam kondisi hujan lebat begini,” tegur Yardan yang kemudian terdengar jauh lebih pengertian.Didiamkan Yolanda membuatnya mengerti akan kesalahannya. Yah, ia pasti terdengar terlalu menyepelekan pekerjaan yang Yolanda geluti. Padahal jujur di hati Yardan tak ada maksud seperti itu. Ia yang memang sudah terbiasa bicara lugas ternyata kali ini harus menyalahkan mulut kurang ajarnya itu.“Kau sungguh akan terus mendiamkanku begini? Kau masih begitu marah dengan ucapanku beberapa jam yang lalu, ya? Aku sungguh minta maaf jika ucapanku menyinggungmu, Yol.” Akhirnya Yardan benar-benar menghilangkan gengsinya untuk minta maaf. Yah, tak ada gunanya terus mempertahankan gengsi dan tak mau minta maaf. Ia lebih
“Ayah, aku mau tidur di sini dengan Mama boleh, tidak?” rengek Leta yang sudah ke sekian kalinya saat Yardan ingin menggendongnya pulang.Dengan wajah polosnya, Leta terus merengek minta agar ia menginap di rumahnya Yolanda malam ini. Tetapi Yardan tentu tak bisa memperbolehkannya. Ruangan yang hanya sepetak itu pasti sangat tidak nyaman bagi Leta. Belum lagi bagaimana mereka akan tidur, jika kasurnya saja hanya muat satu orang dewasa.Yolanda memilih bungkam saja. Ia tak mau peduli bagaimana caranya, yang jelas Leta dan Yardan harus pergi dari rumahnya. Gila saja bocah itu mau menginap di rumah kos sesempit ini, gerundelnya membatin. Ia tak paham kenapa Leta berpikir bahwa dirinya itu ibunya. Padahal kenal saja juga baru kemarin waktu di pasar malam.“Ma, Leta boleh tidur di sini, kan? Leta ingin sekali tidur dalam pelukan mama,” celetuk Leta yang berlari memeluk kaki Yolanda yang tengah menyender di daun pintu menunggu mereka pergi dari kosnya.“Eh, apa-apaan ini? Aku bukan mamamu,
Yolanda tiba di kost nya diantar oleh Yardan yang sudah memasang wajah tertekuk kesal. Ya, dirinya tak senang karena Yolanda akan bertemu dengan Arka.“Aku sudah turun, kenapa masih diam di sini? Cepat pulanglah!” tegur Yolanda sebab Yardan malah menatapnya dengan mata mendelik tak bersahabat.“Kau ingin aku cepat-cepat pergi supaya bisa berduaan dengan Arka, kan?” rutuk Yardan.Yolanda menganga tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh Yardan. Berduaan dengan Arka katanya? Hey, dirinya akan sibuk beberes kamar kost nya yang sudah seperti sarang nyamuk itu. Bukannya berduaan untuk senang-senang, dirinya malah sengaja mengundang Arka datang untuk membantunya kok.“Terserah apa katamu. Aku akan sangat sibuk, jadi kuharap kau tak mengganggu. Besok pagi aku akan berangkat ke kantor seperti biasa, sekalian mengembalikan pakaian yang kupinjam ini,” ucap Yolanda seraya menunjuk setelan jas yang pakai. Pakaiannya itu memang sudah seharusnya ia kembalikan dalam kondisi baik dan rapi s
“Apa kau ingin kuantar ke makam ayah dan ibumu dulu? Kurasa kau pasti ingin menemui mereka,” ucap Yardan menyetir dalam kecepatan sedang.Yolanda terdiam sejenak hingga kemudian memberi anggukan pelan. Ia tak berkeinginan membuka suara atau mengindahkan tatapan Yardan yang terlihat iba padanya. Dalam perjalanan menuju makam pun, Yolanda tak berhenti melamun.Ketika Yolanda tengah memejamkan mata untuk menenangkan hati dan pikirannya yang tengah berkecambuk, ponselnya berdering. Wajah lesu dan tanpa gairahnya, seketika berubah sedikit bersemangat ketika tahu bahwa Arka yang menelefon. Yardan yang duduk di sebelahnya terlihat melirik dan mencuri dengar obrolan Yolanda dengan Arka.“Yah, aku sedang ada masalah. Nanti kuceritakan semuanya padamu, Ar. Sekarang aku ingin ke makam orangtuaku dulu.”Yardan tak bisa mendengar suara Arka sebab Yolanda tidak mengeraskan volumenya. Namun dari ucapan Yolanda saja, dirinya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa Yolanda dan Arka akan bertemu.“Iya-iy
Atmojo mulai mengumpulkan kesadarannya dan saat ia menelisik keadaan sekitar, ia merasa asing dengan ruangan bernuansa hitam-abu.“Sudah bangun ternyata. Bagaimana? Apa kecelakaan yang menimpamu sudah bisa membuatmu sadar akan kesalahanmu pada keluargaku?”Suara Yolanda membuatnya terkejut. Wanita itu masuk ke kamar dengan nampan berisi makanan. Atmojo segera terduduk dan menatap awas pada Yolanda yang dengan santainya meletakkan nampan itu ke meja nakas.“Aku tidak sekejam dirimu hingga berani memasukkan racun dalam makananmu untuk balas dendam. Jika iya, aku bahkan sudah membiarkanmu mati terpanggang di mobilmu kemarin.” Yolanda kembali berceloteh datar namun sarat akan nada sarkasnya.Tak berapa lama kemudian seseorang membuka pintu kamar menampilkan siluet lelaki yang berdiri di ambang pintu.“Cepat masuk! Dirimu malah berlagak seperti mafia yang menyekap tawanannya saja,” sembur Yolanda melihat Yardan terlihat sok.Yardan terkekeh sebentar lalu masuk dan bergegas untuk membuka ti
Yolanda langsung saja menarik kerah lelaki setengah baya itu tanpa peduli bahwa tubuhnya harus berjinjit untuk bisa menggapai kerah bajunya. Amarah membumbung begitu saja ketika melihat sosok paman yang selama ini menjadi mimpi buruknya.“GARA-GARA PAMAN, SEKARANG KELUARGAKU HANCUR!” bentak Yolanda dengan urat amarahnya. Tatapannya nyalang tertuju pada sang paman yang berusaha melepaskan tangan Yolanda di kerah baju yang terasa mencekik lehernya.Yardan yang melihat kebrutalan Yolanda segera membantu Pak Yuda lepas darinya. Ia tak mengerti kenapa Yolanda bersikap begitu.“Hey, tenangkan dirimu! Kau membuat malu saja!” serunya membuat Yolanda berhenti teriak. Kini, Yolanda balik menatap sarkas pada Yardan.“APA KATAMU?–MENENANGKAN DIRI?! Bagaimana bisa aku tenang melihat orang yang sudah menghancurkan keluargaku berdiri di depanku begini?! APA KAU MERASAKAN KEHANCURAN YANG KURASAKAN, HAH?!” Yolanda benar-benar berang melihat Yardan yang seolah memojokkannya. Ia sudah tak peduli apa itu
“Ada apa?” tanya Yolanda spontan ketika baru masuk ke dalam ruangan kerja Yardan. Yardan yang sebelumnya fokus dengan komputer di depannya langsung melirik sebentar pada Yolanda yang berdiri di hadapannya dengan kedua tangan bersedekap angguh. “Apa begini caramu bicara pada atasan? Di mana sopan santunmu padaku, hah?” Yolanda mendengus namun pada akhirnya mengakui kesalahannya. Ia tidak lagi bersedekap dan meletakkan kedua tangannya di sisi tubuh dan meminta maaf dengan pelan. “Maafkan kelancangan saya, Pak,” ucap Yolanda sedikit menekan kata saya dan pak. “Nah, begitu baru bagus. Oh iya, di mana dirimu tadi selepas aku mengenalkanmu pada karyawan lain? Kupikir kau tidak punya kepandaian dalam beradaptasi. Tapi ternyata kau sudah dekat dengan salah satu dari mereka, ya.” Yardan berucap ringan sambil kembali fokus pada pekerjaannya. Yolanda tersenyum tipis mendengar ucapan Yardan yang terkesan memujinya. “Yah, aku sebenarnya cukup pandai bersosialisasi. Eh, tapi apa boleh aku menga
Yolanda dan Yardan saling diam selama di perjalanan. Ucapan yang tak sengaja terlontar begitu saja dari bibir Yardan yang memuji kecantikan Yolanda membuat keduanya berakhir canggung hingga sekarang.“Kita sudah sampai,” ujar Yardan yang kemudian turun dari mobilnya lebih dulu. Ia mengangkat Aleta untuk turun dari mobilnya dan menata kembali pakaian putri kecilnya itu agar lebih rapi lagi.Yolanda memilih tidak turun dari mobil dan hanya melambaikan tangannya pada Leta dengan senyum ala kadarnya.“Kau tidak mau turun dan mengucapkan selamat tinggal yang benar pada Leta?” tegur Yardan tak menyukai tabiat Yolanda.Leta menarik pelan celana ayahnya sehingga mengalihkan atensi Yardan pada Yola.“Ada apa, hem?” tanya Yardan berubah lembut jika pada putri kecilnya.“Jangan marahi mama, Pah. Leta tak masalah, kok. Toh sudah cukup dengan mama anter Leta ke sekolah. Nanti Leta mau pamer pada teman-teman jika punya mama yang anter sekolah,” ucap Leta dengan senyum riangnya.Yardan dan Yola dibu
Yardan tertawa puas, berbanding terbalik dengan Yolanda yang seketika melemas. “Sekarang mau mengelak seperti apa lagi kalau buktinya sudah jelas? Itu orang masuk ke kost di sebelahmu yang berjarak beberapa meter saja. Kau takkan ingkar pada ucapanmu untuk bertanggung jawab, bukan?” ejek Yardan merasa bahwa baru saja memenangkan lotre. Yolanda mendengus kesal tapi tetap saja ia mengangguk dan menyahuti iya pada ucapan Yardan padanya. Ia takkan tega mendatangi tetangga yang sudah merusak mobil Yardan. Dirinya tahu betul bahwa tetangganya itu punya mental down. Yardan yang awalnya tertawa senang, mengernyitkan alis bingung. Ia pikir Yolanda akan menentangnya dan mengajaknya mendatangi si pelaku perusakan untuk dimarahi. Tetapi Yolanda malah hanya menurut saja saat ia minta pertanggungjawaban. “Sekarang katakan aku harus bayar berapa?” tanya Yola to the point. Yardan menggeleng cepat. “Bukan seperti ini yang kupikir. Kau tidak mau mengomel atau mendatangi tetanggamu itu? Ayolah, sika
Yolanda yang baru tiba di TKP langsung menepuk jidatnya lalu menatap lempeng ke arah Yardan.“Lalu, apa maksudmu aku yang jadi ganti rugi atas kerusakan yang bahkan bukan ulahku? Kau gila atau bagaimana?” sentaknya yang membuat Yardan refleks menutup kedua telinga Leta yang berdiri di sebelahnya.“Bicaramu mohon dikondisikan! Ada anakku di sini, Yol,” peringat Yardan yang tidak diindahkan oleh Yolanda.Yolanda sudah kepalang gemas pada Yardan yang seenaknya minta ganti rugi padanya. Memang salahnya jika mobil Yardan digores orang? Salah sendiri dia parkir sembarangan! Batinnya Yolanda mengamuk tak karuan. Jika tidak lupa ada Leta, bisa saja ia keluarkan segala nama binatang pada Yardan.“Nah, ada CCTV di situ. Kita lihat rekamannya saja! Aku juga ingin tahu siapa orang kurang kerjaan yang membuatku terseret dalam masalah konyol ini. Dan akan kupastikan dia bukan tetangga atau kenalanku, jadi kau tak bisa menuntut agar aku ganti rugi.” Yola mencetuskan ide itu saat dirinya tak sengaja
“Jadi sekretarisku, bagaimana? Kau mau menerima tawaranku atau tidak? Mumpung lowongan kerjanya belum kuberikan pada staf yang mengurus personalia.”Wajah Yolanda langsung mengernyit. Dirinya itu tak lebih dari anak lulusan SMA yang ilmunya tidak mumpuni. Sekretaris sebuah perusahaan besar itu tidak mudah. Banyak hal yang harus Yolanda lakukan, belum lagi dirinya yang tak tahu menahu soal tugasnya. Yolanda langsung menggelengkan kepalanya pertanda tidak mau.“Aku menolaknya. Oh iya, memangnya apa ada yang salah dengan sekretarismu saat ini? Kenapa kau mau mengganti Livia?” tanya Yola penasaran.Yardan terkekeh kecil. Tak ada alasan logis sebenarnya. Ia hanya berencana mengganti personel di perusahaannya saja.Mendengar yang dikatakan Yardan, membuat Yola mendecih. Ia pikir si Yardan ada konflik dengan Livia.“Livia bekerja dengan baik, kok. Hanya saja aku bosan selalu dipasangkan dengannya. Banyak orang beranggapan aku dan Livia cocok jadi kekasih. Tak tahu saja diriku dan dirinya tak