“Ayah, aku mau tidur di sini dengan Mama boleh, tidak?” rengek Leta yang sudah ke sekian kalinya saat Yardan ingin menggendongnya pulang.Dengan wajah polosnya, Leta terus merengek minta agar ia menginap di rumahnya Yolanda malam ini. Tetapi Yardan tentu tak bisa memperbolehkannya. Ruangan yang hanya sepetak itu pasti sangat tidak nyaman bagi Leta. Belum lagi bagaimana mereka akan tidur, jika kasurnya saja hanya muat satu orang dewasa.Yolanda memilih bungkam saja. Ia tak mau peduli bagaimana caranya, yang jelas Leta dan Yardan harus pergi dari rumahnya. Gila saja bocah itu mau menginap di rumah kos sesempit ini, gerundelnya membatin. Ia tak paham kenapa Leta berpikir bahwa dirinya itu ibunya. Padahal kenal saja juga baru kemarin waktu di pasar malam.“Ma, Leta boleh tidur di sini, kan? Leta ingin sekali tidur dalam pelukan mama,” celetuk Leta yang berlari memeluk kaki Yolanda yang tengah menyender di daun pintu menunggu mereka pergi dari kosnya.“Eh, apa-apaan ini? Aku bukan mamamu,
“Jadi sekretarisku, bagaimana? Kau mau menerima tawaranku atau tidak? Mumpung lowongan kerjanya belum kuberikan pada staf yang mengurus personalia.”Wajah Yolanda langsung mengernyit. Dirinya itu tak lebih dari anak lulusan SMA yang ilmunya tidak mumpuni. Sekretaris sebuah perusahaan besar itu tidak mudah. Banyak hal yang harus Yolanda lakukan, belum lagi dirinya yang tak tahu menahu soal tugasnya. Yolanda langsung menggelengkan kepalanya pertanda tidak mau.“Aku menolaknya. Oh iya, memangnya apa ada yang salah dengan sekretarismu saat ini? Kenapa kau mau mengganti Livia?” tanya Yola penasaran.Yardan terkekeh kecil. Tak ada alasan logis sebenarnya. Ia hanya berencana mengganti personel di perusahaannya saja.Mendengar yang dikatakan Yardan, membuat Yola mendecih. Ia pikir si Yardan ada konflik dengan Livia.“Livia bekerja dengan baik, kok. Hanya saja aku bosan selalu dipasangkan dengannya. Banyak orang beranggapan aku dan Livia cocok jadi kekasih. Tak tahu saja diriku dan dirinya tak
Yolanda yang baru tiba di TKP langsung menepuk jidatnya lalu menatap lempeng ke arah Yardan.“Lalu, apa maksudmu aku yang jadi ganti rugi atas kerusakan yang bahkan bukan ulahku? Kau gila atau bagaimana?” sentaknya yang membuat Yardan refleks menutup kedua telinga Leta yang berdiri di sebelahnya.“Bicaramu mohon dikondisikan! Ada anakku di sini, Yol,” peringat Yardan yang tidak diindahkan oleh Yolanda.Yolanda sudah kepalang gemas pada Yardan yang seenaknya minta ganti rugi padanya. Memang salahnya jika mobil Yardan digores orang? Salah sendiri dia parkir sembarangan! Batinnya Yolanda mengamuk tak karuan. Jika tidak lupa ada Leta, bisa saja ia keluarkan segala nama binatang pada Yardan.“Nah, ada CCTV di situ. Kita lihat rekamannya saja! Aku juga ingin tahu siapa orang kurang kerjaan yang membuatku terseret dalam masalah konyol ini. Dan akan kupastikan dia bukan tetangga atau kenalanku, jadi kau tak bisa menuntut agar aku ganti rugi.” Yola mencetuskan ide itu saat dirinya tak sengaja
Yardan tertawa puas, berbanding terbalik dengan Yolanda yang seketika melemas. “Sekarang mau mengelak seperti apa lagi kalau buktinya sudah jelas? Itu orang masuk ke kost di sebelahmu yang berjarak beberapa meter saja. Kau takkan ingkar pada ucapanmu untuk bertanggung jawab, bukan?” ejek Yardan merasa bahwa baru saja memenangkan lotre. Yolanda mendengus kesal tapi tetap saja ia mengangguk dan menyahuti iya pada ucapan Yardan padanya. Ia takkan tega mendatangi tetangga yang sudah merusak mobil Yardan. Dirinya tahu betul bahwa tetangganya itu punya mental down. Yardan yang awalnya tertawa senang, mengernyitkan alis bingung. Ia pikir Yolanda akan menentangnya dan mengajaknya mendatangi si pelaku perusakan untuk dimarahi. Tetapi Yolanda malah hanya menurut saja saat ia minta pertanggungjawaban. “Sekarang katakan aku harus bayar berapa?” tanya Yola to the point. Yardan menggeleng cepat. “Bukan seperti ini yang kupikir. Kau tidak mau mengomel atau mendatangi tetanggamu itu? Ayolah, sika
Yolanda dan Yardan saling diam selama di perjalanan. Ucapan yang tak sengaja terlontar begitu saja dari bibir Yardan yang memuji kecantikan Yolanda membuat keduanya berakhir canggung hingga sekarang.“Kita sudah sampai,” ujar Yardan yang kemudian turun dari mobilnya lebih dulu. Ia mengangkat Aleta untuk turun dari mobilnya dan menata kembali pakaian putri kecilnya itu agar lebih rapi lagi.Yolanda memilih tidak turun dari mobil dan hanya melambaikan tangannya pada Leta dengan senyum ala kadarnya.“Kau tidak mau turun dan mengucapkan selamat tinggal yang benar pada Leta?” tegur Yardan tak menyukai tabiat Yolanda.Leta menarik pelan celana ayahnya sehingga mengalihkan atensi Yardan pada Yola.“Ada apa, hem?” tanya Yardan berubah lembut jika pada putri kecilnya.“Jangan marahi mama, Pah. Leta tak masalah, kok. Toh sudah cukup dengan mama anter Leta ke sekolah. Nanti Leta mau pamer pada teman-teman jika punya mama yang anter sekolah,” ucap Leta dengan senyum riangnya.Yardan dan Yola dibu
“Ada apa?” tanya Yolanda spontan ketika baru masuk ke dalam ruangan kerja Yardan. Yardan yang sebelumnya fokus dengan komputer di depannya langsung melirik sebentar pada Yolanda yang berdiri di hadapannya dengan kedua tangan bersedekap angguh. “Apa begini caramu bicara pada atasan? Di mana sopan santunmu padaku, hah?” Yolanda mendengus namun pada akhirnya mengakui kesalahannya. Ia tidak lagi bersedekap dan meletakkan kedua tangannya di sisi tubuh dan meminta maaf dengan pelan. “Maafkan kelancangan saya, Pak,” ucap Yolanda sedikit menekan kata saya dan pak. “Nah, begitu baru bagus. Oh iya, di mana dirimu tadi selepas aku mengenalkanmu pada karyawan lain? Kupikir kau tidak punya kepandaian dalam beradaptasi. Tapi ternyata kau sudah dekat dengan salah satu dari mereka, ya.” Yardan berucap ringan sambil kembali fokus pada pekerjaannya. Yolanda tersenyum tipis mendengar ucapan Yardan yang terkesan memujinya. “Yah, aku sebenarnya cukup pandai bersosialisasi. Eh, tapi apa boleh aku menga
Yolanda langsung saja menarik kerah lelaki setengah baya itu tanpa peduli bahwa tubuhnya harus berjinjit untuk bisa menggapai kerah bajunya. Amarah membumbung begitu saja ketika melihat sosok paman yang selama ini menjadi mimpi buruknya.“GARA-GARA PAMAN, SEKARANG KELUARGAKU HANCUR!” bentak Yolanda dengan urat amarahnya. Tatapannya nyalang tertuju pada sang paman yang berusaha melepaskan tangan Yolanda di kerah baju yang terasa mencekik lehernya.Yardan yang melihat kebrutalan Yolanda segera membantu Pak Yuda lepas darinya. Ia tak mengerti kenapa Yolanda bersikap begitu.“Hey, tenangkan dirimu! Kau membuat malu saja!” serunya membuat Yolanda berhenti teriak. Kini, Yolanda balik menatap sarkas pada Yardan.“APA KATAMU?–MENENANGKAN DIRI?! Bagaimana bisa aku tenang melihat orang yang sudah menghancurkan keluargaku berdiri di depanku begini?! APA KAU MERASAKAN KEHANCURAN YANG KURASAKAN, HAH?!” Yolanda benar-benar berang melihat Yardan yang seolah memojokkannya. Ia sudah tak peduli apa itu
Atmojo mulai mengumpulkan kesadarannya dan saat ia menelisik keadaan sekitar, ia merasa asing dengan ruangan bernuansa hitam-abu.“Sudah bangun ternyata. Bagaimana? Apa kecelakaan yang menimpamu sudah bisa membuatmu sadar akan kesalahanmu pada keluargaku?”Suara Yolanda membuatnya terkejut. Wanita itu masuk ke kamar dengan nampan berisi makanan. Atmojo segera terduduk dan menatap awas pada Yolanda yang dengan santainya meletakkan nampan itu ke meja nakas.“Aku tidak sekejam dirimu hingga berani memasukkan racun dalam makananmu untuk balas dendam. Jika iya, aku bahkan sudah membiarkanmu mati terpanggang di mobilmu kemarin.” Yolanda kembali berceloteh datar namun sarat akan nada sarkasnya.Tak berapa lama kemudian seseorang membuka pintu kamar menampilkan siluet lelaki yang berdiri di ambang pintu.“Cepat masuk! Dirimu malah berlagak seperti mafia yang menyekap tawanannya saja,” sembur Yolanda melihat Yardan terlihat sok.Yardan terkekeh sebentar lalu masuk dan bergegas untuk membuka ti