“Kau tengah melamunkan apa? Jangan buat keadaan suram di tempat ini!” tegur Yola saat berjalan melewati Arka untuk mengambil gelas di sebelahnya.
Arka tak biasanya suntuk seperti itu sampai beberapa kali pelanggan wanita menegurnya. Arka lah yang paling ramah ketimbang Yolanda jika menyangkut memberi pelayanan seperti sekarang. Makanya, Yolanda dibuat bingung dengan sikapnya yang aneh malam ini.
“Entah kenapa, tapi aku teringat tentang Leta. Bagaimana kabarnya gadis kecil itu, ya?” ucap Arka yang malah mendapat jitakan dari Yola.
“Kau pasti sudah gila. Kenapa memikirkan bocah itu, hah? Sudahlah, lanjutkan pekerjaanmu dengan baik! Sehabis pulang nanti, aku pastikan akan membersihkan otakmu yang sudah terkontaminasi itu,” ungkap Yola begitu frontal.
Arka membuatnya jadi sebal sendiri. Menyesal juga sudah menanyakan alasan perubahan sikap tak biasanya ini. Yola sama sekali tak ingat soal bocah kecil yang mengganggunya itu. Sudah seminggu sejak pertemuan mereka dengan Leta malam itu dan janji yang dibuat Yardan untuk mengganti rugi akan waktunya yang terbuang pun tak juga dipenuhi. Yola lebih kesal lagi jika ingat Yardan yang tak jadi mengganti rugi padanya.
“Jangan pernah sebut nama bocah itu atau ayahnya lagi! Aku sumpah sudah muak dengan mereka berdua, asal tahu saja,” lanjut Yola sebelum beranjak dari meja bar.
“Hey, mau ke mana?” henti Arka saat Yola ingin melipir ke belakang. Padahal keadaan sedang ramai-ramainya yang membuat mereka berdua pasti kewalahan.
“Aku mau merokok sebentar di belakang. Dan kau—jangan sampai aku dengar ada keluhan dari pelanggan atas sikap burukmu! Karena aku dengan senang hati akan lapor pada bos, lalu jika sampai dirimu dipecat berarti bukan salahku.” Yola menyahut begitu entengnya seolah ancamannya itu bukanlah beban baginya.
Arka hanya bisa mendengus mendengar titah Yolanda yang begitu menyiksanya. Ia tak bisa membantah seorang Yola, asal tahu saja.
“Anak Pintar. Yasudah, jaga pelangganku juga demi diriku, oke?” ungkap Yola yang sedetik kemudian tersenyum ramah.
Arka tak mau berkomentar apapun dan kembali pada pelanggan yang semakin berdatangan membuatnya kesulitan. Yolanda benar-benar tak punya hati meninggalkannya di keadaan genting begini.
*****
Yolanda memang ingin merokok di belakang sembari menikmati angin sepoi malam hari. Sebentar lagi akan dini hari dan ia bisa pulang setelah shift nya selesai. Ia terkadang iri pada shift satunya yang menurutnya punya pekerjaan jauh lebih mudah. Padahal kenyataannya, shift satunya malah lebih panjang jadwalnya karena sampai sore. Intinya, Yolanda seenak jidatnya berkomentar pedas tanpa mau peduli benar tidaknya.
“Uh, asapnya begitu banyak. Sepertinya cukup bagiku menghisap nikotin hari ini,” ucap Yola yang sengaja memberi batasan baginya minum alkohol maupun rokok. Yah, ia tak mau punya penyakit mematikan hanya karena kebiasaan konyol yang kebetulan menghilangkan stresnya ini.
Dirinya tahu pasti apa bahaya merokok serta minuman beralkohol. Namun, karena dua hal itu pula dirinya masih waras sampai sekarang. Bayangkan saja jika ia tak menghisap nikotin berkadar rendah selama lebih dari 4 hari dan sama sekali tak mencecap enaknya alkohol! Sudah pasti kepalanya pecah menghadapi masalah hidupnya yang tak ada habisnya ini.
Yola pernah mencoba selama seminggu tak menyentuh alkohol dan nikotin sama sekali ... dan saat itulah ia ambruk sakit. Makanya, Yola tak mau itu kembali terjadi dan ia memutuskan mengonsumsi dua hal itu paling tidak 4-5 hari sekali.
“Kau ternyata perokok, ya?” tegur seseorang yang membuat Yolanda terlonjak.
Yola berbalik untuk melihat siapa kiranya yang mengejutkannya tanpa adab itu. Agak mengernyit juga dirinya ketika tahu bahwa Yardan berjalan mendekat dan duduk di sebelahnya.
Yolanda mematikan rokoknya dan membuang puntung itu ke tempat sampah. Ia sedikit tersindir akan ucapan Yardan tadi.
“Kenapa dibuang? Kau masih bisa merokok meski ada aku, loh.”
Makin mangkel saja Yola mendengarkan ucapan Yardan yang menurutnya seolah menyindirnya. Ia memang merokok tapi bukan berarti perokok berat yang tak bisa tahan untuk berhenti. Jika mau bertekad, ia bisa lepas dari rokok, kok. Tapi, memang dasarnya Yolanda belum ingin bekerja keras untuk menghentikannya. Ia masih perlu rokok untuk tetap membuatnya tak gila, asal tahu saja.
Tapi, tentu saja Yolanda tak mau membeberkan sanggahannya ini yang pasti dianggap alasan semata untuk membenarkan kebiasaan buruknya ini di depan Yardan. Ia tak perlu terlihat baik di matanya Yardan, bukan?
Melirik Yolanda yang diam saja dengan sapaannya, membuat Yardan bungkam sendiri. Ia bisa tebak bahwa Yola bukanlah wanita yang mudah ditaklukkan.
“Mau apa mencoba bicara denganku? Aku bisa tahu, bahwa ada yang ingin kau utarakan.” Yolanda buka suara karena merasa sangat risih dengan keadaan tak biasa ini.
Ia sudah terbiasa diam tanpa bicara, namun Arka lah yang selalu cerewet dan mengoceh sehingga keadaan tak mati. Sayangnya, ini jauh berbeda dengan Yardan yang juga kaku seperti dirinya. Yolanda tak suka suasana senyap padahal ada orang di sebelahnya. Ia juga tak suka harus membuka topik obrolan terlebih dahulu.
“Soal yang seminggu lalu. Maaf, aku baru bisa menemuimu dan Arka sekarang. Tiba-tiba saja aku ditugaskan ke luar kota selama seminggu dan mau tak mau lari dari janji. Jadi, di sini aku mau membahas soal ganti rugi yang Leta sebabkan karena kau dan Arka terpaksa membuang waktu demi menjaga Leta kala itu. Kau butuh kompensasi berapa, omong-omong?” ujar Yardan to the point.
Yolanda dalam hati hanya bisa mencela. Sok sibuk sekali, cemoohnya. Dan ucapan Yardan seolah menunjukkan bahwa Arka juga dirinya tengah meminta-minta agar dirinya ganti rugi. Yak, bahkan Yola sama sekali tak terpikirkan untuk menagihnya.
“Hey, kenapa diam saja? Aku sedang tanya butuh berapa untuk kompensasinya? Soalnya saat tadi kutanya pada Arka, ia malah meminta agar aku bicara saja denganmu.” Yardan kembali menegur Yola yang tengah diam saja menatapinya. Jujur, Yardan seperti merasa tatapan Yola ingin menguliti dirinya saking terlihat tajam dan dingin.
Agaknya Yardan merasa terintimidasi dengan Yola yang bahkan hanya sekali membuka mulutnya. Biasanya, Yardan lah yang mudah mengintimidasi lawan bicaranya, namun kali ini sepertinya Yola lebih pro di atasnya.
“Sudah bicaranya? Jika iya, aku mau kembali ke dalam dulu,” ujar Yolanda dengan nada datar.
“Eh tunggu! Kau belum jawab jumlah kompensasi yang dirimu dan Arka perlukan,” potong Yardan sembari tangannya mencekal lengannya Yola.
Yolanda melirik tangan Yardan yang mencekalnya dengan tajam. Ia tak suka dipegang sembarangan, omong-omong. Yardan yang sadar akan sikap frontalnya sekedar untuk menghentikan Yolanda langsung melepaskan cekalannya.
“Maaf, aku terlihat keterlaluan pastinya,” lirihnya merasa tak enak.
“Untunglah kau sadar. Dan untuk apalah itu namanya ... kompensasi, ya? Aku dan Arka tak butuh itu. Sekarang, berhenti mengganggu kami dan jalani hidup masing-masing! Aku tak mau terikat oleh hal-hal sepele seperti berhutang atau kompensasi.” Yolanda menegaskan hal itu dan tanpa menunggu tanggapan Yardan, dirinya langsung masuk ke dalam. Sudah cukup lama dirinya pergi meninggalkan Arka yang sudah pasti kewalahan di dalam.
Hanya bisa menyucapkan selamat membaca😊 Semoga selingan bacaan ini bisa jadi pereda penat kalian yang mau istirahat sejenak😁
“Kau sudah bertemu dengan Yardan? Maaf, aku harus lempar dia kepadamu karena aku tengah sibuk. Lalu, bagaimana hasilnya?” sosor Arka saat Yolanda baru saja memakai kembali apronnya.“Aku bilang bahwa kita tak butuh uangnya. Yah, aku memang sudah gila menolak rezeki itu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mau lagi berurusan dengan orang sepertinya,” ungkap Yola apa adanya.Awalnya Arka mau memotong ucapan Yola saat dirinya bilang bahwa menolak uang kompensasinya, namun ia bungkam di kalimat terakhir Yola. Yah, Arka memang tahu bahwa Yolanda benci berurusan dengan orang kaya. Menurutnya, orang dengan banyak harta selalu sombong dan menyepelekan orang-orang kecil tak berduit seperti dirinya.Arka kadang setuju dan kadang tidak dengan pemikirannya Yola yang satu ini. Namun, ia lebih memilih menghargai batasan yang sudah dibangun Yola.“Iya juga, sih, aku merasa bahwa Yardan adalah orang yang berduit. Terlihat sekali pakaiannya yang formal khas kantoran serta terlihat mahal. Memang lebih bai
Yolanda berjalan mendahului Arka dan keduanya memilih berpisah untuk mencari mangsa. Tapi kenyataannya, keduanya hanya duduk dan menatapi orang berlalu-lalang serta bergerombol di lantai dansa. Ada juga pole dance–tari tiang–yang ditarikan cukup erotis oleh penarinya membuat Yola meneguk ludah susah payah. Suasananya terlalu bising hingga memekakkan telinganya. Rasanya ia mau menyerah saja tanpa menyelesaikan tantangan yang ia buat dengan Arka. Biar saja ia relakan beberapa lembar uangnya untuk membayar hari ini karena itu lebih baik ketimbang dirinya berlama-lama di tempat tak nyaman ini.Yola menoleh ke kanan-kiri untuk mencari keberadaan Arka yang entah di mana batang hidungnya itu.“Jangan-jangan Arka sudah berhasil dapat mangsa?” tebak Yola lalu mendecih kesal setelahnya.Yola lalu turun dari kursi tinggi dan berjalan dengan menyempil di antara banyaknya orang yang tengah bergoyang heboh sambil bersorak tak karuan itu. Dirinya pastikan takkan mau masuk ke tempat seperti ini lagi.
Arka tengah kelimpungan memapah seorang wanita cantik yang mabuk berat ini. Ia banyak meracau tak jelas membuatnya kesulitan membawanya keluar dari diskotek.Beruntung sekali saat tiba di pintu keluar, ia bertemu dengan Yola yang tengah duduk-duduk santai di bangku depan.“Hey, buruan cepat bantu!” pekik Arka yang membuat Yola menyadari kedatangannya.“Eh, cewek mana yang kau bawa itu?— Dudukkan dulu di sini, Ar!” sahut Yola ikut panik.Ia berdiri untuk membantu Arka mendudukkan wanita yang teler itu di bangku. Saat sudah memastikan wanita itu tiduran nyaman di bangku panjang, Yola langsung mendelik pada Arka. Tanpa babibu ia melayangkan tempeleng mautnya ke kepala Arka.“Kenapa kau pukul aku, Yol?” protes Arka sembari mengelus kepalanya yang ditempeleng Yola kuat barusan.Yolanda mendengus. “Kau apakan wanita ini, hah? Dia sampai mabuk berat begitu. Apa ini caramu untuk bisa menggaet wanita dan memenangkan taruhan kita, ya? Wah, tak kusangka kau selicik ini,” sindirnya dengan delikan
Yardan segera menggendong Livia untuk membawanya masuk ke dalam. Tertinggal dua orang yang saling berpandangan dengan wajah ambigu.“Jika tahu dia sudah menikah, untuk apa lagi aku menyukainya Yol? Hancur sudah perasaanku,” sungut Arka lalu menggandeng tangan Yolanda untuk diajaknya pulang.“Yang sabar! Mungkin wanita itu memang bukan jodohmu. Ayolah bersemangat! Masih banyak wanita lajang lain di luaran sana,” kekeh Yola antara menenangkan si sahabat atau tengah mengejeknya.Tanpa keduanya sadari, Yardan keluar dari rumah dan mencari keberadaan mereka. Ia belum mengucapkan terima kasih karena telah mengantar Livia. Namun karena tak mendapati mereka di luar, Yardan lalu kembali masuk ke rumah. Ia harus mengurusi si Livia yang tengah mabuk itu.Yolanda dan Arka tidak langsung pulang. Keduanya mampir di salah satu minimarket membeli makanan cepat saji dan minuman kaleng beralkohol.“Maaf, tapi makanan ini sudah kadaluwarsa,” ucap penjaga kasir memberitahukan.“Kapan kadaluwarsanya?” tan
Yolanda akhirnya mengetahui fakta bahwa istri Yardan alias ibunya Aleta sudah meninggal dunia. Ketiganya kini tengah duduk di salah satu bangku beton yang sengaja dibuat di luar area pemakaman guna tempat istirahat para peziarah.Leta yang bertemu Yolanda tentu saja merasa senang. Ia bahkan merengek minta dipangku oleh Yola, dan perempuan ini menurutinya.Yardan sendirilah yang menceritakan soal kepergian sang istri. Ia katakan bahwa Laras sudah 4 tahun ini meninggal karena kecelakaan.“Istriku benar-benar mempertaruhkan hidupnya untuk melahirkan Leta. Ia yang waktu itu pendarahan hebat akibat kecelakaan, nyatanya tetap memilih agar Leta selamat keluar dari perutnya. Meski Leta pada akhirnya harus lahir prematur dan menjalani operasi sesar, dia mampu tumbuh menjadi anak sehat seperti sekarang.” Yardan menjelaskan itu dengan mata menerawang seolah mengingat kejadian beberapa tahun silam itu di mana ia kehilangan sang istri tercinta.Ada rasa senang juga sedih menyelimutinya kala itu. I
Yolanda memilih mendiamkan Yardan dan tak merespon apapun yang pria itu bicarakan. Jadi bisa dibayangkan sendiri bagaimana canggungnya situasi di mobil sekarang.“Jam sudah menunjukkan angka 10 malam, Yol. Apakah kau tak izin saja sekalian di tempat kerjamu? Kau juga takkan bisa ke sana dalam kondisi hujan lebat begini,” tegur Yardan yang kemudian terdengar jauh lebih pengertian.Didiamkan Yolanda membuatnya mengerti akan kesalahannya. Yah, ia pasti terdengar terlalu menyepelekan pekerjaan yang Yolanda geluti. Padahal jujur di hati Yardan tak ada maksud seperti itu. Ia yang memang sudah terbiasa bicara lugas ternyata kali ini harus menyalahkan mulut kurang ajarnya itu.“Kau sungguh akan terus mendiamkanku begini? Kau masih begitu marah dengan ucapanku beberapa jam yang lalu, ya? Aku sungguh minta maaf jika ucapanku menyinggungmu, Yol.” Akhirnya Yardan benar-benar menghilangkan gengsinya untuk minta maaf. Yah, tak ada gunanya terus mempertahankan gengsi dan tak mau minta maaf. Ia lebih
“Ayah, aku mau tidur di sini dengan Mama boleh, tidak?” rengek Leta yang sudah ke sekian kalinya saat Yardan ingin menggendongnya pulang.Dengan wajah polosnya, Leta terus merengek minta agar ia menginap di rumahnya Yolanda malam ini. Tetapi Yardan tentu tak bisa memperbolehkannya. Ruangan yang hanya sepetak itu pasti sangat tidak nyaman bagi Leta. Belum lagi bagaimana mereka akan tidur, jika kasurnya saja hanya muat satu orang dewasa.Yolanda memilih bungkam saja. Ia tak mau peduli bagaimana caranya, yang jelas Leta dan Yardan harus pergi dari rumahnya. Gila saja bocah itu mau menginap di rumah kos sesempit ini, gerundelnya membatin. Ia tak paham kenapa Leta berpikir bahwa dirinya itu ibunya. Padahal kenal saja juga baru kemarin waktu di pasar malam.“Ma, Leta boleh tidur di sini, kan? Leta ingin sekali tidur dalam pelukan mama,” celetuk Leta yang berlari memeluk kaki Yolanda yang tengah menyender di daun pintu menunggu mereka pergi dari kosnya.“Eh, apa-apaan ini? Aku bukan mamamu,
“Jadi sekretarisku, bagaimana? Kau mau menerima tawaranku atau tidak? Mumpung lowongan kerjanya belum kuberikan pada staf yang mengurus personalia.”Wajah Yolanda langsung mengernyit. Dirinya itu tak lebih dari anak lulusan SMA yang ilmunya tidak mumpuni. Sekretaris sebuah perusahaan besar itu tidak mudah. Banyak hal yang harus Yolanda lakukan, belum lagi dirinya yang tak tahu menahu soal tugasnya. Yolanda langsung menggelengkan kepalanya pertanda tidak mau.“Aku menolaknya. Oh iya, memangnya apa ada yang salah dengan sekretarismu saat ini? Kenapa kau mau mengganti Livia?” tanya Yola penasaran.Yardan terkekeh kecil. Tak ada alasan logis sebenarnya. Ia hanya berencana mengganti personel di perusahaannya saja.Mendengar yang dikatakan Yardan, membuat Yola mendecih. Ia pikir si Yardan ada konflik dengan Livia.“Livia bekerja dengan baik, kok. Hanya saja aku bosan selalu dipasangkan dengannya. Banyak orang beranggapan aku dan Livia cocok jadi kekasih. Tak tahu saja diriku dan dirinya tak